• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

Nilai gonado somatik indeks (GSI) didapat dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan zebra (Brachydanio rerio). Nilai gonado somatik indeks prasalin untuk masing-masing perlakuan mengalami kenaikan seiring bertambahnya kadar vitamin E yang diberikan (Tabel 4 dan Gambar 2).

Berdasarkan hasil uji lanjut (P<0,05), nilai GSI menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Nilai GSI tertinggi sebesar 16,96 % terdapat pada perlakuan pemberian kadar vitamin E 475 mg/kg pakan.

Vitamin E berperan penting dalam proses perkembangan gonad karena vitamin ini mempercepat biosintesis vitelogenin di hati. Vitelogenin itu sendiri berupa glycoposphoprotein yang mengandung kira-kira 20 % lemak, terutama phospholopid, triglyserida dan kolesterol (Tang dan Affandi, 2000). Berbeda dengan kandungan fosfat dalam vitelogenin ikan yang lebih rendah dibandingkan pada vertebrata ovipar lainnya, jumlah material lipida pada molekul vitelogenin biasanya sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan pada kelompok vertebrata lain. Material lipida yang kemudian membentuk lipovitelin kuning telur ini dapat digolongkan sebagai polar lipid/lipida kutup (Hori et al., dalam Mommsem dan Walsh, 1988 dalam Tang dan Affandi, 2001). Kemudian disebutkan bahwa salah satu fungsi dari vitamin E yang paling nyata adalah untuk melindungi asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Pertambahan jumlah vitelogenin akan mengakibatkan bertambahnya nilai GSI karena bobot gonad dalam tubuh ikan akan semakin bertambah..

Menurut Lie et al., (1994) dalam Mokoginta et al.(2000), pada ikan salmon diketahui bahwa á-tocopherol (vitamin E) diangkut dari jaringan periferal ke gonad melalui hati bersama lipoprotein plasma. Seperti halnya dengan vitamin larut dalam lemak lainnya, penyerapan vitamin E ini membutuhkan lemak dalam pakan dan aktivitas asam empedu (Linder, 1992 dalam Zakaria, 2005), karena salah satu dari fungsi lemak adalah melarutkan vitamin A, D, E dan K (Budiyanto, 2002).

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa pada perlakuan pemberian vitamin E 325 mg/kg pakan, 425 mg/kg pakan dan 475 mg/kg pakan mengalami kenaikan nilai gonado somatik indeks di tengah masa pemeliharaan kemudian terjadi penurunan nilai di akhir pemeliharaan. Sedangkan untuk perlakuan

pemberian vitamin E sebesar 375 mg/kg pakan mengalami peningkatan nilai GSI rata-rata seiring dengan bertambahnya masa pemeliharaan. Peningkatan nilai GSI rata-rata pada pelakuan pemberian dosis vitamin E sebesar 375 mg/kg pakan memiliki nilai yang paling besar mencapai 33,58 % dari minggu ke dua hingga ke minggu ke empat pemeliharaan.

Meningkatnya GSI antara lain disebabkan oleh aktivitas vitelogenin.

Vitelogenin sendiri merupakan komponen utama dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan di hati. Aktivitas vitelogenin ini menyebabkan nilai GSI ikan meningkat (Schultzt, 1984; Cerda et al., 1996 dalam Tang dan Affandi, 2001).

GSI mengalami penurunan di akhir penelitian, keadaan ini terjadi karena diduga gonad dari ikan-ikan yang diberi perlakuan telah melewati masa matang gonad dan telah mengalami peluruhan sel telur yang akhirnya diserap kembali oleh tubuh. Sehingga bobot gonad mulai berkurang. Nilai GSI sendiri dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan tingkat kematangan gonad ikan. Oleh karena itu, setelah diketahui terjadinya penurunan nilai GSI ini, pemijahan segera dilakukan.

Di alam, ikan zebra membutuhkan waktu 3 – 4 bulan untuk berkembang dari fase larva sampai fase siap memijah. Namun, dalam penelitian ini tidak lebih dari 2,5 bulan ikan sudah siap memijah. Hal ini dibuktikan dari menurunnya nilai gonado somatik indeks di akhir pemeliharaan pada setiap perlakuan. Keadaan ini diduga disebabkan oleh pengaruh keberadaan vitamin E dalam pakan yang berperan dalam perkembangan gonad.

Dosis vitamin E yang diberikan dalam pakan bersama dengan asam lemak n-3 dan n-6 mempengaruhi besarnya kadar lemak telur. Berdasarkan nilai kadar lemak yang diperoleh dari hasil analisa proksimat terhadap telur ikan zebra yang tercantum pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penambahan vitamin E efektif sampai pada kadar vitamin E sebesar 425 mg/kg pakan saja. Nilai kadar lemak telur terus meningkat seiring bertambahnya kadar vitamin E dalam pakan, namun peningkatan hanya sampai pada kadar vitamin E sebesar 425 mg/kg pakan.

Setelah itu penambahan dosis vitamin E lebih lanjut sampai 475 mg/kg pakan nilainya mendatar. Tang dan Affandi (2001) menyebutkan bahwa lemak merupakan aspek nutrisi pakan yang paling penting dan sangat essensial dalam meningkatkan mutu telur, karena asam lemak telur merupakan cadangan makanan

dengan konversi energi yang paling tinggi dan juga berfungsi dalam permeabilitas membran telur maupun membran kulit larva.

Untuk laju pertumbuhan harian ikan zebra dapat dilihat pada Gambar 2.

Laju pertumbuhan harian mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Effendie (1979) menyatakan bahwa kematangan gonad untuk pertama kalinya akan mempengaruhi pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi sedikit lambat. Ikan masih dalam tahap adaptasi untuk bisa membagi nutrisi yang masuk ke dalam tubuh untuk proses reproduksi dan pertumbuhan. Pada awalnya, nutrisi yang masuk semuanya diarahkan untuk proses pertumbuhan. Tetapi, ketika masa reproduksi datang dan untuk pertama kalinya, proses fisiologi tubuh otomatis membagi pasokan energi tersebut.

Nilai gonado somatik indeks salin (GSIs) dapat dilihat pada Tabel 4 yang memperlihatkan bahwa semua perlakuan (325 mg vitamin E/kg pakan, 375 mg vitamin E/kg pakan, 425 mg vitamin E/kg pakan dan 475 mg vitamin E/kg pakan) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan GSI prasalin. Nilai GSIs berada pada kisaran 18,99 % - 28,14 % (P>0,05). Sedangkan untuk nilai GSI prasalin berada pada kisaran 12,96 % - 16,96 %, tertinggi pada perlakuan dengan kadar vitamin E sebesar 475 mg/kg pakan yaitu 16,96 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa vitamin E yang diberikan pada saat ikan belum memijah menghasilkan nilai GSI yang lebih kecil bila dibandingkan dengan GSI sesudah salin. Pada penelitian ini, vitamin E lebih efektif digunakan oleh ikan setelah masa salin pertama. Data selengkapnya untuk GSIs dapat dilihat pada Lampiran 8.

Fekunditas merupakan perbandingan dari jumlah telur yang dikeluarkan dengan bobot telur induk ikan. Fekunditas dari semua perlakuan cukup besar yaitu berada diantara 499,68 – 707,81 butir/g induk. Semua perlakuan memiliki fekunditas cukup besar dari fekunditas ikan zebra biasanya. Menurut Axelrod et al. (1971), total telur yang dikeluarkan pada saat memijah biasanya berkisar antara 400 – 500 butir. Namun penambahan vitamin E pada pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada fekunditas yang dihasilkan. Begitu pula pada gonado somatik indeks salin (GSIs), derajat pembuahan telur (DPT), derajat tetas telur (DTT) dan tingkat ketahanan hidup larva 5 hari (SR5), penambahan vitamin E tidak memberikan pengaruh nyata pada keempat parameter di atas. Hal ini

dapat dikatakan bahwa jumlah vitamin E sebesar 325 mg/kg pakan sudah cukup memenuhi kebutuhan akan vitamin E dalam mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada lemak.

Pakan dengan jumlah vitamin E sebesar 425 mg/kg pakan menghasilkan derajat pembuahan telur (DPT) tertinggi yaitu 98.79 % diikuti dengan perlakuan III dan IV sebesar 92,14 % dan 92,66 % yang bernilai sama kemudian perlakuan I dengan nilai terkecil yaitu sebesar 89,26 (P>0,05). Proses pembuahan merupakan proses bergabungnya inti sperma dengan inti sel telur dalam sitoplasma sehingga membentuk zigot. Terjadi proses ganda di dalam pembuahan yaitu aspek embriologi berupa pengaktifan ovum oleh sperma dan aspek genetik yang berupa pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam ovum.

Derajat pembuahan telur ditentukan dari kualitas sperma induk jantan.

Dalam proses penggabungan gamet, sel telur akan mengeluarkan bahan yang dapat merangsang spermatozoa untuk berenang berusaha mencapai telur yang disebut fertilizin. Spermatozoa memiliki reseptor yang dapat menangkap spermiphilic dari fertilizin. Dari sisi lain cincin ovofilik akan bergantung pada reseptor-reseptor yang ada pada telur sehingga terjadi penggabungan sperma dengan telur (Tang dan Affandi, 2001). Bila kualitas telur tidak bagus, keadaan tersebut tidak bisa berlangsung dengan baik dan dapat mengurangi nilai derajat pembuahan telur.

Penetasan merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya. Derajat penetasan telur disemua perlakuan memiliki nilai yang cukup kecil. Proses embriologis terjadi sebelum larva dapat menetas keluar dari cangkang telurnya. Proses ini membutuhkan asam lemak essensial. Asam lemak essensial ini berfungsi sebagai prekursor dari senyawa prostaglandin yang berperan sebagai hormon. Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh prostaglandin. Pembentukan prostaglandin diawali dari asam lemak essensial asam linoleat yang kemudian diubah menjadi asam arakhidonat (Martoharsono, 1990). Rendahnya asam lemak n-3 yang diberikan diduga dapat menyebabkan gagalnya pembelahan sel dalam proses embriologis dan akhirnya menghasilkan derajat tetas telur yang rendah.

Selain itu, proses penetasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas dan intensitas cahaya (Tang dan Affandi, 2001) dan kualitas sperma dari ikan jantan. Pada proses pembuahan, sperma dari induk jantan akan menyumbangkan faktor hereditas dan memasukkannya ke dalam sel telur (Tang dan Affandi, 2001). Bila kualitas dari sperma tidak bagus, maka akan mempengaruhi proses pembelahan sel hingga terbentuknya embrio di dalam telur. Induk jantan yang digunakan tidak mengalami perlakuan. Hal ini diduga mempengaruhi kualitas sperma yang dihasilkan. Proses perkembangan embrio yang dapat diabadikan dapat dilihat pada Lampiran 9.

Pemberian kadar vitamin E yang berbeda pada perbandingan kadar asam lemak n-3 dan n-6 tetap sebesar 1 : 3 tidak memberikan pengaruh nyata pada tingkat kelangsungan hidup larva yang dipelihara selama lima hari tanpa pemberian pakan. Proses perkembangan dan pertumbuhan larva mengandalkan kuning telur yang dimilikinya. Nilai dari masing-masing perlakuan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah 98,33 % untuk perlakuan vitamin E sebesar 475 mg/kg pakan, 93,33 % untuk perlakuan vitamin E sebesar 325 mg/kg pakan;

88,33 % untuk perlakuan vitamin E sebesar 425 mg/kg pakan dan 86,67 % untuk perlakuan vitamin E sebesar 375 mg/kg pakan. Tingkat ketahanan hidup untuk semua perlakuan memiliki nilai yang cukup baik, berada di atas 80 %. Larva masih dapat bertahan hidup hingga hari ke lima pemeliharaan tanpa pemberian pakan. Umumnya, kuning telur ikan sudah terserap habis di hari ketiga setelah larva keluar dari cangkangnya. Salah satunya seperti disebutkan oleh Amornsakun dan Hassan (1997) dalam Tang dan Affandi (2001) bahwa kuning telur ikan baung habis terserap pada hari ke tiga (70-72 jam setelah menetas). Begitu pula pada ikan bawal air tawar, Colossoma macropomum (Affandi dan Tang, 1999 dalam Tang dan Affandi, 2001), ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis (Slamet et al., 1999 dalam Tang dan Affandi, 2001).

Kualitas air selama masa pemeliharaan masih dalam batas kisaran optimum untuk berlangsungnya kehidupan ikan cyprinid. Ikan dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak di dalamnya, karena selama masa pemeliharaan digunakan sistem resirkulasi. Nilai kualitas air ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Dokumen terkait