• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.2. Analisis bivariat

Hasil analisis hubungan motivasi berdasarkan teori kebutuhan maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini:

Tabel 5.4. Analisis Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni (n=53)

Kinerja Perawat Motivasi r p n 0,370 0,006 53 Uji korelasi Spearman

Hasil analisis pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p= 0,006 dan koefisien korelasi 0,370.

2. Pembahasan

2.1. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisi eksternal yang berinteraksi membentuk respon intrinsik dan menstimulasi perilaku individu. Respon instrinsik ini didorong karena adanya kebutuhan, keinginan dan dorongan dari dalam diri individu. Munculnya defisiensi kebutuhan akan menstimulasi perawat untuk mencari cara dan berusaha untuk mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Swansburg, 1999). Menurut teori Maslow, manusia termotivasi karena memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya (Daft, 2006). Hasil analisis univariat yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan persentase perawat yang memiliki motivasi baik sebanyak 47,2% dengan perawat pelaksana yang memiliki motivasi tidak baik sebanyak 52,8%.

Hasil analisis motivasi baik didukung dengan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan fisiologis menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana 52,8% tidak pernah menunda cuti karena alasan pekerjaan di rumah sakit. Handoko (2003) mengemukakan bahwa cuti termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (1976)

menyatakan bahwa cuti tahunan adalah 12 hari kerja dan dapat ditambah paling lama 14 hari. Rumah Sakit Bhayangkara Medan memberikan jatah cuti 14 hari dalam satu tahun dan hak cuti tersebut dapat digunakan oleh para perawat pada waktu yang diinginkan.

Hasil analisis item kuisioner selanjutnya tentang kebutuhan rasa aman menunjukkan bahwa mayoritas perawat 50,9% menyatakan pimpinan merealisasikan keluhan-keluhan yang disampaikan oleh perawat. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Griffin (2004) bahwa kebutuhan rasa aman akan terpenuhi, apabila pimpinan menerima keluhan-keluhan terkait pekerjaan dari para karyawan. Mayoritas perawat 67,9% yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah merasa malas berkomunikasi dengan teman sejawat di tempat kerja.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner menunjukkan bahwa mayoritas perawat 62,3% menyatakan mereka mendapat dukungan dari teman sejawat selama bekerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Winardi (2001) menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan akan harga diri mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penghargaan dari pihak lain, apresiasi terhadap dirinya dan respek yang diberikan oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa adanya dukungan dari rekan kerja dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada survei awal pada Bulan Oktober 2011 dengan lima orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan diketahui bahwa mereka

mendapatkan dukungan moral dari teman sejawat selama menyelesaikan pekerjaan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri selanjutnya didapatkan bahwa 49,1% perawat menyatakan mendapat dukungan dari pimpinan selama bekerja di rumah sakit. Hasil penelitian Eni (2009) menyatakan tidak adanya dukungan dari pimpinan menyebabkan perawat tidak termotivasi untuk melaksanakan pendokumentasian dengan lengkap. Hal ini sejalan dengan Daft (2003) juga mengemukakan bahwa dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan dapat dipenuhi dengan memberikan pengakuan dan pujian atas kontribusi yang baik dari karyawan.

Hasil analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri didapatkan bahwa 64,2% perawat menyatakan pimpinan di rumah sakit memberikan kesempatan kepada para perawat untuk naik pangkat. Griffin (2004) yang mengemukakan bahwa pemberian kesempatan kepada perawat untuk dapat naik pangkat merupakan suatu upaya manajer dalam memenuhi kebutuhan harga diri perawat pelaksana.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan aktualisasi diri didapatkan 54,7% perawat menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan rumah sakit dapat meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian Maliya & Susilaningsih (2009) menyatakan bahwa adanya pelatihan menggambarkan adanya peningkatan pengetahuan staf keperawatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada perawat pelaksana ketika pengumpulan data pada Bulan Juni 2012 diketahui bahwa

Rumah Sakit Bhayangkara Medan memperhatikan kualitas perawat dengan mengatur jadwal pelatihan yang dapat diikuti oleh setiap perawat dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan skill para perawat di rumah sakit. 49,1% perawat menyatakan bahwa pimpinan selalu mendukung para perawat untuk melanjutkan pendidikan formal. Robbin (2008) menjelaskan bahwa kebutuhan aktualisasi diri meliputi pertumbuhan. Berdasarkan hasil wawancara pada Bulan Juni 2012 dengan lima orang perawat pelaksana diketahui bahwa pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara medan selalu memberikan dukungan kepada perawat yang ingin melanjutkan pendidikan.

Hasil analisis motivasi tidak baik didukung dengan hasil analisis item kuisioner selanjutnya menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana mayoritas perawat 56,6% menyatakan kalau mereka memiliki tempat berisistirahat yang tidak baik di tempat kerja. Handoko (2003) mengemukakan bahwa periode istirahat dan ruang istirahat juga termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada bulan Juli kepada 5 orang perawat pelaksana di salah satu ruang rawat diketahui bahwa ruang istirahat untuk perawat tidak digunakan lagi karena sudah berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan barang seperti tempat tidur, kasur dan lain sebagainya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada waktu pengumpulan data awal, perawat pelaksana menyatakan bahwa rumah sakit tidak memberikan upah lembur bagi perawat yang telah bekerja lebih daari jam kerja yang telah ditetapkan. Hal ini tidak sesuai dengan keputusan Depnaker (2004) yang menyatakan bahwa

perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur. Kondisi lain yang mempengaruhi hal ini yaitu adanya ruang rawat inap khusus bagi tahanan, sehingga perawat merasa keamanan dirinya terancam. Hal ini didukung oleh hasil analisis pada item kuisioner yang menunjukkan bahwa 17% perawat menyatakan kadang-kadang mereka merasa tidak aman bekerja di rumah sakit ini.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada perawat pelaksana pada salah satu ruang rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan pada saat pengumpulan data Bulan Juni 2012 diketahui bahwa tindakan asuhan keperawatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dalam satu shift jaga tidak dilakukan dengan bersama, akan tetapi ada beberapa perawat yang telah dianggap lebih senior dan mengerti yang akan lebih sering melakukan asuhan keperawatan. disamping itu, pihak rumah sakit hanya memberikan kesempatan bagi perawatnya untuk melanjutkan pendidikan namun tidak diikuti dengan dukungan financial kepada perawat pelaksana untuk membiayai pendidikannya.

Dokumen terkait