BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.3 Pembahasan
4.3.1 Keaktifan Siswa
Pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme media gambar di Kelas V SDN 01 Bligorejo Pekalongan telah dilakukan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Peningkatan keaktifan ditentukan dari empat aspek yang ada dalam lembar pengamatan dan didukung oleh wawancara guru dan siswa. Rata-rata skor yang diperoleh dari keaktifan belajar pada siklus I adalah 37,5 dengan kategori sangat rendah. Pencapaian skor tersebut sama dengan jumlah skor yang diperoleh dari wawancara guru dan siswa sehingga disimpulkan tidak terjadi penyimpangan karena telah dilakukan cross-check.
Pembelajaran pada siklus I dimulai dengan menyampaian tujuan belajar, apersepsi, baru kemudian masuk ke kegiatan inti. Pada kegiatan inti siswa diminta menemukan jalur perdagangan dunia, kemudian siswa berkelompok untuk membahas masalah yang diberikan guru lewat gambar yang telah dipilih siswa. Dari hasil pengamatan yang dilakukan sedikit siswa yang melaksanakan instruksi. Siswa nampak malu ketika diminta maju ke depan, siswa juga tidak menjawab pertanyaan yang peneliti berikan. Sebagian siswa hanya berbisik-bisik atau menjawab pertanyaan secara bersama-sama. Ketika hal ini ditanyakan pada siswa saat wawancara, siswa menjawab bahwa mereka takut salah. Berdasarkan jawaban tersebut peneliti lebih banyak memberikan motivasi kepada siswa agar aktif bertanya dalam mengemukakan pendapat. Peneliti juga menyampaikan bahwa siswa tidak perlu takut salah menjawab karena tidak akan ditertawakan atau di hukum. Hamalik (2005:159) menyatakan bahwa setiap perbuatan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Peneliti berharap dengan memberikan motivasi dapat merubah sikap siswa menjadi lebih aktif. William James dalam Usman (2002: 27) menyatakan bahwa siswa merupakan faktor utama menentukan derajat keaktifan siswa. Pemberian motivasi bertujuan agar menumbuhkan minat siswa dalam belajar sehingga meningkatkan keaktifan siswa.
Hasil observasi siklus II menunjukkan peningkatan keaktifan siswa yaitu skor rata-ratanya 66,66 dengan kategori rendah. Perbedaan pembelajaran pada siklus II ini adalah media yang digunakan yaitu menggunakan rekaman video. Siswa terlihat antusias mengikuti pelajaran ketika peneliti memutar video
masuknya Jepang ke Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik dalam Arsyad (2002:15) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar yang mengakibatkan peningkatan keaktifan siswa. Peneliti juga lebih mengoptimalkan penggunaan LKS, karena dengan menggunakan LKS diharapkan kegiatan belajar terpusat pada siswa karena siswa yang harus menyelesaikan permasalahan dan mengkonstruksi pengetahuannya. Ada perbedaan jumlah skor dari lembar pengamatan dan wawancara siswa dan guru yaitu aspek ke 4 tentang siswa mencari sumber dan mengisi LKS. Hal ini terjadi karena ketika peneliti meminta siswa untuk membaca buku, ada beberapa siswa yang tidak membawa buku sehingga mengganggu teman yang lain sehingga suasana menjadi gaduh. Meskipun demikian, secara keseluruhan pembelajaran pada siklus II ini lebih meningkatkan keaktifan siswa.
Merasa masih ada kekurangan dalam siklus II peneliti melanjutkan pembelajaran pada siklus III. Pada siklus III ini peneliti ingin mengaktifkan siswa secara keseluruhan untuk itu peneliti mencoba memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus II. Pada pembelajaran siklus III jumlah kelompok siswa diubah, satu kelompok terdiri tiga orang. Ketika selesai mengerjakan tugas dalam diskusi kelompok, setiap siswa diwajibkan untuk menjelaskan kepada dua teman lain yang berbeda kelompok. Peneliti juga mengingatkan siswa agar mencatat hal penting yang dipelajari agar apa yang dipelajari bermanfaat secara maksimal. Peneliti juga memotivasi siswa agar tidak ragu dan malu jika menjawab pertanyaan.
Pelaksanaan diskusi siswa juga lebih optimal dan siswa tampak senang karena peneliti memberikan penghargaan apabila siswa telah selesai mengerjakan tugasnya. Pelaksanaan pembelajaran yang sedemikian rupa maka skor keaktifan siswa pada siklus III ini mencapai 93,75 dengan kategori skor sangat tinggi.
4.3.2 Keberanian Siswa Bertanya dan Berpendapat
Dalam proses belajar mengajar pada umumnya pertanyaan mempunyai peranan yang sangat penting, karena dari pertanyaan yang diajukan siswa kita dapat mengetahui tingkat berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil observasi dan di dukung oleh hasil wawancara guru dan siswa, pelaksanaan pembelajaran pada siklus I skor untuk keberanian siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat masih rendah yaitu 39,58. Berdasarkan hasil wawancara siswa mengaku bahwa mereka tidak mau bertanya tentang materi yang belum dipahami karena takut dianggap bodoh oleh temannya. Padahal menurut Dahar (1989: 95) dari pertanyaan yang diajukan siswa dapat diketahui sejauh mana siswa itu berpikir. Dari jawaban siswa tersebut peneliti memberikan arahan bahwa siswa yang bertanya bukan berarti siswa itu bodoh namun siswa yang bertanya itu adalah contoh siswa yang pandai dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
Dari hasil skor pengamatan keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat terdapat perbedaan skor perolehan dari lembar pengamatan dan wawancara guru yaitu pada aspek ke tiga tentang menanggapi pertanyaan
teman. Pada saat dilakukan pengamatan peneliti menilai bahwa pada siklus I ini siswa belum maksimal dalam menanggapi pendapat teman. Hal ini di dukung dari wawancara siswa yang menyatakan bahwa mereka takut salah atau dianggap menggurui jika mereka menjelaskan pada teman yang belum paham. Teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap untuk memperoleh pengetahuan baru yang digunakan untuk menyelesaikan tugas yang mempunyai kerumitan yang lebih tinggi seperti yang sudah dijelaskan dalam kajian teori. Dengan adanya hal seperti itu peneliti mencoba untuk memberikan motivasi dan penjelasan pada siswa agar siswa mau menjelaskan pada teman yang belum paham.
Pada pembelajaran pada siklus I siswa belum berani bertanya, maka pada sikus II ini beberapa siswa sudah mulai berani bertanya dan mengemukakan pendapat sehingga skornya juga meningkat menjadi 62,5 dengan kategori rendah. Jumlah skor yang diperoleh dari lembar pengamatan wawancara guru dan siswa setelah di cross-check tidak mengalami penyimpangan. Peningkatan
ini tentunya tidak lepas dari faktor media maupun cara mengajar, dengan melihat tayangan video masuknya Jepang dan membaca buku, siswa mempunyai modal untuk bertanya tentang materi yang belum jelas. Meskipun demikian, secara keseluruhan keberanian siswa bertanya dan mengemukakan pendapat meningkat namun ada satu aspek yang memperoleh nilai yang sama pada siklus I dan II padahal peneliti sudah memberikan motivasi dan penjelasan pada siswa. Aspek yang dimaksud adalah aspek nomer tiga tentang
menanggapi pendapat teman. Butir yang baru muncul dalam aspek tersebut hanya mendengarkan usul/ ide teman dalam kelompok. Siswa belum mampu
menjelaskan pada teman lain padahal guru sudah memberi motivasi. Dikarenakan masih ada kekurangan pada siklus II peneliti memutuskan untuk melanjutkan pembelajaran pada siklus III.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III sedikit berbeda dengan dua siklus sebelumnya khususnya dalam pelaksanaan diskusi kelompok. Selain jumlah anggota yang diperkecil menjadi tiga orang, pada siklus III ini setiap anggota kelompok diwajibkan untuk menjelaskan kepada dua teman lain yang berbeda kelompok dari tugas yang telah didiskusikannya. Hal ini dilakukan agar aspek ke tiga dari keberanian bertanya dan pendapat mengalami peningkatan. Setelah anak selesai mendiskusikan tugas yang ada dalam LKS kemudian anak menjelaskan kepada dua teman lain yang beda kelompok, siswa diberikan penghargaan karena telah mengerjakan tugas dengan baik. Siswa sangat antusias dan segera menyelesaikan tugas karena mereka juga ingin seperti teman lain mendapat penghargaan yaitu berupa tanda bintang.
Hal ini didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2002: 167) yang menyatakan bahwa pemberian ganjaran terhadap prestasi yang dicapai anak didik dapat merangsang untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik di kemudian hari. Dengan adanya hal sedemikian rupa maka skor keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat di akhir siklus mencapai 81,25 dan kategorinya tinggi.
4.3.3 Prestasi Belajar Siswa
Pembelajaran pada siklus pertama menggunakan media gambar yang disajikan dalam Power Point. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap kelompok beranggotakan 5 orang kemudian siswa diminta menganalisis gambar dan mempresentasikannya. Hasil evaluasi pada siklus I ini menunjukkan bahwa lima siswa mendapat nilai 81-90, lima siswa mendapat nilai 71 -80, tujuh siswa mendapat nilai 61 -70, delapan siswa mendapat nilai 51-60, empat belas siswa mendapat nilai 40-50, dan satu siswa mendapat nilai 32.
Dari perubahan yang dilakukan peneliti dalam siklus I ini hasil belajar siswa mengalami peningkatan, yaitu perolehan rata-rata kelas 60,4 dan ketuntasan klasikal mencapai 40 %. Meskipun ada peningkatan hasil prestasi siswa namun masih kurang optimal karena belum mencapai target. Kekurangan tersebut dikarenakan media yang digunakan masih bersifat polos dalam tampilan slide power point belum ada animasi apapun. Seharusnya guru membuat tampilan semenarik mungkin untuk memotivasi siswa dalam belajar. Dari kekurangan tersebut maka peneliti akan memperbaiki pembelajaran lagi pada siklus II.
Pembelajaran pada siklus II ini masih menggunakan media gambar namun, tampilannya lebih bervariasi karena menampilkan video tentang masuknya Jepang ke Indonesia. Hasil evaluasi pada siklus II ini menunjukkan satu siswa memperoleh nilai 91-100, tujuh siswa memperoleh nilai 81-90, delapan siswa
memperoleh nilai 71 -80, dua belas siswa memperoleh nilai 61-70, sebelas siswa memperoleh nilai 50-60, dan satu siswa memperoleh nilai 35.
Secara umum pembelajaran pada siklus II sudah mendekati berhasil. Hal ini dilihat dari nilai hasil prestasi siswa siklus II yang memperoleh rata-rata 67,77 dan keruntasan klasikal 57,5 %. Nilai rata-rata sudah memenuhi target, namun ketuntasan klasikal belum optimal.
Secara umum, proses pembelajaran sebelum siklus sampai siklus III nilai siswa cenderung ada peningkatan. Meskipun pembelajaran dari siklus I ke siklus II peningkatannya belum memuaskan, namun pada akhir siklus III siswa mencapai taraf yang optimal di mana siswa terus mengalami peningkatan hasil belajar. Pada Siklus III guru berperan sebagai motivator memberikan motivasi dan membantu siswa yang nilainya di bawah KKM. Selain media, guru juga lebih mengaktifkan siswa dalam belajar melibatkan siswa secara penuh. Hasil yang diperoleh pada akhir siklus III menunjukkan empat siswa memperoleh nilai 91 -100, tiga belas belas siswa memperoleh nilai 81- 90, sepuluh siswa memperoleh nilai 71-80, dua belas siswa memperoleh nilai 60-70, dan satu siswa memperoleh nilai 57.
Dari data tersebut diketahui bahwa siklus III ini nilai rata-rata kelas 77,32 dan banyaknya siswa yang memiliki nilai diatas 65 mencapai 77,5%. Hal ini menunjukkan peningkatan hasil belajar yang baik khususnya bagi siswa maupun guru dan kepada dunia pendidikan pada umumnya. Peningkatan tersebut telah memenuhi target yang telah ditetapkan baik dari keaktifan siswa, keberanian bertanya dan berpendapat dan prestasi belajar siswa
sehingga dapat diketahui bahwa penelitian tindakan yang dilakukan oleh peneliti ini berhasil.