• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di kota Medan. Adapun nilai mean faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur adalah faktor pengetahuan (8,42), faktor psikologis (8,38), faktor sosial (8,36), faktor ekonomi (8,34), faktor manfaat dan keberhasilan (7,96), faktor kejenuhan terhadap pelayanan medis (7,56), persepsi tentang sakit dan penyakit (7,50), dan faktor budaya (6,38).

2.1Faktor Sosial

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor sosial dapat mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di Kota Medan dengan mean sebesar 8,36. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan no.2 yaitu 42 pasien (84%) tertarik untuk mencoba pengobatan alternatif akupunktur karena informasi dari orang-orang terdekat seperti: saudara, teman, dan media massa setelah beberapa kali mendapat informasi tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan Deutch dan Gerard (1955, dalam Maramis 2006) bahwa setelah individu memperoleh informasi keefektifan pengobatan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, teman dan kerabat yang sebelumnya pernah merasakan manfaat akupunktur. Pengalaman sensorik serta laporan orang-orang disekitar membuat pasien semakin yakin dengan terapi akupunktur dan memotivasi pasien untuk lebih memilih terapi akupunktur.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Varghese (2004) disebutkan bahwa pengaruh sosial memang sangat kompleks salah satunya adalah

pengaruh orang lain atau sugesti teman memiliki angka 11,59% dari alasan pemilihan pengobatan alternatif. Hal ini terlihat pada fenomena sosial di sebagian masyarakat bahwa perilaku mencari dan memelihara kesehatan pada pengobatan alternatif tersebut sudah mendapatkan pembenaran bahkan saling merekomendasikan si sakit pada pengobatan alternatif (Foster & Anderson, 1986).

Secara umum dapat dikatakan bahwa telah terjadi pengaruh sosial bila satu orang atau sebuah kelompok menyebabkan perubahan dalam perilaku orang lain (Maramis, 2006). Kebanyakan masyarakat jika mendapatkan informasi tidak langsung mempercayai informasi tersebut, ia akan mencari informasi lain yang terkait untuk menguatkan kepercayaan terhadap suatu informasi dan jika banyak aspek positifnya maka ia akan tertarik untuk mencoba. Seringkali pula para pengguna pengobatan alternatif ini mendengar keberhasilan penyembuhan alternatif dari orang yang baru dikenal, keluarga, dan teman yang mungkin sudah mengalami kesembuhan dengan penyakit yang serupa melalui pengobatan alternatif tersebut (Turana, 2003).

Persentase pernyataan terendah dari faktor sosial terdapat pada pernyataan no.3 bahwa sebanyak 24 responden (48%) datang ke pengobatan alternatif akupunktur setelah beberapa kali mendpatkan informasi dari keluarga, kerabat (orang-orang terdekat). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maramis (2006), bahwa perubahan sikap dan perilaku pasien tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosial namun juga kebutuhan pribadi, motivasi, sikap, dan sebagainya. Sehingga cepat atau lambatnya seseorang dalam memilih pengobatan alternatif akupunktur tergantung pada masing-masing kebutuhan dan motivasi individu.

2.2Faktor Ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor ekonomi mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di Kota Medan dengan nilai mean sebesar 8,34. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan no.8 yaitu 41 responden (82%) menyatakan bahwa mereka setuju dengan pernyataan pengobatan alternatif akupunktur tidak mahal dan tidak banyak upaya yang harus dilakukan untuk mengikuti terapi akupunktur. Hal ini sesuai dengan penelitian Varghese (2004), menyebutkan bahwa 13,04% responden menyatakan pengobatan alternatif dipilih karena alasan murah. Mahalnya obat-obatan modern dan tingginya biaya fasilitas kedokteran canggih menjadi alasan masyarakat mencari jenis pengobatan alternatif, pengobatan modern mensyaratkan kemampuan ekonomi yang memadai.

Ekonomi berperan dalam menyokong hidup individu secara finansial (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini faktor ekonomi yang diteliti dilihat dari kesesuaian antara pekerjaan dan pengahasilan dengan pandangan responden terhadap nilai ekonomis terapi akupunktur. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pekerjaan dan penghasilan responden bervariasi. Pekerjaan terbanyak adalah tidak bekerja /ibu rumah tangga dan penghasilan terbanyak dari responden adalah >Rp.2.000.000. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Foster & Anderson (1986), sebagian status ekonomi masyarakat masih rendah, membuat mereka lebih menyukai pengobatan yang tidak membutuhkan biaya yang terlalu tinggi. Akan tetapi, penelitian Barnes, Griner, McFann, & Nahin (2004) menyatakan 61%

masyarakat pengguna CAM adalah masyarakat yang tidak miskin dengan pendapatan lebih dari $75.000.

Nilai terendah diperoleh dari pernyataan no.6 yaitu 35 responden (70%) menyatakan bahwa waktu untuk kesembuhan penyakit tidak lama. Hal ini disebabkan karena waktu penyembuhan terapi akupunktur untuk masing-masing penyakit berbeda-beda. Dari data demografi tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat yang memilih pengobatan alternatif akupunktur berasal dari bermacam-macam tingkatan keuangan dan profesi. Hanya saja kecenderungan masyarakat jika proses penyembuhan suatu jenis pengobatan lebih cepat dari jenis pengobatan yang lain dan ada kecenderungan biaya total juga lebih rendah maka hal tersebut akan menjadi pilihan pengobatan terhadap penyakit yang diderita mereka (Walcott, 2004).

2.3Faktor Budaya

Nilai-nilai budaya yang dominan pada diri individu sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Selanjutnya, kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia, termasuk perilaku dalam hal memilih pengobatan (Notoatmodjo, 2007). Dalam hal ini budaya dipengaruhi oleh suku bangsa yang dianut pasien, jika aspek suku bangsa sangat mendominasi maka pertimbangan untuk menerima atau menolak suatu pengobatan didasari pada kecocokan suku bangsa yang dianut.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor budaya mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di kota Medan dengan nilai mean sebesar 6,38. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan

no.10 yaitu 24 responden (48%) menyatakan tidak setuju bahwa pengobatan alternatif akupunktur merupakan warisan budaya tertentu. Sebaliknya, dari pernyataan no.12 yaitu 24 responden (48%) menyatakan sangat setuju dengan pernyataan bahwa pengobatan alternatif akupunktur tidak hanya untuk budaya tertentu. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pengobatan alternatif tradisional masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan formal yang terjangkau oleh masyarakat, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial budaya dari masyarakat tersebut (Turana, 2003).

Nilai terendah diperoleh dari pernyataan no.10 yaitu sebanyak 16 responden (32%) menyatakan setuju bahwa pengobatan alternatif akupunktur merupakan pengobatan warisan budaya. Dari data karakteristik responden diperoleh data bahwa suku mayoritas yaitu suku batak, dan agama mayoritas adalah agama Islam. Rendahnya pengaruh budaya dalam pemilihan pengobatan akupunktur terkait dengan pernyataan Saputra (2005) bahwa pengobatan alternatif akupunktur merupakan salah satu dari Traditional Chinese Medicine sehingga pada awalnya pengobatan alternatif akupunktur banyak digunakan dan dilakukan oleh masyarakat China. Namun, karena banyaknya penelitian tentang akupunktur yang dilakukan oleh para ahli menjadikan pengobatan alternatif akupunktur menjadi salah satu pengobatan alternatif yang diakui manfaat dan keberhasilannya oleh masyarakat internasional termasuk masyarakat Indonesia (Saputra, 2005).

2.4Faktor Psikologis

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor psikologis dapat mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di Kota Medan dengan nilai mean sebesar 8,38. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan no.14 yaitu 35 pasien (70%) menyatakan sangat setuju tertarik mencoba pengobatan alternatif akupunktur karena akupunkturis adalah orang yang ramah dan komunikatif sehingga menimbulkan ketenangan bagi pasien yang sakit. Hal ini disebabkan karena seorang akupunkturis memposisikan dirinya sebagai penyembuh (healer) sehingga dalam terapi dilakukan berbagai pendekatan berdasarkan pilihan pasien (choice in healing). Oleh karena itu pasien diharapkan ikut serta dalam kerangka terapi yang disusun bersama. Memberikan pasien kesempatan untuk menceritakan penderitaan dan keluhan, memberikan informasi tentang berbagai macam pengobatan, serta memberi kesempatan pasien memilih jenis terapi, waktu dimulai terapi, dan kemampuan pasien dalam pengobatan (Saputra, 2005)

Hal ini sesuai dengan pernyataan Maramis (2006) bahwa komunikasi antar terapis kesehatan dan pasien sangat penting agar kedua-duanya dapat bekerja sama dalam proses penyembuhan. Terdapat beberapa penyakit semakin parah akibat faktor psikologis atau kejiwaan dari pasien. Penyakit akan bertambah parah jika pasien mengalami stres karena penyakit atau justru karena merasa tidak nyaman dalam pengobatan akibat terapis yang tidak ramah dan komunikatif. Sebaliknya, penyakit pasien bisa sembuh bahkan tanpa obat sekalipun karena

pasien merasa nyaman, tenang, bebannya terasa hilang akibat terapis yang ramah dan komunikatif.

Faktor psikologis ini juga terkait dengan usia pasien yang menggunakan pengobatan akupunktur. Berdasarkan data karakteristik responden didapatkan usia rata-rata responden yaitu 47 tahun ke atas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Barnes, Griner, McFann, & Nahin (2004) menyatakan terdapat hubungan positif antara usia dengan penggunaan CAM. Penggunaan CAM lebih disukai oleh masyarakat dengan usia tua daripada usia muda dengan kisaran umur 30-39 tahun sebesar 39.6 persen, 40-49 tahun sebesar 40.1 persen, dan 50-59 tahun sebesar 44.1 persen.

Beyerstein (2001, dalam Turana 2003), menyatakan saat seseorang sembuh dari penyakit dengan menggunakan suatu metode alternatif maka tidak dapat dikatakan sepenuhnya metode tersebut benar efektif. Ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu pengobatan yang tidak efektif menjadi seolah efektif adalah : 1. Efek plasebo. Para pengobat alternatif seringkali membuat penyakit seolah dapat lebih dihadapi. dan pengobat alternatif biasanya lebih antusias dan kharismatik. Jadinya kesembuhan yang dialami lebih kepada faktor psikologis. Sebagai contoh : Pada pasien nyeri kronik seringkali nyerinya berkurang dengan pendekatan psikologis tanpa menyentuh faktor patologis yang mendasarinya. 2. Adanya somatisasi dan ketakutan akan hilangnya perasaan ‘sehat’ . Banyak pasien dengan somatisasi berobat ke dokter dan telah dilakukan berbagai pemeriksaan tidak ditemukan adanya kelainan. Pasien tersebut akhirnya datang ke

pengobat alternatif yang ‘selalu’ menemukan sesuatu untuk di obati dan jika terjadi ‘ penyembuhan ‘ maka kepercayaan semakin timbul (Turana, 2003).

Persentase terendah dari faktor psikologis didapatkan dari pernyataan no.16 yang menyatakan bahwa pasien menjalani terapi akupunktur karena menimbulkan ketenangan, dijawab oleh 30 responden (60%). Hal ini membuktikan bahwa peranan sakit pasien akupunktur merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan, sehingga berbagai cara akan dijalani dalam rangka mencari kesembuhan maupun meringankan beban sakitnya, termasuk datang ke pelayanan pengobatan alternatif akupunktur (Foster & Anderson, 1986).

2.5Faktor Kejenuhan terhadap Pelayanan Medis

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor ekonomi dapat mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di Kota Medan dengan nilai mean sebesar 7,56. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan no.20 yaitu 38 responden (76%) menyatakan bahwa tidak suka menggunakan obat-obatan kimia sehingga masyarakat lebih memilih pengobatan alternatif akupunktur. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa pengobatan alternatif/tradisional atau herbal semakin diperhatikan karena pengobatan secara medis yang semakin mahal, adanya efek samping untuk pemakaian obat kimiawi jangka panjang, maupun kesembuhan melalui cara medis yang tidak 100% khususnya untuk penyakit yang kronis (Haryana, 2006).

Pada beberapa kalangan yang berpikiran luas, timbul keraguan pula akan hakekat pelayanan kedokteran yang cenderung hanya bertumpu pada regionalisasi, pemberian resep obat, instrumentasi dan pembedahan tanpa

memperhatikan faktor intrinsik, aspek kemanusiaan pasien. Dari sudut pandang pasien bukan suatu hal yang penting mengenai dasar ilmiah. Pengguna dari pengobatan alternatif ini biasanya pula sudah mencoba pengobatan konvensional yang tidak menyembuhkan penyakitnya. Hal ini membuat mereka menilai bahwa nilai statistik adalah tidak penting (Turana, 2003).

Para ahli menyebutkan berbagai alasan mengapa sistem medis alternatif tumbuh dan berkembang. Disebutkan bahwa sistem medis alternatif dinilai lebih baik daripada sistem medis konvensional; adanya kesadaran bahwa sistem medis konvensional pun mempunyai keterbatasan; biaya sistem medis alternatif lebih murah daripada biaya sistem medis konvensional. Menurut Kalangie dalam menghadapi sistem medis berbeda warga masyarakat menerapkan hierarchy of resort in curative practices, yaitu pilihan tertentu yang sering berurutan. Untuk gangguan tidak dianggap serius orang berpaling ke pengobatan atau perawatan di rumah; bila ini tidak berhasil, orang berpaling ke penyembuh tradisional; bila gagal, orang berpaling ke sistem medis modern. Kemungkinan lain adalah bahwa orang berpaling dari perawatan di rumah ke ilmu kesehatan modern, namun tidak memperoleh hasil yang diharapkan sehingga berpaling ke upaya tradisional (Ariyanto, 2008).

2.6Faktor Manfaat dan Keberhasilan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor manfaat dan keberhasilan mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif akupunktur di Kota Medan dengan nilai mean sebesar 7,96. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan no.22 yaitu 37 responden (74%) menyatakan bahwa penyakit yng

diderita jarang kambuh setelah mejalani pengobatan alternatif akupunktur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Foster & Anderson (1986) bahwa usaha pencarian pengobatan alternatif didasari sebagai upaya mempercepat proses penyembuhan atau hanya memperingan penyakitnya saja.

Dari distribusi keluhan penyakit yang dialami pasien akupunktur diantaranya adalah penyakit yang sifatnya menetap dan diketahui secara medis juga sulit disembuhkan/ditangani atau bahkan tidak dapat disembuhkan, diantaranya: pasca stroke, hipertensi, kelebihan berat badan, kebas/nyeri tangan dan kaki, sakit maag, nyeri sendi/tulang, sinusitis, sakit pinggang, alergi, kemandulan, dll. Untuk penyembuhan tergantung jenis penyakit pasien, tiap penyakit membutuhkan proses dan waktu penyembuhan yang berbeda.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa akupunktur dapat mengatasi keseleo dan cedera otot/sendi lainnya, dan akupunktur dapat menyembuhkan osteoartritis selama enam bulan atau lebih, walaupun terapi harus diulangi dalam jangka waktu tertentu. Banyak akupunkturis melaporkan bahwa sampai 95% sakit kepala berhasil ditangani. Akupunktur juga cocok untuk mengatasi migren, dan sering kali meredakan rasa sakit dalam jangka amat panjang, sehingga penderita bebas dari migren selama bertahun-tahun. Terapi ini juga cocok untuk nyeri saraf / neuralgia (Ody. 2000).

Reaksi yang lebih beragam dilaporkan oleh pasien dengan masalah-masalah pencernaan dan pernapasan, walaupun tingkat kesuksesan 50% atau lebih telah dilaporkan pada keluhan, seperti bronkitis dan gangguan peradangan saluran pencernaan. Penelitian-penelitian juga mengindikasikan bahwa akupunktur efektif

dalam kasus angina pectoris (ada yang mengklaim tingkat kesembuhan yang mencapai 80%), walaupun pada kondisi-kondisi kronik lain, terapi akupunktur perlu diulangi dua sampai tiga kali dalam setahun. Laporan-laporan medis dari Cina juga mengindikasikan keberhasilan yang signifikan dengan korban-korban stroke dan pada kasus-kasus paralisis (Ody, 2000). Dari penelitian Turana (2003) diketahui bahwa penggunaan terapi alternatif pada pasien neurologi bervariasi antara 9 sampai dengan 56 %. Penelitian pada 802 kasus obesitas yang ditangani dengan akupuntur, 594 kasus memberikan hasil adanya penurunan berat badan. Keberhasilan terapi dicapai setelah 8 minggu ditandai dengan adanya penurunan berat sebanyak 7-10 kilogram (Noviani, 2003).

Persentase terendah diperoleh dari pernyataan no.23 yaitu 18 responden (36%) bahwa pasien menggunakan terapi akupunktur untuk perawatan kesehatan. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian responden melakukan terapi akupunktur bukan hanya untuk mengobati penyakit mereka, tetapi juga untuk menjaga kesehatan dengan membuang unsur-unsur yang tidak baik untuk kesehatan (Yasin, 2005). Dari data karakteristik responden diketahui bahwa sebanyak 7 orang responden (14%) melakukan terapi akupunktur untuk menurunkan berat badan yang tujuan adalah untuk menjaga kesehatan tubuh agar terhindar dari penyakit akibat berat badan berlebih.

2.7Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor pengetahuan mempengaruhi pasien memilih pengobatan alternatif akupunktur di kota Medan dengan nilai mean sebesar 8,42 (dalam rentang skor 0-12). Nilai tertinggi

diperoleh dari pernyataan no. 26, yaitu 40 orang responden (80%) menyatakan bahwa pasien tahu betul tentang manfaat pengobatan akupunktur. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang yang didapat secara formal dan informal (Purwanto, 1996).

Pengetahuan formal terkait dengan tingkat pendidikan. Dari data demografi diketahui tingkat pendidikan masyarakat sebesar 42% dari 50 responden adalah masyarakat yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka, hal ini yang juga dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan terhadap pengobatan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan seseorang juga dapat dipengaruhi tingkah laku, kepribadian dalam masyarakat maupun bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka kemungkinan akan semakin baik pula pola berpikirnya. Sehingga masyarakat sekarang lebih kritis dalam memilih pengobatan yang efektif dan dapat menyembuhkan penyakitnya (Hadikusumo, 1996). Tingginya tingkat pendidikan pengguna CAM sesuai dengan penelitian Barnes, Griner, McFann, & Nahin (2004) yaitu sebesar 55,4 % masyarakat pengguna CAM berada pada tingkat pendidikan pascasarjana (Master), tingkat profesional dan doctorate (S3).

Hal ini diperkuat dengan pernyataan no.28, bahwa 27 orang responden (54%) menyatakan sangat mengetahui bahwa akupunktur tidak sama dengan perdukunan ataupun pengobatan tradisional yang belum jelas penelitian dan manfaatnya. Ketertarikan masyarakat dalam memilih akupunktur didasarkan

semakin maju dan cerdasnya masyarakat dalam mencari informasi tentang pengobatan alternatif yang memang sudah diteliti dan jelas manfaatnya untuk mengobati penyakit. Sedangkan pengobatan alternatif akupunktur merupakan salah satu cara pengobatan tadisional China yang sudah melalui banyak penelitian dan mempunyai dasar ilmiah sehingga aman dan terbukti bermanfaat untuk kesehatan (Saputra, 2005).

Namun, tingginya tingkat pendidikan mayarakat yang mempengaruhi pemilihan pengobatan alternatif akupunktur tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Foster & Anderson (1986) bahwa pemilihan pengobatan alternatif biasanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah serta kurangnya informasi tentang kesehatan yang diterima menyebabkan masyarakat kurang menyadari pentingnya kesehatan.

Persentase terendah dari faktor pengetahuan diperoleh dari pernyataan no.25 bahwa pasien/responden memahami penyakitnya sendiri, dijawab oleh 34 responden (68%). Ini menunjukkan bahwa tidak semua pasien mengetahui masalah kesehatan seperti apa yang sedang dialami, hanya saja ketika mereka merasakan ada hal-hal yang mengganggu aktifitas atau merasa tidak nyaman, mereka akan mencari pengobatan alternatif akupunktur untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (1993) bahwa tingginya kesadaran akan kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga sedikit saja kelainan pada tubuhnya akan segera mencari pengobatan meskipun ternyata tidak terdapat gangguan fisik yang nyata.

2.8Persepsi tentang Sakit dan Penyakit

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa persepsi masyarakat tentang sakit dan penyakit mempengaruhi masyarakat dalam memilih pengobatan alternatif akupunktur di Kota Medan dengan nilai mean sebesar 7,50. Nilai tertinggi didapat dari pernyataan no. 32 yaitu 45 responden (90%) tertarik untuk mencoba pengobatan alternatif akupunktur karena terapi alternatif akupunktur lebih efektif mengobati penyakit yang dideritanya daripada pengobatan medis. Mayoritas masyarakat pengguna pengobatan alternatif akupunktur sudah terlebih dahulu mendapatkan terapi/pengobatan medis tetapi, karena penyakit yang diderita tidak sembuh sehingga masyarakat mencari pengobatan alternatif akupunktur untuk menyembuhkan penyakitnya.

Persepsi tentang sakit (illness) dan penyakit (disease) setiap individu selalu berbeda. Oleh sebab itu, perilaku kesehatan masing-masing individu akan mengalami perbedaan. Tidak ada satu perilaku kesehatan individu yang sama dalam mencari alternatif penyembuhan, karena memang setiap individu memiliki karakteristik perilaku sendiri-sendiri (Foster & Anderson, 1986). Persepsi tentang sakit dan penyakit meliputi: persepsi terhadap penyebab penyakit, gejala dan tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatannya, atau bagaimana cara pencegahannya (Notoatmodjo, 2007).

Nilai terendah diperoleh dari pernyataan no. 30 yaitu 14 responden (28%) menyatakan bahwa mereka pernah menjalani terapi alternatif lain selain akupunktur. Hal ini sesuai dengan pendapat Suchman (dalam Notoatmodjo, 2007) yaitu terdapat lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan, antara lain:

shopping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh: berobat ke dokter sekaligus ke Sinse dan dukun. Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan. Self medication adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.

Pencarian pengobatan alternatif sebagai reaksi dari penyakit yang mengganggu aktivitas adalah shopping. Dan perilaku menjalani pengobatan di beberapa fasilitas kesehatan adalah fragmentation. Jadi dalam hal ini perilaku shopping pada sebagian besar pasien akupunktur tinggi dibandingkan perilaku fragmentation.

Dokumen terkait