• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan di atas yaitu dengan analisis deskriptif untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral pada pengajaran akuntansi SMK Sanjaya, maka di bawah ini akan diuraikan pembahasannya.

Dari hasil persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral yang dihitung dengan menggunakan Passing Score PAP tipe I pada tabel 5. 40, dapat diartikan 19 responden (17,3 %) menyatakan kriteria penilaian sangat rendah, 46 responden (41,8%) menyatakan kriteria penilaian rendah dan 36

responden (32,6%) menyatakan kriteria penilaian cukup tinggi, 8 responden (7,3%) yang menyatakan kriteria penilaian tinggi, sedang tidak ada responden (0%) yang menyatakan kriteria penilaian sangat tinggi. Nilai moral merupakan proses yang diberikan oleh guru sebagai pelaksana pendidik yang paling dekat dengan siswa untuk menyadari dan mengalami, serta menempatkan nilai moral secara integral dalam keseluruhan hidup siswa. Nilai moral dimaksud adalah nilai moral yang terimplementasi dalam tiap pelajaran kelas X, XI, XII program studi. Nilai moral yang terimplementasi dalam mata pelajaran akuntansi tersebut meliputi nilai religiositas, nilai kerendahan hati, nilai demokrasi, nilai sosialitas, nilai kebenaran, nilai keberanian, nilai keadilan, nilai kejujuran, nilai tanggungjawab, nilai kehati- hatian, nilai kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Dalam mata pelajaran akuntansi terkandung nilai moral yang dapat digali, dikembangkan, dan diintegrasikan dalam proses pembentukan dan pembinaan diri siswa.

Persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral dalam pengajaran akuntansi pada SMK Sanjaya yang menyatakan rendah terhadap nilai moral, menggambarkan bahwa tanggapan yang diberikan secara keseluruhan mengungkapkan hal yang belum diajarkan selama ini dalam pengajaran akuntansi, ini dikarenakan guru tugasnya hanya sebagai pengajar, yang seharusnya sebagai pengajar sekaligus pendidik yang mampu untuk mengintegralkan antara kognitif, afektif (termasuk spiritual), dan psikomotorik.

tanggapan siswa atas pernyataan yang ditanggapi. Untuk itu penulis akan mencoba memaparkan hal- hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan hasil penelitian secara detail agar mendapatkan gambaran yang jelas sehingga dapat memasukkan nilai –nilai moral ke dalam pengajaran akuntansi.

Pada implementasi nilai religiositas, sebagian besar 52 (47,3%) siswa (tabel 5. 6) menyatakan kriteria penilaian sangat rendah, ini berarti guru belum memasukkan kandungan nilai moral di dalam pelajaran akuntansi bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta dan Pemilik Tunggal segala yang ada di semesta alam ini, antara lain dengan ungkapan syukur, doa, sembah kepada Tuhan, dengan menghormati dan mencintai sesama kita secara khusus orang tua yang telah melahirkan dan memelihara kita hingga kini dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih, selain itu kita juga wajib memelihara kehidupan alam ciptaanNya dengan memelihara dan memanfaatkan secukupnya, tidak semena- mena, merusak, dan serakah. Jika hal ini belum dihidupi berarti belum adanya kesadaran bahwa dalam hidup ini ada kekuatan atau kekuasaan yang jauh melampaui kekuatan dan kekuasaan kita. Keberanian dan keterbukaan untuk mengakui adanya kekuasaan dan kekuatan tersebut mengarahkan kita pada kenyataan akan hidup yang tidak terbatas pada tingkat lahiriah belaka. Kita mempunyai dimensi lain dalam kehidupan yang disebut dimensi batin/rohani. Dimensi ini menyadarkan pada kita bahwa kita perlu menyadari akan adanya kekuatan dan kekuasaan tersebut. Dengan demikian menunjukkan ungkapan siswa yang kurang memiliki kandungan nilai moral religius yang lebih mendalam dalam pelajaran akuntansi yang

derajatnya belum mengarah pada nilai kerohanian.

Pada implementasi nilai kerendahan hati, sebagian besar 33 (30%) siswa (tabel 5. 8) menyatakan kriteria penilaian sangat rendah, hal ini berarti guru bidang studi akuntansi belum memasukkan kandungan nilai moral kerendahan hati pada siswa. Dala m hal ini kerendahan hati yaitu kehidupan yang tidak akan berakhir namun pasti ada batasnya, maka demi kehidupan itu kita wajib hidup yang baik bagi diri sendiri dan orang lain, karena sebetulnya kerendahan hati merupakan kekuatan batin untuk melihat kele mahan dan kekuatannya, sehingga berani mempertaruhkan diri sepenuhnya , meyakini sikapnya sebagai tanggungjawabnya.

Pada implementasi nilai demokrasi ditemukan bahwa sebagian besar 25 (22,7 %) siswa (tabel 5. 10) menyatakan kriteria penilaian rendah dan tinggi, jadi nilai yang membentuk sikap tidak diskriminatif dalam kehidupan bersama, dalam arti penghargaan dan perlakuan dasar tanpa membedakan baik suku, ras , agama, gender, tingkat sosial, pendidikan, pendapat, dan hal mendasar lainnya dalam pengajaran akuntansi cukup mendapat perhatian dan ini perlu ditingkatkan karena ada kriteria penilaian yang rendah. Jadi nilai ini dapat terbentuk jika diwujudkan dalam tindakan yang sederhana, contoh: menghargai pendapat, gagasan, cara hidup, tidak ada penyeragaman yang menindas kebebasan, membicarakan secara terbuka jika ada persoalan dalam kelas, mengadakan pemilihan wakil dengan melibatkan semua siswa secara adil, setiap siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam hidup bersama, berani mengungkapkan pendapat tanpa takut akan tekanan, dll.

Pada implementasi nilai sosialitas, sebagian besar 28 (25,5%) siswa (tabel 5. 12) kriteria penilaian cukup tinggi dalam mengusahakan perkembangan diri satu dengan yang lain dalam hidup bersama demi mencapai tujuan hid up bersama. Jadi manusia disamping unik, pribadi juga sosial dalam arti tidak bisa melulu hidup sendiri tapi membutuhkan orang lain. Sosialitas ini perlu dikembangkan manusia dalam kehidupan bersama dan dijadikan sebagai nilai hidup. Manusia sebagai makhluk sosial perlu mengembangkan kepekaan dan nilai- nilai dalam kehidupan bersama. Manusia tidak dapat hanya memikirkan dan memperhatikan diri sendiri namun juga harus memperhatikan dan menghargai manusia lain. Maka dalm kerangka hidup bersama inilah perlu dikembangkan sosialitas, diantaranya lewat bidang studi akuntansi.

Pada implementasi nilai kebenaran, sebagian besar 29 (26,4%) siswa (tabel 5. 14) kriteria penilaian cukup tinggi, yaitu siswa mulai bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai yang benar, tidak munafik, tampil apa adanya, dan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Perlu diketahui bahwa siswa masih berproses untuk tumbuh dan berkembang menuju pribadi yang utuh, dengan akal budi yang baik siswa bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Hal ini dikarenakan perkembangan siswa yang mencapai tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Artinya siswa mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkan berdasarkan suatu hipotesis atau proposisi.

Sehingga itu diharapkan siswa mampu mengusahakan hal yang benar dalam arti secara obyektif, bukan subyektif.

Pada implementasi nilai keberanian ditemukan bahwa sebagian besar 34 (30,9%) siswa (tabel 5. 16) kriteria penilaian sangat rendah, karena guru belum mengajarkan. Nilai ini merupakan sikap mandiri yang terungkap dalam tindakan nyata yang berisiko, mempunyai prinsip, berani berbeda, tidak ikut-ikutan/ tidak kompromi yang tidak baik. Keberanian moral menunjukkan diri dala m tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Keberanian ini juga merupakan kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik. Keberanian moral tidak menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan yang ada kalau itu berarti mengkompromikan kebenaran dan keadilan.

Pada implementasi nilai keadilan ditemukan bahwa sebagian besar 25 (22,7%) siswa (tabel 5. 18) kriteria cuk up tinggi. Siswa dalam proses untuk mengusahakan bahwa besar kecilnya pengorbanan menentukan besar kecilnya nilai yang diperoleh (jer basuki mawa bea), jadi siswa dituntut dalam tugas untuk pantang menyerah, tekun, semangat sampai selesai sehingga dapat menikmati nilai yang maksimal. Secara sederhana pelaksanaan kewajiban dan penerimaan hak merupakan bagian dari keadilan yang nyata dalam kehidupan yang paling dasar, yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mencapai

tujuan, termasuk yang baik dengan melanggar hak orang.

Pada implementasi nilai kejujuran ditemukan sangat tinggi bahwa sebagian besar 35 (31,8%) siswa (tabel 5. 20) dalam proses untuk memperoleh pendidikan yang diharapkan mampu memberikan informasi yang benar dan jujur dalam hidupnya melalui suatu peristiwa yang konkret. Nilai kejujuran dalam diri siswa dapat dikonfrontasikan melalui tindakan mereka. Sebagai seorang siswa ketika mengerjakan soal ujian yang di dalamnya terdapat beberapa soal yang sulit, sebagian besar mengerjakan soal tersebut dengan jujur sesuai kemampuan diri. Tetapi ada beberapa yang mengerjakan soal ujian tersebut dengan melihat jawaban orang lain, bahkan ada guru yang tidak peduli, pura-pura tidak tahu dalam mengawasi. Ternyata nilai kejujuran belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa. Ketika mereka berhadapan dengan orang lain ditemukan sebagian dari mereka akan berbicara jujur dan terbuka sesuai dengan situasi dan kondisi, berani menerima diri dan orang lain secara jujur dan berani mengakui kesalahan dan minta maaf jika melakukan hal yang tidak benar, sebagian lagi masih ragu-ragu untuk mengekspresikan kejujuran ini.

Pada implementasi nilai tanggung jawab, diharapkan setiap orang mengusahakan apa yang dikatakan sesuai dengan yang dilakukan. Dalam nilai ini penting, hendaknya guru memberi kebebasan pada siswa untuk kreatif baik dalam pelajaran , tindakan, maupun dalam percakapan secara konsisten sehingga siswapun berani untuk menerima konsekuensinya dengan penuh tanggung jawab. Karena jika hal tersebut dipaksakan, kemungkinan siswapun akan terpaksa bertanggungjawab, atau lepas tanggungjawab, bahkan mencari

kambing hitam. Ditemukan bahwa sebagian besar 31 (28,2 %) siswa (tabel 5. 22) cukup tinggi dalam nilai tanggung jawab ini, tapi sebagian masih perlu untuk meningkatkan nilai tanggungjawab ini, karena penting untuk pembelajaran siswa agar terbiasa dengan berani bertindak, berkata, bersikap harus berani menerima konsekuensinya dengan penuh tanggung jawab.

Pada implementasi nilai kehati- hatian ditemukan 47 (42,7%) siswa (tabel 5. 24) mempunyai kriteria penilaian sangat tinggi. Siswa telah memiliki kecermatan dan penuh perhitungan dalam melakukan sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya yang ditunjukkan oleh semangat hati- hati. Diketahui ketika siswa mengerjakan soal-soal ujian maka sebagian besar siswa akan mengerjakan dengan hati- hati, teliti, tekun, cermat dan semaksimal mungkin. Meskipun ada juga siswa yang akan langsung mengerjakan soal dengan cepat selesai karena mungkin tidak bisa, tidak sabar, atau tidak diteliti lagi, sehingga tidak hati- hati atau sembrono.

Pada implementasi nilai kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, ditemukan 64 (58,2%) siswa (tabel 5. 26) mempunyai kriteria penilaian sangat rendah. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih bersikap egois, kurang bisa menghargai pendapat umum, menjalin persaudaraan, kurang peka terhadap kepentingan orang lain baik kepada teman, guru, maupun karyawan. Siswa cenderung bersikap cuek, masa bodoh pada orang lain/ pendapatnya. Maka perlu rasa mengutamakan orang lain di atas pribadi.

Dengan adanya hal- hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan seperti yang dipaparkan di atas, nilai moral perlu didukung disposisi batin

yang baik dalam arti siswa mampu mengembangkan nilai moral sehingga siswa mampu bertindak sesuai dengan nilai- nilai moral yang harus dijunjung tinggi. Dengan demikian, diharapkan seorang guru selalu memberikan bantuan kepada siswa dalam mengintegrasikan nilai moral dalam proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan kecakapan hidup yang berkaitan dengan kemampuan kognitif, afektif , dan psikomotorik dalam diri siswa. Bila nilai-nilai moral ini sungguh diintegrasikan dalam diri siswa, maka dalam menghadapi situasi yang disebabkan oleh perubahan kondisi sosial-ekonomi yang dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan arus globalisasi, seseorang/siswa tetap memiliki nilai- nilai hidup yang jelas. Artinya, siswa dapat menentukan pilihannya dan mampu bertindak sesuai dengan nilai moral yang telah dijunjung tinggi tersebut.

Jadi, penanaman nilai moralitas adalah sangat manusiawi. Dan dalam menanamkan nilai moral ini ada 3 unsur yang perlu diperhatikan supaya sungguh terjadi, yaitu unsur pengertian, perasaan, dan tindakan moral. Ketiga unsur itu saling berkaitan, perlu diperhatikan, supaya nilai yang kita tanamkan tidak tinggal sebagai pengetahuan saja tetapi sungguh menjadi tindakan seseorang dengan mengembangkan /mendalami bersama di kelas maupun dengan masukan orang lain. Dalam nilai moral yang ingin kita tawarkan kepada siswa, segi kognitif ini perlu ditekankan, agar siswa dibantu untuk mengerti apa isi nilai moral yang digeluti dan mengapa nilai moral itu harus dilakukan dalam hidup mereka. Dengan demikian siswa sungguh mengerti apa yang akan dilakukan dan sadar akan apa yang dilakukan.

Unsur perasaan moral meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak baik), kebenaran seseorang, sikap jujur terhadap orang lain, perasaan mencintai orang lain, kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk mudah atau sulit bertindak baik atau jahat; maka perlu mendapatkan perhatian. Dalam nilai moral, segi perasaan moral ini perlu mendapatkan tempatnya. Dalam nilai moral, unsur perasaan ini juga sangat penting. Siswa dibantu untuk menyenangi ataupun mengiyakan nilai moral yang ingin dilakukannya. Siswa dibantu untuk menjadi tertarik akan nilai dan merasakan bahwa nilai tersebut sungguh baik dan perlu dilakukan.

Unsur tindakan moral adalah kompetensi (punya kemampuan untuk mengaplikasikan keputusan dan perasaan moral ke tindakan konkret), kemauan, dan kebiasaan. Tanpa kemauan yang kuat, meski orang sudah tahu tentang tindakan baik yang harus dilakukan, ia tidak akan melakukannya. Dalam pendidikan nilai moralpun, kemampuan untuk melaksanakan nilai dalam tindakan nyata, kemauan dan kebiasaan melakukan nilai moral tersebut harus dimunculkan dan ditingkatkan. Siswa perlu dibantu untuk dapat melakukan nilai moral yang telah disadari dalam wujud tindakan nyata. Siswa perlu dibantu untuk mempunyai kemauan nilai moral tersebut. Pendidik perlu membantu agar siswa punya keinginan untuk mewujudkan nilai moral itu dalam tindakan sehari- hari.

Kebiasaan, menjadi faktor penting untuk bertindak baik. Bila anak-anak sudah dibiasakan bertindak baik dalam hal- hal kecil, ia akan lebih mudah untuk melakukan tindakan baik dalam hal yang lebih besar. Maka, penting

bahwa dalam pembinaan, kebiasaan-kebiasaan yang baik dilatihkan, contoh: anak dibiasakan untuk menghargai teman lain bicara dengan mendengarkan dulu temannya bicara, anak dibiasakan untuk mendiskusikan persoalan yang dihadapi secara terbuka, dengan segala perbedaannya. Ini penghargaan pada orang lain. Anak dibiasakan untuk berlaku adil, menganalisis ketidakadilan dalam masyarakat dan menilainya, dibahas dan didiskusikan, di mana mereka dapat mengeluarkan tanggapannya secara bebas, berani bertanggungjawab dan tidak lari dari tanggungjawab dengan mencari kambing hitam. Jadi penanaman nilai moral perlu diusahakan sampai menjadi kebiasaan, dengan kata lain nilai moral harus dilakukan terus- menerus sehingga menjadi kebiasaan yang dengan sendirinya jalan.

Dengan demikian dalam penanaman nilai moral ketiga unsur pengertian, perasaan, dan tindakan harus ada. Nilai moral harus dimengerti isinya dan alasannya mengapa harus dilakukan, perasaan akan mengiyakan penerimaan nilai tersebut, dan akhirnya nilai itu diwujudkan dalam tindakan nyata.

Jadi semakin jelas bahwa penanaman nilai-nilai moral seharusnya merupakan spesifikasi pendidikan nilai di sekolah. Oleh karena itu, nilai moral di sekolah harus mampu melatih dan mengarahkan perkembangan siswa agar moral mereka merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dikenal dan diyakininya.

Pemanifestasian nilai moral dalam diri manusia membutuhkan proses yang panjang dan terus menerus. Demikian pula penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal di sekolah haruslah terus- menerus diberikan,

ditawarkan, dan diulang-ulang agar terinternalisasi dan dapat terwujud dalam tindakan nyata, dalam moral yang konkret. Orang dapat dikatakan sungguh-sungguh bermoral yang baik secara sejati dan hakiki apabila tindakannya disertai dengan keyakinan dan pemahaman akan kebaikan yang tertanam dalam tindakan yang diolah, didalami, dan dimaknai. Orang bermoral baik karena menemukan nilai hidup melalui pembelajaran dari pengalaman hidupnya. Pembelajaran untuk memaknai pengalaman dan peristiwa kehidupan manusia.

Dalam pendidikan formal, proses ini dapat dilalui dengan proses pengenalan dan pemberian informasi akan nilai- nilai baik yang dapat dipetik dari tindakan yang baik. Penginternalisasian nilai moral yang diolah di sekolah merupakan proses pergulatan bersama antara pendidik dengan siswa dan antar siswa, ini akan membawa orang bermoral semakin tajam dan dalam bila diperoleh melalui refleksi baik pribadi maupun bersama atas suatu pengalaman dan peristiwa hidup.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kandungan nilai moral pada pengajaran akuntansi pada SMK Sanjaya adalah rendah. Hal ini dapat dilihat pada hasil deskripsi data yang mengatakan frekuensinya 41,8 % dengan kriteria penilaian : rendah, dengan rincian per kandungan nilai moralnya adalah sebagai berikut :

1. Sebanyak 47,3 % dari responden mempunyai kandungan nilai religiositasnya sangat rendah

2. Sebanyak 31,8 % dari responden mempunyai kandungan nilai kerendahan hatinya cukup tinggi

3. Sebanyak 22,7 % dari responden mempunyai kandungan nilai demokrasinya rendah dan juga 22,7% dari responden mempunyai kandungan nilai demokrasinya tinggi

4. Sebanyak 25,5 % dari responden mempunyai kandungan nilai sosialitasnya cukup tinggi

5. Sebanyak 26,4 % dari responden mempunyai kandungan nilai kebenarannya cukup tinggi

6. Sebanyak 30,9 % dari responden mempunyai kandungan nilai keberaniannya sangat rendah

7. Sebanyak 22,7 % dari responden mempunyai kandungan nilai keadilannya cukup tinggi

8. Sebanyak 31,8 % dari responden mempunyai kandungan nilai kejujurannya sangat tinggi

9. Sebanyak 28,2 % dari responden mempunyai kandungan nilai tanggungjawabnya cukup tinggi

10.Sebanyak 42,7 % dari responden mempunyai kandungan nilai kehati-hatiannya sangat tinggi

11.Sebanyak 58,2 % dari responden mempunyai kandungan nilai kepentingan umum di atas kepentingan pribadinya sangat rendah.

Jelas dari segi pendidikan sekarang ini, pendidikan nilai moral diperlukan bahkan keharusan. Pendidikan yang hanya menekankan pengetahuan apalagi UAS tela h dirasa kurang karena kurang membantu siswa menjadi manusia yang utuh. Banyak segi kemanusiaan diabaikan dengan model pendidikan yang hanya menekankan ilmu pengetahuan. Pendidikan nilai moral dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi pendidikan yang sudah ada dengan menginternalisasikan ke dalam mata pelajaran, sehingga para siswa terbantu menjadi pribadi yang lebih manusiawi dan utuh.

Dalam pendidikan segi moralitas ini, antara lain: religiositas, sosialitas, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, tanggung jawab, kebenaran, keberanian, kehati- hatian, dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi perlu bahkan harus dikembangkan. Sehingga siswa akan dibantu menjadi pribadi yang bermoral, sosial religius, emosinya seimbang, dapat mengola h

rasa secara benar, penuh tanggungjawab, dan terutama dapat hidup saling membantu dengan orang-orang lain. Bahkan para siswa dibantu untuk rela hidup sebagai satu- kesatuan bangsa meski mereka berbeda dalam banyak hal : perbedaan suku, level sosial, agama, pendidikan, dll. tidak menjadi penghalang untuk saling bekerja sama dan saling mengembangkan.

B. Keterbatasan

Dalam penelitian ini, peneliti mendapati beberapa keterbatasan selama melakukan penelitian, antara lain adalah :

1. Kebenaran responden dalam menjawab pernyataan ini tidak dapat dipastikan dan dikontrol sehingga peneliti tidak dapat memastikan bahwa jawaban yang diberikan dalam pengisian kuesioner telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau tidak.

2. Pengumpulan data tentang persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral pada pengajaran akuntansi dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban siswa akuntansi kelas X, XI, XII. Ada kemungkinan bahwa mereka cenderung memberikan penilaian yang subyektif atas pengajaran yang mereka terima dari para guru.

3. Kuesioner yang digunakan bukanlah instrumen pengumpulan data yang sudah terstandar. Namun peneliti telah berusaha menempuh prosedur penyusunan kuesioner yang benar agar diperoleh kuesioner yang memiliki validitas isi dan itu sudah diujikan pula pada sekolah lain (SMK BOPKRI I Yogyakarta).

4. Peneliti berasumsi kandungan dimensi kandungan nilai – nilai moral secara tegas dapat dipisahkan ke setiap sub materi akuntansi.

C. Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti menyarankan : 1. Guru tetap mempertahankan tentang pengajaran nilai kejujuran dan nilai kehati-hatian sehingga siswa menjadi pribadi yang berkembang, jujur, hati-hati, dan selalu mengusahakan yang terbaik demi suatu kejujuran dengan penuh tanggungjawab dan menerima segala resikonya. Hal ini baik dalam sikap hidup, perkataan, maupun perbuatan, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dalam masyarakat luas. Karena sekarang sangat langka untuk mengusahakan kejujuran, keterbukaan, tidak munafik, tampil apa adanya itu.

2. Hal-hal yang masih harus ditingkatkan adalah berkaitan dengan nilai keberanian dalam mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, agar siswa tidak bersifat egois/ mementingkan diri sendiri, mampu menghargai orang lain/ pendapatnya, peka pada orang di sekitarnya yaitu dengan meningkatkan sikap sosial, peka pada sesama, dan bagi sekolahpun perlu ditingkatkan sikap lebih tegas dalam memberi sanksi pada siswa yang melanggar tata tertib sehingga kehidupan bersama dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan kondusif akan terwujud. 3. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan responden Guru, agar guru

siswa menjadi pribadi yang cerdas dalam hitungan dan jujur dalam mengelola keuangan dan hidupnya, terutama menyangkut masa depannya. Selain itu pelajaran akuntansi akan menjadi pelajaran yang menyenangkan, tidak membosankan / menakutkan.

4. Penelitian ini dapat juga dikembangkan untuk pelajaran selain akuntansi, contoh: Matematika, Bahasa, IPA, IPS, dll. Agar pelajaran sekolah tidak hanya dimensi kognitif saja, tapi betul-betul mendidik afektif (spiritual) dan psikomotorik.

Dokumen terkait