• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.1 Tingkat Pengetahuan Responden

Beberapa penelitian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang diabetes juga dilakukan di negara yang lain seperti di Nepal Barat, Kenya, Turkey dan Amerika Serikat. Dari hasil penelitian Julie D. West (2002) di Amerika Serikat, seramai 31% pasien mancapai tingkat baik, 33% sedang, dan 36% kurang (Medscape, 2002). Ini menunjukkan tingkat pengetahuan pasien di Amerika Serikat dan pasien penelitian ini tidak berjauh beda. Namun, didapati bahwa soalan kuensioner yang dipakai oleh Julie D. West adalah lebih spesifik dan dalam.

Menurut hasil penelitian Didem Arslantas (2008) di Eskisehir, Turkey, usia rata-rata pasien diabetes adalah 58.84 ± 10.02. Ini menyokong hasil penelitian saya karena usia rata-rata pasien diabetes yang saya peroleh dari penelitian adalah sebanyak 48.55. Hal ini karena kelompok umur <60 memberikan kerjasama yang lebih mudah jika dibandingkan dengan kelompok umur >60 tahun. Komunikasi dengan kelompok umur ini juga lebih efektif karena mayoritas dari mereka faham akan kepentingan penelitian ini serta manfaatnya. Kelompok umur > 60 juga kebanyakan mereka tidak tahu membaca dan menulis dan merupakan faktor eksklusif dalam penelitian ini.

Tabel 5.3 menunjukkan pecahan kategori tingkat pengetahuan tentang diet pasien DM. Sekitar 65,3 % (8 % + 57,3%) dari masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik dan sedang tentang diet pasien DM serta komplikasi. Sisanya sekitar 34,7 % masyarakat masih mempunyai tahap pemikiran yang kurang. Namun, dari penelitian William Kiberenge Maina (2010) di Kenya, menunjukkan bahwa hanya 27.2% pasien yang mencapai tingkat pengetahuan

’baik’ , 72,8% pasien mencapai tingkat ’kurang’. Perbedaan jumlah sampel berperan besar dalam hasil yang diperoleh oleh saya karena jumlah sampel yang digunakan oleh Maina adalah seramai 478 orang manakala jumlah sampel saya peroleh hanyalah seramai 75 orang.

Berpandukan penelitian William Kiberenge Maina (2010) di Kenya yang sama, seramai 27,7% responden laki-laki dan 26,9% perempuan mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Sebaliknya, sebanyak 36% laki-laki dan 29,3% perempuan di Medan memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai pengetahuan DM yang juga meliputi diet serta komplikasinya. Nilai yang diperoleh saya tidak jauh berbeda dari penelitian Maina, namun perbedaan jumlah sampel antara Maina (478 orang) dan saya (75 orang) adalah sangat besar.

Sebanyak 55 orang responden dengan persentase 73,3 % masih berpendapat memakan terlalu banyak gula (glukosa) merupakan faktor utama DM dan hanya 15 orang atau 20 % dari responden tidak menyetujui pernyataan tersebut. Sebenarnya, Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes. (Setiabudi, 2008)

Setengah dari jumlah responden yaitu sebanyak 50,7 % setuju dengan pernyataan bahwa penyakit DM sudah pasti bisa diobati. Ironiknya, masih terdapat sekelompok besar masyarakat masih berpendapat DM boleh diobati secara tuntas. Hakikatnya,penyakit DM bersifat irriversible dimana pasien hanya boleh mengontrol kadar gula darah supaya di ambang normal. Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain- lain (Iwan S, 2010).

Sekitar 76 % responden berpendapat bahwa jus buahan yang tidak dicampur gula tidak akan menaikkan kadar glukosa darah. Ini merupakan suatu mitos di kalangan masyarakat karena kebanyakan pasien DM akan meminum jus buahan yang tidak dicampur gula dengan alasan ia tidak akan menaikkan kadar glukosa darah, sebaliknya jus dari buah tersebut secara alami mengandungi gula sukrosa yang boleh menaikkan kadar gula darah.

Sejumlah besar masyarakat masih mempunyai tanggapan penyakit Diabetes Mellitus yaitu dengan nama umum “Kencing Manis” adalah disebabkan kegagalan ginjal untuk mempertahankan gula tubuh (glukosa) dari urin. Sebenarnya, DM terjadi akibat sel beta pankrease tidak menghasilkan insulin yang cukup. Insulin berperan penting dalam metabolisme sel-sel tubuh dimana insulin akan mendorong sel-sel tubuh supaya menggunakan lebih glukosa bagi tujuan metabolisme dan seterusnya mengurangi kadar glukosa darah. DM juga boleh terjadi sekiranya insulin yang dihasilkan tubuh kurang sensitif terhadap reseptornya di sel-sel tubuh. Maka glukosa kurang diserap oleeh sel-sel ini maka akan terjadi pengumpulan glukosa di darah ,suatu keadaan yang dipanggil hiperglikemi. (Setiabudi, 2008)

Dari jumlah 75 orang responden , sebanyak 33,3 % berpendapat DM merupakan faktor utama yang menyebabkan badan seseorang penderita sangat penat walaupun hanya melakukan kerja yang ringan. Sebaliknya,sekitar 32% berpendapat sebaliknya dan 34,7 % tidak pasti dengan jawaban mereka. Perkara ini terjadi kerana masyarakat masih kurang faham mengenai fakta-fakta berkaitan peryakit DM ini. Seseorang penderita mengalami kekurangan energi sehari-hari. Walaupun seseorang pasien DM makan secukupnya, tetapi energi hanya akan dihasilkan sekiranya glukosa darah (dari makanan) memasuki sel-sel tubuh bagi tujuan metabolisme. Proses metabolisme akan menghasilkan energi untuk aktivitas sehari-hari. Sekiranya insulin kurang dihasilkan atau kerja insulin kurang di tingkat seluler, maka glukosa darah tidak akan dapat diambil oleh sel-sel tubuh. Maka,kurang glukosa di dalam sel akan menyebabkan kurang energi dihasilkan. Maka dengan hanya membuat kerja yang ringan ,badan seseorang penderita DM akan mengalami malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)

Seramai 36 orang (48%) dari jumlah sampel berpendapat tindakan terbaik untuk memeriksa kadar gula penderita DM adalah dengan periksa urin. Sebaliknya, 33 orang lagi (44%) berpendapat memeriksa urin bukanlah suatu tindakan terbaik untuk memeriksa kadar gula pasien DM. Sisanya 6 orang (8%) tidak pasti dengan jawaban mereka. Masyarakat berpendapat bahwa, oleh karena gula tubuh keluar bersama urin,maka urin boleh diperiksa sebagai indikator kadar gula tubuh mereka berpandukan jumlah atau konsentrasi glukosa yang keluar bersama urin. Sebenarnya, glukosa yang keluar bersama urin (glukosuria) adalah disebabkan darah menjadi terlalu pekat karena konsentrasi glukosa yang tinggi.Maka darah tekanan di kapsul bowman di ginjal terlalu tinggi sehingga ada molekul-molekul glukosa yang turut difiltrasi keluar bersama urin. Namun jumlah gula yang keluar bersama urin adalah jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan parameter yang sepatutnya yaitu darah pasien. Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c) ,kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. ( Barclay L,2010).

Lebih separuh dari jumlah responden yaitu sekitar 65,3% berpendapat bahwa berolahraga secara teratur akan meningkatkan kebutuhan insulin atau obat- obatan insulin sehari-hari. Sejumlah 14,7 % berpendapat sebaliknya dan sisa 20% lagi tidak pasti dengan jawaban mereka. Pendapat responden adalah, sekiranya mereka berolahraga, maka badan mereka akan berasa sangat lemah sehingga membutuhkan mereka untuk mengambil lebih obat-obatan insulin. Sebenarnya, berolahraga secara teratur akan meningkatkan konsentrasi protein GLUT-4 yaitu reseptor insulin di tingkat selular. Maka, dengan hanya sedikit obat-obatan, mampu memberikan efek yang secukupnya kepada pasien (Yaspelkis, Ben B., 2006)

Seramai 45 orang responden (60%) berpendapat menggeletar (shaking) dan berkeringat merupakan tanda dari peningkatan kadar gula darah. Manakala seramai 25 orang responden (33,3%) tidak berpendapat sedemikian dan seramai 5 orang lagi (6,7%) tidak pasti dengan jawaban mereka. Menggeletar adalah efek dari kurangnya kadar gula darah. Tubuh akan kompensasi dengan menggeletar

supaya lebih energi dihasilkan oleh otot-otot tubuh. (International Diabetes Institute, 2004)

Dokumen terkait