• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Tingkat Pendidikan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi (α) = 0,05 dan dk = (4-1)(2-1) = 3, tampak bahwa nilai tabel = 7,814 < hitung = 8,601, artinya terdapat perbedaan persepsi guru terhadap

kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari tingkat pendidikan guru. Sedangkan hasil pengujian koefisien kontingensi menunjukkan bahwa terdapat derajat hubungan yang sedang antara tingkat pendidikan guru dengan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan nilai C = 0,1860 dan Cmaks. =

0,4330 yang diperoleh hasil sebesar 0,4296.

2 χ 2

χ

Deskripsi data penelitian tentang tingkat pendidikan guru menunjukkan bahwa terdapat 32 guru dengan latar belakang pendidikan D1, 65 guru dengan latar belakang pendidikan D2, 26 guru dengan latar belakang pendidikan D3, 113 guru dengan latar belakang pendidikan S1, dan 4 orang guru dengan latar belakang pendidikan S2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden berlatar belakang pendidikan S1. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh data bahwa 32 guru

memiliki persepsi sangat positif, 154 guru memiliki persepsi positif, 42 guru memiliki persepsi cukup positif, 11 guru memiliki persepsi negatif, dan 1 guru memiliki persepsi sangat negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang menjadi pengajar di Yayasan Kanisius memiliki latar belakang tingkat pendidikan S1. Hal ini berarti guru atau pengajar di Yayasan Kanisius memiliki latar belakang yang cukup memadai untuk menjadi seorang pengajar. Untuk menjadi seorang pengajar, maka seseorang harus menempuh suatu pendidikan khusus yaitu dengan menempuh pendidikan di sekolah keguruan. Tingkat pendidikan yang bisa dicapai adalah Diploma 1 (D1), Diploma 2 (D2), Diploma 3 (D3), Program Sarjana (S1), Pasca Sarjana (S2) ataupun Doktor (S3).

Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang menginginkan seorang guru dengan pendidikan minimal harus S1 melalui kebijakan sertifikasi guru dan dosen akan mendorong calon pengajar dan juga pengajar yang belum berpendidikan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi (S1 atau D4). Diharapkan bagi guru yang lulusan S1 atau D4 mempu menjadi guru yang baik. Menurut Paul Suparno (2002:100) mengartikan bahwa seorang guru yang baik adalah seorang guru yang otonom. Guru otonom adalah pemikir dan perancang bahan pengajaran yang kritis dan analitis, serta memiliki daya kreativitas tinggi dan

berperilaku inovatif. Tingkat pendidikan bagi guru agar bisa menjadi guru yang otonom adalah minimal berpendidikan S1 untuk guru SD dan SMP, serta S2 untuk guru SMA.

Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan guru terhadap penyusunan tujuan pendidikan yang mencakup kematangan peserta didik, kecerdasan, keterampilan untuk mandiri dan membekali peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Rencana jangka pendek dan jangka panjang sekolah, serta struktur dan muatan KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik dan memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru. Serta pengemasan proses pembelajaran yang aktual dan kontekstual, konsisten, berkelanjutan, efektif, efisien, fleksibel, dan rencana pembelajaran yang terkoordinasi secara menyeluruh.

Tingginya tingkat pendidikan seorang guru erat kaitannya dengan kemampuan dan kompetensi mengajar yang dimiliki oleh guru tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang guru, maka akan memiliki kompetensi mengajar yang baik, mampu menerapkan teknologi dan seni dalam proses pembelajaran, dan mampu menerima perubahan-perubahan dan penyesuaian, berpusat pada pengembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan. Achmad Sanusi dalam

www.pikiran-rakyat.com mengungkapkan bahwa kompetensi seorang guru sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Kompetensi tersebut akan diimplementasikan pada banyak aspek keguruannya. Seorang guru yang memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang berbeda pasti akan memiliki pandangan yang berbeda pula. Misalnya guru yang memiliki latar belakang pendidikan S1 tentu memiliki pandangan dan sikap yang lebih baik dari pada guru yang latar belakang pendidikannya lebih rendah atau dari D3, D2, maupun D1.

2. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Status Kepegawaian

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi (α) = 0,05 dan dk = (2-1)(4-1) = 2, tampak bahwa nilai tabel = 7,814 < hitung

= 8,831, artinya terdapat perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari status kepegawaian guru. Sedangkan hasil pengujian koefisien kontingensi menunjukkan bahwa terdapat derajat hubungan yang sedang antara status kepegawaian guru dengan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan nilai C = 0,1951 dan Cmaks. =

0,4330 yang diperoleh hasil 0,4506.

2

χ χ2

Deskripsi data penelitian tentang status kepegawaian guru menunjukkan bahwa terdapat 89 guru dengan status guru tetap yayasan, 69 guru dengan status guru negeri yang diperbantukan, 57 guru dengan status guru tidak tetap, dan 25 orang guru dengan status guru honorer. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status kepegawaian sebagai guru tetap yayasan. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh data bahwa 32 guru memiliki persepsi sangat positif, 154 guru memiliki persepsi positif, 11 guru memiliki persepsi cukup positif, 11 guru memiliki persepsi negatif, dan 1 guru memiliki persepsi sangat negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa sebagian besar guru memiliki status kepegawaian sebagai guru tidak tetap yayasan yang bekerja dan digaji oleh Yayasan. Guru dengan status sebagai guru tetap yayasan akan memiliki semangat dan rasa tanggung jawab yang lebih baik jika dibandingkan dengan guru dengan status kepegawaian non GTY. Guru tetap yayasan akan memiliki rasa memiliki pada instansi yang telah memayunginya serta karena kelangsungan hidup yayasan juga tergantung dari kinerjanya. Berbeda dengan guru negeri (PNS) yang kesejahteraan dan statusnya telah dijamin oleh negara ataupun dengan guru tidak tetap yang statusnya masih belum pasti maupun dengan guru honorer yang hanya digaji untuk bekerja.

Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan guru terhadap penyusunan tujuan pendidikan yang mencakup kematangan peserta didik, kecerdasan,

keterampilan untuk mandiri dan membekali peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Rencana jangka pendek dan jangka panjang sekolah, serta struktur dan muatan KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru. Serta pengemasan proses pembelajaran yang aktual dan kontekstual, konsisten, berkelanjutan, efektif, efisien, fleksibel, dan rencana pembelajaran yang terkoordinasi secara menyeluruh.

Ditinjau dari status kepegawaian guru yang berbeda-beda tersebut, maka terlihat bahwa persepsi mereka mengenai kurikulum tingkat satuan pendidikan juga berbeda. Guru tetap yayasan memiliki loyalitas terhadap yayasan yang menaunginya sehingga persepsinya lebih positif bila dibandingkan dengan guru negeri yang diperbantukan, guru tidak tetap, maupun guru honorer. Guru negeri juga memiliki persepsi positif karena tanggung jawab mereka adalah kepada negara yang telah memperbantukan mereka ke sekolah swasta. Guru tidak tetap dan guru honorer juga memiliki persepsi positif walaupun persepsi mereka tidak sepositif guru tetap yayasan ataupun guru negeri yang diperbantukan. Hal ini dikarenakan status mereka yang lebih mengarah kepada bekerja hanya untuk digaji. Akan tetapi, perbedaan tersebut tetap menunjukkan etos kerja para guru yang baik sebagai pendidik mengingat persepsi yang muncul adalah sangat positif, positif, dan cukup positif.

3. Persepsi Guru Terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ditinjau dari Lama Menjalani Profesi Guru

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi (α) = 0,05 dan dk =(2-1)(3-1) = 2, tampak bahwa nilai tabel = 5,991 < hitung

= 7,626, yang artinya terdapat perbedaan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan ditinjau dari lama menjalani profesi guru. Sedangkan hasil pengujian koefisien kontingensi menunjukkan bahwa terdapat derajat hubungan antara status kepegawaian guru dengan persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan membandingkan nilai C = 0,1755 dan Cmaks. = 0,4714

yang diperoleh 0,3723.

2

χ χ2

Deskripsi data penelitian tentang lama menjalani profesi guru menunjukkan bahwa terdapat 11 guru yang menjalani profesi guru kurang dari 1 tahun, 78 guru yang telah menjalani profesi guru antara 1 sampai 5 tahun, 19 guru yang telah menjalani profesi guru antara 6 sampai 15 tahun, 16 guru yang telah menjalani profesi guru antara 11 sampai 15 tahun, dan 116 orang guru yang telah menjalani profesi guru lebih dari 15 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengalaman menjadi guru lebih dari 15 tahun. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan diperoleh data bahwa 32 guru memiliki persepsi sangat positif, 154 guru memiliki persepsi positif, 42 guru memiliki persepsi cukup positif, 11 guru memiliki persepsi negatif, dan 1 guru memiliki persepsi sangat negatif.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Dalam variabel penelitian ini, semua responden memiliki persepsi yang positif terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan, hanya saja dengan kekuatan yang berbeda-beda. Lama seorang guru menjalani profesinya berpengaruh pada perbedaan persepsinya terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan. Seorang guru yang baru saja menjalani profesi guru memiliki bekal pendidikan dan pengetahuan yang relatif lebih baru bila dibandingkan dengan seorang guru yang telah 20 tahun mengajar. Hal tersebut akan berdampak pada adaptasi dan penerimaan akan suatu kebijakan baru, dalam hal ini kurikulum tingkat satuan pendidikan. Guru yang telah lama menjalani profesi guru akan lebih mudah mengadaptasi pergantian kurikulum, mengingat setiap kurikulum baru adalah penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya yang telah mereka terapkan. Semakin lama seorang guru menjalani profesinya, semakin banyak pula pengalaman dalam mengajar, mendalami kurikulum, maupun menerapkan kurikulum. Perubahan kurikulum dari kurikulum yang lama ke kurikulum yang baru hanya merupakan tambahan kekurangan yang dimiliki oleh kurikulum yang lama sehingga guru yang memiliki pengalaman yang lama dalam mengajar akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan kurikulum yang baru tersebut. Dari situ dapat kita lihat bahwa kemampuan memahami dan beradaptasi dengan kurikulum dan

mengaplikasikan dalam pelajaran akan terbentuk sejalan dengan lamanya seorang guru menekuni profesinya.

Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan secara garis besar adalah positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dukungan guru terhadap tujuan pendidikan yang mencakup kematangan peserta didik, kecerdasan, keterampilan untuk mandiri dan membekali peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Rencana jangka pendek dan jangka panjang sekolah, serta struktur dan muatan KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, latar sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru. Serta pengemasan proses pembelajaran yang aktual dan kontekstual, konsisten, berkelanjutan, efektif, efisien, fleksibel, dan rencana pembelajaran yang terkoordinasi secara menyeluruh juga memperoleh dukungan yang positif dari sebagian besar guru.

Dokumen terkait