• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODA PENELITIAN

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh locus of control terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar .

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 30,822 lebih besar dari nilai Ftabel = 2,629 dan nilai signifikansi koefisien regresi

( )

β3 sebesar

) 050 , 0 027 , 0

cenderung internal, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.

Deskripsi prestasi belajar menunjukkan bahwa sebagian besar siswa terkategorikan baik sebanyak 296 siswa atau 79,78%. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kemampuan siswa dalam proses belajar dalam menyerap pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan oleh guru baik. Sementara deskripsi kecerdasan emosional terkategorikan tinggi sebanyak 308 siswa atau 83,02%. Dengan demikian mencerminkan bahwa siswa dapat mengenali perasaan diri sendiri maupun perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Karenanya siswa mampu mengikuti proses belajar dengan baik sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang baik

Deskripsi locus of control menunjukkan bahwa 355 siswa atau 95,69% terkategorikan internal. Kecenderungan locus of control internal siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor usia, pengalaman akan perubahan, pelatihan, dan pengalaman. Penelitian Kiehlbauch (London dan Exner, 1978:292) menemukan bahwa teman serumah yang masih baru menunjukkan locus of control yang relatif lebih eksternal daripada teman serumah yang telah lama. Locus of control teman serumah yang akan berpisah juga cenderung bergeser ke arah eksternal. Keadaan yang cenderung labil dan tak pasti selama masa transisi mendorong locus of control individu ke arah eksternal. Dengan demikian

jika penelitian ini dilakukan di kelas tiga hal tersebut dikuatkan hasil penelitian ini. Selain itu dalam penelitian De Charms (London dan Exner, 1978:293) berhasil membuktikan efektifitas program pelatihan untuk meningkatkan locus of control internal.

Kecerdasan seseorang tidak hanya sebatas kecerdasan intelektual (IQ) namun ada 9 ragam kecerdasan yang ada pada manusia. Kecerdasan emosional adalah salah satu ragam kecerdasan seseorang yang mempengaruhi keberhasilan dan prestasi seseorang. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2001:512). Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka akan semakin tinggi keberhasilan dan prestasi seseorang.

Locus of control adalah variabel sentral dalam struktur kepribadian yang implisit dalam proses belajar, mempengaruhi tingkah laku aktual, mewarnai sikap dan kehidupan perasaan, pusat hirarki pada pola pikir serta mendasari tingkah laku penyesuaian diri maupun antisipasinya. Pada dasarnya, locus of control menggambarkan keyakinan dimana dan seberapa kuat kontrol yang terjadi dalam diri individu setiap siswa. Sehingga kontrolnya yang dapat mendasari pembentukan serta penampilan tingkah laku yang bersumber dari dalam dan luar diri siswa. Letak kontrol inilah yang akan menentukan persepsi siswa dalam memandang situasi

tertentu. Dalam berbagai penelitian mengemukakan bahwa orang dengan

locus of control internal lebih berhasil daripada orang dengan locus of control eksternal (Sarlito, 2006:608).

Kecerdasan emosional merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan prestasi belajar yang sebagian besar terkategorikan baik dan tingkat kecerdasan emosional siswa yang sebagian besar terkategorikan tinggi menjadi bukti adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Jika kecerdasan emosional siswa dapat berkembang dengan baik maka siswa akan mampu untuk berprestasi. Pelatihan emosional merupakan upaya mengembangkan pengenalan emosi, memotivasi diri, mengolah emosi, dan membina hubungan dengan orang lain. Dengan mengamati dan menganalisis secara mendetail kata-kata, tindakan-tindakan, dan tanggapan-tanggapan emosional di keluarga-keluarga ditemukan anak-anak yang orang tuanya mempraktekan pelatihan emosional anakanya dapat berprestasi dengan baik (Shapiro,1997:8). Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh penelitian Anderson, Hattie, dan Hamilton (Adolfsson, 2005:285) dalam penelitian pada siswa mengenai

locus of control yang menemukan bahwa siswa yang cenderung memiliki

locus of control internal akan memiliki prestasi belajar yang baik. Hal ini membuktikan adanya hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Siswa yang mempunyai keyakinan diri,

kepercayaan diri, bekerja keras, tidak mudah putus asa, mandiri, dan menantang terbukti mempunyai prestasi belajar yang baik.

Siswa dengan locus of control internal percaya bahwa nasibnya ditentukan oleh dirinya sendiri melalui usaha, ketekunan, kepercayaan diri, sikap, minat, dan sebagainya. Dengan demikian, siswa dengan locus of control internal akan segera intropeksi dan berusaha memperbaiki diri kalau mengahadapi kendala atau kegagalan (Sarlito, 2006:608). Sehingga siswa yang semakin locus of control cenderung internal, maka akan semakin menguatkan hubungan antara kecerdasaan emosional dengan prestasi belajar siswa

2. Pengaruh kultur keluarga terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 5,418 lebih besar dari nilai Ftabel = 2,629 dan nilai signifikansi koefisien regresi

( )

β3 sebesar

) 050 , 0 034 , 0

(ρ = <α = . Artinya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berorientasi pada power distance kecil, collectivism, masculinity, dan uncertainty avoidance yanglemah maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.

Deskripsi kultur keluarga menunujukkan bahwa dan sebagian besar siswa terkategorikan mempunyai power distance sangatkecil (238 siswa

atau 64,15%), collectivism (263 siswa atau 70,89%), masculinity (166 siswa atau 44,74%), dan uncertanity yang lemah (203 siswa atau 54,72%). Siswa yang berasal dari keluarga dengan power distance yang sangat kecil berarti dalam keluarga mereka mempunyai ketaatan kepada norma keluarga, penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan, pengaruh otoritas orang tua terus menerus sepanjang hidup dan ketergantungan. Siswa yang berasal dari keluarga dengan collectivism berarti dalam keluarga mereka mempunyai demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar peraturan dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Siswa yang berasal dari keluarga dengan masculinity berarti mempunyai relasi anak dan orangtua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peranan wanita yang lebih rendah dari pria dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati. Siswa yang berasal dari keluarga dengan mempunyai uncertainty avoidance yang lemah berarti dalam keluarga mereka mempunyai toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif, keluarga sabagai tempat belajar dan kepemilikan aturan.

Keluarga merupakan sumber pendidik utama bagi anak, karena segala pengetahuan, kecerdasan intelektual, maupun pengenalan emosional diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya (Singgih Gunarso,1990:1). Dasar kepribadian seseorang

terbentuk sebagai hasil perpaduan antara warisan sifat-sifat, bakat orang tua dan lingkungan dimana anak berkembang. Lingkungan yang pertama yaitu lingkungan keluarga dimana anak memperoleh segala kemampuan dasar baik intelektual maupun sosial. Selain itu penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajari anak dari anggota-anggota laian dalam keluarga. Sikap, pandangan, dan pendapat dalam keluarga dijadikan model oleh anak dan ini menjadikan sebagian dari tingkah laku dari anak tersebut. Selain itu keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas taraf-taraf permulaan perkembangan anak dana banyak menentukan apakah yang kelak akan terbentuk, sikap keras hati atau sebaliknya sikap lemah lembut, tabah serta dasar-dasar kepribadian lainya.

Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa prestasi belajar sebagian besar siswa terkategorikan baik (295 siswa atau 79,51%). Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui tingkat kemampuan siswa dalam proses belajar dimana mencerminkan tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan oleh guru. Deskripsi kecerdasan emosional terkategorikan tinggi ( 308 siswa atau 83,02%). Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara variabel kultur keluarga pada hubungan kecerdasan emosional dangan prestasi belajar. Keluarga sebagai pendidik utama memegang peranan penting dalam perkembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Perasaan aman dan terlindung dalam keluarga memungkinkan adanya

suatu perkembangan yang wajar bagi anak-anak, agar menjadi manusia yang dewasa dan bertanggung jawab dan matang kepribadiannya. Jika anak diajarkan untuk mandiri sejak kecil, ia akan tumbuh sebagai anak dengan dorongan berprestasi tinggi (Suksmorn Prapottong, 1982). Dengan mengarahkan anak sejak dini dalam lingkungan keluarga maka perkembangan emosional anak terkendali dan prestasi belajar anak akan baik

3. Pengaruh kultur sekolah terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 4,283 lebih besar dari nilai Ftabel = 2,629 dan nilai signifikansi koefisien regresi

( )

β3 sebesar

) 050 , 0 043 , 0

(ρ = <α = . Artinya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang berorientasi pada power distance kecil, collectivism, masculinity, dan uncertanity avoidance yang lemah maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.

Deskripsi kultur sekolah dalan penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berasal dari kultur sekolah yang terkategorikan

power distance kecil ( 243 siswa atau 65,50%), collectivism ( 259 siswa atau 69,81%), masculinity (181 siswa atau 48,79%), dan uncertainty avoidance (181 siswa atau 48,79%). Pada sekolah dengan dimensi power

distance kecil tampak dari perlakuan guru terhadap proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan keuntungan orang tua dengan proses pembelajaran sekolah. Pada sekolah dengan dimensi collectivism berarti mereka mepunyai kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan guru oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Pada sekolah dengan dimensi masculinity

berarti dalam sekolah mereka mempunyai suasana kompetisi kelas, orientasi pada prestasi dan kompetensi guru. Pada sekolah dengan dimensi

uncertainty avoidance yang lemah berarti dalam sekolah mereka mempunyai tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan, dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.

Menurut Clifford Greetz ( dalam Sumarni, 1999:30), kultur sekolah adalah sebagai pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkanya. Ini bermakna, kultur akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut, dan sekolah didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi. Lingkungan sekolah sebagai tempat belajar siswa merupakan lingkungan yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Sebagai suatu lembaga formal sekolah

menyelenggarakan pendidikan anak secara sistematis dan terarah. Dorongan anak untuk berprestasi dan berkompetisi lebih dapat dipacu di lingkungan sekolah, sehingga peranan sekolah dalam membangun kepribadian anak untuk menjadi lebih dewasa, mandiri, ulet, motivasi diri, optimisme dan sebagainya dapat tercapai. Lingkungan sekolah yang demikian akan memberikan pengaruh kepada kepribadian anak dan intelektual anak menjadi lebih baik dan menjadi anak yang beprestasi.

Hasil penelitian ini dikuatkan Depdikbud (Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, 1999: 10). Sekolah sebagai sebuah sistem memiliki tiga aspek pokok yanag erat kaitanya dengan kulitas sekolah yaitu: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Guru pada proses belajar mengajar dapat selalu memberikan arahan dan bimbingan bagaimana siswa dalam mengelola emosi agar siswa mau belajar dan meperhatikan guru saat pelajaran berlangsung. Selain itu guru di sekolah juga melatih emosional siswa agar siswa dapat konsentrasi dan dapat menerima ilmu pengetahuan yanga diajarkan oleh guru. Pada prinsipnya kultur sekolah merupakan faktor yang penting dalam peningkatan kualitas sekolah. Dalam hal ini kualitas sekolah merupakan hasil proses belajar yaitu prestasi belajar siswa.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada bab IV, pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa survey di SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel locus of control pada

hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hal ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F hitung = 30,822 lebih besar dari F tabel = 2,629 dan koefisien regresi lebih kecil dari nilai alpha (ρ =0,027<α =0,050). 2. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel kultur keluarga pada

hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hal ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F hitung = 5,418 lebih besar dari F tabel = 2,629 dan koefisien regresi lebih kecil dari nilai alpha (ρ =0,034<α =0,050). 3. Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel kultur sekolah pada

hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hal ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F hitung = 5,418 lebih besar dari F tabel = 2,629 dan koefisien regresi lebih kecil dari nilai alpha (ρ =0,043<α =0,050).

Dokumen terkait