• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

Hasil dari analisis data penelitian mengenai hubungan antara penerapam pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan didapatkan hasil koefisien kontingensi sebesar 0,659,p-valuesebesar 0,011 < 0,05 dan X2 hitung lebih besar dari X2 tabel (45,187 > 38,885). Berdasarkan nilai koefisien kontingensi dapat disimpulkan bahwa faktor penerapan pola asuh otoriter orang tua memiliki hubungan yang erat dengan distres pada remaja. Hal ini berarti penerapan pola asuh otoriter orang tua dapat dijadikan prediktor untuk memprediksi kondisi distres pada remaja.

Hasil dari penghitungan didapatkan koefisien korelasi yang bernilai positif, hal ini mengindikasikan adanya hubungan yang positif. Nilai korelasi kedua variabel terdapat hubungan yang erat, hal ini dapat dilihat dari hasil koefisien korelasi sebesar 0,659. Perbandingan nilai X2 hitung yang lebih besar dari X2 tabel menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan tergantung sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan. Nilai koefisien korelasi yang bernilai positif mengindikasikan bahwa semakin tinggi penerapan pola asuh otoriter orang tua maka semakin tinggi pula distres yang dialami oleh remaja. Hasil positif yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan pola asuh otoriter orang tua mempunyai peran dalam menentukan kondisi distres pada remaja.

Pada penelitian ini penerapan pola asuh otoriter ini lebih menekankan pada orang tua sehingga tidak hanya terpaku pada ayah atau ibu saja. Dalam hal ini lebih mengarah kepada otoriter dalam pemenuhan kebutuhan remaja. Pada pola asuh otoriter pemenuhan kebutuhan anak sangat jarang terpenuhi, apalagi yang menyangkut pemenuhan secara mental. Seringkali orang tua lebih menunjukkan sikap menekan kebutuhan mental remaja dengan memberikan batasan-batasan tingkah laku. Musen (1983) mengemukakan bahwa dalam pola asuh otoriter, orang tua menghalangi harapan, permintaan serta kebutuhan anak.

Penelitian ini hanya menggunakan subjek penelitian dengan penerapan pola asuh otoriter orang tua pada kategori sedang hingga tinggi, namun telah menunjukkan kondisi distres pada remaja yang mengarah pada tingkat sedang dan tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa ke dua variabel mempunyai hubungan yang signifikan.. Di bawah ini disajikan grafik untuk lebih menjelaskan lagi mengenai gambaran kondisi distres, yaitu sebagai berikut:

Gambar 4.1 Diagram mengenai tingkatan distres pada remaja sebagai akibat dari penerapan pola asuh otoriter orang tua.

Hasil dari analisis data diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2008) menyimpulkan bahwa stres pada remaja itu disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi faktor yang paling banyak mempengaruhi remaja berhubungan dengan orang tua, akademik dan teman sebaya. Begitu juga dengan McCubbin and Patterson (1983 dalam Rice, 1999) yang menentukan bahwa

stressor disebabkan karena kejadian hidup atau dampak dari suatu perubahan

dalam kesatuan keluarga yang menghasilkan atau yang mempunyai potensi menghasilkan keadaan stres, serta perubahan pada sistem sosial keluarga. Seperti hanya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghofur, dkk (2009) mengenai “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Karakteristik Anak” memberikan penjelasan bahwa pengaruh pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri.

Ali & Mohammad (2008) menyatakan bahwa dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam akan menjadikan anak patuh di hadapan orang tua tetapi dibelakangnya ia akan memperlihatkan reaksi- reaksi menentang atau melawan karena merasa dipaksa, misalnya saja perilaku- perilaku menyimpang pada remaja. Pendapat tersebut sejalan dengan Mirowsky & Catherine (2003) yang mengungkapkan bahwa distres merupakan suatu masalah bagi seseorang seperti perilaku antisosial, minum-minuman keras, menggunakan narkoba.

Berbagai macam hal yang mempengaruhi munculnya distres pada remaja selain disebabkan oleh penerapan pola asuh otoriter orang tua. Menurut Mirosky & Catherine (2003) menyatakan ada tiga pola dari pemahaman individu mengenai diri sendiri dan sosial sebagai penjelasan pola sosial mengenai penyebab distres, yaitu pemindahan hak, otoriter, dan ketidakadilan. Dalam hal ini faktor dari otoriter memberikan sumbangan terhadap munculnya kondisi distres, disamping faktor-faktor yang lainnya. Mirosky & Catherine (2003) juga mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi distres meliputi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, umur, kondisi perkawinan, kedudukan sebagai orang tua, dan variabel lain berupa sosiodemografik yang menunjuk pada kondisi secara objektif dari kehidupan sosial; pengalaman pola-pola sosial, perkembangan kepercayaan dalam masayarakat, hubungan antar manusia, antara diri sendiri dan hubungan satu dengan yang lain serta hubungan dengan sosial.

Secara umum hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan. Namun penelitian ini masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Salah satu diantaranya penelitian ini hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja. Penerapan populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini, ataupun dengan menambah dan memperluas ruang lingkupnya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara penerapan pola asuh otoriter orang tua dengan distres pada remaja di SMA N 1 Muntilan.

2. Nilai hubungan yang erat ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang mendekati nilai 1 namun masih berada pada nilai tengah disebabkan karena penerapan pola asuh otoriter orang tua terhadap subjek cenderung sedang, namun hal ini telah menunjukkan tingkat distres yang sedang dan tinggi pada subjek.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang telah diuraikan, diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Orang Tua

Diharapkan orang tua dapat memberikan penerapan pola pengasuhan yang lebih memperhatikan perkembangan fisik, psikis, dan sosial pada anak serta mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan anak. Dengan demikian pola pengasuhan yang diterapkan pada anak dapat diterima baik oleh anak tanpa paksaan dan tekanan. Dalam hal ini diharapkan orang tua dapat mempertimbangkan kembali penerapan pola pengasuhan yang otoriter

dalam rangka menghindari distres dan adanya kemungkinan perkembangan pada anak yang mengarah pada hal-hal yang negatif. Dengan demikian akan mendorong perkembangan fisik, psikis serta sosial yang sehat sehingga anak akan terhindar dari kondisi distres.

2. Bagi Sekolah

Diharapkan sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan mental siswa yang sehat, dalam hal ini adalah remaja. Jenjang sekolah SMA merupakan fase perkembangan pada tingkat remaja, sehingga merupakan fase yang membutuhkan perhatian ekstra. Remaja membutuhkan arahan serta bimbingan yang baik, butuh untuk didengarkan, dihargai, serta diperhatikan oleh perangkat sekolah. Dengan demikian diharapkan sekolah dapat mengarahkan perangkat-perangkat sekolah untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan siswa dengan mengupayakan penerapan dengan pola pendekatan yang tidak otoriter sehingga mendukung tumbuhnya kesehatan mental yang baik pada anak dalam rangka menghindari distres. 3. Bagi Remaja

Diharapkan remaja dapat mewaspadai pola pengasuhan otoriter orang tua, dengan demikian remaja dapat melakukan koping ketika orang tua menunjukkan penerapan pola asuh yang otoriter. Remaja sebagai anak juga dapat membangun hubungan dengan orang tua seperti melakukan komunikasi yang baik dengan orang tua dengan berupaya mempengaruhi lingkungan atau orang tua atau sekolah untuk lebih memahami kebutuhan-kebutuhan remaja sehingga tidak memberikan perlakuan dengan menerapkan pola asuh otoriter

yang berpengaruh terhadap munculnya distres pada remaja. Dengan demikian akan terhindar pada munculnya distres pada remaja yang salah satunya berasal dari faktor penerapan pola asuh orang tua yang otoriter.

4. Bagi Pihak yang Terkait yang Bertanggung Jawab terhadap Permasalahan Remaja

Diharapkan dapat memberikan penyuluhan bagi para orang tua untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang sesuai dengan perkembangan anak dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta harapan-harapan anak. Dengan demikian, orang tua bisa mempertimbangkan pola pengasuhan otoriter dan dapat menempatkan anak pada posisi yang sesuai dengan perkembangan yang dialaminya sehingga anak terhindar dari permasalahan-permasalahan kompleks sebagai wujud dari kondisi distres yang dialami oleh remaja.

5. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan topik yang sama diharapkan memperhatikan faktor lain yang turut mempengaruhi munculnya kondisi distres pada remaja seperti faktor fisik (seperti respon tubuh terhadap stres), faktor lingkungan (seperti beban berat, konflik, dan frustrasi, juga kejadian yang buruk dan kesusahan), faktor emosi dan kepribadian (seperti marah, mempunyai musuh), serta faktor sosiokultural (seperti kemiskinan). Selanjutnya, bagi peneliti lain diharapkan dapat menambah variabel, memperluas populasi dan memperbanyak sampel, agar penelitian dapat digeneralisasikan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi.

Dokumen terkait