• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan karakteristik data demografi orang tua yang memiliki anak autisme di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan telah didapat 50 responden yang menjadi subjek penelitian. Karakteristik responden yang dipaparkan mencakup umur, umur anak, kedudukan dalam keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Dari hasil penelitian mayoritas responden berumur 31 - 40 tahun sebanyak 44 orang (88%), umur anak 6 – 10 tahun sebanyak 30 orang (60%), kedudukan dalam keluarga adalah ibu sebanyak 39 orang (78%), tingkat pendidikan adalah sarjana sebanyak 27 orang (54 %), pekerjaan adalah wiraswasta sebanyak 21

orang (42%), penghasilan keluarga adalah > Rp.1.900.00 sebanyak 24 orang (48 %). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dari table 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Persentase Karakteristik Data Demografi Orang Tua di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Tahun 2012 (n=50 ) Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Umur - 20 – 30 tahun - 31 – 40 tahun - 41 – 50 tahun 2 44 4 4 88 8 Umur Anak - 1 – 5 tahun - 6 – 10 tahun - 11 – 15 tahun 16 30 4 32 60 8 Kedudukan Dalam Keluarga

- Ayah - Ibu 11 39 22 78 Tingkat Pendidikan - SD - SMP - SMU - Diploma - Sarjana - - 8 15 27 - - 16 30 54 Pekerjaan

- Ibu Rumah Tangga - Wiraswasta - Pegawai Swasta - Pegawai Negeri 10 21 11 8 20 42 22 16

Lanjutan. Penghasilan Keluarga - < Rp 850.000 - Rp 850.000 – 1.200.000 - Rp. 1.200.000 – 1.550.000 - Rp. 1.550.000 – 1.900.000 - > Rp.1.900.000 - 7 8 11 24 - 14 16 22 48

Berdasarkan pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi di yayasan tali kasih dan kidz smile medan terlihat bahwa mayoritas dalam kategori pengetahuan baik yaitu 31 responden (62 %) dengan skor kuesioner 18 – 25, kategori pengetahuan cukup 19 responden (38 %) dengan skor kuesioner 9 – 17, dan kategori pengetahuan kurang hanya 0 % dengan skor 0 – 8. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dari table 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi di Yayasan Tali Kasih dan Kidz Smile Medan Tahun 2012 (n=50)

Tingkat Pengetahuan Skor Kuesioner Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup Kurang 18 – 25 9 – 17 0 – 8 31 19 - 62 38 - Total 50 100

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan orang tua tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak autisme yang telah dilakukan di yayasan tali kasih dan kidz smile medan, menunjukkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik dengan skor kuesioner 18 – 25 yaitu sebanyak 31 orang (62 %) responden, hal ini sesuai dengan data demografi bahwa mayoritas pendidikan orang tua adalah sarjana sebanyak 27 orang (54%) hal ini sesuai dengan asumsi Notoadmojo (2007) bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pengetahuan. Hal ini juga sesuai dengan asumsi Saifuddin (2002) dalam Widya (2008), bahwa jenjang pendidikan sangat mempengaruhi terhadap hal untuk memperoleh informasi, dan hak menolak atau menerima penjelasan yang diberikan. Kemudian semakin baik pendidikan orangtua maka orang tua akan semakin mudah menerima informasi dari luar tentang cara yang baik untuk merawat dan mengasuh anak penderita autisme.

Tingkat pengetahuan juga dipengaruhi oleh usia berdasarkan hasil penelitian mayoritas usia orang tua yang berusia 31 – 40 tahun sebanyak 44 orang (88 %). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Notoadmojo (2003) bahwa semakin bertambah usia seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang ia terima. Di dalam data demografi mayoritas umur anak adalah berusia 6 – 10 tahun sebanyak 30 orang (60 %) hal ini tidak sesuai dengan asumsi Priyatna (2010) bahwa anak autisme harus segera mendapatkan pendidikan sejak dini karena perilaku autistic anak autisme sudah terlihat dari usia 3 tahun dan orang tua juga mendapatkan infornasi tentang makanan yang baik untuk memenuhi nutrisi anak autisme sejak dini.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan mayoritas responden berkedudukan sebagai ibu sebanyak 39 orang (78 %), hal ini dikarenakan pada saat melakukan penelitian mayoritas ibu yang mengantarkan anaknya ke yayasan dan ketika berada di rumah ayah juga berperan penting dalam mengasuh anaknya yang menderita spektrum autisme. Hal ini sesuai dengan asumsi yang dikemukakan oleh Suyatna (2004) bahwa orang tua baik ayah dan ibu harus bersama – sama mendidik dan mengasuh anak autisme karena anak autisme harus diberikan perhatian yang ekstra atau lebih dari pada anak normal lainnya. Asumsi ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Danuatmaja (2005) dalam penelitian Widya (2008) bahwa dukungan dari keluarga dan kesabaran orang tua dalam mencari pengobatan yang terbaik untuk anaknya salah satunya adalah dengan perbaikan makanan yang baik untuk dikonsumsi anak autisme (Danuatmaja, 2005).

Lingkungan juga mempengaruhi pengetahuan misalnya lingkungan pekerjaan karena lingkungan memiliki fungsi sebagai alat bertukar informasi terutama mengenai nutrisi anak autisme. Dari hasil data yang di peroleh bahwa mayoritas pekerjaan orang tua adalah wiraswasta sebanyak 21 orang (42 %) dan mayoritas orang tua berpenghasilan > Rp. 1.900.000 sebanyak 24 orang (48 %). Hal ini sesuai dengan asumsi Danuatmaja (2003) dalam penelitian Widya (2008) bahwa dengan keadaan social ekonomi yang baik, orang tua mampu menggunakan pelayanan kesehatan dan memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya. Hal ini juga sesuai dengan asumsi yang dikemukakan oleh Rosmary (2010) bahwa waktu dan uang adalah alasan utama para orang tua mendapatkan pengetahuan sebagai

pedoman yang dapat dijadikan panduan untuk merawat dan menghadapi anak autisme.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 19 orang (38 %) responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup. Hal ini sesuai dengan data demografi bahwa masih ada pendidikan orang tua anak autisme yang berpendidikan SMA sebanyak 8 orang (16 %) dan masih ada orang tua yang menjawab salah pada kuesioner bahwa pertumbuhan dan perkembangan tidak dipengaruhi oleh nutrisi. Hal ini kemungkinan karena masih ada orang tua anak autisme yang tidak mengetahui dampak atau gejala dari makanan yang dikonsumsi anak apakah baik atau buruk untuk kesehatan anak autisme. Hal ini juga sesuai dengan asumsi MPATI (2006) dalam penelitian Widya (2009) bahwa orang tua masih mengganggap gangguan perkembangan yang terjadi pada anaknya hanya keterlambatan perkembangan saja. Sehingga orang tua tidak mau mencari informasi mengenai pengobatan untuk anaknya terutama makanan yang dikonsumsi untuk anak autisme.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pengetahuan orang tua dalam kategori baik.

Menurut asumsi peneliti bahwa orang tua merupakan orang yang pertama dan terutama harus membina anak autisme karena sebagian waktu anak adalah berada

di keluarga dan orang tua merupakan orang yang paling mengerti dan dimengerti anak penyandang autisme untuk itu orang tua tetap dituntut berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam sebuah keluarga orang tua dapat berperan sebagai guru yang mendidik dan mengajarkan anak untuk berperilaku baik. Keterlibatan orang tua dalam mengasuh anak autisme merupakan bagian penting dalam proses pendidikan/terapi anak untuk mencapai perkembangan yang maksimal. Keterlibatan orang tua dapat termanifestasikan dalam proses pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan anak.

Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan pada anak autisme oleh karena itu orang tua harus selalu melakukan pengawasan yang ketat pada pola makan anak, mencatat makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak agar orang tua dapat mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulkan alergi pada anak, memenuhi kebutuhan anak khususnya menyediakan makanan dan minuman yang tidak megandung kasein dan glutein.

Dengan adanya pengetahuan yang baik maka orang tua dapat memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya yaitu dengan mengetahui makanan yang dapat membahayakan untuk kesehatan anak autisme atau makanan yang dapat menjaga kesehatan anak autisme, karena dengan memberikan makanan yang berdampak baik untuk anak autisme akan mengurangi perilaku autistik anak penderita spektrum autisme.

BAB 6

Dokumen terkait