• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

3. Sumber-sumber Distres

Kebanyakan dari kita menganggap stres sebagai kejadian yang merupakan akibat dari lingkungan yang menempatkan tuntutan pada diri kita. Sampai pada tingkat tertentu, apa yang dilihat remaja sebagai sesuatu yang

menimbulkan stres tergantung pada bagaimana mereka menilai dan menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif (Santrock, 2003).

Kehidupan yang menekan dan cara orang mengatasi kejadian yang menekan berdampak pada kesehatan dan penyakit (Taylor, 2009). Taylor (2009) menyatakan bahwa setiap kejadian yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri, membuat perubahan atau mengeluarkan sumber daya, berpotensi menimbulkan stres. Tinggal di lingkungan yang berisik, penuh kejahatan, tidak hanya membuat hari-hari menjadi semakin stres, tetapi juga menimbulkan efek buruk kumulatif terhadap kesehatan.

Hal yang menimbulkan stres disebut stressor. Hardjana (1994) mengungkapkan bahwa hal, kejadian, peristiwa, orang, keadaaan dan lingkungan yang dirasa mengancam atau merugikan itu disebut stressor. Menurutnya stres dapat bersumber pada orang yang mengalami stres lewat penyakit (illness) dan pertentangan (conflict). Sumber stres juga bisa ada pada orang yang terkena stres itu sendiri (internal sources) atau luarnya (external

sources), yang bisa ada pada keluarga dan lingkungan, baik lingkungan kerja

maupun lingkungan sekeliling.

Sementara McCubbin and Patterson (1983 dalam Rice, 1999) menentukan, stressor disebabkan karena kejadian hidup atau dampak dari suatu perubahan dalam kesatuan keluarga yang menghasilkan atau yang mempunyai potensi menghasilkan keadaan stres, serta perubahan pada sistem sosial keluarga. Meninggalnya orang tua, dirawatnya anggota keluarga di Rumah Sakit, kehilangan pemasukan, kepergian anggota keluarga dalam

tugas militer, atau adanya anggota keluarga yang dipenjara, semuanya merupakan beberapa kualifikasi yang dipandang sebagaistressor.

Begitu juga dengan Sarafino (1998) yang menyatakan bahwa kejadian atau sesuatu hal yang dirasakan sebagai ancaman atau bahaya, yang menghasilkan perasaan tegang disebut stressor. Sarafino (1998) juga melakukan penelitian, yaitu banyaknya kejadian yang menyebabkan suatu

stressor, yang meliputi: a). kejadian bencana, seperti topan dan gempa bumi,

b). kejadian dalam kehidupan yang besar, seperti kehilangan seseorang yang dicintai atau kehilangan pekerjaan dan c). sesuatu hal yang terus-menerus terjadi, seperti kehidupan sakit pada sakit tulang.

Maramis (2005) menyebutkan bahwa stres bersumber pada a). frustrasi, timbul bila ada aral melintang antara kita dan maksud (tujuan) kita, yang disebabkan oleh norma-norma, adat-istiadat, perubahan yang terlalu cepat; b). konflik, terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan; c). Tekanan; d). krisis, yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada seseorang individu atau kelompok.

Ashurst & Zaida (2001) menyatakan bahwa distres merupakan kondisi yang ditandai dengan keadaan yang tidak baik dalam kehidupan kita yang semuanya dibentuk oleh kondisi sakit pada tubuh, dengan lingkungan kita, dan dengan orang lain.

Menurut Mirowsky & Catherine (2003), kontrol yang berlebihan dalam perkawinan merupakan bentuk dari ketidakadilan, kontrol yang berlebihan pada pekerjaan dapat memicu konflik dan frustrasi, dukungan dari

sesama merupakan dasar untuk bermusyawarah dan berkompromi, bukan suatu cara untuk saling menjatuhkan. Mirowsky & Catherine (2003) menambahkan bahwa ketidakadilan, konflik dan kurangnya dukungan merupakan pemicu distres. Faktor yang menjadi penyebab distres meliputi faktor sosial, diantaranya kesulitan ekonomi, pendidikan, umur, jenis kelamin, kontrol individu, dukungan sosial dan ketidak percayaan.

Mirowsky & Catherine (2003) menyatakan ada tiga pola dari pemahaman individu mengenai diri sendiri dan sosial sebagai penjelasan pola sosial mengenai penyebab distres, yaitu pemindahan hak, otoriter, dan ketidakadilan. Kedudukan atau posisi sosial dalam masyarakat yang meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status minoritas, umur, jenis kelamin, status perkawinan, kedudukan sebagai orang tua akan menciptakan suatu kondisi yang mengarah pada pola pemahaman individu dalam kehidupan bermasyarakat

Pemindahan hak adalah lepasnya atau terpisahnya sesuatu hal dari diri sendiri ataupun orang lain. Ketidakberdayaan merupakan terpisahnya hal yang sangat penting dari hidup atau ketidakmampuan untuk mencapai hasil akhir. Ketidakberdayaan merupakan kesadaran kognitif dari suatu kenyataan. Ketidakberdayaan sebagai variabel sosio-psikologikal, berbeda dengan kondisi secara objektif yang dihasilkan dan distres pada individu mungkin dirasakan sebagai konsekuensinya.

Otoriter didefinisikan dan didiskripsikan sebagai konsep teoritik yang tidak mempunyai definisi yang jelas. Dalam hal ini dapat di lihat ketika

seseorang mempunyai sikap dan kepercayaan untuk memerintah secara diktator. Otoriter mempuyai dua elemen penting dalam memberi kontribusi pada distress, yaitu: 1. Infleksibiliti dalam praktek pergaulan dan masalah interpersonal dan 2. Kecurigaaan dan ketidakpercayaan. Dua elemen tersebut, secara luas otoriter, merupakan suatu bentuk penyebab distres.

Infleksibiliti merupakan suatu karakteristik dengan kecenderungan cara-cara yang disukai dalam mengatasi situasi yang penuh dengan stres; kurangnya strategi dalam memecahkan masalah; menaruh kepercayaan pada konformitas dan kepatuhan sebagai strategi koping; menerapkan kekuasaan tentang aturan dan standar; ketidakmampuan untuk menggambarkan pandangan yang kontradiksi dan solusi yang kompleks; dan menggunakan tradisi sebagai adaptasi (Kohn and Schooler 1982; Wheaton 1983; dalam Mirowsky & Catherine, 2003). Ketidakpercayaan, hal yang berlawanan dengan kepercayaan, adalah tidak mendukung maksud dan tingkah laku orang lain, mementingkan diri sendiri, dan tidak tulus. Ketidakpercayaan adalah hilangnya kepercayaan pada orang lain yaitu keluar dari prasangka baik.

Teori ketidakadilan mengatakan bahwa pengorbanan dalam hubungan yang tidak adil merupakan distress. Ketidakadilan yang terlihat merupakan pelanggaran terhadap norma secara umum dan mungkin merupakan pencelaan terhadap orang lain. Teori ketidakadilan mengatakan bahwa eksploitasi dalam suatu hubungan yang tidak adil juga merupakan ditres, misalnya saja mengambil keuntungan orang lain.

Berikut ini adalah pola atau model dari hubungan ketiga pola pemahaman inidividu dengan kedudukan sosial dan kondisi distres:

Gambar 2. 1 Model yang Menunjukkan Hubungan antara Pemindahan Hak, Otoriter, dan Ketidakadilan dengan Kedudukan Sosial dan Distres.

Sumber: Mirowsky & Catherine (2003)

Dokumen terkait