• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta Komplikasinya Di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, Rsup Haji Adam Malik, Medan, Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta Komplikasinya Di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, Rsup Haji Adam Malik, Medan, Tahun 2010"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN DIET PASIEN DIABETES

MELLITUS SERTA KOMPLIKASINYA DI

POLI-ENDOKRINOLOGI, DEPARTMEN ILMU PENYAKIT

DALAM, RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN, TAHUN 2010.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

BARAN PALANIMUTHU

070100287

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINGKAT PENGETAHUAN DIET PASIEN DIABETES

MELLITUS SERTA KOMPLIKASINYA DI

POLI-ENDOKRINOLOGI, DEPARTMEN ILMU PENYAKIT

DALAM, RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN, TAHUN 2010.

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan

Sarjana Kedokteran

Oleh:

BARAN PALANIMUTHU

070100287

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

TINGKAT PENGETAHUAN DIET PASIEN DIABETES MELLITUS SERTA KOMPLIKASINYA DI POLI-ENDOKRINOLOGI, DEPARTMEN ILMU PENYAKIT DALAM, RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN,

TAHUN 2010.

Nama : BARAN PALANIMUTHU

NIM : 070100287

Pembimbing Penguji

(dr. Soegiarto Gani, Sp.PD) (dr. Johny Marpaung, SpOG.)

NIP: 19710322 200501 1 1 004

(dr. Lita Feriyawati, M.Kes.)

Medan, 25 November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Diabetes mellitus atau penyakit gula merupakan satu penyakit kronis yang disebabkan berkurangnya produksi insulin dari pankrease maupun insulin yang dihasilkan tidak efektif dalam mengurangi kadar gula darah. Keadaan ini akan meningkatkan kadar gula darah sehingga merusakkan kebanyakkan sistem badan. Penyakit dengan prevalensi yang tinggi ini tidak dapat diobati secara tuntas, tetapi dapat dicegah atau.dikontrol supaya tidak menjadi kronik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya di Poli-Endokrinologi, RSUP Haji Adam Malik, Medan. Manakala, tujuan khusus penelitian ini meliputi sejauh mana masyarakat faham akan kepentingan diet diabetes serta komplikasi dari perjalanan penyakit ini. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dengan desain cross sectional. Kesemua 75 orang responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini merupakan pasien yang berobat ke Poli-Endokrinologi dan dipilih dengan metode simple random sampling. Hasil penelitian ini menunjukka n bahawa seramai 43 orang (57,3%) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang, manakala 26 orang (34,7%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan hanya 6 orang (8%) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mengenai diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya. Kesimpulannya kebanyakan ahli masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik serta sedang mengenai diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya. Namun, masih ada sebahagian besar lagi masih mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai perkara ini yang boleh memperparah perjalanan penyakit DM mereka.

(5)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a chronic disease caused by decreased insulin production by pancrease or ineffectiveness of insulin in reducing blood sugar level. This condition will increase the blood glucose level until it effects majority of body system. These highly prevalenced disease can’t be fully cured but can be prevented or controlled. The general purpose of these study is to to determine the level of knowledge about diabetic diet and its complication among patients in Poly-Endocrine, Department of Internal Medicine, Haji Adam Malik General Hospital.The specific objectives of this study is to review the communities level of knowledge regarding diabetic diet and complications. Cross-sectional descriptive survey have been applied in these study. All 75 respondants who are the sample of these study are patients from Poly-Endocrinology and been choosen using simple random sampling method. The study results shows that 45 respondance (53.3%) achieved ‘intermediate’ knowledge level, wherelse 26 respondance (34.7%) have ‘low’ level of knowledge. There is only 6 respondance (8%) achieved the level of ‘high’ knowledge of diabetic diet and complications. In conclusion, majority of people have high and intermediate level of knowledge regarding diabetic diet and complications. But there are also a big number of people who are lack of knowledge, hence worsen the disease

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dalam rangka

memenuhi kewajiban untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat, cinta dan terima kasih yang dalam saya persembahkan

kepada kedua orang tua saya, serta kakak-kakakku atas doa dan dukungannya

selama ini kepada saya selama menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Soegiarto Gani, Sp.PD selaku

dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah ini yang telah menyediakan waktu, tenaga,

pemikiran dan kesabarannya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah ini dengan baik. Dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini, saya juga

mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

peneliti mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dosen penguji seminar proposal dan hasil penelitian dr. Johny Marpuang,

SpOG dan dr. Lita Feriyawati, M.Kes.

2. Dekan Fakultas Kedokteran USU dan seluruh staf pengajar FK USU.

3. Pimpinan RSUP Haji Adam Malik yang telah memberikan peluang kepada

saya untuk melaksanakan penelitian di Poli-Endokrinologi RSUP Haji

Adam malik, Medan.

4. Loga, Simran, Kavitha, Mugin ,Kam Hong dan Akash yang sudah sangat

membantu baik moral atau materi, memberikan masukan serta motivasi

demi selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Teman-teman sekelompok saya, karena walaupun tugasan ini

merupakan tugasan individu, tetapi mereka tetap banyak membantu

(7)

6. Semua pasien di poli-endokrin, Departemen Penyakit Dalam, Rumah

Sakit Haji Adam Malik yang sudi menjadi responden pada penelitian

ini.

7. Orang tua saya yang memberi semangat kepada saya sepanjang

pelaksanaan penelitian saya, saya ucapkan ribuan terima kasih.

Saya menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan

baik dari segi isi maupun bahasanya. “Tak ada gading yang tak retak”. Untuk itu

saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini di masa yang akan datang. Akhirnya

peneliti mengharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat membawa manfaat

terutama bagi peneliti sendiri dan para pembaca sekalian.

Medan, Nopember 2010

Baran Palanimuthu

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ……. vii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL………..………. x

DAFTAR KATA………... xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

(9)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Diabetes Mellitus... 5

2.1.1. Definisi... 5

2.1.2. Etiologi... ... 5

2.1.3. Epidemologi…...……...……... 6

2.1.4. Faktor Resiko ... 8

2.1.5. Klasifikasi………... 8

2.1.6. Patofisiologi…………... 8

2.1.7. Manifestasi Klinis... 9

2.1.8. Diagnosa... 10

2.1.9. Penatalaksanaan... 11

2.1.10. Komplikasi... 14

2.2. Diet Pasien Diabetes Mellitus... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL.... 18

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 18

(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN... 20

4.1 Jenis Penelitian... ... 20

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 20

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 21

4.4 Teknik Pengumpulan Data... 22

4.5 Pengolahan dan Analisa Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 26

5.1 Hasil Penelitian... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 27

5.1.3. Tingkat Pengetahuan Responden... 28

5.2. Pembahasan... 35

5.2.1. Tingkat Pengetahuan responden... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 40

6.1. Kesimpulan... 40

6.2. Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Kerangka konsep Pengetahuan Diet pasien DM 18

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Uji validitas dan Reliabilitas……… 25

5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin………. 29

5.2 Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur……. 29

5.3 Pecahan berdasarkan kategori tingkat pengetahuan diet

pasien Diabetes……… 30

(13)

DAFTAR KATA

AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome

n Jumlah/ frekuensi

DM Diabetes Mellitus

P Nilai signifikan uji t

R Nilai koefisien korelasi

CRP Community Resarch Program

FK USU Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

HIV Human immunodeficiency Virus

KIPDI III Kompetensi Pendidikan Kedokteran Dasar Indonesia

WHO World Health Organization

BMR Basal Metabolism Rate α Alpha value

M Mean

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan

2 Lembar penjelasan

3 Surat persetujuan (Informed Consent)

4 Kuesioner penelitian

5 Uji validitas dan reliabilitas kuesioner

6 Data masukan

(15)

ABSTRAK

Diabetes mellitus atau penyakit gula merupakan satu penyakit kronis yang disebabkan berkurangnya produksi insulin dari pankrease maupun insulin yang dihasilkan tidak efektif dalam mengurangi kadar gula darah. Keadaan ini akan meningkatkan kadar gula darah sehingga merusakkan kebanyakkan sistem badan. Penyakit dengan prevalensi yang tinggi ini tidak dapat diobati secara tuntas, tetapi dapat dicegah atau.dikontrol supaya tidak menjadi kronik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya di Poli-Endokrinologi, RSUP Haji Adam Malik, Medan. Manakala, tujuan khusus penelitian ini meliputi sejauh mana masyarakat faham akan kepentingan diet diabetes serta komplikasi dari perjalanan penyakit ini. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dengan desain cross sectional. Kesemua 75 orang responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini merupakan pasien yang berobat ke Poli-Endokrinologi dan dipilih dengan metode simple random sampling. Hasil penelitian ini menunjukka n bahawa seramai 43 orang (57,3%) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang, manakala 26 orang (34,7%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan hanya 6 orang (8%) responden mempunyai tingkat pengetahuan yang baik mengenai diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya. Kesimpulannya kebanyakan ahli masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik serta sedang mengenai diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya. Namun, masih ada sebahagian besar lagi masih mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai perkara ini yang boleh memperparah perjalanan penyakit DM mereka.

(16)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a chronic disease caused by decreased insulin production by pancrease or ineffectiveness of insulin in reducing blood sugar level. This condition will increase the blood glucose level until it effects majority of body system. These highly prevalenced disease can’t be fully cured but can be prevented or controlled. The general purpose of these study is to to determine the level of knowledge about diabetic diet and its complication among patients in Poly-Endocrine, Department of Internal Medicine, Haji Adam Malik General Hospital.The specific objectives of this study is to review the communities level of knowledge regarding diabetic diet and complications. Cross-sectional descriptive survey have been applied in these study. All 75 respondants who are the sample of these study are patients from Poly-Endocrinology and been choosen using simple random sampling method. The study results shows that 45 respondance (53.3%) achieved ‘intermediate’ knowledge level, wherelse 26 respondance (34.7%) have ‘low’ level of knowledge. There is only 6 respondance (8%) achieved the level of ‘high’ knowledge of diabetic diet and complications. In conclusion, majority of people have high and intermediate level of knowledge regarding diabetic diet and complications. But there are also a big number of people who are lack of knowledge, hence worsen the disease

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) ditandai dengan penumpukan gula darah (glukosa)

yang membuat kadarnya naik hingga di atas nilai normal, yaitu melebihi ≥ 126 mg % dalam keadaan puasa dan ≥ 200 mg % saat 2 jam setelah makan (Haznam, 1996).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki

kedudukan ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes. Indonesia dengan

populasi 230 juta penduduk, merupakan negara ke-4 terbesar penderita diabetes

setelah China, India dan Amerika Serikat (Xinhua, 2007).

Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta, kata Sidartawan Soegondo, konsultan diabetik & metabolik

endokrin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Xinhua, 2007).

Lebih lanjut dikatakan oleh Soegondo bahwa kasus pre-diabetes di Indonesia

juga sangat tinggi yaitu mencapai 12,9 juta orang, angka ini merupakan yang ke-5

terbesar di dunia, diperkirakan akan naik hingga 20,9 juta di tahun 2025 (Xinhua,

2007).

Ironisnya, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa

mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan

pemeriksaan secara teratur (Xinhua, 2007).

Sementara di Medan pula,penyakit Diabetes Mellitus menempati urutan

pertama dalam tabel penyakit yaitu diatas penyakit jantung koroner. Sejak bulan

September hingga Oktober 2009, DM merupakan penyakit yang mencatatkan

angka penderita terbanyak dan jumlahnya terus meningkat jika dibandingkan

dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang lainnya ulas

(18)

Berdasarkan data 10 besar diagnosa penyakit di RSU Pirngadi Medan

(RSPM), Edwin mengatakan, pada Oktober 2009 kunjungan pasien rawat jalan

sebanyak 1470 kunjungan, atau meningkat bila dibanding dengan jumlah

kunjungan pasien rawat jalan di bulan September 2009, yaitu sebanyak 1403.

Selain jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang mengalami peningkatan, jumlah

pasien rawat inap pun mengalami peningkatan, yaitu pada bulan September

sekitar 58 orang kemudian pada bulan Oktober naik menjadi 112 orang (Waspada

Online,2009).

Edwin menjelaskan, penyakit DM cenderung disebabkan adanya perilaku

penderita yang tidak menjalani pola hidup sehat sehingga mengakibatkan

meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Penyakit diabetes juga menjadi

penyebab utama kebutaan, amputasi, kanker pankreas, stroke, serangan jantung

dan ginjal. Bahkan DM membunuh lebih banyak dibandingkan dengan HIV/AIDS

(Waspada Online, 2009).

Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah bagi membantu diabetesi

atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga untuk

mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Selain itu terdapat beberapa

tujuan khusus antaranya ialah memperbaiki kesehatan umum penderita,

Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat badan ideal atau

normal dan memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara tingkat

kesehatan yang optimal dan aktivitas normal. Antara lain dari tujuan diet DM

ialah menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM, Mempertahankan

kadar gula darah sekitar normal serta Menekan atau menunda timbulnya penyakit

angiopati diabetik .

Dengan banyaknya kasus DM dengan kontrol yang kurang baik, maka

penyuluhan tentang diet haruslah ditingkatkan hingga ke tahap maksimum agar

penderita dapat mengelakkan diri dari prognosis yang jelek dari DM. Oleh sebab

hal ini, saya tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan diet pasien DM serta

komplikasinya dikalangan pengunjung Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu

(19)

1.2. Perumusan Masalah

Sejauh manakah tingkat pengetahuan diet pasien DM serta komplikasinya di

Poli-Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik,

Medan pada tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 . Tujuan Umum

Untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus

Serta Komplikasinya pada pengujung di Poli-Endokrinologi, Departemen Ilmu

Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui angka pengunjung Poli-Endokrinologi Departemen

Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan yang sadar tentang diet

pasien Diabetes Mellitus serta komplikasi dari penyakit DM.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Masyarakat

Dapat dipakai sebagai informasi dalam meningkatkan tahap pengetahuan

mereka berhubung diet Diabetes Mellitus serta komplikasinya.

1.4.2 Untuk Institusi / Rumah Sakit

Dapat dipakai sebagai alat ukur bagi mengetahui sejauh mana tingkat

pengetahuan pengunjung tentang diet diabetes serta komplikasinya dan jika

hasilnya kurang maka boleh diambil langkah untuk meningkatkan penyuluhan

(20)

1.4.3 Untuk Peneliti Lain

Dapat dipakai sebagai sumber informasi dan rujukan untuk melakukan

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi

Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan

jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia,

suatu keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan

oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar

menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut

glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh

menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi

insulin dengan tepat terjadilah diabetes (Setiabudi, 2008)

Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar

gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun

begitu, penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan

komplikasi seperti kebutaan dan stroke (Setiabudi, 2008)

2.1.2. Etiologi

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti

tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan

faktor herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille

Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia

(meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne,2002).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh

(22)

misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan

dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002).

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans

pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon

autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor

herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare &

Suzanne, 2002)

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya

NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset

melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM

sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan

banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak

cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor

insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada

klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.

Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.

Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet.

Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada

tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan

haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih

dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila

ditemukan peningkatan gula darah ( Bare & Suzanne, 2002)

2.1.3. Epidemologi

Menurut data terkini dari International Diabetes Federation (IDF), seramai

285 juta orang di seluruh dunia menghidap diabetes. Angka ini dikemukakan pada

20th World Diabetes Congress di Montreal, Canada. Hanya di asia tenggara

(23)

merupakan salah satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu

seramai 7 juta orang (International Diabetes Federation, 2008)

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati

urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM). Sementara

di Medan sendiri menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner

(WaspadaOnline,2009).

Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan

diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru

sekitar 30% yang datang berobat teratur (Waspada Online, 2009)

Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi. Penyakit

DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan

penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika

dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau yang lainnya kata

(Waspada Online, 2009).

Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia

serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat

kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini

dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai

penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 %

pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado

didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan

prevalensi 5,7% (Hiswani, 2001).

Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020

nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan

asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta

pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri

(24)

2.1.4. Faktor Resiko

1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM.

2. Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali.

3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

2.1.5. Klasifikasi

American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem

klasifikasi berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang

diperbaharui pada tahun 2010. Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes,

antaranya :

1.Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)

2.Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)

3.Diabetes Autoimun Fase Laten

4.Maturity-Onset diabetes of youth

5.Lain-lain sebab.

( Barclay L, 2010)

2.1.6. Patofisiologi a. DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan

insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini

menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin,

2000).

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul

glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran

(25)

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)

(Corwin, 2000).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera

makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga

efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat

mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis

(Corwin, 2000).

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang

dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat

masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000).

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang

berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan.Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

2.1.7. Manifestasi Klinis a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau

cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari

hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria) ( Bare &

(26)

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler

menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel.

Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi

menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia) ( Bare &

Suzanne, 2002).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar

insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa

lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan

(poliphagia) ( Bare & Suzanne, 2002).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan

cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan

menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan

secara otomatis (Bare & Suzanne, 2002).

e. Malaise atau kelemahan ( Bare & Suzanne, 2002)

2.1.8. Diagnosa

Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin

(HbA1c), kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian

toleransi glukosa oral. The American Diabetes Association mendefinisikan

diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa

darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa

selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200

mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat

(27)

glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun

sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010).

Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral,

di mana pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian

ditambah dengan beban 75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan

ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu,

kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal sekiranya berkisar antara 140-199

mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa. American Diabetes

Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa

sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL (Barclay,2010).

Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna

baik untuk diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar

HbA1c adalah minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara

keterbatasannya adalan, mempunyai uji sensitivitas yang rendah dan terdapat

perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya anemia, danpada

penggunaan obat-obatan yang tertentu ( Barclay L,2010).

Dengan demikian, meminum larutan glukosa 50 g (Glucola; Ames

Diagnostik, Elkhart, Indiana) adalah tes yang paling umum dilakukan untuk

Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral

untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif ( Barclay L,2010).

2.1.9. Penatalaksanaan

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan

berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan

pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha,

antaranya:

a. Perencanaan Makanan.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik

(28)

1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

2) Protein sebanyak 10 – 15 %

3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut

dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori

dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga

didapatkan =

1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori

basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian

ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi

status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress

akut sesuai dengan kebutuhan.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi

dalam beberapa porsi yaitu :

1) Makanan pagi sebanyak 20%

2) Makanan siang sebanyak 30%

3) Makanan sore sebanyak 25%

4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

(Iwan S, 2010)

b. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang

lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit

(29)

Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,

olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan

S, 2010).

c. Obat Hipoglikemik :

1) Sulfonilurea

Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.

b) Menurunkan ambang sekresi insulin.

c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan

masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang

dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko

hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga

dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.

(Iwan S, 2010)

2) Biguanid

Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal

dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30)

dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).

3) Insulin

Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam

keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne,

2002).

b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet

(30)

c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif

maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan

dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila

sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak

tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi

sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002).

d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu

pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan

menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan

penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.

Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi

merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne,

2002).

2.1.10. Komplikasi

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan

komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh

darah kaki, saraf, dan lain-lain (Iwan S, 2010).

2.2. Diet Pasien Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) ini terjadi akibat terjadinya gangguan

mekanisme kerja hormon insulin, sehingga gula darah yang ada di dalam tubuh

tidak dapat dinetralisir. Gizi juga dapat menunjukkan peranannya dalam

terjadinya Diabetes Mellitus dalam dua arah yang berlawanan. Gizi lebih yang

merupakan petunjuk umum peningkatan taraf kesejahteraan perorangan,

memperbesar kemungkinan manifestasi DM, terutama pada mereka yang memang

dilahrikan dengan bakat tersebut. Pada keadaan yang demikian gejala DM dapat

di atasi dengan pengaturan kembali keseimbangan metabolisme zat gizi dalam

(31)

Sebaiknya, gizi buruk pada masa pertumbuhan atau pengambilan bahan

makanan yangmengandung racun seperti Cyanida, dapat menimbulkan gangguan

pada proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan kelenjar pankreas.

Tingginya angka prevalensi gizi kurang padaanak-anak serta adanya kemungkinan

konsumsi bahan makanan beracun dinegara berkembang memperbesar perkiraan

bahwa tropical diabetes akan dijumpai lebih banyak dalam masyarakat negara

berkembang ( Hiswani, 2010).

Program perbaikan gizi di Indonesia, diarahkan pada peningkatan

kuantitas dan kualitas makanan. Belum adanya pedoman yang nyata akan taraf

gizi yang dianggap optimal membuka peluang terjadinya gizi lebih dan yang

diketahui cenderung lebih mudah jatuh dalam Diabetes Mellitus. Disamping itu,

usaha diversifikasi menu makanan rakyat, perlu diimbangi dengan

kegiatan-kegiatan lain untuk membebaskan bahan makanan yang potensial untuk dimakan

dari racun yang dapat merugikan pertumbuhan jaringan dalam tubuh manusia (

Hiswani, 2010).

Di negara maju DM termasuk dalam kelompok 5 penyebab utama kematian.

Indonesia sebagai negara luas dengan jumlah penduduk menempati urutan ke

empat terbesar di dunia sedang berkembang menuju taraf yang lebih maju. Tak

dapat dipungkiri bahwa pada suatu saat DM akan menjadi penyebab kematian

yang penting seperti halnya dengan negara maju yang lain, apabila tidak ada

upaya pencegahannya yang terarah ( Hiswani, 2010).

Kemajuan suatu daerah antara lain ditandai oleh peningkatan daya beli serta

perubahan gaya hidup masyarakat yang bersangkutan. Kemudahan-kemudahan

dalam memperoleh bahan makanan yang memenuhi selera akan mempercepat

terjadinya ketidak-seimbangan antara masukan zat gizi melalui makanan dengan

jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup sehat ( Hiswani, 2010).

Peningkatan efisiensi tenaga fisik dengan pemanfaatan perlatan mekanik

sebagai dampak positif kemajuan, diikuti oleh penurunan kegiatan fisik individu

yang bersangkutan yang menjadiawal terjadinya obesitas. Diantara masyarakat

(32)

rupanya adanya ketidak-seimbang antara masukan zat gizi melalui makanan,

kebutuhan zat gizi tubuh, kemampuan jaringan mencerna zat gizi yang tersedia

dan ketersediaan bahan-bahan pembantu metabolisme zat gizi, misalnya hormon

insulin, berakibat pada timbulnya gejala DM ( Hiswani, 2010).

Sesuai dengan klasifikasinya, penanganan NIDDM tidak memerlukan insulin.

Dengan pengaturan kembali keseimbangan antara masukan zat gizi terhadap

kebutuhan dan kemampuan jaringan tubuh, gejala DM akan teratasi. Pada orang

dewasa, makanan yang mana membekalkan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.

Kebutuhan makanan yang harus dimakan umumnya disesuaikan dengan jumlah

tenaga yang harus dikeluarkan (WHO, 1974). Variasi kebutuhan enersi ini

dipengaruhi oleh jenis kegiatan fisik yang dilakukan, umur serta ukuran tubuh

masing-masing (Hiswani,2010).

Kelebihan jumlah tenagai yang dimakan akan disimpan dalam bentuk lemak

tubuh. Makin tinggi jumlah kelebihan tenaga, makin besarlah jumlah cadangan

lemak, yang mana akan memperbesar ukuran tubuh seseorang. Jumlah energi

yang diperlukan untuk menggerakkan tubuh, misalnya berjalan atau mengerjakan

pekerjaan, akan meningkat sebanding dengan besarnya ukuran tubuh. Sebaliknya

bila terjadi defisit dalam intake tenaga, maka untuk memenuhi kebutuhan basal

serta kegiatan fisik akan dipergunakan cadangan yang tersedia (lemak tubuh) (

Hiswani, 2010).

Pemecahan lemak tubuh yang berlangsung terus menerus akan menurunkan

ukuran tubuh yang berasangkutan. Proses pembentukan cadangan dan pengurasan

cadangan dengan rentang variasi yang luas dan terjadi berulang kali suatu saat

akan tidak berlangsung dengan sempurna, sehingga timbul gejala

ketidak-seimbangan metabolisme seperti halnya pada Diabetes Mellitus ( Hiswani, 2010).

Pada orang dewasa proses pertumbuhan sudah berhenti. Oleh karena itu

jumlah protein yang dibutuhkan dimaksudkan hanya untuk keperluan penggantian

sel-sel tubuh yang haus atau rusak akibat usia atau penyakit (regenerasi).

Demikian pula halnya dengan vitamin dan mineral yang jumlah kebutuhannya

(33)

penelitian melaporkan bahwa kebutuhan enersi erat kaitannya dengan jumlah sel

otot yang aktif untuk keperluan yang dimaksud, yang pada pria jumlahnya lebih

tinggi dibandingkan dengan pada wanita. Oleh karena itu perhitungan jumlah

kebutuhan enersi seseorang akan lebih tepat apabila ukuran tubuh yang digunakan

adalah berat badan bebas lemak (lean body mass), yang pada praktek sehari-hari

dinyatakan dalam bentuk BMI (body mass index) ( Hiswani, 2010).

Zimmet dan King (1984) dalam penelitiannya pada masyarakat Mikronesia

mendapatkan korelasi yang kuat antara intake enersi, hidrat arang dan lemak.

Intake lemak seseorang dapat dipakai sebagai petunjuk terjadinya NIDDM.

Menurut peneliti penemuan ini perlu ditinjau kembali dengan penelitian lanjutan.

Interaksi antara gizi, aktivitas fisik dan ukuran tubuh bersifat kompleks, dan akan

sulit membedakan apakah mekanisme faktor yang satu lebih menonjol

dibandingkan dengan yang lain, terutama dalam kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi, bahwa perubahan gaya hidup seseorang dapat mempengaruhi

timbulnya NIDDM sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti antara lain oleh

Watkin (1986). Untuk memastikan adanya interaksi yang sama diantara

masyarakat Indonesia perlu dilakukan pengamatan dengan cara-cara yang tidak

berbeda dengan metode yang pernah diikuti oleh pengamat sebelumnya (

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah:

Gambar 3.1

3.2 Definisi Operasional

Judul Penelitian: Tingkat Pengetahuan Diet Pasien Diabetes Mellitus Serta

Komplikasinya di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP

Haji Adam Malik, Medan.

• Definisi Operasional:

• Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui tentang diet diabetes oleh pasien diabetes.

• Diet diabetes adalah pola pemakanan normal yang sepatutnya dijadikan amalan oleh pasien DM yang telah ditentukan dokter atau ahli gizi.

• Pasien DM adalah semua pasien laki-laki dan perempuan dengan riwayat DM yang datang ke Poli-Endokrinologi RSUP Haji Adam Malik bagi

tujuan kontrol dari bulan Augustus 2010. Pasien DM yang datang ke

poli-Endikrinologi RSUP HAM,Medan yang mempunyai pengetahuan

tentang diet DM serta komplikasinya.

(35)

• Cara Ukur : Angket

• Alat Ukur: Kuesioner, diajukan sebanyak 15 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban:

 Jawaban yang benar diberi skor 2  Jawaban yang tidak pasti diberi skor 1  Jawaban yang salah diberi skor 0

 Kategori: Pengukuran tingkat pengetahuan diet pasien DM serta komplikasinya dan berdasarkan pertanyaan yang diberikan responden

menggunakan skala pengukuran Pratomo (1966) maka dapat dibahagi menjadi

tiga kategori yaitu:

 Pengetahuan baik apabila jawaban responden benar lebih dari 75% dari nilai tertinggi.

 Pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar antara 40% sampai 75% dari nilai tertinggi.

 Pengetahuan kurang apabila jawaban responden benar kurang dari 40% dari nilai tertinggi.

Dengan demikian, penilaian terhadap pengetahuan responden berdasarkan sistem

skoring, yaitu:

 Skor 23 hingga 30 : Baik  Skor 12 hingga 22 : Sedang Skor dibawah 12 (<12) : Kurang

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei

deskriptif dengan desain cross sectional. Di mana, penelitian ini akan

menggambarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien DM yang mengunjungi

Poli-Endokrinologi RSUP Haji Adam Malik tentang diet DM serta

komplikasinya.

Survei adalah suatu cara penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap

sekumpulan objek yang biasanya cukup banyak dalam jangka waktu tertentu.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau

menguraikan suatu keadaan di dalam komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo,

2005).

Menurut Sastroasmoro (1995) penelitian cross sectional merupakan

penelitian yang di mana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel

pada satu saat. Satu saat di sini artinya, setiap subjek hanya di observasi satu kali

saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) tahap persiapan, (2)

tahap pelaksanaan dan (3) tahap penyelesaian.

Tahap persiapan merupakan tahap proses persiapan proposal penelitian ini

termasuk menyediakan kuesioner. Ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga

Mei 2010.

Tahap pelaksanaan akan dilakukan pada bulan Augustus 2010 hingga

November 2010. Tahap ini meliputi konsultasi pelaksanaan, pengambilan data

melalui penyebaran kuesioner, mengumpul jawaban, menilai jawaban, mengolah

(37)

Tahap penyelesaian adalah tahap terakhir yaitu penulisan, ujian, revisi,

penjilidan dan penyerahan hasil karya tulis ilmiah pada akhir bulan November.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Poli-Endokrinologi, Departement Ilmu

Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita DM laki-laki dan perempuan

yang mengunjungi Poli-Endokrinologi bagi tujuan kontrol.

Lokasi ini dipilih karena RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit

rujukan utama di kota Medan.

4.3.2 Sampel (arikunto = notoatmodjo 05)

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).

Untuk mendapatkan sampel, dapat digunakan teknik random sampling (sampel

acak). Sampel acak digunakan apabila populasi dari mana sampel diambil

merupakan populasi homogen yang hanya mengandung satu ciri dan semua

subjek mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

(Arikunto, MANAJEMEN).

Kriteria inklusif

1) Seramai 75 orang pasien laki-laki dan perempuan di Poli-Endokrinologi yang

secara sukarela mahu mengambil bahagian dalam penelitian ini.

Kriteria ekslusif

1) Pasien yang tidak boleh membaca dan menulis dikecualikan dari penelitian ini.

2) Pasien yang berkerja dalam bidang kesehatan juga dikecualikan dari penelitian

ini.

3) Pasien hanya boleh menjawab kuesioner sakali.

(38)

Terdapat beberapa jenis random sampling yang bisa digunakan untuk mencari

besar sampel. Dalam penelitian ini digunakan metode simple random sampling, di

mana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel. (Notoatmodjo, 2005).

Perkiraan besar sample yang minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan

rumus dibawah ini.

n = Za²PQ

n = besar sampel

Za = deviat baku alfa

P = proporsi kategori variable yang diteliti

Q = 1- Q

d = persisi (5%)

n = Za²PQ

n = 1,96² (0,05) (1-0,05)

(0,05)²

n = 72,9904

n ~ 73

Maka diperoleh 73 sampel. Jumlah sampel ini dibulatkan menjadi 75 sampel.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(39)

1. Metode Dokumentasi

Data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan atau laporan,

jurnal, buku, koran atau berbagai artikel tentang topik penelitian dicari dan

dikumpul untuk tujuan kepustakaan dan memperoleh informasi tentang penelitian

ini. Dokumen-dokumen tersebut digunakan untuk mendapatkan data sekunder

(Arikunto,prosedur).

2. Metode Angket

Data penelitian ini dikumpul dengan metode angket. Pada penelitian ini,

lembaran kuesioner diberikan kepada responden dan responden sendiri akan

mengisikan jawabannya. Angket pada penelitian ini adalah berstruktur dan

berbentuk pilihan. Di mana, kuesioner yang diberikan disusun secara tegas,

definitif, terbatas dan konkret serta pilihan jawabannya juga telah diberi agar

responden mudah menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang

ditanyakan adalah tentang diet pasien DM serta komplikasi dan diajukan sebanyak

15 pertanyaan. Dan responden hanya perlu menjawab jawaban yang benar sahaja

(Notoatmodjo, 2005). Maka kuesioner sebagai instrument pengumpul data dalam

penelitian ini perlu diuji validitas dan reliabilitas dengan cara melakukan uji cobe

pada sekelompok responden yang hampir sama cirinya dengan populasi penelitian

ini.

4.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

Berdasarkan Notoatmodjo (2005), untuk menguji ketepatan kuesioner yang

akan digunakan, telah dilakukan dilakukan uji coba paling sedikit pada 20 orang

responden yang karakterisitknya yang mirip dengan sampel penelitian. Hasil uji

coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur yaitu

kuesioner yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas. Setelah

diperoleh skor tiap pertanyaan, telah dihitung kolerasi antara skor masing-masing

pertanyaan dengan skor total.

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-banar

(40)

validitasnya dengan SPSS 17.0 (Statistical Products and Service Solution).

Kuesioner penelitian ini telah disusun sebelumnya dengan jumlah pertanyaan

sebanyak 23, kemudian telah dilakukan uji validitas dan didapati sebanyak 15 soal

valid. Pengujian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0. Uji validitas ini

dilakukan pada bulan Agustus 2010.

Uji validitas dilakukan dengan korelasi Pearson, skor yang didapati dari

setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk setiap variabel. Setelah

semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, nilai-nilai

tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Nilai r tabel untuk jumlah responden

20 orang dengan taraf signifikasi 0.1 adalah 0.444. Jika nilai koefisien korelasi

Pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada di atas nilai r tabel, maka

pertanyaan tersebut valid.

Menurut Notoatmodjo (2005), reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan

sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan.Uji reliabilitas

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 17.0. Uji reliabilitas

ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Uji reliabilitas dilakukan pada semua

pertanyaan yang valid dengan koefisien Reliabilitas Alpha pada aplikasi SPSS

17.0. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel,maka pertanyaan tersebut

reliabel.

Tabel 4.1 Uji validitas dan Reliabilitas

(41)

12

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Prosedur analisis data dilakukan dengan tahapan seperti berikut:

1. Melakukan uji coba dengan memberikan kuesioner pada beberapa responden

untuk menguji validitas dan relibilitas kuesioner,

2. Menguji validitas dan realibilitas alat ukur kuesioner.

3. Melakukan penelitian dengan memberikan kuesioner kepada semua

responden.

4. Memeriksa atau menyeleksi kelengkapan data kuesioner.

5. Melakukan analisa data

Data yang akan dikumpul dianalisa dengan menggunakan program komputer

SPSS (statistical product and service solution). Data akan dianalisa secara

deskriptif. Hasil yang diperolehi akan ditampilkan dalam tabel bentuk yaitu dalam

bentuk distribusi frekuensi, persentase dari tiap variabel dan bentuk grafik. Pada

penelitian ini variabel pengetahuan berupa data kuantitatif (skor hasil pengisian

kuesioner) akan diubah menjadi data kualitatif (baik, sedang dan kurang) dengan

analisa kualitatif melalui cara indukt if, yakni pengambilan kesimpulan

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit

Dalam, RSUP Haji Adam Malik, Medan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah

Sakit Umum Kelas A di Medan yang berdasarkan pada Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/1990. Namun, nama

rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit

Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik.

Perubahan nama rumah sakit ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992. Adapun alasan

pergantian nama rumah sakit ini disebabkan karena perlunya pencantuman nama

Pahlawan Nasional Sebagai Nama Rumah Sakit Umum Pemerintah yang

merupakan bagian penghargaan dan kebangganan rakyat Indonesia. Nama Haji

Adam Malik perlu diabadikan pada rumah sakit umum pemerintah sebagai

penghargaan dan kebanggan terhadap Pahlawan Nasional, terlebih lagi Adam

Malik merupakan ikon kebanggaan masyarakat Sumatera Utara yang mana

namanya tidak hanya dikenal di Indonesia saja, tetapi juga di Internasional.

RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan,

terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H.

Adam Malik ini agak berada di daerah pedalaman yaitu berjarak +- 1 Km dari

jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi. Rumah

sakit ini merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.

335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah

Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera

(43)

sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat

pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke

RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. Dengan ditetapkannya

RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat menggunakannya sebagai Pusat

Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keahlian calon dokter spesialis.

RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan

pelayanan rawat jalan dan untuk pelayanan rawat inap mulai berfungsi tepatnya

pada tanggal 2 Mei 1992. Rumah Sakit ini mulai beroperasi secara total pada

tanggal 21 Juli 1993 yang diresmikan oleh mantan Presiden RI, H. Soeharto.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah sebesar 75 responden

yang merupakan semua penderita DM laki-laki dan perempuan yang mengunjungi

Poli-Endokrinologi, Departmen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Haji Adam Malik,

Medan bagi tujuan kontrol. Jumlah sampel ini adalah sama dengan jumlah sampel

yang diperlukan yaitu seramai 75 orang. Lebih dari setengah responden yang

terpilih adalah laki-laki dengan persentase 57,3 % yaitu seramai 43 orang

sedangkan perempuan berjumlah 32 orang dengan persentase 42,7 % seperti yang

dilampirkan pada tabel 5.1.

Berdasarkan umur, mayoritas responden dalam kelompok usia 31-40 tahun

dan 51-60 tahun dengan jumlah responden masing-masing 22 orang dan

persentase sebanyak 29 %. Kelompok umur 71-80 tahun mempunyai persentase

responden yang paling kecil yaitu hanya 3 % dengan jumlah responden seramai 2

(44)

Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)

Pria

Wanita

43

32

57,3

42,7

Total 75 100

Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur

Umur (Tahun) Frekuensi Persen (%)

21-30 4 5

31-40 22 29

41-50 14 19

51-60 22 29

61-70 11 15

71-80 2 3

Total 75 100

5.1.3 Tingkat Pengetahuan Responden

Keseluruhan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

seramai 75 orang. Tingkat pengetahuan diet pasien Diabetes dibahagi menjadi 3

kategori utama yaitu Baik, Sedang dan Kurang dengan jumlah skor yang

(45)

jumlah skor lebih dari 75% dari nilai tertinggi , Kategori sedang sekiranya jumlah

skor diantara 40 - 75 % dari nilai tertinggi dan dikatakan kurang sekiranya skor

responden kurang dari 40% dari nilai tertinggi. Nilai skor tertinggi dalam

penelitian ini adalah sebanyak 30.

Tabel 5.3 Pecahan berdasarkan kategori tingkat pengetahuan diet pasien Diabetes

Kategori Total Skor Jumlah Responden

Persentase Responden(%)

Baik 23-30 6 8

Sedang 12-22 43 57.3

Kurang <12 26 34.7

Total 75 100

Berdasarkan penelitian ini, 8 % dari total responden mempunyai tingkat

pengetahuan yang baik mengenai diet pasien diabetes. Ini merupakan kelompok

terkecil dari keseluruhan jumlah sampel dengan bilangan hanya 6 orang sahaja.

Seramai 43 responden mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang

mengenai diet pasien Diabetes. Kelompok ini merupakan kelompok terbesar dari

jumlah sampel dengan persentase sebanyak 57,3 %.

Selain itu,seramai 26 orang responden dengan persentase 34,7 %

mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang mengenai diet pasien Diabetes dan

kelompok ini merupakan kelompok kedua terbesar dari total sampel.

Seramai 6 orang responden dengan tingkat pedndidikan S-1 mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik. Selain itu,14 orang responden dengan pendidikan

(46)

responden dengan pendidikan SMP mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang

mengenai diet diabetes serta komplikasinya.

Daripada 75 responden yang mengambil bahagian, sebanyak 15 responden

atau dengan persentase 20% berpandapat bahwa memakan terlalu banyak gula

(glukosa) bukan merupakan faktor utama Diabetes Mellitus. Seramai 55 orang

atau 73,3 % orang berpendapat sebaliknya manakala 6,7 % lagi yaitu seramai 5

orang tidak pasti dengan kedua jawaban yang diberikan.

Sebanyak 53 responden atau dengan persentase 70,7% setuju bahwa

Diabetes Mellitus bisa sebabkan ketajaman penglihatan berkurang. Sedangkan 20

orang dengan persentase 26,7 % berpendapat Diabetes Mellitus tidak akan

memyebabkan ketajaman penglihatan berkurang tetapi hanya 2,7% atau 2 orang

tidak pasti dengan jawaban yang diberikan.

Seramai 38 orang dengan persentase 50,7% tidak berpendapat penyakit

Diabetes Mellitus sudah pasti bisa diobati, 38,7% dengan frekuensi 29 orang

berpendapat penyakit Diabetes Mellitus sudah pasti dapat diobati dan 10,7% atau

seramai 8 orang responden tidak pasti dengan jawaban mereka.

Sebanyak 64 orang responden ( 85,3 %) berpendapat sekiranya insulin

diambil pada pagi hari tetapi tidak memakan sarapan,kadar gula darah akan

menurun.Sebaliknya, seramai 8 orang (10,7 %) tidak mendukung jawaban ini.

Manakala sisanya seramai 3 orang (4 %) tidak pasti dengan jawaban mereka.

Sebanyak 18,7% atau 14 orang mengakui bahwa jus buahan yang tidak

dicampur gula akan tetap menaikkan kadar gula darah.Seramai 57 orang (76 %)

berpendapat jus buahan yang tidak dicampur gula tidak akan menaikkan kadar

gula darah.Sisanya seramai 4 orang dengan persentase 5,3 % tidak pasti dengan

jawaban mereka.

Lebih separuh dari total responder yaitu seramai 56 orang (74,7 %)

berpendapat bahwa Diabetes Mellitus adalah disebabkan kegagalan ginjal untuk

(47)

tidak bersependapat dengan golongan ini dan sisanya 4 orang dengan persentase

5,3 % tidak pasti dengan jawaban mereka.

Dari 75 responden yang mengambil bahagian, 25 orang dengan persentase

33,3 % menyetujui pendapat Diabetes Mellitus merupakan faktor utama yang

menyebabkan badan seseorang penderita sangat penat walaupun hanya melakukan

kerja yang ringan. 24 orang lagi (32%) tidak menyetujui perkara ini dan sisanya

seramai 26 orang (34,7 %) tidak pasti dengan jawaban mereka.

Sebanyak 48% dari jumlah responden (36 orang) berpendapat bahwa

tindakan terbaik untuk memeriksa kadar gula penderita Diabetes Mellitus adalah

dengan periksa urin. 33 orang lagi dengan persentase 44 % tidak setuju dengan

perkara ini dan 8% atau 6 orang responden lagi tidak pasti dengan jawaban

mereka.

Seramai 61,3 % atau 46 orang dari jumlah responden setuju dengan

pernyataan insulin merupakan hormon utama yang mengatur kadar gula darah. 16

% atau 12 orang tidak setuju dengan pernyataan ini. Manakala 17 orang lagi

dengan persentase 22,7 % tidak pasti dengan jawaban mereka.

Selain itu, lebih dari separuh responden yaitu seramai 41 orang sengan

persentase 54,7 % berpendapat kekurangan insulin atau penurunan dari kerja

insulin menyebabkan kadar gula darah naik (Diabetes Mellitus). Manakala 18

orang atau 24 % lagi tidak bersependapat dan sisanya seramai 16 orang ( 21,3 % )

tidak pasti dengan jawaban mereka.

Sebanyak 22,7 % atau 17 orang dari total sampel berpendapat makanan

segera (seperti mie instant) mempunyai kalori yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan semangkok nasi. 49 orang dengan persentase 65,3 % berpendapat

sebaliknya yaitu semangkok nasi mempunyai kalori lebih tinggi jika dibandingkan

dengan mie instant. Sisa 9 orang dengan persentase 12 % tidak pasti dengan

(48)

Persentase terbesar yaitu sebanyak 48 % atau 36 orang dari total sampel

setuju dengan pernyataan pasien Diabetes Mellitus dianjurkan meminum

minuman penambah energi ( seperti minuman isotonik). 40 % dengan jumlah

responden seramai 30 orang tidak menyetujui pernyataan ini dan sebanyak 12 %

atau 9 orang tidak pasti dengan jawaban mereka.

Seramai 49 orang dengan persentase 65,3 % berpendapat bahwa berolahraga

secara teratur akan meningkatkan kebutuhan insulin atau obat-obatan insulin

sehari-hari. Sebaliknya, 14,7 % atau 11 orang dari jumlah responden tidak

menyetujui pernyataan ini. Sisanya seramai 15 orang atau dengan persentase 20 %

tidak pasti dengan jawaban mereka.

Selain itu, 60 % atau seramai 45 orang dari jumlah sampel mempunyai

pendapat menggeletar (shaking) dan berkeringat merupakan tanda peningkatan

kadar gula darah. 33,3 % atau 25 orang tidak setuju dengan pendapat ini dan

sisanya seramai 5 orang dengan persentase 6,7 % tidak pasti dengan jawaban

mereka.

Lebih dari separuh responden dengan perentase 52 % yaitu 39 orang dari

jumlah responden tidak setuju dengan pendapat sering BAK dan dahaga

merupakan tanda dari kadar gula darah yang rendah. Sebaliknya, 28 orang

responden dengan persentase 37,3 % menyetujui pernyataan ini dan 10,7 % lagi

dengan jumlah responden seramai 8 orang tidak pasti dengan jawaban mereka.

Data mengenai distribusi frekuensi jawaban responden dapat dilihat pada tabel

(49)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

NO PERTANYAAN JAWABAN

BENAR TIDAK

PASTI

SALAH

F % F % F %

1. Memakan terlalu banyak gula(glukosa) merupakan faktor utama DM

15 20 5 6,7 55 73,3

2. DM bisa sebabkan ketajaman penglihatan berkurang

53 70,7 2 2,7 20 26,7

3. Penyakit DM sudah pasti bisa diobati

38 50,7 8 10,7 29 38,7

4. Jika anda mengambil insulin pada pagi hari tetapi tidak memakan sarapan, kadar gula darah anda akan menurun

64 85,3 3 4 8 10,7

5. Jus buahan yang tidak dicampur gula akan menaikkan kadar gula darah

14 18,7 4 5,3 57 76

6. Diabetes Mellitus adalah disebabkan kegagalan ginjal untuk mempertahankan gula tubuh (glukosa) dari urine.

(50)

7. Diabetes Mellitus merupakan

8. Tindakan terbaik untuk memeriksa kadar gula penderita Diabetes Mellitus adalah dengan periksa urine

33 44 6 8 36 48

9. Insulin merupakan hormon utama yang mengatur kadar gula darah

46 61,3 17 22,7 12 16

10. Kekurangan insulin atau penurunan dari kerja insulin menyebabkan kadar gula darah naik (Diabetes Mellitus)

41 54,7 16 21,3 18 24

11. Makanan segera (seperti Mie Instant) mempunyai kalori yang lebih tinggi jika dibanding dengan semangkok nasi

17 22,7 9 12 49 65,3

12. Pasien Diabetes Mellitus dianjurkan meminum minuman penambah energi (e.g minuman isotonik)

30 40 9 12 36 48

13. Berolahraga secara teratur akan meningkatkan kebutuhan insulin atau obat-obatan insulin sehari-hari.

11 14,7 15 20 49 65,3

14. Menggeletar (shaking) dan berkeringat merupakan tanda peningkatan kadar gula darah

(51)

15. Selalu BAK dan dahaga merupakan tanda dari kadar gula darah yang rendah

39 52 8 10,7 28 37,3

5.2. Pembahasan

5.2.1 Tingkat Pengetahuan Responden

Beberapa penelitian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang

diabetes juga dilakukan di negara yang lain seperti di Nepal Barat, Kenya, Turkey

dan Amerika Serikat. Dari hasil penelitian Julie D. West (2002) di Amerika

Serikat, seramai 31% pasien mancapai tingkat baik, 33% sedang, dan 36% kurang

(Medscape, 2002). Ini menunjukkan tingkat pengetahuan pasien di Amerika

Serikat dan pasien penelitian ini tidak berjauh beda. Namun, didapati bahwa

soalan kuensioner yang dipakai oleh Julie D. West adalah lebih spesifik dan

dalam.

Menurut hasil penelitian Didem Arslantas (2008) di Eskisehir, Turkey, usia

rata-rata pasien diabetes adalah 58.84 ± 10.02. Ini menyokong hasil penelitian

saya karena usia rata-rata pasien diabetes yang saya peroleh dari penelitian adalah

sebanyak 48.55. Hal ini karena kelompok umur <60 memberikan kerjasama yang

lebih mudah jika dibandingkan dengan kelompok umur >60 tahun. Komunikasi

dengan kelompok umur ini juga lebih efektif karena mayoritas dari mereka faham

akan kepentingan penelitian ini serta manfaatnya. Kelompok umur > 60 juga

kebanyakan mereka tidak tahu membaca dan menulis dan merupakan faktor

eksklusif dalam penelitian ini.

Tabel 5.3 menunjukkan pecahan kategori tingkat pengetahuan tentang diet

pasien DM. Sekitar 65,3 % (8 % + 57,3%) dari masyarakat mempunyai

pengetahuan yang baik dan sedang tentang diet pasien DM serta komplikasi.

Sisanya sekitar 34,7 % masyarakat masih mempunyai tahap pemikiran yang

kurang. Namun, dari penelitian William Kiberenge Maina (2010) di Kenya,

(52)

’baik’ , 72,8% pasien mencapai tingkat ’kurang’. Perbedaan jumlah sampel

berperan besar dalam hasil yang diperoleh oleh saya karena jumlah sampel yang

digunakan oleh Maina adalah seramai 478 orang manakala jumlah sampel saya

peroleh hanyalah seramai 75 orang.

Berpandukan penelitian William Kiberenge Maina (2010) di Kenya yang

sama, seramai 27,7% responden laki-laki dan 26,9% perempuan mempunyai

tingkat pengetahuan yang baik. Sebaliknya, sebanyak 36% laki-laki dan 29,3%

perempuan di Medan memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai

pengetahuan DM yang juga meliputi diet serta komplikasinya. Nilai yang

diperoleh saya tidak jauh berbeda dari penelitian Maina, namun perbedaan jumlah

sampel antara Maina (478 orang) dan saya (75 orang) adalah sangat besar.

Sebanyak 55 orang responden dengan persentase 73,3 % masih berpendapat

memakan terlalu banyak gula (glukosa) merupakan faktor utama DM dan hanya

15 orang atau 20 % dari responden tidak menyetujui pernyataan tersebut.

Sebenarnya, Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang

dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel

tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang

disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila

tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak

menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes. (Setiabudi, 2008)

Setengah dari jumlah responden yaitu sebanyak 50,7 % setuju dengan

pernyataan bahwa penyakit DM sudah pasti bisa diobati. Ironiknya, masih

terdapat sekelompok besar masyarakat masih berpendapat DM boleh diobati

secara tuntas. Hakikatnya,penyakit DM bersifat irriversible dimana pasien hanya

boleh mengontrol kadar gula darah supaya di ambang normal. Diabetes Mellitus

bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai

organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan

Gambar

Gambar 3.1 3.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Uji validitas dan Reliabilitas
Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.3 Pecahan berdasarkan kategori tingkat pengetahuan diet pasien
+3

Referensi

Dokumen terkait

Orem dengan jelas mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat kesehatan optimal tersebut seseorang harus melakukan self care baik pada orang yang sehat maupun sedang

Total sampel sebanyak 57 orang diambil untuk mengetahui jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009. Berdasarkan jumlah leukosit yang

Untuk mendukung penelitian ini, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu sebagai responden untuk mengisi data identitas dan menjawab pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan

Distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan komplikasi kronis diperoleh data, mayoritas menjawab benar diabetes melitus dalam waktu yang lama akan menyebabkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan tentang diet diabetes mellitus tergolong cukup (44,3%), sebagian besar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan penderita diabetes mellitus tentang komplikasi Diabetes Melitus di RSUP H. Adam

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Nutrition Recommendations and Interventions for Diabetes: A position statement of the American Diabetes Association Diabetes Care January 2008 31:S61-S78;