Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana
di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
Skripsi
Isra Wahyuni
081101013
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Judul : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara medan
Peneliti : Isra Wahyuni
NIM : 081101013
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011/2012
__________________________________________________________________
Abstrak
Motivasi adalah suatu upaya untuk mengarahkan perilaku individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi di dalam suatu lingkungan kerja. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Kinerja perawat dilihat berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan pada Juli 2012 dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan sampel sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan uji spearman. Hasil analisis univariat, didapat bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat baik dan 43,4% kinerja perawat kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006. Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.
Title :The Relationship Between Motivation and Executing Nurse Performance at Bhayangkara Hospital Medan
Researcher : Isra Wahyuni
NIM : 081101013
Program : Bachelor of Nursing Academic Year : 2011/2012
Abstract
Motivation is an effort to direct the behavior of individual in achieving the goals set by the high persistence in work environment. Performance is the achievement of the performance of duties performed by individual or group within an organization are influenced by external and internal factors. Performance seen by a nurse from the nursing assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. This study aims to identify the relationship between motivation and executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan. The study was conducted in July 2012 with a cross sectional approach. The population in this study were all of executing nurses at the Bhayangkara Hospital Medan and the samples were 53 people who were determined using purposive sampling techniques. Statistical analysis used spearman test. The results of univariate analysis, found that the motivation of nursing performance 47.2% good and 52.8% is not good, 56.6% better performance of nurses and 43.4% poor performance of nurses. The results of bivariate analysis showed that there is a motivation by executing nurse performance at Bhayangkara Hospital with a value of p = 0.006. It is recommended for hospital administrators to optimize nurse’s motivation so as to improve the executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah- Nya
yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, saya mendapatkan banyak
bantuan, dukungan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Diah Arruum S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang selalu
dengan sabar mengarahkan, membimbing dan mengajarkan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi kesuksesan penulis saat ini dan masa yang akan datang.
4. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D dan Bapak Achmad Fathi S.Kep, Ns, MNS
selaku dosen penguji yang telah memberikan wawasan baru, masukan dan arahan
sehingga membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Ibu Nur Asnah S, S.Kep, Ns, M. Kep selaku pembimbing akademik di Fakultas
6. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademik Fakultas Keperawatan
USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
7. Kepada Pemimpin Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.
8. Sahabat-sahabat terbaikku Dina, Shandra, Rina, Wiyanna, Cut Ti, Delia, Eliza,
Intan, Wani, Nanda, Maia serta teman-teman Keperawatan Stambuk 2008,
lainnya yang tak bisa disebut namanya satu persatu.
9. Abangku tersayang Popo Yudhana (Alm), mbakku Feni Yuana S.Sos, Abang
terbaikku Ahmad fauzi Lubis, Adikku tersayang Anisya Wirdhani dan
keponakanku yang paling kurindukan.
10. Ayahanda Dahlan BA dan Ibunda Yusnaini Batubara, terima kasih tak terhingga
atas cinta, kasih, kesabaran, perhatian, kebahagiaan, dukungan dan segalanya
yang tak mungkin ananda ungkapkan satu persatu. Ibunda dan Ayahanda adalah
alasan mengapa terus berjuang untuk memberikan yang terbaik, dan untuk
mereka skripsi ini dipersembahkan.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Medan, Juli 2012
Penulis
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual ... 23
2. Defenisi operasional ... 24
3. Hipotesis Penelitian ... 25
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian... 26
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan ... 26
2.1. Populasi ... 26
BAB 5. HASIL & PEMBAHASAN 1. Hasil ... 36
2.3. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana... 46
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 52
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 4. Distribusi Frekuensi Demografi Perawat
5. Distribusi Frekuensi Motivasi Berdasarkan Teori Maslow
6. Hasil Uji Chi Aquare Kebutuhan Maslow dengan Kinerja Perawat 7. Distribusi Frekuensi Persentase Jawaban Setiap Indikator Kebutuhan
maslow dan Kinerja Perawat 8. Riwayat Hidup
9. Surat Izin
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional ... 24
Tabel 5.1. Karakteristik Demografi ... 37
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi ... 38
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat ... 39
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1. Kerangka Konseptual Hubungan Motivasi dengan Kinerja
Judul : Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara medan
Peneliti : Isra Wahyuni
NIM : 081101013
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2011/2012
__________________________________________________________________
Abstrak
Motivasi adalah suatu upaya untuk mengarahkan perilaku individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan ketekunan tinggi di dalam suatu lingkungan kerja. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Kinerja perawat dilihat berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan pada Juli 2012 dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan sampel sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan uji spearman. Hasil analisis univariat, didapat bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat baik dan 43,4% kinerja perawat kurang baik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006. Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan motivasi perawat pelaksana sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.
Title :The Relationship Between Motivation and Executing Nurse Performance at Bhayangkara Hospital Medan
Researcher : Isra Wahyuni
NIM : 081101013
Program : Bachelor of Nursing Academic Year : 2011/2012
Abstract
Motivation is an effort to direct the behavior of individual in achieving the goals set by the high persistence in work environment. Performance is the achievement of the performance of duties performed by individual or group within an organization are influenced by external and internal factors. Performance seen by a nurse from the nursing assessment, diagnosis, planning, implementation and evaluation. This study aims to identify the relationship between motivation and executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan. The study was conducted in July 2012 with a cross sectional approach. The population in this study were all of executing nurses at the Bhayangkara Hospital Medan and the samples were 53 people who were determined using purposive sampling techniques. Statistical analysis used spearman test. The results of univariate analysis, found that the motivation of nursing performance 47.2% good and 52.8% is not good, 56.6% better performance of nurses and 43.4% poor performance of nurses. The results of bivariate analysis showed that there is a motivation by executing nurse performance at Bhayangkara Hospital with a value of p = 0.006. It is recommended for hospital administrators to optimize nurse’s motivation so as to improve the executing nurse performance at Bhayangkara Hospital Medan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sub sistem dari sistem pelayanan kesehatan
nasional secara menyeluruh yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer
manusia baik sebagai individu, masyarakat ataupun bangsa yang berguna
meningkatkan derajat kesehatan (Imron, 2010). Berbagai proses yang dilakukan di
rumah sakit dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan ini dilaksanakan oleh
berbagai profesi, mulai dari profesi medik, paramedik, maupun non-medik. Profesi
perawat yang merupakan ujung tombak pemberian pelayanan di rumah sakit,
hendaknya sangat diperhatikan dan dikelola secara professional, sehingga mampu
memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan kemajuan rumah sakit
melalui peningkatan kinerja (Muzakir, 2009).
Kinerja adalah hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana
individu berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi (Minner,
1990 dalam buku Riani, 2011). Kinerja perawat dilihat dari asuhan keperawatan yang
diberikannya mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi
atau pelayanan yang bermutu tinggi. Maka dari itu, perawat diharapkan dapat
menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum
pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat (Tjahjono, 2006).
Terkait dengan pentingnya kinerja yang baik dalam peningkatan mutu dan
kualitas suatu organisasi, para manajer umumnya menghadapi masalah, yakni ada
karyawan-karyawan tertentu yang menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan
dengan karyawan lainnya. Setelah diteliti, ternyata salah satu penyebab perbedaan
kinerja itu adalah motivasi (Winardi, 2001). Penelitian Sihotang (2006) di Rumah
Sakit Umum Doloksanggul yang meneliti hubungan motivasi kerja terhadap kinerja
perawat dalam memberikan pelayanan untuk pasien. Berdasarkan data deskriptif
penelitian tersebut menunjukkan bahwa prestasi perawat dalam kategori baik dan
lebih banyak yang menyatakan bahwa dengan peningkatan jabatan dan pencapaian
prestasi akan meningkatkan kinerja perawat.
Robbins (2003) mendefenisikan motivasi sebagai proses dengan intensitas, arah
yang tepat dan ketekunan tinggi dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
oleh individu tersebut di dalam suatu lingkungan kerja. Besarnya pengaruh motivasi
ini ternyata telah lama menjadi pembahasan para ahli khususnya di bidang
manajemen. Salah satu ahli yang membahas tentang teori motivasi secara holistik
dan secara intuitif mudah dijelaskan (Robbins, 2010). Teori ini menjelaskan bahwa
kebutuhan-kebutuhan individu dapat dilihat berdasarkan hirarki, yaitu : kebutuhan
fisiologis, rasa aman, kebutuhan akan kepemilikan, penghargaan, dan aktualisasi diri
(Gillies, 1996).
Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja
(Winardi, 2001). Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan motivasi dengan kinerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Melihat
rumah sakit tersebut memiliki latar belakang sebagai Rumah Sakit “Kepolisian
Republik Indonesia” atau sering dikenal oleh masyarakat luas sebagai rumah sakit
Brimob karena berlokasi pada markas brimob. Rumah Sakit Bhayangkara Medan
memiliki visi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, proporsional,
bermoral dan modern melalui peran yang dibangun secara kemitraan. Rumah Sakit
Bhayangkara Medan ini disamping memiliki tugas pokok untuk memelihara
kesehatan anggota Polri juga memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan
teknis tertentu yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat
(Profil Rumah Sakit Bhayangkara Medan).
Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Oktober
2011 di Rumah Sakit Bhayangkara Medan diketahui bahwa, jumlah pasien yang
dirawat di ruang rawat inap sampai akhir September 2011 berjumlah 996 orang,
yaitu 770 orang (77,3%) berasal dari anggota kepolisian, dan 226 orang (22,7%)
berasal dari masyarakat umum (rekam medik Rumah Sakit Bhayangkara Medan).
dilakukannya penelitian ini. Maka, pada survei pendahuluan peneliti melakukan
wawancara langsung dengan Kepala Instalasi Rawat Inap Polisi Pelayanan Medis dan
Perawat (Ka. Inst. Rawat Inap siyanmedwat) dan menyatakan bahwa perawat yang
bekerja di rumah sakit ini memiliki kinerja yang masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Rumah
Sakit Bhayangkara medan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
3. Tujuan Peneltian
3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan motivasi dengan
kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
3.2. Tujuan Khusus
3.2.1. Motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
3.2.2. Kinerja perawat pelaksana di Rumah sakit Bhayangkara Medan
3.2.3. Hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1. Bagi pimpinan rumah sakit. Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan terkait dengan motivasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja
perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
4.2. Bagi Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
menambah wawasan terkait dengan kinerja perawat, sehingga membantu pihak
rumah sakit dalam menyusun satu kebijakan dalam upaya memperbaiki dan
meningkatkan kinerja. Sekaligus sebagai bahan pertimbangan guna membina
dan mengembangkan kualitas perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang maksimal kepada masyarakat.
4.3. Bagi peneliti keperawatan. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan motivasi dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Kinerja
Kinerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai sesuatu
yang ingin dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja . Kinerja adalah
hasil yang diberikan oleh seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana individu tersebut
berperilaku, akan menunjukkan perannya dalam suatu organisasi (Minner, 1990
dalam Riani, 2011).
Kinerja karyawan (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang maupun kelompok dalam
upaya memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dalam suatu organisasi.
2. Teori-Teori yang Berhubungan dengan Kinerja
Timple (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor
yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ; kemampuan, ketrampilan, sikap,
perilaku, tanggung jawab, motivasi karyawan. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang
dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim
organisasi (Rivai &Basri, 2005).
Mangkuprawira dan Aida (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor intrinsik yang meliputi mutu karyawan yang berupa
pendidikan, pengalaman, motivasi, kesehatan, usia, ketrampilan emosi, spiritual,
sedangkan faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja fisik dan non fisik, kepemimpinan,
komunikasi vertikal dan horizontal, kompensasi, supervisi, fasilitas, pelatihan, beban
kerja, proses kerja, sistem imbalan, dan hukuman.
Simamora (1995, dalam Mangkunegara, 2009) kinerja dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu : (1) faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar
belakang, dan demografi, (2) faktor psikologis terdiri dari : persepsi, attitude,
personality, pembelajaran, dan motivasi, 3) faktor organisasi yang terdiri dari :
sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan desain pekerjaan.
3. Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Kinerja
3.1. Umur
Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada keyakinan
bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur juga mempengaruhi
produktivitas, hal ini dapat dilihat dari keterampilan individu terutama kecepatan,
kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu dan
kemerosotan keterampilan fisik. Apapun yang disebabkan umur yang berdampak
pada produktivitas sering diimbangi dengan pengalaman (Robbin & Judge, 2008).
3.2. Jenis Kelamin
Bukti menunjukkan bahwa hal terbaik untuk melihat kinerja adalah dengan
pengakuan bahwa ada perbedaan penting antara pria dan wanita yang mempengaruhi
kinerja mereka. Berbagai penelitian psikologis menunjukkan bahwa para wanita lebih
bersedia menyesuaikan diri terhadap otoritas dan pria lebih agresif serta lebih
mungkin memiliki pengharapan sukses dibandingkan para wanita, tetapi
perbedan-perbedaan tersebut kecil. Dengan perubahan-perubahan signifikan yang berlangsung
selama 40 tahun terakhir ini terhadap peningkatan kadar partisipasi wanita terhadap
angkatan kerja serta memikirkan ulang apa yang merupakan peran pria dan wanita,
maka diasumsikan tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara
pria dan wanita (Robbin & Judge, 2008).
3.3. Masa Kerja
Masa kerja diekspresikan sebagi pengalaman kerja yang akan menjadi tolak ukur
baik atau tidaknya produktivitas karyawan (Robbin & Judge, 2008). Banyak studi
tentang hubungan antara senioritas karyawan dan produktivitas. Meskipun prestasi
kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini
belum dapat diambil kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut
3.4. Pendidikan
Setiap jenis pekerjaan yang memiliki tuntutan yang berbeda terhadap karyawan
dan para karyawan juga memiliki kemampuan kerja yang berbeda. Prestasi kerja
karyawan dengan sendirinya akan meningkat, ada kesesuaian antara kemampuan dan
jenis pekerjaannya (Handoko, 1995). Dalam hal ini pendidikan sangat mempengaruhi
kemampuan dari karyawan tersebut terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (Tarwaka, Bakri, Lilik, Sholichul, &
Sudiajeng, 2004).
3.5. Pengalaman
Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik seseorang dari
peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidup seseorang. Bertitik tolak dari
pengertian tersebut memberitahukan kepada kita bahwa pengalaman seseorang sejak
kecil turut membentuk perilaku dan kepribadian orang yang bersangkutan di dalam
kehidupan organisasinya (Amriyati, 2003). Selanjutnya, pengalaman seseorang dalam
melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat
meningkatkan kedewasaan teknisnya (Siagian, 1989).
3.6. Motivasi
Motivasi secara langsung berhubungan dengan tingkat ambisi seseorang. Karena
setiap manusia memiliki kebutuhan yang dapat memotivasi mereka, maka pemimpin
menggunakan strategi motivasional yang tepat untuk setiap orang dan situasi. Karena
motivasi sangat kompleks, pemimpin menghadapi tantangan hebat agar dapat secara
akurat mengidentifikasi motivasi individu dan kelompok. Bahkan, dilingkungan kerja
yang serupa atau hampir sama sekalipun, sering kali terdapat banyak variasi motivasi
individu. Sebagian besar penelitian dilakukan oleh para ahli perilaku, psikologis, dan
sosial untuk menyusun teori dan konsep motivasi. Fokus terhadap motivasi manusia
tidak diteruskan sampai ditemukannya karya Abraham Maslow pada tahun 1950-an.
Sebagian besar perawat mengetahui hierarki kebutuhan Maslow dan teori motivasi
manusia (Marquis & Huston, 2010).
Teori Maslow ini telah memperoleh pengakuan di kalangan manajer. Ini dapat
diterangkan karena logika intuitif dan mudahnya teori Maslow ini difahami (Robbins,
2003). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan
yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Maslow
mengemukakan manusia termotivasi oleh banyak kebutuhan di dalam kehidupannya,
yang mana kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya
(Daft, 2006). Adapun hirarki kebutuhan Maslow tersebut yaiu :
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), meliputi rasa lapar, haus, berlindung,
seksual, dan kebutuhan fisik lainya (Robbin, 2008). Dilihat dari pandangan
organisasi, kebutuhan-kebutuhan tersebut akan dapat terpenuhi apabila individu
memiliki gairah kerja, ruang, dan gaji pokok untuk menjamin kelangsungan
ruang kerja yang memadai, ruang istirahat, cahaya yang layak, suhu yang nyaman
dan ventilasi (Griffin, 2004). Handoko (2003) mengemukakan bahwa cuti dan
periode istirahat termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), meliputi rasa ingin dilindungi dari
bahaya fisik dan emosional (Robbin, 2008). Dalam lingkungan kerja
organisasional seperti rumah sakit, kebutuhan akan rasa aman dicerminkan
melalui kebutuhan akan pekerjaan yang aman, perlindungan pekerjaan dan
imbalan kerja tambahan. (Daft, 2003). Griffin (2004) menambahkan kebutuhan
akan rasa aman akan terpenuhi, apabila di dalam lingkungan kerja dipenuhi oleh
kontinuitas kerja (tidak ada PHK), sistem keluhan, serta program asuransi dan
program pensiun yang memadai.
3. Kebutuhan akan kepemilikan (belongingness needs), meliputi rasa kasih sayang,
penerimaan, dan persahabatan (Robbin, 2008). Dalam lingkungan organisasi,
kebutuhan ini memengaruhi keinginan untuk memiliki hubungan baik dengan
sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif dengan
para pengawas (Daft, 2003). Seorang manajer bisa membantu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan mengizinkan interaksi sosial, dan
menjadikan karyawan sebagai bagian dari tim atau kelompok kerja
(Griffin,2003).
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs,) meliputi faktor-faktor penghargaan
penghargaan eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian (Robbin, 2008).
Dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan mencerminkan
motivasi untuk mendapatkan pengakuan, peningkatan tanggung jawab, status
tinggi, dan pujian atas kontribusi (Daft, 2003). Seorang manajer dapat membantu
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dengan menyediakan berbagai simbol
pencapaian ekstrinsik, seperti : pangkat, kantor yang nyaman, dan balas jasa
serupa. Pada level intrinsik, manajer bisa memberikan tugas yang menantang dan
peluang-peluang bagi karyawan untuk merasakan suatu rasa pencapaian (Griffin,
2004).
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi pertumbuhan, pencapaian
dan pemenuhan diri (Robbin, 2008). Kebutuhan akan aktualisasi diri berkenaan
dengan mengembangkan potensi maksimal seseorang, meningkatkan kompetensi
seseorang, dan menjadi seseorang yang lebih baik. Kebutuhan aktualisasi diri
dapat dipenuhi dalam organisasi dengan memberi orang-orang peluang untuk
tumbuh, kreatif, dan mendapatkan pelatihan untuk melakukan tugas-tugas yang
menantang (Daft, 2003).
4. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kinerja
4.1. Kepemimpinan
Gardner (1990) mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses persuatif dan
arahan pemimpin atau diberikan oleh pemimpin dan bawahan. Sedangkan Robbins
(1991) mendefenisikan bahwa kepemimpinan adalah proses memberdayakan
kepercayaan dan mengajarkan orang lain untuk menggunakan seluruh
kemampuannya dengan menyingkirkan kepercayaan yang membatasi mereka
(Marquis & Huston, 2010).
Dalam suatu organisasi dan manajemen suatu organisasi, kepemimpinan
merupakan hal yang penting karena ada bukti bahwa kepemimpinan berpengaruh
terhadap kinerja dan kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengendalikan
organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan
dalam rangka mencapai tujuan (Adam, 1989).
4.2. Supervisi
Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh
pengelolah program terhadap pelaksanaan di tingkat administrasi yang lebih rendah
dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran
yang ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai
melalui suatu proses yang sistematis dengan peningkatan pengetahuan, peningkatan
keterampilan, perbaikan sikap dalam bekerja, dan peningkatan motivasi pegawai
(Depkes, 2000).
Manfaat supervisi apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas
dua macam (Azwar,1996) , yaitu: (1) Dapat lebih meningkatkan efetivitas kerja dan
4.3. Pelatihan
Pelatihan atau training menurut Notoatmodjo adalah salah satu bentuk proses
pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan
memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang akhirnya akan menimbulkan
perubahan perilaku mereka (Azwar, 1996).
Menurut Michael et.al (1995), ada tujuh maksud utama program pelatihan dan
pengembangan, yaitu 1) memperbaiki kinerja, 2) meningkatkan ketrampilan
karyawan, 3) menghindari keusangan manajerial, 4) menyolusikan permasalahan, 5)
orientasi karyawan baru, 6) penyiapan promosi dan keberhasilan manajerial, 7)
memberi kepuasan untuk kebutuhan pengembangan personal. Sehubungan dengan
itu, uraian tentang pelatihan dan pengembangan secara eksplisit tidak dipisahkan,
tetapi diuraikan menyatu karena saling mengait (Basri& Rivai, 2005).
4.4. Kompensasi
Kompensasi diartikan sebagai semua bentuk kembalian (return) finansial,
jasa-jasa berwujud tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari
sebuah hubungan kepegawaian (Adam, 1989). Sistem insentif finansial menunjukkan
hubungan paling jelas antara kompensasi dan prestasi kerja. Istilah sistem insentif
pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah
yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar
4.5. Iklim organisasi
Tagiuri dan Litwin mendefenisikan iklim organisasi sebagai kualitas lingkungan
internal organisasi yang secara relatif dan terus berlangsung, dialami oleh anggota
organisasi; memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu
set karakteritik atau sifat organisasi. Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal
organisasi dan berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi bersifat tetap
dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan dapat berubah
dengan cepat. Umumnya, iklim organisasi dengan mudah dapat dikontrol oleh
pemimppin atau manajer. Iklim organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi
yang kemudian memengaruhi kinerja mereka dan kinerja organisasi (Wirawan,
2007).
5. Penilaian Kinerja
Suatu organisasi seperti halnya rumah sakit, hidup karena aktivitas yang
dilakukan oleh para karyawannya. Maka, setiap unit harus dinilai sesuai dengan tugas
yang telah dibagi kepada mereka agar kinerja sumber daya dalam organisasi tersebut
dapat dinilai secara objektif. Sehingga, apabila seorang manajer ingin merubah suatu
sistem dalam organisasi penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur .
karena seorang manajer terkadang salah dalam melihat situasi dalam organisasinya,
dimana manajer menilai kinerja karyawanlah yang buruk ternyata sistem yang
Sikula (1981, dalam buku Mangkunegara, 2009) mengemukakan bahwa,
penilaian pegawai merupakan evaluasi sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas
atau status dari beberapa obyek orang atau sesuatu (barang). selanjutnya Mengginson
(1981, dalam buku Mangkunegara, 2009) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja
(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk
menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas
dan tanggung jawabnya. Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
penilaian kinerja adalah penilaian sistematis yang dilakukan oleh pimpinan untuk
menentukan hasil pekerjaan sesuai dengan tugas dan kinerja organisasi.
Untuk mengetahui kinerja karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus.
Benardin dan Russel (1995, dalam buku Sutrisno, 2006) mengajukan enam kinerja
primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :
1. Quality, yaitu tingkat sejauh mana proses/ hasil pelaksanaan kegiatan mendekati
kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah uang, dan siklus
kegiatan yang dilakukan.
3. Timelines, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang
ditetapkan dan dikehendaki.
4. Cost efectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya
untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit
penggunaan sumber daya.
5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan.
6. Impersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga
diri, nama baik, dan bekerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.
6. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, yaitu : (1) membantu manajemen
membuat keputusan sumber daya manusia secara umum, dimana penilaian
menyediakan masukan untuk berbagai keputusan penting seperti promosi,
perpindahan bagian, dan pemutusan hubungan kerja, (2) mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan dan pengembangan, (3) menjadi kriteria manajemen untuk memvalidasi
seleksi dan program pengembangan, (4) menyediakan umpan balik bagi karyawan
tentang bagaimana organisasi menilai kinerja mereka, dan (5) merupakan dasar bagi
alokasi imbalan (Robbins & Judge, 2008).
7. Prinsip-prinsip Penilaian
Gillies (1996) menjelaskan bahwa untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan
adil, sebaiknya manajer mengamati prinsip-prinsip berikut : (1) evaluasi pekerja
sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja, dan orientasi tingkah laku
tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka
evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah
laku umum atau tingkah laku konsistensinya, serta menghindari hal-hal yang tdak
diinginkan, (3) perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar
pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan
evaluasi, sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi
dari kerangka kerja sama, (4) dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai,
manajer sebaiknya menunjukkan segi-segi mana pelaksanaan kerja itu dapat
memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan, (5) manajer sebaikna menjelaskan
area mana yang akan diprioritaskan, (6) pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan
pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya
dalam waktu yang cukup bagi keduanya, (7) baik laporan evaluasi maupun pertemuan
sebaiknya disusun dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau
pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis (Simpson, 1985 dalam buku Nursalam, 2009).
8. Metode Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan beberapa metode. Robbins & Judge
(2008) menjelaskan bahwa, kinerja dapat dinilai dengan metode : (1) esai tertulis ;
metode ini dilakukan dengan cara menulis naskah yang menggambarkan kekuatan,
kekurangan,kinerja pada masa lampau, potensi, dan saran untuk perbaikan bagi
karyawan, (2) skala penilaian gravis ; dalam metode ini faktor-faktor kinerja, seperti
kehadiran, dan inisiatif didaftar. Kemudian penilai mempelajari daftar dan
memberikan penilaian pada masing-masing dengan skala, (3) skala penilaian perilaku
berjangkar (behaviorally anchored rating scales – BARS) ; mengombinasikan
elemen utama dari penekatan kritis dan skala penilaian grafis, kemudian (4)
perbandingan yang dipaksakan ; perbandingan yang paling sering digunakan yaitu
pemeringkatan kelompok dan pemeringkatan individual.
9. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan
Keperawatan
Perawat memiliki tugas-tugas yang harus dilakukannya sesuai dengan standar
praktik. Standar praktik keperawatan yang digunakan juga telah dijabarkan oleh PPNI
(2000) yang mengacu pada tahapan proses keperawatan, yang meliputi :
9.1. Standar I : Pengkajian Keperawatan
Pada tahap ini perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Adapun kriteria
pengkajian keperawatan meliputi :
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan
fisik, dan dari pemeriksaan penunjang,
2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam
medis, dan catatan lain,
3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
b. Status kesehatan klien masa kini,
c. Status biologis, psikologis, sosial, dan spiritual,
d. Repon terhadap terapi,
e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal,
f. Resiko-resiko tinggi masalah.
4. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relavan,
baru).
9.2. Standar II : Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, maka seorang perawat menganalisis data dan
merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses meliputi :
1. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah, dan
perumusan diagnosa keperawatan,
2. Diagnosis keperawatan terdiri atas : masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau
gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE),
3. Bekerja sama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan,
4. Melakukan pengkajian ulang, dan merivisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
9.3. Standar III : Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang
dialami oleh klien, agar masalah klien dapat teratasi dan mampu meningkatkan
1. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan,
2. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan,
3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien,
4. Mendokumentasi rencana keperawatan.
9.4. Standar IV : Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini perawat akan mengimplementasikan rencana-rencana
keperawatannya. Kriteria proses meliputi :
1. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,
2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain,
3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien,
4. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan,
5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
9.5. Standar V : Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan, merevisi data dasar, dan perencanaan. Kriteria peoses :
1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke
arah pencapaian tujuan,
3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat,
4. Bekerja sama dengan klien dan keluarga unutk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan,
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1.
Kerangka KonseptualKerangka konseptual dalam penelitian ini mengacu pada teori-teori motivasi
yang berhubungan dengan kinerja. Peneliti menggunakan variabel motivasi
berdasarkan teori kebutuhan Maslow karena teori ini teori ini logis dan secara intuitif
mudah dijelaskan. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu : fisiologis (gaji pokok, cuti, ruang istirahat, dan cahaya yang memadai),
kebutuhan akan rasa aman (pekerjaan yang aman, perlindungan pekerjaan, imbalan
kerja tambahan, sistem keluhan), kebutuhan akan kepemilikan (hubungan baik
dengan sesama pekerja, partisipasi dalam kelompok kerja, dan hubungan positif
dengan para pengawas), kebutuhan harga diri (pengakuan, peningkatan tanggung
jawab, status tinggi, dan pujian atas kontribusi), kebutuhan aktualisasi diri (peluang
untuk tumbuh, kreatif, dan mendapatkan pelatihan) terhadap kinerja perawat mulai
Skema 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian tentang Hubungan Motivasi dengan
Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
2. Defenisi operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada tabel di bawah
ini:
Tabel 3.1 Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian
Variabel Defenisi operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Variabel
Independen: Motivasi
Motivasi adalah upaya yang digunakan perawat dari 24 pernyataan
yang dibagi
tersebut memiliki 4 pilihan jawaban,
berasal dari kebutuhan-kebutuhan (fisiologis, rasa aman, kepemilikan, harga diri, dan aktualisasi diri).
yaitu :
Kinerja adalah hasil dari tindakan perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang
3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan motivasi dengan kinerja
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan
pendekatan cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
motivasi dilihat dari teori kebutuhan Maslow (kebutuhan fisiologis, rasa aman,
kepemilikan, harga diri, aktualisasi diri) dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah
Sakit Bhayangkara Medan.
2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan sampel
2.1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang berjumlah 61 orang perawat.
2.2.Sampel
Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, sehingga
diperoleh besar sampel sebanyak 53 perawat pelaksana di rumah sakit Bhayangkara
2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah
purposive sampling, dengan kriteria inklusi, yaitu: (1) seorang perawat pelaksana di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan, (2) bersedia menjadi responden, (3) lama kerja
lebih dari satu tahun, (4) tidak sedang masa cuti dan (5) tidak tugas belajar.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang beralamat di
jalan KH. Wahid Hasyim No.1 Medan, Kecamatan Medan Merdeka. Peneliti memilih
Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebagai tempat penelitian dengan alasan karena
Rumah Sakit Bhayangkara Medan merupakan rumah sakit dengan latar belakang
kedokteran polisi yang disamping memiliki tugas pokok untuk memelihara kesehatan
anggota Polri juga memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan teknis tertentu
yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat dan belum pernah
dilakukan penelitian sejenis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ini. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Juni 2012. Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin untuk melakukan penelitian dari
Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit
Bhayangkara Medan, peneliti mendatangi responden untuk menjelaskan tujuan, dan
manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk menjadi
responden, apabila telah bersedia maka responden mengisi lembar persetujuan
menjadi responden (Informed consent). Informasi yang didapat dari responden
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti (Confidentiality) dengan tidak mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (Anonimity).
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Teknik
pengumpulan data dari responden yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang sesuai dengan variabel penelitian. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama tentang data demografi,
bagian kedua tentang kuesioner motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow dan bagian
5.1. Metode Pengukuran Data Demografi
Kuisioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, status
pekerjaan, pendidikan, asuransi kesehatan, status pekerjaan dan lama kerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Variabel jenis kelamin, pendidikan
terakhir, status pekerjaan, asuransi kerja dan status pernikahan disajikan dengan skala
pengukuran kategorik. Sedangkan usia dan lama kerja disajikan dengan skala
pengukuran numerik. Data demografi responden hanya digunakan untuk
menguraikan karakteristik responden.
5.2. Metode Pengukuran Kuesiner Motivasi
Kuesioner tentang motivasi berdasarkan kebutuhan Maslow ini diambil dari
kuesioner Rumah Sakit St. Catherine yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari studi
literatur. Kuesioner ini berisi tentang motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan. Kuisioner terdiri dari 24 pernyataan yang terbagi ke dalam lima
sub variabel (kebutuhan Maslow), yakni kebutuhan fisiologis (1-5), kebutuhan
keamanan (6-10), kebutuhan kepemilikan (11-14), kebutuhan harga diri (15-20),
kebutuhan aktualisasi diri (21-24). Pengukuran variabel ini dengan menggunakan
skala likert yang terdiri dari 4 bentuk pilihan jawaban. Selanjutnya mengubah skor
a. Untuk pernyataan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21
22 dan 23, jawaban “SL” bernilai 4, jawaban “S” bernilai 3, jawaban “KK”
bernilai 2, jawaban “TP” bernilai 1.
b. Untuk pernyataan 1, 12 dan 24, jawaban “SL” bernilai 1, jawaban “S” bernilai
2, jawaban “KK” bernilai 3, dan jawaban “TP” bernilai 4.
Untuk analisa selanjutnya motivasi dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan tidak
tidak baik berdasarkan cut of point nilai mean dan median. Nilai mean digunakan
apabila data berdistribusi normal dan median apabila data tidak berdistribusi normal
(Dahlan, 2011).
5.3. Kuesioner kinerja perawat pelaksana
Kuisioner tentang kinerja perawat pelaksana merupakan hasil modifikasi
kuesioner kinerja perawat (tool 5) dan kuesioner kinerja DEPKES tahun 2001.
Kuisioner ini menggunakan skala likert yang terdiri dari 29 pernyataan mulai dari
pengkajian (1-5), diagnosa (6-10), perencanaan (11-17), implementasi (18-24), dan
evaluasi (25-28). Kinerja perawat pelaksana diukur dengan skala likert dengan nilai
4= merasa baik dan sesuai standar, 3= merasa baik, 2= merasa kurang baik dan 1=
tidak pernah.
Untuk analisa selanjutnya kinerja dikategorikan menjadi 2 yaitu baik dan tidak
dan median apabila data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Karena data
berdistribusi normal, maka variabel kinerja menggunakan nilai mean.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid jika mampu
mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel yang diteliti secara
tepat. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan
benar-benar mengukur apa yang di ukur. Kuisioner variabel independen (kebutuhan
Maslow) diambil dari kuesioner baku Rumah Sakit St. Catherine yang telah
dimodifikasi oleh peneliti dari studi literatur. Uji validitas dilakukan dengan metode
product moment, yaitu dengan mengkorelasikan skor butir pada kuesioner dengan
totalnya. Jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,200 maka butir pernyataan
tersebut dapat dikatakan valid. Uji validitas ini menggunakan bantuan program
komputer.
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen dapat digunakan
lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Reabilitas menunjuk pada
suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Besar sampel
untuk uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang perawat pelaksana di
Uji reliabilitas instrumen ini dilakukan dengan menggunakan komputerisasi
untuk menggunakan uji Cronbach’s Alpha. Polit & Hungler (1999) menjelaskan
bahwa suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari
0.70.
Uji coba Instrumen dilakukan pada bulan Mei 2012 di RS Dr. Pirngadi Medan.
Uji coba dilakukan terhadap 30 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas pada kuesioner motivasi berdasarkan
kebutuhan maslow didapatkan bahwa pernyataan 2, 3, 10, 12, 13, dan 24 tidak valid
sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi kembali oleh peneliti agar dapat digunakan
dalam penelitian. Setelah dimodifikasi, kuesioner tersebut diuji ulang atau re-test dan
didapatkan pernyataan 3, 12 dan 24 tidak valid. Pernyataan 3, 12 dan 24 masih tetap
digunakan dalam penelitian karena pertimbangan penyataan-pernyataan merupakan
poin penting yang harus diketahui dalam penelitian ini. Pada uji reliabelitas
didapatkan nilai 0.820 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen motivasi
berdasarkan kebutuhan maslow ini telah reliabel.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas kuesioner kinerja diketahui bahwa
pernyataan 5, 24 dan 29 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi
kembali oleh peneliti agar dapat digunakan dalam penelitian. Setelah dimodifikasi
kuesioner di uji ulang atau re-test. Ternyata didapatkan pernyataan 25 tidak valid.
Pernyataan 25 masih tetap digunakan dalam penelitian karena pertimbangan
uji reliabelitas didapatkan nilai 0.832 (> 0.70) dapat disimpulkan bahwa instrumen
kinerja ini telah reliabel.
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 8 sampai 19 Juni 2012. Pengumpulan
data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Prosedur
pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setealah mendapatkan
surat pengantar dari fakultas peneliti mengirim surat tersebut ke Rumah Sakit
Bhayangkara Medan. Pada tanggal 8 Juni 2012 peneliti mulai penelitian dengan
mendatangi responden dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur
dan manfaat penelitian.
Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian
dengan menandatangani lembar persetujuan responden. Setelah responden bersedia,
peneliti membagikan kuesioner dan menjelaskan cara pengisian kuesioner. Setiap
responden diberikan waktu ± 10 menit untuk menjawab semua pernyataan pada
kuesioner. Setelah responden selesai menjawab semua pernyataan, peneliti
memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan menyesuaikannya dengan
jumlah kuesioner yang terkumpul. Setelah kuesioner terkumpul, peneliti menganalisis
8. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan cara editing, coding, tabulating. Dalam
mengelolah data penelitian, peneliti menggunakan bantuan komputer. Selanjutnya
peneliti melakukan analisa data dengan metode statistik. Analisa data variabel
independen (Motivasi berdasarkan teori kebutuhan Maslow) dan variabel dependen
(kinerja perawat pelaksana) dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif
(statistik univariat). Setelah data dianalisa secara deskriptif, kemudian dilanjutkan
dengan uji hipotesis dua variabel (statistik bivariat) dengan menggunakan uji chi
square untuk menentukan adanya korelasi antara variabel independen (Motivasi
berdasarkan kebutuhan Maslow) dengan variabel dependen (kinerja perawat
pelaksana) (Polit & Hungler, 1997).
8.1. Statistik Univariat
Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu
variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit &
Hungler, 1999). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univariat
digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen (motivasi
berdasarkan kebutuhan Maslow) dan variabel dependen (kinerja perawat pelaksana).
Data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi atau proporsi
kecuali usia dan lama kerja. Data motivasi berdasarkan kebutuhan maslow disajikan
dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang disajikan
dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data kategorik yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
8.2.Statistik Bivariat
Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan motivasi
berdasarkan kebutuhan Maslow dengan kinerja perawat pelaksana. Hubungan antara
dua variabel ini dianalisa dengan menguji hipotesa penelitian (Ha), kemudian ditarik
kesimpulan dari hasil penelitian.
Analisis dilakukan secara komputerisasi untuk mengkorelasikan motivasi
berdasarkan kebutuhan maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan dengan menggunakan uji Spearman dengan tingkat kemaknaan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Bab ini menguraikan data hasil penelitian mengenai hubungan motivasi
berdasarkan teori kebutuhan Maslow dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah
Sakit Bhayangkara Medan. Responden dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana
di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang berjumlah 53 orang mulai dari tanggal 8
s/d 19 Juni 2012.
Analisis hasil penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat. Analisis
univariat dilakukan untuk melihat distribusi data demografi responden (karakteristik
responden), motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow (fisiologis, rasa aman,
kepemilikan, harga diri, aktualisasi diri) dan kinerja perawat pelaksana. Selanjutnya,
analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan motivasi dengan kinerja
perawat pelaksana.
1.1. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat pada penelitian ini dibagi atas tiga bagian yaitu, data
demografi perawat, motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow dan kinerja
1.1.1.Data Demografi
Data demografi meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan,
asuransi kerja dan status pernikahan, usia dan lama kerja perawat di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan. Data demografi perawat pelaksana dapat dilihat pada tabel 5.1
berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Perawat Pelaksana Berdasarkan Usia, Lama Kerja Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Status Pekerjaan, Asuransi Kerja dan Status Pernikahan di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)
Hasil penelitian pada tabel 5.1. menunjukkan bahwa mayoritas perawat 54,9%
berusia 20-30 tahun yang merupakan usia produktif dengan sebagian besar perawat
71,5% memiliki lama kerja 1-10 tahun. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan
bahwa mayoritas perawat 90,6% adalah perempuan dengan sebagian besar perawat
86,8% )memiliki latar pendidikan D3 Keperawatan dan mayoritas perawat 50,9%
belum menikah. Mayoritas perawat 67,9% berstatus honorer dan 66,0% perawat
memiliki asuransi kerja.
1.1.2.Deskripsi Motivasi
Pada penelitian ini variabel motivasi diukur berdasarkan kebutuhan fisiologis,
rasa aman, kepemilikan, harga diri, dan aktualisasi diri. Motivasi ini masing-masing
dikategorikan atas baik dan tidak tidak baik. Hasil analisis data berdasarkan kuisioner
yang telah diisi oleh 53 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat
dilihat pada tabel 5.2. berikut:
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Motivasi Perawat Pelaksana di RS Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)
Variabel Kategori Frekuensi Persentase %
Motivasi Baik 25 47,2
Tidak baik 28 52,8
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan antara
perawat yang memiliki motivasi tidak baik 52,8% dan perawat yang memiliki
1.1.3.Kinerja Perawat Pelaksana
Kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat
pada tabel 5.3. berikut ini:
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni 2012 (n=53)
Variabel Kategori Frekuensi Persentase %
Kinerja perawat Baik 30 56,6
Tidak baik 23 43,4
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa mayoritas perawat menunjukkan
kinerja yang baik 56,6% dan 43,4% perawat lainnya memperlihatkan kinerja kurang
baik. Hal ini menunjukkan hampir tidak ada perbedaan antara perawat yang memiliki
kinerja yang baik dan tidak baik.
1.2. Analisis bivariat
Hasil analisis hubungan motivasi berdasarkan teori kebutuhan maslow dengan
kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dapat dilihat pada
tabel 5.4 dibawah ini:
Tabel 5.4. Analisis Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Bulan Juni (n=53)
Hasil analisis pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan
kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=
0,006 dan koefisien korelasi 0,370.
2. Pembahasan
2.1. Motivasi
Motivasi merupakan suatu kondisi eksternal yang berinteraksi membentuk
respon intrinsik dan menstimulasi perilaku individu. Respon instrinsik ini didorong
karena adanya kebutuhan, keinginan dan dorongan dari dalam diri individu.
Munculnya defisiensi kebutuhan akan menstimulasi perawat untuk mencari cara dan
berusaha untuk mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut (Swansburg, 1999). Menurut teori Maslow, manusia termotivasi
karena memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tingkatannya
(Daft, 2006). Hasil analisis univariat yang diperoleh dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan persentase perawat yang memiliki
motivasi baik sebanyak 47,2% dengan perawat pelaksana yang memiliki motivasi
tidak baik sebanyak 52,8%.
Hasil analisis motivasi baik didukung dengan analisis pada item kuisioner
tentang kebutuhan fisiologis menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana
52,8% tidak pernah menunda cuti karena alasan pekerjaan di rumah sakit. Handoko
(2003) mengemukakan bahwa cuti termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan
menyatakan bahwa cuti tahunan adalah 12 hari kerja dan dapat ditambah paling lama
14 hari. Rumah Sakit Bhayangkara Medan memberikan jatah cuti 14 hari dalam satu
tahun dan hak cuti tersebut dapat digunakan oleh para perawat pada waktu yang
diinginkan.
Hasil analisis item kuisioner selanjutnya tentang kebutuhan rasa aman
menunjukkan bahwa mayoritas perawat 50,9% menyatakan pimpinan merealisasikan
keluhan-keluhan yang disampaikan oleh perawat. Hal tersebut sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Griffin (2004) bahwa kebutuhan rasa aman akan terpenuhi,
apabila pimpinan menerima keluhan-keluhan terkait pekerjaan dari para karyawan.
Mayoritas perawat 67,9% yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah merasa
malas berkomunikasi dengan teman sejawat di tempat kerja.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner menunjukkan bahwa mayoritas perawat
62,3% menyatakan mereka mendapat dukungan dari teman sejawat selama bekerja di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Winardi (2001) menyatakan bahwa
kebutuhan-kebutuhan akan harga diri mencakup kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penghargaan
dari pihak lain, apresiasi terhadap dirinya dan respek yang diberikan oleh orang lain.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya dukungan dari rekan kerja dapat meningkatkan
motivasi karyawan dalam bekerja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti pada survei awal pada Bulan Oktober 2011 dengan lima orang perawat
mendapatkan dukungan moral dari teman sejawat selama menyelesaikan pekerjaan di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri selanjutnya
didapatkan bahwa 49,1% perawat menyatakan mendapat dukungan dari pimpinan
selama bekerja di rumah sakit. Hasil penelitian Eni (2009) menyatakan tidak adanya
dukungan dari pimpinan menyebabkan perawat tidak termotivasi untuk melaksanakan
pendokumentasian dengan lengkap. Hal ini sejalan dengan Daft (2003) juga
mengemukakan bahwa dalam ruang lingkup organisasi, kebutuhan akan penghargaan
dapat dipenuhi dengan memberikan pengakuan dan pujian atas kontribusi yang baik
dari karyawan.
Hasil analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan harga diri didapatkan
bahwa 64,2% perawat menyatakan pimpinan di rumah sakit memberikan kesempatan
kepada para perawat untuk naik pangkat. Griffin (2004) yang mengemukakan bahwa
pemberian kesempatan kepada perawat untuk dapat naik pangkat merupakan suatu
upaya manajer dalam memenuhi kebutuhan harga diri perawat pelaksana.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kebutuhan aktualisasi diri
didapatkan 54,7% perawat menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan rumah sakit
dapat meningkatkan kompetensinya. Hasil penelitian Maliya & Susilaningsih (2009)
menyatakan bahwa adanya pelatihan menggambarkan adanya peningkatan
pengetahuan staf keperawatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada
Rumah Sakit Bhayangkara Medan memperhatikan kualitas perawat dengan mengatur
jadwal pelatihan yang dapat diikuti oleh setiap perawat dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan skill para perawat di rumah sakit. 49,1% perawat menyatakan
bahwa pimpinan selalu mendukung para perawat untuk melanjutkan pendidikan
formal. Robbin (2008) menjelaskan bahwa kebutuhan aktualisasi diri meliputi
pertumbuhan. Berdasarkan hasil wawancara pada Bulan Juni 2012 dengan lima orang
perawat pelaksana diketahui bahwa pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara medan
selalu memberikan dukungan kepada perawat yang ingin melanjutkan pendidikan.
Hasil analisis motivasi tidak baik didukung dengan hasil analisis item kuisioner selanjutnya menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana mayoritas perawat 56,6% menyatakan kalau mereka memiliki tempat berisistirahat yang tidak baik di tempat kerja. Handoko (2003) mengemukakan bahwa periode istirahat dan ruang istirahat juga termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja. Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada bulan Juli kepada 5 orang perawat pelaksana di salah satu ruang rawat diketahui bahwa ruang istirahat untuk perawat tidak digunakan lagi karena sudah berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan barang seperti tempat tidur, kasur dan lain sebagainya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada waktu pengumpulan data
awal, perawat pelaksana menyatakan bahwa rumah sakit tidak memberikan upah
lembur bagi perawat yang telah bekerja lebih daari jam kerja yang telah ditetapkan.
perusahaan yang mempekerjakan karyawan melebihi waktu kerja, wajib membayar
upah lembur. Kondisi lain yang mempengaruhi hal ini yaitu adanya ruang rawat inap
khusus bagi tahanan, sehingga perawat merasa keamanan dirinya terancam. Hal ini
didukung oleh hasil analisis pada item kuisioner yang menunjukkan bahwa 17%
perawat menyatakan kadang-kadang mereka merasa tidak aman bekerja di rumah
sakit ini.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada perawat pelaksana pada salah satu
ruang rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan pada saat pengumpulan data
Bulan Juni 2012 diketahui bahwa tindakan asuhan keperawatan yang seharusnya
menjadi tanggung jawab bersama dalam satu shift jaga tidak dilakukan dengan
bersama, akan tetapi ada beberapa perawat yang telah dianggap lebih senior dan
mengerti yang akan lebih sering melakukan asuhan keperawatan. disamping itu,
pihak rumah sakit hanya memberikan kesempatan bagi perawatnya untuk
melanjutkan pendidikan namun tidak diikuti dengan dukungan financial kepada
2.2. Kinerja Perawat
Kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Sejalan dengan Depkes
(1998) yang menyatakan bahwa kinerja perawat adalah penampilan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan. Asuhan
keperawatan dalam hal ini meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Berdasarkan hasil analisis data di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan didapatkan data bahwa 56,6% perawat memiliki kinerja yang
baik dan 43,4% menunjukkan kinerja yang tidak baik.
Perawat pelaksana yang memiliki kinerja baik dapat dilihat dari item kuisioner
dimana 60,5% perawat mempersepsikan bahwa telah membuat dokumentasi asuhan
keperawatan dengan baik dan sesuai standar. Depkes (1998) menyatakan bahwa
proses keperawatan dikomunikasikan oleh perawat dalam bentuk dokumentasi
keperawatan. Proses dokumentasi ini menjadi bagian yang penting dalam penilaian
kinerja perawat karena setiap perkembangan kondisi klien dikomunikasikan melalui
pendokumentasian keperawatan.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner tentang kinerja didapatkan mayoritas
perawat (49,1%) di Rumah Sakit Bhayangkara Medan merasa telah membuat
diagnosa keperawatan menggunakan PE/PES dengan baik, 69,8% perawat pelaksana
berdasarkan prioritas dan telah saling bekerjasama dengan tim kesehatan lain dalam
melakukan tindakan, 73,6% perawat mempersepsikan bahwa mereka telah
mengevaluasi kondisi klien dengan baik. Hasil penelitian Lestari, Sulisnadewi dan
Suwardana (2009) di rumah sakit yang berbeda menyatakan bahwa 37% diagnosa
yang dirumuskan perawat dalam kategori baik, 83,3% perawat telah mampu
menyusun rencana keperawatan dengan baik, 96,7% tindakan yang dilaksanakan
perawat dievaluasi dan ditulis pada lembar status pasien.
Hasil analisis kinerja tidak baik didukung dengan analisis pada item kuesioner
yang menunjukkan bahwa 50,9% perawat tidak memeriksa kesehatan fisik klien
dengan baik dan 35,8% perawat menentukan masalah baru pada klien dengan tidak
baik.
2.3.Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana
Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja
individual. Dengan kata lain, motivasi merupakan sebuah determinan penting bagi
kinerja individual. Berdasarkan uji Spearman diperoleh nilai p= 0,006 <0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiwik (2008)
yang menyatakan bahwa ada pengaruh motivasi dengan kinerja asuhan keperawatan