• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran dan hasil post-test siswa, terdapat beberapa temuan tentang pengaruh penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris, yaitu tentang word meaning, writing, dan pronunciation.

1. Temuan Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata tentang Word Meaning

Hasil pre-test aspek word meaning diperoleh setelah siswa mengerjakan soal pilihan ganda sebanyak 15 soal dengan skor 1 jika jawaban benar dan 0 jika jawaban salah. Hasil pre-test kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek word meaning dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Word Meaning No Rentang

Nilai

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 90-100 1 5% 0 0% 2 70-89 1 5% 4 22,2% 3 60-69 6 30% 8 44,5% 4 0-59 12 60% 6 33,3% Rata-rata 51 54,78 Skor Tertinggi 93 73 Skor Terendah 20 13

Hasil pre-test word meaning pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa dari 20 siswa, hanya 2 siswa yang nilainya memenuhi Kriteria Ketuntasan

86

Minimum (KKM), yaitu 70. Sebanyak 18 siswa atau 90% siswa belum memenuhi nilai KKM. Nilai rata-rata pre-test word meaning pada kelompok kontrol adalah 51. Pada kelompok eksperimen, dari 18 siswa hanya 4 siswa yang memenuhi nilai KKM dengan nilai 73. Sebanyak 14 siswa atau 77,8% siswa belum memenuhi nilai KKM. Nilai rata-rata pre-test word meaning pada kelompok eksperimen adalah 54,78. Secara keseluruhan, kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa aspek word meaning masih jauh di bawah KKM. Berikut ini contoh hasil pre-test siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

87

Gambar 10. Contoh Hasil Pre-test Word Meaning Kelompok Eksperimen Pada saat pre-test, banyak terjadi kesalahan mengartikan kosakata, misalnya arti kosakata sandals, pajamas, hat, belt, slippers, shirt, skirt, shorts karena siswa belum mengenal kosakata tersebut. Bagi siswa, kosakata tersebut sangat baru. Beberapa siswa mencoba menanyakan jawaban kepada guru, namun guru memberikan pengertian kepada siswa bahwa akan menjelaskan kosakata pada pertemuan selanjutnya. Waktu mengerjakannya pun cukup lama hingga jam pelajaran habis, siswa belum selesai mengerjakan. Hal tersebut terjadi pada kedua kelompok, baik kelompok kontrol maupun eksperimen.

Sesuai dengan pendapatnya Izzan (2010: 26) yang mengatakan bahwa ketika seorang anak mempelajari bahasa kedua, maka tahap yang harus dilalui adalah tahap pengenalan, pendengaran, dan pengucapan. Jika siswa belum

88

mengenal kosakata dan belum pernah mendengar kosakata maka siswa merasa kesulitan dalam mengartikan kosakata (word meaning).

Setelah diadakan pre-test, dilakukan pemberian perlakuan pada kedua kelompok sebanyak 3 kali pertemuan. Pertemuan pada kelompok kontrol menggunakan metode pembelajaran ceramah bervariasi. Guru mengkombinasikan ceramah dengan kegiatan tanya jawab. Kegiatan pembelajaran cenderung didominasi guru (teacher centered). Pada aspek word meaning, guru menyajikan daftar kosakata beserta artinya di papan tulis, lalu siswa mencatat ulang kosakata di buku tulis masing-masing. Selama kegiatan pembelajaran, siswa terlihat pasif. Sebanyak 75% dari 20 siswa yang mengikuti pelajaran tidak memperhatikan guru ketika menerangkan. Sebagian besar siswa asyik mengobrol dengan temannya dan tidak memperhatikan guru, bahkan beberapa siswa jalan-jalan di kelas. Meskipun guru sudah menasehati, namun siswa menghiraukannya dan tidak tertarik belajar Bahasa Inggris. Kegiatan belajar menjadi kurang efektif.

Kondisi tersebut berbeda dengan kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan metode Talking Stick. Suasana pembelajaran sangat menyenangkan. Siswa terlibat aktif selama kegiatan pembelajaran (student centered). Terlihat seluruh siswa memperhatikan guru dan antusias ketika melakukan permainan tanya jawab dengan metode Talking Stick. Hal tersebut sesuai dengan pendapatnya Shoimin (2016: 198) yang mengatakan bahwa pembelajaran dengan metode Talking Stick dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat peserta didik aktif.

89

Setelah adanya perlakuan, tahap selanjutnya adalah post-test. Hasil post-test kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek word meaning dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Word Meaning No Rentang

Nilai

Kelompok Kontrol Kelomok Eksperimen Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 90-100 3 14,3% 9 45% 2 70-89 4 19% 7 35% 3 60-69 6 28,6% 2\ 10% 4 0-59 8 38,1% 2 10% Rata-rata 61,67 83,65 Skor Tertinggi 100 100 Skor Terendah 7 47

Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata word meaning siswa pada kelompok eksperimen adalah 83,65. Sebanyak 66,7% siswa memperoleh nilai dibawah KKM. Sedangkan hasil post-test pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa nilai rata-rata word meaning siswa sebesar 61,67. Sebanyak 20% siswa mendapat nilai dibawah KKM. Hal tersebut menunjukkan adanya kenaikan nilai rata-rata dari nilai pre-test ke post-test. Nilai rata-rata pre-test kelompok kontrol dari 51 naik menjadi 61,67 dengan kenaikan nilai sebesar 10,67. Nilai rata-rata pre-test kelompok eksperimen dari 54,78 naik menjadi 83,65 dengan kenaikan nilai sebesar 28,87. Kenaikan nilai rata-rata kelompok eksperimen jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Berikut ini contoh hasil post-test siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

90

Gambar 11. Contoh Hasil Post-test Word Meaning Siswa Kelompok Kontrol

/

91

Beberapa kesalahan yang dilakukan siswa adalah terbalik dalam mengartikan kosakata, karena ada beberapa kosakata yang hampir sama penulisannya, sehingga siswa lupa. Misalnya, kosakata shirt, skirt, dan shorts. Penulisan yang hampir sama membuat siswa kesulitan dalam mengingat. Masih ada siswa yang lupa dalam membedakan kosakata sandals dan slippers karena arti kosakata dalam Bahasa Indonesia hampir sama. Sandals dalam Bahasa Indonesia berarti sandal, sedangkan slippers dalam Bahasa Indonesia berarti selop. Selain itu, siswa juga terbantu dengan kosakata sandals yang mirip dengan kosakata dalam bahasa ibu siswa. Menurut White (dalam Brewster, 2002: 81-83), faktor yang mempengaruhi penguasaan word meaning kosakata bahasa kedua salah satunya adalah similarity to L1. Siswa lebih mudah memahami kosakata yang hampir sama dengan bahasa ibu daripada kata yang jauh berbeda dengan bahasa ibu.

Berikut ini diagram perbandingan nilai rata-rata hasil kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa aspek word meaning.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pre-test Post-test Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Gambar 13. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Aspek Word Meaning

92

Perbedaan nilai rata-rata yang cukup jauh pada hasil post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen disebabkan oleh pemberian perlakuan yang berbeda pada kedua kelompok. Siswa dengan kelompok kontrol belajar word meaning dengan membuat daftar kosakata di papan tulis beserta artinya lalu siswa mencatatnya. Siswa cenderung pasif karena hanya mencatat saja. Hanya ada 25% siswa yang memperhatikan penjelasan guru, 75% diantaranya ramai di kelas, tidak memperhatikan guru, asyik mengobrol dengan temannya, dan tidak menuruti nasihat guru. Djiwandono (2009: 4) mengatakan bahwa kegiatan menyimak merupakan salah satu kunci kemajuan dan penguasaan Bahasa Inggris. Keterampilan menyimak menjadi tahap awal siswa menguasai kosakata Bahasa Inggris. Jika siswa tidak memperhatikan, maka penguasaan kosakata siswa rendah. Terlihat siswa kurang termotivasi mengikuti pelajaran. Sesuai dengan pendapatnya Brewster (2002: 20) bahwa suasana belajar bahasa kedua membutuhkan cara agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Jika suasana pembelajaran tidak menarik, maka siswa tidak tertarik mengikuti pelajaran.

Pembelajaran pada kelompok eksperimen dengan menggunakan metode Talking Stick mampu membuat motivasi belajar siswa tinggi. Siswa dengan metode Talking Stick berlomba-lomba dalam menghafal kosakata dan artinya. Bersama teman sekelompoknya, siswa saling bekerja sama dan membantu menghafal untuk menguasai materi. Siswa terlihat antusias dan aktif belajar dibanding dengan guru (student center). Hal tersebut sesuai dengan jurnal dari Ida Bagus Manuaba, dkk (2014) bahwa faktor yang menyebabkan pengaruh metode Talking Stick adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Jurnal tersebut

93

diperkuat dengan jurnal dari Fujioka (1998) bahwa metode Talking Stick cocok diterapkan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Selain itu, Nunan (2003: 8) juga mengungkapkan bahwa focus on the learner merupakan salah satu prinsip mengajar Bahasa Inggris.

Siswa pada kelompok eksperimen mempelajari kosakata pada materi yang telah dibagikan guru dengan melakukan tanya jawab, lalu belajar secara berkelompok dengan temannya, kemudian diulangi lagi ketika guru mengecek arti kosakata dengan metode Talking Stick. Siswa kelompok kontrol mempelajari kosakata sebanyak 1 kali sedangkan kelompok eksperimen sebanyak 3 kali dengan cara mengulanginya. Semakin sering siswa mempelajari, maka semakin siswa hafal arti kosakata. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Cameron (2001: 81) bahwa mempelajari kosakata haruslah diingatkan berkali-kali agar lebih efektif. Meskipun pada awal tanya jawab siswa kesulitan, namun setelah tiga kali belajar siswa lebih lancar.

2. Temuan Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata tentang Writing

Kemampuan writing pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen saat pre-test masih sangat kurang. Kesalahan yang dilakukan siswa adalah ketika menyusun huruf acak menjadi sebuah kata masih terbalik hurufnya. Siswa belum mengenal kosakata, termasuk cara menulis (writing). Hasil pre-test kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek writing dapat dilihat pada tabel berikut.

94

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Writing No Rentang

Nilai

Kelompok Kontrol Kelomok Eksperimen Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 90-100 0 0% 0 0% 2 70-89 2 10% 5 27,8% 3 60-69 2 10% 1 5,5% 4 0-59 16 80% 12 66,7% Rata-rata 49,40 54 Skor Tertinggi 88 88 Skor Terendah 24 18

Hasil nilai rata-rata pre-test menunjukkan bahwa kemampuan menulis (writing) siswa pada kelompok kontrol adalah 49,40. Sebanyak 90% siswa belum memenuhi nilai KKM. Sedangkan nilai rata-rata pre-test kelompok eksperimen sebesar 54. Sebanyak 73,2% siswa belum memenuhi nilai KKM. Berikut ini contoh hasil pre-test siswa.

Gambar 14. Contoh Hasil Pre-test Writing Kelompok Kontrol

95

Gambar 15. Contoh Hasil Pre-test Writing Kelompok Eksperimen

Berdasarkan hasil pekerjaan siswa tersebut, terlihat bahwa siswa masih terbalik dalam menulis kosakata. Misalnya, raincoat menjadi rcoatani ataupun ranicoat, coat menjadi cato. Siswa belum mengenal kosakata sehingga belum mampu menulis dengan benar. Keterampilan menulis merupakan keterampilan produktif sehingga memerlukan pembendaharaan kosakata terlebih dahulu. Seperti yang diungkapkan oleh Rusmajadi (2010: 230) bahwa “tidak mungkin seorang akan mampu menulis dengan baik, apabila kemampuan grammar-nya atau pembendaharaan kata-katanya sangat lemah”.

Setelah diadakan pre-test, maka diadakan perlakuan. Siswa dilatih penulisan kosakata yang tepat. Kelompok kontrol belajar writing dengan mencatat ulang

96

daftar kosakata yang guru tuliskan di papan tulis. Siswa menulis ulang dibuku tulis masing-masing. Siswa terlihat bosan dan beberapa siswa tidak mencatat kosakata di buku tulis. Sebagian besar siswa memilih mengobrol dengan teman. Sementara itu, pada kelompok eksperimen, siswa belajar menulis secara berulang-ulang. Siswa berlatih writing bersama teman kelompok belajarnya. Kemudian, guru mengecek ulang writing siswa ketika tahap pemberian pertanyaan dalam metode Talking Stick. Siswa sangat senang belajar. Hal tersebut terlihat dari raut wajah siswa yang ceria ketika menentukan letak pemberhentian tongkat.

Setelah tiga kali pertemuan diadakan perlakuan, siswa mengerjakan soal post-test sebanyak 17 soal dengan tipe soal Teka Teki Silang (TTS). Berikut hasil post-test aspek writing siswa.

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Writing No Rentang

Nilai

Kelompok Kontrol Kelomok Eksperimen Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 90-100 5 23,8% 8 40% 2 70-89 8 38,1% 7 35% 3 60-69 1 4,8% 3 15% 4 0-59 7 33,3% 2 10% Rata-rata 74 82,35 Skor Tertinggi 100 100 Skor Terendah 29 53

Hasil post-test menunjukkan bahwa kemampuan menulis (writing) siswa pada kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata 82,35, sedangkan pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata 74. Secara keseluruhan, ada 8 dari 21 siswa kelompok kontrol yang nilainya di bawah KKM, sedangkan ada 5 dari 20 siswa kelompok eksperimen yang nilainya di bawah KKM. Berikut contoh hasil post-test siswa aspek writing.

97

Gambar 16. Contoh Hasil Post-test Writing Kelompok Kontrol

98

Berdasarkan contoh hasil pekerjaan siswa tersebut, terlihat kosakata shoes ditulis dengan shous. Kesalahan siswa adalah menulis kosakata sama dengan cara membacanya. Masih ada juga yang terbalik dalam menulis kosakata. Berikut ini diagram perbandingan nilai rata-rata hasil kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa aspek writing.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pre-test Post-test Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Gambar 18. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Aspek Writing

Perbedaan hasil rata-rata post-test disebabkan oleh keterlatihan siswa dalam writing kosakata. Melalui metode Talking Stick, siswa termotivasi untuk menulis kosakata dengan baik. Siswa bersama kelompoknya mempersiapkan diri jika mendapat pertanyaan dari guru. Terlihat siswa saling bertanya jawab dengan teman sekelompoknya tentang penulisan yang benar. Ketika berkeliling mengecek cara belajar siswa dalam berkelompok, terlihat beberapa siswa saling mengecek penulisan temannya dengan menulis di selembar kertas. Jika belum benar menulis, siswa saling mengingatkan dan mengulangi cara penulisan hingga terbentuk charts penulisan kosakata yang tepat. Sesuai dengan teori dari Cameron (2001: 81) bahwa mempelajari kosakata haruslah diingatkan berkali-kali agar lebih

99

efektif. Ketika metode Talking Stick berlangsung, siswa sangat senang dan seperti bermain. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa usia SD yang menyukai permainan. Seperti pendapatnya Susanto (2013: 86) yang mengatakan bahwa anak usia SD memiliki karakteristik anak usia suka bermain. Penerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan mampu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar dan tercipta pembelajaran yang bermakna sehingga siswa lebih mudah dalam menguasai materi pelajaran. Hal tersebut sesuai dengan teorinya Brewster (2002: 172) yang mengatakan bahwa siswa tidak hanya termotivasi dan merasa menyenangkan ketika melakukan permainan, tetapi juga mengembangkan pelafalan kata, kosakata, tata bahasa, serta empat keterampilan berbahasa, termasuk keterampilan menulis (writing).

Pada kelompok kontrol, kondisi pembelajaran yang kurang efektif yakni suasana kelas yang gaduh dan ramai membuat siswa belum bisa menulis dengan benar. Hanya siswa yang memperhatikan yang bisa menulis dengan benar. Masih ada 38,1% siswa yang nilainya belum memenuhi KKM. Kesalahan terbanyak adalah pada kosakata vest dan socks. Siswa masih terbalik dalam menulis kosakata, misalnya vest ditulis vets, dan socks ditulis sokss. Sebagian besar siswa tidak mengetahui dan menyimak cara menulis yang benar sehingga siswa kesulitan dalam mengerjakan. Menurut Brewster (2002: 119), tahap awal mengajarkan keterampilan menulis adalah menulis ulang kosakata untuk mempraktikkan penulisan kosakata yang benar. Jika siswa tidak menyimak dan belajar menulis, maka siswa kesulitan menulis kosakata Bahasa Inggris.

100

3. Temuan Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata tentang Pronunciation

Pemberian tes unjuk kerja pada pronunciation dilakukan dengan mengecek satu persatu siswa secara bergantian untuk melafalkan kosakata Bahasa Inggris dengan cara membaca daftar kosakata. Sebanyak 16 kosakata dibaca siswa pada saat pre-test maupun post-test. Berikut hasil pre-test pronunciation siswa.

Tabel 20. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Pronunciation No Rentang

Nilai

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 90-100 0 0% 0 0% 2 70-89 0 0% 1 5,6% 3 60-69 7 35% 3 16,6% 4 0-59 13 65% 14 77,8% Rata-rata 52,05 45,89 Skor Tertinggi 69 88 Skor Terendah 19 25

Hasil pre-test pronunciation pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa dari 20 siswa, tidak ada 1 siswa pun yang nilainya memenuhi KKM, yaitu 70. Nilai rata-rata pre-test pronunciation pada kelompok kontrol adalah 52,05. Pada kelompok eksperimen, dari 18 siswa hanya 1 siswa yang memenuhi KKM dengan nilai 88. Sebanyak 94,4% siswa belum memenuhi KKM. Nilai rata-rata pre-test pronunciation pada kelompok eksperimen adalah 45,89. Kemampuan siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dalam kemampuan aspek pronunciation sangat kurang. Seperti pendapatnya Tarigan (2008: 14) bahwa mempelajari suatu bahasa dapat dilakukan dengan jalan: 1) menyimaknya, 2) menirunya, dan 3) mempraktikannya. Jika siswa belum pernah mendengar dan menirukan cara melafalkan, siswa belum bisa melafalkan kosakata dengan baik. Berikut ini contoh hasil pre-test aspek pronunciation siswa.

101

Gambar 19. Contoh Hasil Pre-test Pronunciation Kelompok Kontrol

102

Kesalahan yang banyak dilakukan siswa adalah dalam hal cara membacanya yang sama dengan cara membaca kosakata Bahasa Indonesia. Padahal, cara baca kosakata Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sangat jauh perbedaannya. Siswa belum mengenal kosakata dengan baik. Sebagai contoh, kosakata hat, yang seharusnya dibaca dengan /hæt/, namun siswa membaca dengan hat seperti pelafalan Bahasa Indonesia. Begitu juga dengan kosakata sandals, skirt, shirt, t-shirt.

Setelah diadakan pre-test, maka siswa diberikan perlakuan. Kelompok kontrol berlatih melafalkan kosakata dengan menirukan cara baca guru. Siswa hanya duduk, mendengarkan kosakata, dan menirukan cara pelafalan. Siswa terlihat jenuh dan bosan. Bahkan sebagian besar siswa tidak memperhatikan guru. Sementara itu, pada kelompok eksperimen, siswa tidak hanya berlatih dengan menirukan guru saja, melainkan dengan teman sekelompoknya juga. Terlihat beberapa siswa aktif menanyakan kembali kepada guru cara melafalkan yang benar. Metode Talking Stick membuat siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan. Siswa riang saat dicek kembali cara pelafalan yang benar dalam metode Talking Stick pada tahap pemberian pertanyaan dari guru dengan diiringi dengan musik ceria. Siswa terlihat santai belajar yang ditunjukkan dengan menebak-nebak kapan musik berhenti dan siapa yang menjawab pertanyaan sambil tertawa riang. Hal tersebut sesuai dengan pendapatnya Campbell (2002: 220) yang mengungkapkan pandangannya tentang musik bahwa musik membawa suasana positif dan santai untuk menimbulkan kegairahan, serta memperkuat pokok bahasan. Campbell (2002: 220) menambahkan bahwa pelajaran musik

103

membantu membaca kosakata bahasa kedua. Suasana santai dan menyenangkan merupakan hal penting dalam pembelajaran Bahasa Inggris yang sesuai dengan pendapatnya Mustadi (2011) yang mengatakan bahwa “tɒe keyword of Enɑlisɒ lanɑuaɑe teacɒinɑ for younɑ learners is fun”.

Setelah dilakukan 3 kali perlakuan, siswa dicek pronunciation lagi melalui post-test. Hasil post-test kemampuan penguasaan kosakata siswa aspek pronunciation dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 21. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Pronunciation No Rentang

Nilai

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1 90-100 1 4,8% 5 25% 2 70-89 7 33,3% 11 55% 3 60-69 9 42,9% 4 30% 4 0-59 4 19% 0 0% Rata-rata 68,05 82,35 Skor Tertinggi 94 100 Skor Terendah 31 63

Hasil post-test menunjukkan bahwa nilai rata-rata penguasaan pronuciation kelompok eksperimen sebesar 82,35. Sebanyak 70% siswa mendapat nilai yang memenuhi KKM. Sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata penguasaan pronuciation sebesar 68,05. Sebanyak 48,1% siswa mendapat nilai yang memenuhi KKM. Hal tersebut menunjukkan bahwa penguasaan pronuciation kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Berikut contoh hasil post-test siswa.

104

Gambar 21. Contoh Hasil Post-test Pronunciation Siswa Kelompok Kontrol

105

Kesalahan yang dilakukan ketika pre-test, kembali diulang siswa kelompok kontrol saat post-test. Kesalahan terbanyak adalah saat pengucapan kosakata skirt, t-shirt, dan shirt yang dilafalkan siswa dalam Bahasa Indonesia. Sementara itu, siswa pada kelompok eksperimen yang menggunakan metode Talking Stick berlatih melafalkan kosakata secara berulang, diantaranya: menirukan cara melafalkan kosakata oleh guru, belajar melafalkan kosakata dengan teman kelompok, dan diuji ketika mendapat giliran pertanyaan saat metode Talking Stick berlangsung, sehingga siswa terbiasa membaca dengan benar. Sementara itu, siswa pada kelompok kontrol hanya sekali dalam mengajar cara pengucapan yang baik dan siswa mudah sekali lupa. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Ginanjar Jiwangga Murti (2014) bahwa penggunaan metode Talking Stick dalam keterampilan berbicara lebih efektif daripada metode konvensional (ceramah).

Berikut ini diagram perbandingan nilai rata-rata penguasaan kosakata aspek pronunciation. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pre-test Post-test Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Gambar 23. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa Aspek Pronunciation

106

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis di atas, peneliti mengetahui bahwa pembelajaran bahasa kedua memerlukan metode yang inovatif. Metode Talking Stick yang didesain dalam bentuk pembelajaran kooperatif dan games yang menyenangkan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Sesuai dengan pendapatnya Brewster (2002: 172) bahwa motivasi dan fun learning mampu menguasai penguasaan kosakata siswa. Metode Talking Stick juga diiringi dengan musik yang ceria. Campbell (2002: 220) mengatakan bahwa musik membawa suasana positif dan santai untuk menimbulkan kegairahan belajar serta membantu membaca kosakata bahasa kedua. Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan metode pembelajaran mempengaruhi penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa, baik tentang word meaning, writing, maupun pronunciation. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Gedongkiwo.

Dokumen terkait