• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana

di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

Skripsi

Isra Wahyuni

081101013

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

(2)
(3)

Judul : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara medan

Peneliti : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011/2012

__________________________________________________________________

Abstrak

Motivasi adalah suatu upaya untuk mengarahkan perilaku individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi di dalam suatu lingkungan kerja. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Kinerja perawat dilihat berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan pada Juli 2012 dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan sampel sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan uji spearman. Hasil analisis univariat, didapat bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat baik dan 43,4% kinerja perawat kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006. Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.

(4)

Title :The Relationship Between Motivation and Executing Nurse Performance at Bhayangkara Hospital Medan

Researcher : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Program : Bachelor of Nursing Academic Year : 2011/2012

Abstract

Motivation is an effort to direct the behavior of individual in achieving the goals set by the high persistence in work environment. Performance is the achievement of the performance of duties performed by individual or group within an organization are influenced by external and internal factors. Performance seen by a nurse from the nursing assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. This study aims to identify the relationship between motivation and executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan. The study was conducted in July 2012 with a cross sectional approach. The population in this study were all of executing nurses at the Bhayangkara Hospital Medan and the samples were 53 people who were determined using purposive sampling techniques. Statistical analysis used spearman test. The results of univariate analysis, found that the motivation of nursing performance 47.2% good and 52.8% is not good, 56.6% better performance of nurses and 43.4% poor performance of nurses. The results of bivariate analysis showed that there is a motivation by executing nurse performance at Bhayangkara Hospital with a value of p = 0.006. It is recommended for hospital administrators to optimize nurse’s motivation so as to improve the executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah- Nya

yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat

Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, saya mendapatkan banyak

bantuan, dukungan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Diah Arruum S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang selalu

dengan sabar mengarahkan, membimbing dan mengajarkan ilmu yang sangat

bermanfaat bagi kesuksesan penulis saat ini dan masa yang akan datang.

4. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D dan Bapak Achmad Fathi S.Kep, Ns, MNS

selaku dosen penguji yang telah memberikan wawasan baru, masukan dan arahan

sehingga membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Ibu Nur Asnah S, S.Kep, Ns, M. Kep selaku pembimbing akademik di Fakultas

(6)

6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademik Fakultas Keperawatan

USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

7. Kepada Pemimpin Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Dina, Shandra, Rina, Wiyanna, Cut Ti, Delia, Eliza,

Intan, Wani, Nanda, Maia serta teman-teman Keperawatan Stambuk 2008,

lainnya yang tak bisa disebut namanya satu persatu.

9. Abangku tersayang Popo Yudhana (Alm), mbakku Feni Yuana S.Sos, Abang

terbaikku Ahmad fauzi Lubis, Adikku tersayang Anisya Wirdhani dan

keponakanku yang paling kurindukan.

10. Ayahanda Dahlan BA dan Ibunda Yusnaini Batubara, terima kasih tak terhingga

atas cinta, kasih, kesabaran, perhatian, kebahagiaan, dukungan dan segalanya

yang tak mungkin ananda ungkapkan satu persatu. Ibunda dan Ayahanda adalah

alasan mengapa terus berjuang untuk memberikan yang terbaik, dan untuk

mereka skripsi ini dipersembahkan.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Medan, Juli 2012

Penulis

(7)
(8)

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual ... 23

2. Defenisi operasional ... 24

3. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian... 26

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan ... 26

2.1. Populasi ... 26

BAB 5. HASIL & PEMBAHASAN 1. Hasil ... 36

2.3. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana... 46

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 50

(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 4. Distribusi Frekuensi Demografi Perawat

5. Distribusi Frekuensi Motivasi Berdasarkan Teori Maslow

6. Hasil Uji Chi Aquare Kebutuhan Maslow dengan Kinerja Perawat 7. Distribusi Frekuensi Persentase Jawaban Setiap Indikator Kebutuhan

maslow dan Kinerja Perawat 8. Riwayat Hidup

9. Surat Izin

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional ... 24

Tabel 5.1. Karakteristik Demografi ... 37

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi ... 38

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat ... 39

(11)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka Konseptual Hubungan Motivasi dengan Kinerja

(12)

Judul : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara medan

Peneliti : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011/2012

__________________________________________________________________

Abstrak

Motivasi adalah suatu upaya untuk mengarahkan perilaku individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi di dalam suatu lingkungan kerja. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Kinerja perawat dilihat berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan pada Juli 2012 dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan sampel sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan uji spearman. Hasil analisis univariat, didapat bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat baik dan 43,4% kinerja perawat kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006. Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.

(13)

Title :The Relationship Between Motivation and Executing Nurse Performance at Bhayangkara Hospital Medan

Researcher : Isra Wahyuni

NIM : 081101013

Program : Bachelor of Nursing Academic Year : 2011/2012

Abstract

Motivation is an effort to direct the behavior of individual in achieving the goals set by the high persistence in work environment. Performance is the achievement of the performance of duties performed by individual or group within an organization are influenced by external and internal factors. Performance seen by a nurse from the nursing assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. This study aims to identify the relationship between motivation and executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan. The study was conducted in July 2012 with a cross sectional approach. The population in this study were all of executing nurses at the Bhayangkara Hospital Medan and the samples were 53 people who were determined using purposive sampling techniques. Statistical analysis used spearman test. The results of univariate analysis, found that the motivation of nursing performance 47.2% good and 52.8% is not good, 56.6% better performance of nurses and 43.4% poor performance of nurses. The results of bivariate analysis showed that there is a motivation by executing nurse performance at Bhayangkara Hospital with a value of p = 0.006. It is recommended for hospital administrators to optimize nurse’s motivation so as to improve the executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan

nasional secara menyeluruh yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer

manusia baik sebagai individu, masyarakat ataupun bangsa yang berguna

meningkatkan derajat kesehatan (Imron, 2010). Berbagai proses yang dilakukan di

rumah sakit dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ini dilaksanakan oleh

berbagai profesi, mulai dari profesi medik, paramedik, maupun non-medik. Profesi

perawat yang merupakan ujung tombak pemberian pelayanan di rumah sakit,

hendaknya sangat diperhatikan dan dikelola secara professional, sehingga mampu

memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan kemajuan rumah sakit

melalui peningkatan kinerja (Muzakir, 2009).

Kinerja adalah hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana

individu berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi (Minner,

1990 dalam buku Riani, 2011). Kinerja perawat dilihat dari asuhan keperawatan yang

diberikannya mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi

(15)

atau pelayanan yang bermutu tinggi. Maka dari itu, perawat diharapkan dapat

menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum

pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup

dan kesejahteraan masyarakat (Tjahjono, 2006).

Terkait dengan pentingnya kinerja yang baik dalam peningkatan mutu dan

kualitas suatu organisasi, para manajer umumnya menghadapi masalah, yakni ada

karyawan-karyawan tertentu yang menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan

dengan karyawan lainnya. Setelah diteliti, ternyata salah satu penyebab perbedaan

kinerja itu adalah motivasi (Winardi, 2001). Penelitian Sihotang (2006) di Rumah

Sakit Umum Doloksanggul yang meneliti hubungan motivasi kerja terhadap kinerja

perawat dalam memberikan pelayanan untuk pasien. Berdasarkan data deskriptif

penelitian tersebut menunjukkan bahwa prestasi perawat dalam kategori baik dan

lebih banyak yang menyatakan bahwa dengan peningkatan jabatan dan pencapaian

prestasi akan meningkatkan kinerja perawat.

Robbins (2003) mendefenisikan motivasi sebagai proses dengan intensitas, arah

yang tepat dan ketekunan tinggi dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan

oleh individu tersebut di dalam suatu lingkungan kerja. Besarnya pengaruh motivasi

ini ternyata telah lama menjadi pembahasan para ahli khususnya di bidang

manajemen. Salah satu ahli yang membahas tentang teori motivasi secara holistik

(16)

dan secara intuitif mudah dijelaskan (Robbins, 2010). Teori ini menjelaskan bahwa

kebutuhan-kebutuhan individu dapat dilihat berdasarkan hirarki, yaitu : kebutuhan

fisiologis, rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan, penghargaan, dan aktualisasi diri

(Gillies, 1996).

Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja

(Winardi, 2001). Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

hubungan motivasi dengan kinerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Melihat

rumah sakit tersebut memiliki latar belakang sebagai Rumah Sakit “Kepolisian

Republik Indonesia” atau sering dikenal oleh masyarakat luas sebagai rumah sakit

Brimob karena berlokasi pada markas brimob. Rumah Sakit Bhayangkara Medan

memiliki visi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, proporsional,

bermoral dan modern melalui peran yang dibangun secara kemitraan. Rumah Sakit

Bhayangkara Medan ini disamping memiliki tugas pokok untuk memelihara

kesehatan anggota Polri juga memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan

teknis tertentu yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat

(Profil Rumah Sakit Bhayangkara Medan).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Oktober

2011 di Rumah Sakit Bhayangkara Medan diketahui bahwa, jumlah pasien yang

dirawat di ruang rawat inap sampai akhir September 2011 berjumlah 996 orang,

yaitu 770 orang (77,3%) berasal dari anggota kepolisian, dan 226 orang (22,7%)

berasal dari masyarakat umum (rekam medik Rumah Sakit Bhayangkara Medan).

(17)

dilakukannya penelitian ini. Maka, pada survei pendahuluan peneliti melakukan

wawancara langsung dengan Kepala Instalasi Rawat Inap Polisi Pelayanan Medis dan

Perawat (Ka. Inst. Rawat Inap siyanmedwat) dan menyatakan bahwa perawat yang

bekerja di rumah sakit ini memiliki kinerja yang masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Rumah

Sakit Bhayangkara medan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah faktor-faktor mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3. Tujuan Peneltian

3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.2. Tujuan Khusus

(18)

3.2.1. Motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

3.2.2. Kinerja perawat pelaksana di Rumah sakit Bhayangkara Medan

3.2.3. Hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi pimpinan rumah sakit. Penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan terkait dengan motivasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja

perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

4.2. Bagi Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu

menambah wawasan terkait dengan kinerja perawat, sehingga membantu pihak

rumah sakit dalam menyusun satu kebijakan dalam upaya memperbaiki dan

meningkatkan kinerja. Sekaligus sebagai bahan pertimbangan guna membina

dan mengembangkan kualitas perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan

yang maksimal kepada masyarakat.

4.3. Bagi peneliti keperawatan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan motivasi dan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Kinerja

Kinerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai sesuatu

yang ingin dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja . Kinerja adalah

hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana individu tersebut

berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi (Minner, 1990

dalam Riani, 2011).

Kinerja karyawan (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Jadi, dapat

disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang maupun kelompok dalam

upaya memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi.

2. Teori-Teori yang Berhubungan dengan Kinerja

Timple (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor

yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ; kemampuan, ketrampilan, sikap,

perilaku, tanggung jawab, motivasi karyawan. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang

(20)

dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim

organisasi (Rivai &Basri, 2005).

Mangkuprawira dan Aida (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah faktor intrinsik yang meliputi mutu karyawan yang berupa

pendidikan, pengalaman, motivasi, kesehatan, usia, ketrampilan emosi, spiritual,

sedangkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja fisik dan non fisik, kepemimpinan,

komunikasi vertikal dan horizontal, kompensasi, supervisi, fasilitas, pelatihan, beban

kerja, proses kerja, sistem imbalan, dan hukuman.

Simamora (1995, dalam Mangkunegara, 2009) kinerja dipengaruhi oleh tiga

faktor, yaitu : (1) faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar

belakang, dan demografi, (2) faktor psikologis terdiri dari : persepsi, attitude,

personality, pembelajaran, dan motivasi, 3) faktor organisasi yang terdiri dari :

sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan desain pekerjaan.

3. Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Kinerja

3.1. Umur

Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada keyakinan

bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur juga mempengaruhi

produktivitas, hal ini dapat dilihat dari keterampilan individu terutama kecepatan,

kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu dan

(21)

kemerosotan keterampilan fisik. Apapun yang disebabkan umur yang berdampak

pada produktivitas sering diimbangi dengan pengalaman (Robbin & Judge, 2008).

3.2. Jenis Kelamin

Bukti menunjukkan bahwa hal terbaik untuk melihat kinerja adalah dengan

pengakuan bahwa ada perbedaan penting antara pria dan wanita yang mempengaruhi

kinerja mereka. Berbagai penelitian psikologis menunjukkan bahwa para wanita lebih

bersedia menyesuaikan diri terhadap otoritas dan pria lebih agresif serta lebih

mungkin memiliki pengharapan sukses dibandingkan para wanita, tetapi

perbedan-perbedaan tersebut kecil. Dengan perubahan-perubahan signifikan yang berlangsung

selama 40 tahun terakhir ini terhadap peningkatan kadar partisipasi wanita terhadap

angkatan kerja serta memikirkan ulang apa yang merupakan peran pria dan wanita,

maka diasumsikan tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara

pria dan wanita (Robbin & Judge, 2008).

3.3. Masa Kerja

Masa kerja diekspresikan sebagi pengalaman kerja yang akan menjadi tolak ukur

baik atau tidaknya produktivitas karyawan (Robbin & Judge, 2008). Banyak studi

tentang hubungan antara senioritas karyawan dan produktivitas. Meskipun prestasi

kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini

belum dapat diambil kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut

(22)

3.4. Pendidikan

Setiap jenis pekerjaan yang memiliki tuntutan yang berbeda terhadap karyawan

dan para karyawan juga memiliki kemampuan kerja yang berbeda. Prestasi kerja

karyawan dengan sendirinya akan meningkat, ada kesesuaian antara kemampuan dan

jenis pekerjaannya (Handoko, 1995). Dalam hal ini pendidikan sangat mempengaruhi

kemampuan dari karyawan tersebut terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang

membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (Tarwaka, Bakri, Lilik, Sholichul, &

Sudiajeng, 2004).

3.5. Pengalaman

Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik seseorang dari

peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidup seseorang. Bertitik tolak dari

pengertian tersebut memberitahukan kepada kita bahwa pengalaman seseorang sejak

kecil turut membentuk perilaku dan kepribadian orang yang bersangkutan di dalam

kehidupan organisasinya (Amriyati, 2003). Selanjutnya, pengalaman seseorang dalam

melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat

meningkatkan kedewasaan teknisnya (Siagian, 1989).

3.6. Motivasi

Motivasi secara langsung berhubungan dengan tingkat ambisi seseorang. Karena

setiap manusia memiliki kebutuhan yang dapat memotivasi mereka, maka pemimpin

(23)

menggunakan strategi motivasional yang tepat untuk setiap orang dan situasi. Karena

motivasi sangat kompleks, pemimpin menghadapi tantangan hebat agar dapat secara

akurat mengidentifikasi motivasi individu dan kelompok. Bahkan, dilingkungan kerja

yang serupa atau hampir sama sekalipun, sering kali terdapat banyak variasi motivasi

individu. Sebagian besar penelitian dilakukan oleh para ahli perilaku, psikologis, dan

sosial untuk menyusun teori dan konsep motivasi. Fokus terhadap motivasi manusia

tidak diteruskan sampai ditemukannya karya Abraham Maslow pada tahun 1950-an.

Sebagian besar perawat mengetahui hierarki kebutuhan Maslow dan teori motivasi

manusia (Marquis & Huston, 2010).

Teori Maslow ini telah memperoleh pengakuan di kalangan manajer. Ini dapat

diterangkan karena logika intuitif dan mudahnya teori Maslow ini difahami (Robbins,

2003). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan

yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Maslow

mengemukakan manusia termotivasi oleh banyak kebutuhan di dalam kehidupannya,

yang mana kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya

(Daft, 2006). Adapun hirarki kebutuhan Maslow tersebut yaiu :

1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), meliputi rasa lapar, haus, berlindung,

seksual, dan kebutuhan fisik lainya (Robbin, 2008). Dilihat dari pandangan

organisasi, kebutuhan-kebutuhan tersebut akan dapat terpenuhi apabila individu

memiliki gairah kerja, ruang, dan gaji pokok untuk menjamin kelangsungan

(24)

ruang kerja yang memadai, ruang istirahat, cahaya yang layak, suhu yang nyaman

dan ventilasi (Griffin, 2004). Handoko (2003) mengemukakan bahwa cuti dan

periode istirahat termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis.

2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), meliputi rasa ingin dilindungi dari

bahaya fisik dan emosional (Robbin, 2008). Dalam lingkungan kerja

organisasional seperti rumah sakit, kebutuhan akan rasa aman dicerminkan

melalui kebutuhan akan pekerjaan yang aman, perlindungan pekerjaan dan

imbalan kerja tambahan. (Daft, 2003). Griffin (2004) menambahkan kebutuhan

akan rasa aman akan terpenuhi, apabila di dalam lingkungan kerja dipenuhi oleh

kontinuitas kerja (tidak ada PHK), sistem keluhan, serta program asuransi dan

program pensiun yang memadai.

3. Kebutuhan akan kepemilikan (belongingness needs), meliputi rasa kasih sayang,

penerimaan, dan persahabatan (Robbin, 2008). Dalam lingkungan organisasi,

kebutuhan ini memengaruhi keinginan untuk memiliki hubungan baik dengan

sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif dengan

para pengawas (Daft, 2003). Seorang manajer bisa membantu memenuhi

kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan mengizinkan interaksi sosial, dan

menjadikan karyawan sebagai bagian dari tim atau kelompok kerja

(Griffin,2003).

4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs,) meliputi faktor-faktor penghargaan

(25)

penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian (Robbin, 2008).

Dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan mencerminkan

motivasi untuk mendapatkan pengakuan, peningkatan tanggung jawab, status

tinggi, dan pujian atas kontribusi (Daft, 2003). Seorang manajer dapat membantu

memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dengan menyediakan berbagai simbol

pencapaian ekstrinsik, seperti : pangkat, kantor yang nyaman, dan balas jasa

serupa. Pada level intrinsik, manajer bisa memberikan tugas yang menantang dan

peluang-peluang bagi karyawan untuk merasakan suatu rasa pencapaian (Griffin,

2004).

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi pertumbuhan, pencapaian

dan pemenuhan diri (Robbin, 2008). Kebutuhan akan aktualisasi diri berkenaan

dengan mengembangkan potensi maksimal seseorang, meningkatkan kompetensi

seseorang, dan menjadi seseorang yang lebih baik. Kebutuhan aktualisasi diri

dapat dipenuhi dalam organisasi dengan memberi orang-orang peluang untuk

tumbuh, kreatif, dan mendapatkan pelatihan untuk melakukan tugas-tugas yang

menantang (Daft, 2003).

4. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kinerja

4.1. Kepemimpinan

Gardner (1990) mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses persuatif dan

(26)

arahan pemimpin atau diberikan oleh pemimpin dan bawahan. Sedangkan Robbins

(1991) mendefenisikan bahwa kepemimpinan adalah proses memberdayakan

kepercayaan dan mengajarkan orang lain untuk menggunakan seluruh

kemampuannya dengan menyingkirkan kepercayaan yang membatasi mereka

(Marquis & Huston, 2010).

Dalam suatu organisasi dan manajemen suatu organisasi, kepemimpinan

merupakan hal yang penting karena ada bukti bahwa kepemimpinan berpengaruh

terhadap kinerja dan kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengendalikan

organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan

dalam rangka mencapai tujuan (Adam, 1989).

4.2. Supervisi

Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh

pengelolah program terhadap pelaksanaan di tingkat administrasi yang lebih rendah

dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran

yang ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai

melalui suatu proses yang sistematis dengan peningkatan pengetahuan, peningkatan

keterampilan, perbaikan sikap dalam bekerja, dan peningkatan motivasi pegawai

(Depkes, 2000).

Manfaat supervisi apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas

dua macam (Azwar,1996) , yaitu: (1) Dapat lebih meningkatkan efetivitas kerja dan

(27)

4.3. Pelatihan

Pelatihan atau training menurut Notoatmodjo adalah salah satu bentuk proses

pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan

memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang akhirnya akan menimbulkan

perubahan perilaku mereka (Azwar, 1996).

Menurut Michael et.al (1995), ada tujuh maksud utama program pelatihan dan

pengembangan, yaitu 1) memperbaiki kinerja, 2) meningkatkan ketrampilan

karyawan, 3) menghindari keusangan manajerial, 4) menyolusikan permasalahan, 5)

orientasi karyawan baru, 6) penyiapan promosi dan keberhasilan manajerial, 7)

memberi kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal. Sehubungan dengan

itu, uraian tentang pelatihan dan pengembangan secara eksplisit tidak dipisahkan,

tetapi diuraikan menyatu karena saling mengait (Basri& Rivai, 2005).

4.4. Kompensasi

Kompensasi diartikan sebagai semua bentuk kembalian (return) finansial,

jasa-jasa berwujud tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari

sebuah hubungan kepegawaian (Adam, 1989). Sistem insentif finansial menunjukkan

hubungan paling jelas antara kompensasi dan prestasi kerja. Istilah sistem insentif

pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah

yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar

(28)

4.5. Iklim organisasi

Tagiuri dan Litwin mendefenisikan iklim organisasi sebagai kualitas lingkungan

internal organisasi yang secara relatif dan terus berlangsung, dialami oleh anggota

organisasi; memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu

set karakteritik atau sifat organisasi. Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal

organisasi dan berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi bersifat tetap

dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan dapat berubah

dengan cepat. Umumnya, iklim organisasi dengan mudah dapat dikontrol oleh

pemimppin atau manajer. Iklim organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi

yang kemudian memengaruhi kinerja mereka dan kinerja organisasi (Wirawan,

2007).

5. Penilaian Kinerja

Suatu organisasi seperti halnya rumah sakit, hidup karena aktivitas yang

dilakukan oleh para karyawannya. Maka, setiap unit harus dinilai sesuai dengan tugas

yang telah dibagi kepada mereka agar kinerja sumber daya dalam organisasi tersebut

dapat dinilai secara objektif. Sehingga, apabila seorang manajer ingin merubah suatu

sistem dalam organisasi penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur .

karena seorang manajer terkadang salah dalam melihat situasi dalam organisasinya,

dimana manajer menilai kinerja karyawanlah yang buruk ternyata sistem yang

(29)

Sikula (1981, dalam buku Mangkunegara, 2009) mengemukakan bahwa,

penilaian pegawai merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi

yang dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas

atau status dari beberapa obyek orang atau sesuatu (barang). selanjutnya Mengginson

(1981, dalam buku Mangkunegara, 2009) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja

(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk

menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas

dan tanggung jawabnya. Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan

penilaian kinerja adalah penilaian sistematis yang dilakukan oleh pimpinan untuk

menentukan hasil pekerjaan sesuai dengan tugas dan kinerja organisasi.

Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus.

Benardin dan Russel (1995, dalam buku Sutrisno, 2006) mengajukan enam kinerja

primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :

1. Quality, yaitu tingkat sejauh mana proses/ hasil pelaksanaan kegiatan mendekati

kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah uang, dan siklus

kegiatan yang dilakukan.

3. Timelines, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang

ditetapkan dan dikehendaki.

4. Cost efectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya

(30)

untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit

penggunaan sumber daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat

melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang

supervisor untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan.

6. Impersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga

diri, nama baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

6. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, yaitu : (1) membantu manajemen

membuat keputusan sumber daya manusia secara umum, dimana penilaian

menyediakan masukan untuk berbagai keputusan penting seperti promosi,

perpindahan bagian, dan pemutusan hubungan kerja, (2) mengidentifikasi kebutuhan

pelatihan dan pengembangan, (3) menjadi kriteria manajemen untuk memvalidasi

seleksi dan program pengembangan, (4) menyediakan umpan balik bagi karyawan

tentang bagaimana organisasi menilai kinerja mereka, dan (5) merupakan dasar bagi

alokasi imbalan (Robbins & Judge, 2008).

7. Prinsip-prinsip Penilaian

Gillies (1996) menjelaskan bahwa untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan

adil, sebaiknya manajer mengamati prinsip-prinsip berikut : (1) evaluasi pekerja

sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja, dan orientasi tingkah laku

(31)

tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka

evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah

laku umum atau tingkah laku konsistensinya, serta menghindari hal-hal yang tdak

diinginkan, (3) perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar

pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan

evaluasi, sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi

dari kerangka kerja sama, (4) dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai,

manajer sebaiknya menunjukkan segi-segi mana pelaksanaan kerja itu dapat

memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan, (5) manajer sebaikna menjelaskan

area mana yang akan diprioritaskan, (6) pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan

pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya

dalam waktu yang cukup bagi keduanya, (7) baik laporan evaluasi maupun pertemuan

sebaiknya disusun dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau

pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis (Simpson, 1985 dalam buku Nursalam, 2009).

8. Metode Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan beberapa metode. Robbins & Judge

(2008) menjelaskan bahwa, kinerja dapat dinilai dengan metode : (1) esai tertulis ;

metode ini dilakukan dengan cara menulis naskah yang menggambarkan kekuatan,

kekurangan,kinerja pada masa lampau, potensi, dan saran untuk perbaikan bagi

karyawan, (2) skala penilaian gravis ; dalam metode ini faktor-faktor kinerja, seperti

(32)

kehadiran, dan inisiatif didaftar. Kemudian penilai mempelajari daftar dan

memberikan penilaian pada masing-masing dengan skala, (3) skala penilaian perilaku

berjangkar (behaviorally anchored rating scales – BARS) ; mengombinasikan

elemen utama dari penekatan kritis dan skala penilaian grafis, kemudian (4)

perbandingan yang dipaksakan ; perbandingan yang paling sering digunakan yaitu

pemeringkatan kelompok dan pemeringkatan individual.

9. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan

Keperawatan

Perawat memiliki tugas-tugas yang harus dilakukannya sesuai dengan standar

praktik. Standar praktik keperawatan yang digunakan juga telah dijabarkan oleh PPNI

(2000) yang mengacu pada tahapan proses keperawatan, yang meliputi :

9.1. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Pada tahap ini perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Adapun kriteria

pengkajian keperawatan meliputi :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan

fisik, dan dari pemeriksaan penunjang,

2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam

medis, dan catatan lain,

3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :

(33)

b. Status kesehatan klien masa kini,

c. Status biologis, psikologis, sosial, dan spiritual,

d. Repon terhadap terapi,

e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal,

f. Resiko-resiko tinggi masalah.

4. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relavan,

baru).

9.2. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Setelah melakukan pengkajian, maka seorang perawat menganalisis data dan

merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses meliputi :

1. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah, dan

perumusan diagnosa keperawatan,

2. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau

gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE),

3. Bekerja sama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi

diagnosis keperawatan,

4. Melakukan pengkajian ulang, dan merivisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

9.3. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang

dialami oleh klien, agar masalah klien dapat teratasi dan mampu meningkatkan

(34)

1. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana

tindakan keperawatan,

2. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan,

3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien,

4. Mendokumentasi rencana keperawatan.

9.4. Standar IV : Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan rencana-rencana

keperawatannya. Kriteria proses meliputi :

1. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,

2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain,

3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien,

4. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan

asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan,

5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

9.5. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan, merevisi data dasar, dan perencanaan. Kriteria peoses :

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat

(35)

2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke

arah pencapaian tujuan,

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat,

4. Bekerja sama dengan klien dan keluarga unutk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan,

(36)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1.

Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian ini mengacu pada teori-teori motivasi

yang berhubungan dengan kinerja. Peneliti menggunakan variabel motivasi

berdasarkan teori kebutuhan Maslow karena teori ini teori ini logis dan secara intuitif

mudah dijelaskan. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu : fisiologis (gaji pokok, cuti, ruang istirahat, dan cahaya yang memadai),

kebutuhan akan rasa aman (pekerjaan yang aman, perlindungan pekerjaan, imbalan

kerja tambahan, sistem keluhan), kebutuhan akan kepemilikan (hubungan baik

dengan sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif

dengan para pengawas), kebutuhan harga diri (pengakuan, peningkatan tanggung

jawab, status tinggi, dan pujian atas kontribusi), kebutuhan aktualisasi diri (peluang

untuk tumbuh, kreatif, dan mendapatkan pelatihan) terhadap kinerja perawat mulai

(37)

Skema 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian tentang Hubungan Motivasi dengan

Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

2. Defenisi operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada tabel di bawah

ini:

Tabel 3.1 Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian

Variabel Defenisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Variabel

Independen: Motivasi

Motivasi adalah upaya yang digunakan perawat dari 24 pernyataan

yang dibagi

tersebut memiliki 4 pilihan jawaban,

(38)

berasal dari kebutuhan-kebutuhan (fisiologis, rasa aman, kepemilikan, harga diri, dan aktualisasi diri).

yaitu :

Kinerja adalah hasil dari tindakan perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan motivasi dengan kinerja

(39)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan

pendekatan cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

motivasi dilihat dari teori kebutuhan Maslow (kebutuhan fisiologis, rasa aman,

kepemilikan, harga diri, aktualisasi diri) dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah

Sakit Bhayangkara Medan.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel

2.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang berjumlah 61 orang perawat.

2.2.Sampel

Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, sehingga

diperoleh besar sampel sebanyak 53 perawat pelaksana di rumah sakit Bhayangkara

(40)

2.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah

purposive sampling, dengan kriteria inklusi, yaitu: (1) seorang perawat pelaksana di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan, (2) bersedia menjadi responden, (3) lama kerja

lebih dari satu tahun, (4) tidak sedang masa cuti dan (5) tidak tugas belajar.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang beralamat di

jalan KH. Wahid Hasyim No.1 Medan, Kecamatan Medan Merdeka. Peneliti memilih

Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebagai tempat penelitian dengan alasan karena

Rumah Sakit Bhayangkara Medan merupakan rumah sakit dengan latar belakang

kedokteran polisi yang disamping memiliki tugas pokok untuk memelihara kesehatan

anggota Polri juga memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan teknis tertentu

yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan belum pernah

dilakukan penelitian sejenis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ini. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Juni 2012. Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi

(41)

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin untuk melakukan penelitian dari

Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit

Bhayangkara Medan, peneliti mendatangi responden untuk menjelaskan tujuan, dan

manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk menjadi

responden, apabila telah bersedia maka responden mengisi lembar persetujuan

menjadi responden (Informed consent). Informasi yang didapat dari responden

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti (Confidentiality) dengan tidak mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (Anonimity).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Teknik

pengumpulan data dari responden yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang sesuai dengan variabel penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama tentang data demografi,

bagian kedua tentang kuesioner motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow dan bagian

(42)

5.1. Metode Pengukuran Data Demografi

Kuisioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, status

pekerjaan, pendidikan, asuransi kesehatan, status pekerjaan dan lama kerja perawat

pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Variabel jenis kelamin, pendidikan

terakhir, status pekerjaan, asuransi kerja dan status pernikahan disajikan dengan skala

pengukuran kategorik. Sedangkan usia dan lama kerja disajikan dengan skala

pengukuran numerik. Data demografi responden hanya digunakan untuk

menguraikan karakteristik responden.

5.2. Metode Pengukuran Kuesiner Motivasi

Kuesioner tentang motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow ini diambil dari

kuesioner Rumah Sakit St. Catherine yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari studi

literatur. Kuesioner ini berisi tentang motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan. Kuisioner terdiri dari 24 pernyataan yang terbagi ke dalam lima

sub variabel (kebutuhan Maslow), yakni kebutuhan fisiologis (1-5), kebutuhan

keamanan (6-10), kebutuhan kepemilikan (11-14), kebutuhan harga diri (15-20),

kebutuhan aktualisasi diri (21-24). Pengukuran variabel ini dengan menggunakan

skala likert yang terdiri dari 4 bentuk pilihan jawaban. Selanjutnya mengubah skor

(43)

a. Untuk pernyataan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21

22 dan 23, jawaban “SL” bernilai 4, jawaban “S” bernilai 3, jawaban “KK”

bernilai 2, jawaban “TP” bernilai 1.

b. Untuk pernyataan 1, 12 dan 24, jawaban “SL” bernilai 1, jawaban “S” bernilai

2, jawaban “KK” bernilai 3, dan jawaban “TP” bernilai 4.

Untuk analisa selanjutnya motivasi dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan tidak

tidak baik berdasarkan cut of point nilai mean dan median. Nilai mean digunakan

apabila data berdistribusi normal dan median apabila data tidak berdistribusi normal

(Dahlan, 2011).

5.3. Kuesioner kinerja perawat pelaksana

Kuisioner tentang kinerja perawat pelaksana merupakan hasil modifikasi

kuesioner kinerja perawat (tool 5) dan kuesioner kinerja DEPKES tahun 2001.

Kuisioner ini menggunakan skala likert yang terdiri dari 29 pernyataan mulai dari

pengkajian (1-5), diagnosa (6-10), perencanaan (11-17), implementasi (18-24), dan

evaluasi (25-28). Kinerja perawat pelaksana diukur dengan skala likert dengan nilai

4= merasa baik dan sesuai standar, 3= merasa baik, 2= merasa kurang baik dan 1=

tidak pernah.

Untuk analisa selanjutnya kinerja dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan tidak

(44)

dan median apabila data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Karena data

berdistribusi normal, maka variabel kinerja menggunakan nilai mean.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika mampu

mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel yang diteliti secara

tepat. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan

benar-benar mengukur apa yang di ukur. Kuisioner variabel independen (kebutuhan

Maslow) diambil dari kuesioner baku Rumah Sakit St. Catherine yang telah

dimodifikasi oleh peneliti dari studi literatur. Uji validitas dilakukan dengan metode

product moment, yaitu dengan mengkorelasikan skor butir pada kuesioner dengan

totalnya. Jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,200 maka butir pernyataan

tersebut dapat dikatakan valid. Uji validitas ini menggunakan bantuan program

komputer.

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen dapat digunakan

lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Reabilitas menunjuk pada

suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Besar sampel

untuk uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang perawat pelaksana di

(45)

Uji reliabilitas instrumen ini dilakukan dengan menggunakan komputerisasi

untuk menggunakan uji Cronbach’s Alpha. Polit & Hungler (1999) menjelaskan

bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari

0.70.

Uji coba Instrumen dilakukan pada bulan Mei 2012 di RS Dr. Pirngadi Medan.

Uji coba dilakukan terhadap 30 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas pada kuesioner motivasi berdasarkan

kebutuhan maslow didapatkan bahwa pernyataan 2, 3, 10, 12, 13, dan 24 tidak valid

sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi kembali oleh peneliti agar dapat digunakan

dalam penelitian. Setelah dimodifikasi, kuesioner tersebut diuji ulang atau re-test dan

didapatkan pernyataan 3, 12 dan 24 tidak valid. Pernyataan 3, 12 dan 24 masih tetap

digunakan dalam penelitian karena pertimbangan penyataan-pernyataan merupakan

poin penting yang harus diketahui dalam penelitian ini. Pada uji reliabelitas

didapatkan nilai 0.820 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen motivasi

berdasarkan kebutuhan maslow ini telah reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas kuesioner kinerja diketahui bahwa

pernyataan 5, 24 dan 29 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi

kembali oleh peneliti agar dapat digunakan dalam penelitian. Setelah dimodifikasi

kuesioner di uji ulang atau re-test. Ternyata didapatkan pernyataan 25 tidak valid.

Pernyataan 25 masih tetap digunakan dalam penelitian karena pertimbangan

(46)

uji reliabelitas didapatkan nilai 0.832 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen

kinerja ini telah reliabel.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 8 sampai 19 Juni 2012. Pengumpulan

data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Prosedur

pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setealah mendapatkan

surat pengantar dari fakultas peneliti mengirim surat tersebut ke Rumah Sakit

Bhayangkara Medan. Pada tanggal 8 Juni 2012 peneliti mulai penelitian dengan

mendatangi responden dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur

dan manfaat penelitian.

Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian

dengan menandatangani lembar persetujuan responden. Setelah responden bersedia,

peneliti membagikan kuesioner dan menjelaskan cara pengisian kuesioner. Setiap

responden diberikan waktu ± 10 menit untuk menjawab semua pernyataan pada

kuesioner. Setelah responden selesai menjawab semua pernyataan, peneliti

memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan menyesuaikannya dengan

jumlah kuesioner yang terkumpul. Setelah kuesioner terkumpul, peneliti menganalisis

(47)

8. Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan cara editing, coding, tabulating. Dalam

mengelolah data penelitian, peneliti menggunakan bantuan komputer. Selanjutnya

peneliti melakukan analisa data dengan metode statistik. Analisa data variabel

independen (Motivasi berdasarkan teori kebutuhan Maslow) dan variabel dependen

(kinerja perawat pelaksana) dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif

(statistik univariat). Setelah data dianalisa secara deskriptif, kemudian dilanjutkan

dengan uji hipotesis dua variabel (statistik bivariat) dengan menggunakan uji chi

square untuk menentukan adanya korelasi antara variabel independen (Motivasi

berdasarkan kebutuhan Maslow) dengan variabel dependen (kinerja perawat

pelaksana) (Polit & Hungler, 1997).

8.1. Statistik Univariat

Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu

variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit &

Hungler, 1999). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univariat

digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen (motivasi

berdasarkan kebutuhan Maslow) dan variabel dependen (kinerja perawat pelaksana).

Data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi atau proporsi

kecuali usia dan lama kerja. Data motivasi berdasarkan kebutuhan maslow disajikan

dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang disajikan

(48)

dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

8.2.Statistik Bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan motivasi

berdasarkan kebutuhan Maslow dengan kinerja perawat pelaksana. Hubungan antara

dua variabel ini dianalisa dengan menguji hipotesa penelitian (Ha), kemudian ditarik

kesimpulan dari hasil penelitian.

Analisis dilakukan secara komputerisasi untuk mengkorelasikan motivasi

berdasarkan kebutuhan maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan dengan menggunakan uji Spearman dengan tingkat kemaknaan

(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Bab ini menguraikan data hasil penelitian mengenai hubungan motivasi

berdasarkan teori kebutuhan Maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah

Sakit Bhayangkara Medan. Responden dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana

di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang berjumlah 53 orang mulai dari tanggal 8

s/d 19 Juni 2012.

Analisis hasil penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat. Analisis

univariat dilakukan untuk melihat distribusi data demografi responden (karakteristik

responden), motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (fisiologis, rasa aman,

kepemilikan, harga diri, aktualisasi diri) dan kinerja perawat pelaksana. Selanjutnya,

analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan motivasi dengan kinerja

perawat pelaksana.

1.1. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat pada penelitian ini dibagi atas tiga bagian yaitu, data

demografi perawat, motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow dan kinerja

(50)

1.1.1.Data Demografi

Data demografi meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan,

asuransi kerja dan status pernikahan, usia dan lama kerja perawat di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan. Data demografi perawat pelaksana dapat dilihat pada tabel 5.1

berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Perawat Pelaksana Berdasarkan Usia, Lama Kerja Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Status Pekerjaan, Asuransi Kerja dan Status Pernikahan di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

(51)

Hasil penelitian pada tabel 5.1. menunjukkan bahwa mayoritas perawat 54,9%

berusia 20-30 tahun yang merupakan usia produktif dengan sebagian besar perawat

71,5% memiliki lama kerja 1-10 tahun. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan

bahwa mayoritas perawat 90,6% adalah perempuan dengan sebagian besar perawat

86,8% )memiliki latar pendidikan D3 Keperawatan dan mayoritas perawat 50,9%

belum menikah. Mayoritas perawat 67,9% berstatus honorer dan 66,0% perawat

memiliki asuransi kerja.

1.1.2.Deskripsi Motivasi

Pada penelitian ini variabel motivasi diukur berdasarkan kebutuhan fisiologis,

rasa aman, kepemilikan, harga diri, dan aktualisasi diri. Motivasi ini masing-masing

dikategorikan atas baik dan tidak tidak baik. Hasil analisis data berdasarkan kuisioner

yang telah diisi oleh 53 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat

dilihat pada tabel 5.2. berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi Perawat Pelaksana di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase %

Motivasi Baik 25 47,2

Tidak baik 28 52,8

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan antara

perawat yang memiliki motivasi tidak baik 52,8% dan perawat yang memiliki

(52)

1.1.3.Kinerja Perawat Pelaksana

Kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat

pada tabel 5.3. berikut ini:

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase %

Kinerja perawat Baik 30 56,6

Tidak baik 23 43,4

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa mayoritas perawat menunjukkan

kinerja yang baik 56,6% dan 43,4% perawat lainnya memperlihatkan kinerja kurang

baik. Hal ini menunjukkan hampir tidak ada perbedaan antara perawat yang memiliki

kinerja yang baik dan tidak baik.

1.2. Analisis bivariat

Hasil analisis hubungan motivasi berdasarkan teori kebutuhan maslow dengan

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat pada

tabel 5.4 dibawah ini:

Tabel 5.4. Analisis Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni (n=53)

(53)

Hasil analisis pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan

kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=

0,006 dan koefisien korelasi 0,370.

2. Pembahasan

2.1. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisi eksternal yang berinteraksi membentuk

respon intrinsik dan menstimulasi perilaku individu. Respon instrinsik ini didorong

karena adanya kebutuhan, keinginan dan dorongan dari dalam diri individu.

Munculnya defisiensi kebutuhan akan menstimulasi perawat untuk mencari cara dan

berusaha untuk mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi

kebutuhan-kebutuhan tersebut (Swansburg, 1999). Menurut teori Maslow, manusia termotivasi

karena memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya

(Daft, 2006). Hasil analisis univariat yang diperoleh dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan persentase perawat yang memiliki

motivasi baik sebanyak 47,2% dengan perawat pelaksana yang memiliki motivasi

tidak baik sebanyak 52,8%.

Hasil analisis motivasi baik didukung dengan analisis pada item kuisioner

tentang kebutuhan fisiologis menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana

52,8% tidak pernah menunda cuti karena alasan pekerjaan di rumah sakit. Handoko

(2003) mengemukakan bahwa cuti termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan

(54)

menyatakan bahwa cuti tahunan adalah 12 hari kerja dan dapat ditambah paling lama

14 hari. Rumah Sakit Bhayangkara Medan memberikan jatah cuti 14 hari dalam satu

tahun dan hak cuti tersebut dapat digunakan oleh para perawat pada waktu yang

diinginkan.

Hasil analisis item kuisioner selanjutnya tentang kebutuhan rasa aman

menunjukkan bahwa mayoritas perawat 50,9% menyatakan pimpinan merealisasikan

keluhan-keluhan yang disampaikan oleh perawat. Hal tersebut sejalan dengan teori

yang dikemukakan oleh Griffin (2004) bahwa kebutuhan rasa aman akan terpenuhi,

apabila pimpinan menerima keluhan-keluhan terkait pekerjaan dari para karyawan.

Mayoritas perawat 67,9% yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah merasa

malas berkomunikasi dengan teman sejawat di tempat kerja.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner menunjukkan bahwa mayoritas perawat

62,3% menyatakan mereka mendapat dukungan dari teman sejawat selama bekerja di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Winardi (2001) menyatakan bahwa

kebutuhan-kebutuhan akan harga diri mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penghargaan

dari pihak lain, apresiasi terhadap dirinya dan respek yang diberikan oleh orang lain.

Hal ini menunjukkan bahwa adanya dukungan dari rekan kerja dapat meningkatkan

motivasi karyawan dalam bekerja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh

peneliti pada survei awal pada Bulan Oktober 2011 dengan lima orang perawat

(55)

mendapatkan dukungan moral dari teman sejawat selama menyelesaikan pekerjaan di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri selanjutnya

didapatkan bahwa 49,1% perawat menyatakan mendapat dukungan dari pimpinan

selama bekerja di rumah sakit. Hasil penelitian Eni (2009) menyatakan tidak adanya

dukungan dari pimpinan menyebabkan perawat tidak termotivasi untuk melaksanakan

pendokumentasian dengan lengkap. Hal ini sejalan dengan Daft (2003) juga

mengemukakan bahwa dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan

dapat dipenuhi dengan memberikan pengakuan dan pujian atas kontribusi yang baik

dari karyawan.

Hasil analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri didapatkan

bahwa 64,2% perawat menyatakan pimpinan di rumah sakit memberikan kesempatan

kepada para perawat untuk naik pangkat. Griffin (2004) yang mengemukakan bahwa

pemberian kesempatan kepada perawat untuk dapat naik pangkat merupakan suatu

upaya manajer dalam memenuhi kebutuhan harga diri perawat pelaksana.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan aktualisasi diri

didapatkan 54,7% perawat menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan rumah sakit

dapat meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian Maliya & Susilaningsih (2009)

menyatakan bahwa adanya pelatihan menggambarkan adanya peningkatan

pengetahuan staf keperawatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada

(56)

Rumah Sakit Bhayangkara Medan memperhatikan kualitas perawat dengan mengatur

jadwal pelatihan yang dapat diikuti oleh setiap perawat dalam upaya meningkatkan

pengetahuan dan skill para perawat di rumah sakit. 49,1% perawat menyatakan

bahwa pimpinan selalu mendukung para perawat untuk melanjutkan pendidikan

formal. Robbin (2008) menjelaskan bahwa kebutuhan aktualisasi diri meliputi

pertumbuhan. Berdasarkan hasil wawancara pada Bulan Juni 2012 dengan lima orang

perawat pelaksana diketahui bahwa pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara medan

selalu memberikan dukungan kepada perawat yang ingin melanjutkan pendidikan.

Hasil analisis motivasi tidak baik didukung dengan hasil analisis item kuisioner selanjutnya menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana mayoritas perawat 56,6% menyatakan kalau mereka memiliki tempat berisistirahat yang tidak baik di tempat kerja. Handoko (2003) mengemukakan bahwa periode istirahat dan ruang istirahat juga termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada bulan Juli kepada 5 orang perawat pelaksana di salah satu ruang rawat diketahui bahwa ruang istirahat untuk perawat tidak digunakan lagi karena sudah berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan barang seperti tempat tidur, kasur dan lain sebagainya.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada waktu pengumpulan data

awal, perawat pelaksana menyatakan bahwa rumah sakit tidak memberikan upah

lembur bagi perawat yang telah bekerja lebih daari jam kerja yang telah ditetapkan.

(57)

perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja, wajib membayar

upah lembur. Kondisi lain yang mempengaruhi hal ini yaitu adanya ruang rawat inap

khusus bagi tahanan, sehingga perawat merasa keamanan dirinya terancam. Hal ini

didukung oleh hasil analisis pada item kuisioner yang menunjukkan bahwa 17%

perawat menyatakan kadang-kadang mereka merasa tidak aman bekerja di rumah

sakit ini.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada perawat pelaksana pada salah satu

ruang rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan pada saat pengumpulan data

Bulan Juni 2012 diketahui bahwa tindakan asuhan keperawatan yang seharusnya

menjadi tanggung jawab bersama dalam satu shift jaga tidak dilakukan dengan

bersama, akan tetapi ada beberapa perawat yang telah dianggap lebih senior dan

mengerti yang akan lebih sering melakukan asuhan keperawatan. disamping itu,

pihak rumah sakit hanya memberikan kesempatan bagi perawatnya untuk

melanjutkan pendidikan namun tidak diikuti dengan dukungan financial kepada

(58)

2.2. Kinerja Perawat

Kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Sejalan dengan Depkes

(1998) yang menyatakan bahwa kinerja perawat adalah penampilan perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan. Asuhan

keperawatan dalam hal ini meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan,

implementasi dan evaluasi. Berdasarkan hasil analisis data di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan didapatkan data bahwa 56,6% perawat memiliki kinerja yang

baik dan 43,4% menunjukkan kinerja yang tidak baik.

Perawat pelaksana yang memiliki kinerja baik dapat dilihat dari item kuisioner

dimana 60,5% perawat mempersepsikan bahwa telah membuat dokumentasi asuhan

keperawatan dengan baik dan sesuai standar. Depkes (1998) menyatakan bahwa

proses keperawatan dikomunikasikan oleh perawat dalam bentuk dokumentasi

keperawatan. Proses dokumentasi ini menjadi bagian yang penting dalam penilaian

kinerja perawat karena setiap perkembangan kondisi klien dikomunikasikan melalui

pendokumentasian keperawatan.

Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kinerja didapatkan mayoritas

perawat (49,1%) di Rumah Sakit Bhayangkara Medan merasa telah membuat

diagnosa keperawatan menggunakan PE/PES dengan baik, 69,8% perawat pelaksana

(59)

berdasarkan prioritas dan telah saling bekerjasama dengan tim kesehatan lain dalam

melakukan tindakan, 73,6% perawat mempersepsikan bahwa mereka telah

mengevaluasi kondisi klien dengan baik. Hasil penelitian Lestari, Sulisnadewi dan

Suwardana (2009) di rumah sakit yang berbeda menyatakan bahwa 37% diagnosa

yang dirumuskan perawat dalam kategori baik, 83,3% perawat telah mampu

menyusun rencana keperawatan dengan baik, 96,7% tindakan yang dilaksanakan

perawat dievaluasi dan ditulis pada lembar status pasien.

Hasil analisis kinerja tidak baik didukung dengan analisis pada item kuesioner

yang menunjukkan bahwa 50,9% perawat tidak memeriksa kesehatan fisik klien

dengan baik dan 35,8% perawat menentukan masalah baru pada klien dengan tidak

baik.

2.3.Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana

Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja

individual. Dengan kata lain, motivasi merupakan sebuah determinan penting bagi

kinerja individual. Berdasarkan uji Spearman diperoleh nilai p= 0,006 <0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiwik (2008)

yang menyatakan bahwa ada pengaruh motivasi dengan kinerja asuhan keperawatan

Gambar

Tabel 3.1 Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian
Tabel 5.1. Distribusi Perawat Pelaksana Berdasarkan Usia, Lama Kerja Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir,    Status Pekerjaan, Asuransi Kerja dan Status Pernikahan di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi Perawat Pelaksana di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “PENDAFTARAN MEREK KOLEKTIF SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK

 Mengetahui Kesiapan RS dalam menghadapi era BPJS dengan sistem INA CBG’s terkait kesiapan kebijakan, Clinical Pathway, dan Unit Cost1.  Menganalisis unit cost RS

Tanpa adanya pengolahan informasi dari pengalaman yang ada maka sulit bagi setiap orang untuk melaksanakan kegiatan belajar sebab tidak semua informasi yang kita

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Masyarakat Desa Namo telah menerapkan penyadapan dengan metode koakan maka permasalahan dalam penelitian ini seberapa besar jumlah produksi getah pinus yang

sing-masing dosis 1 cc menjebabkan relaksasi dari usus, kemudian disueul dengan pemberian Histamine 500 /cc, terlihat infus Hemigraphis colorata tersebut ■ dapat.

Here, the researcher collaboration patterns and research topics on Intelligence and Security Informatics (ISI) are investigated using social network analysis approaches..

yang menggunakan protocol TCP/IP, dimana protocol TCP/IP digunakan untuk meneruskan packet informasi (routing) dalam jaringan LAN,MAN,WAN dan internet, atau lebih