• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN METODE TALKING STICK TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS PADA SISWA KELAS V SD NEGERI GEDONGKIWO KECAMATAN MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN METODE TALKING STICK TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS PADA SISWA KELAS V SD NEGERI GEDONGKIWO KECAMATAN MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA."

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN METODE TALKING STICK TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI GEDONGKIWO KECAMATAN MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh : Erni Palupi NIM 13108241043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

PENGARUH PENGGUNAAN METODE TALKING STICK TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI GEDONGKIWO KECAMATAN MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA

Oleh: Erni Palupi NIM 13108241043

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasy experiment) dengan bentuk nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo Tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari dua kelas. Kelas V A yang berjumlah 21 siswa sebagai kelompok kontrol dan kelas V B yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok eksperimen. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes. Analisis data yang digunakan adalah uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil post-test penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata sebesar 82,50, sedangkan kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata sebesar 68,19. Hasil perhitungan uji-t diperoleh nilai t sebesar 3,511 dan sig 0,001. Nilai sig 0,001 < 0,05, artinya bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta.

(3)

iii

THE EFFECT OF TALKING STICK METHOD TOWARDS THE VOCABULARY ACQUISITION OF ENGLISH IN THE FIFTH GRADE

STUDENTS OF SD NEGERI GEDONGKIWO KECAMATAN MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA

By: Erni Palupi NIM 13108241043

ABSTRACT

This research aims to know the effect of Talking Stick method towards the vocabulary acquisition of English in the fifth grade students of SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta.

This research was a quasy experiment design with nonequivalent control group design. The population in this research were all of the students in the fifth grade students of SD Negeri Gedongkiwo that consist of two classes. 21 students on class V A as a control group and 20 students on class V B as an experiment group. Data collection techniques in this research using a test instrument. Analysis of the data using t-test.

The result shows that there post-test score vocabulary acquisition of English the experiment group had an average value higher than the control group. The experiment group had an average value of 82,50, while the control group had an average value of 68,19. The calculation of t-test with t value 3,511 and sig 0,001. Sig 0,001 < 0,05, it means that Ho was rejected and Ha was accepted. In conclution, there was an effect of Talking Stick method to the vocabulary acquisition of English in the fifth grade students of SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta.

(4)
(5)
(6)
(7)

vii MOTTO

The mediocre teacher tells, the good teacher explains, the superior teacher demonstrates, the great teacher inspires

(William Arthur Ward)

“Play is our brain’s favourite way of learninɑ” (Diane Ackerman)

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan mengharap ridho Allah, sebuah karya tulis ini saya persembahkan untuk: 1. Ibu saya, Endah Purwanti yang senantiasa memanjatkan doa untuk

kesuksesan putrinya.

2. Ayah saya, Bapak Sumardi yang senantiasa mendoakan putrinya dan memberikan teladan dalam setiap langkah putrinya.

3. Kakak saya tersayang, Eni Sumarsih, A.Md.Per.Kes. yang telah mendoakan dan memberi warna dalam hidup saya.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Pada Siswa Kelas V SD Negeri Gedongkiwo” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar dan Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan proposal sampai selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Dr. Ali Mustadi, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ani Setyaningsih, S.Pd., M.A. selaku validator instrumen penelitian skripsi yang memberikan saran sehingga penelitian dapat terlaksana sesuai tujuan. 5. Bapak dan Ibu dosen FIP UNY yang telah memberikan bekal ilmu kepada

penulis.

6. Rumgayatri, S. Pd. selaku Kepala SD Negeri Gedongkiwo yang telah memberi ijin dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

7. Nurul Siti Fatimah, S.Pd. selaku guru Bahasa Inggris SD Gedongkiwo yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian.

8. Siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo atas kerjasama dalam penelitian ini. 9. Keluarga tercinta yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi. 10. Ahmad Ismawan Irma Meilina Nurfajriati, Erthienda Mahardika Iswarawati,

(10)

x

11. Teman-teman Katul Kece angkatan 2013 yang memberikan kenangan indah di bangku perkuliahan.

12. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

Teriring doa semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya. Aamiin.

Yogyakarta, 5 April 2017 Penulis,

Erni Palupi

(11)

xi

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi Masalah ...

A. Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris ... B. Pembelajaran Bahasa Inggris ... 1. Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris ... 2. Metode Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris ... C. Pembelajaran Bahasa Inggris di SD ... 1. Keterampilan Menyimak ... 2. Keterampilan Berbicara ... 3. Keterampilan Membaca ... 4. Keterampilan Menulis ... D. Metode Pembelajaran Talking Stick ... 1. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Talking Stick ... 2. Kelebihan Metode Pembelajaran Talking Stick ... 3. Kelemahan Metode Pembelajaran Talking Stick ... E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... F. Penggunaan Metode Talking Stick dalam Pembelajaran Penguasaan

(12)

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian. ... B. Tempat dan Waktu Penelitian ... C. Populasi Penelitian ... D. Variabel Penelitian ... E. Definisi Operasional Variabel ... F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... G.Validitas dan Reliabilitas ... H. Teknik Analisis Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... B. Pengujian Hipotesis ... C. Pembahasan ... D. Keterbatasan Penelitian ... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Sebelum Uji Coba ... 58

Tabel 2. Interpretasi Nilai r ... 61

Tabel 3. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 63

Tabel 4. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian tentang Word Meaning. 64 Tabel 5. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian tentang Writing ... 65

Tabel 6. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian tentang Pronunciation . 66 Tabel 7. Kisi-Kisi Instrumen Setelah Uji Coba ... Tabel 8. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 67 69 Tabel 9. Hasil Data Pre-test Kelompok Kontrol ... 70

Tabel 10. Hasil Data Pre-test Kelompok Eksperimen ... 72

Tabel 11. Hasil Data Post-test Kelompok Kontrol ... 76

Tabel 12. Hasil Data Post-test Kelompok Eksperimen ... 78

Tabel 13. Data Perbandingan Skor Rata-Rata Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 79

Tabel 14. Hasil Uji t Pre-test Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 82

Tabel 15. Hasil Uji t Post-test Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 83

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Word Meaning ... 85

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Word Meaning ... 89

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Writing ... 94

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Nilai Post-test Aspek Writing ... 96

Tabel 20. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-test Aspek Pronunciation ... 100

(14)

xiv

Gambar 4. Diagram Hasil Pre-test Kelompok Kontrol ... 71

Gambar 5. Diagram Hasil Pre-test Kelompok Eksperimen ... 73

Gambar 6. Diagram Hasil Post-test Kelompok Kontrol ... 77

Gambar 7. Diagram Hasil Post-test Kelompok Eksperimen ... 79

Gambar 8. Diagram Perbandingan Skor Rata-Rata Pre-test dan Post-test 80

Gambar 9. Contoh Hasil Pre-test Word Meaning Kelompok Kontrol ... 86

Gambar 10. Contoh Hasil Pre-test Word Meaning Kelompok Eksperimen . 87 Gambar 11. Contoh Hasil Post-test Word Meaning Kelompok Kontrol .... 90

Gambar 12. Contoh Hasil Post-test Word Meaning Kelompok Eksperimen 90 Gambar 13. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Aspek Word Meaning ... 91

Gambar 14. Contoh Hasil Pre-test Writing Kelompok Kontrol ... 94

Gambar 15. Contoh Hasil Pre-test Writing Kelompok Eksperimen ... 95

Gambar 16. Contoh Hasil Post-test Writing Kelompok Kontrol ... 97

Gambar 17. Contoh Hasil Post-test Writing Kelompok Eksperimen ... 97

Gambar 18. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Hasil Kemampuan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Aspek Writing ... 98

Gambar 19. Contoh Hasil Pre-test Pronunciation Kelompok Kontrol... 101

Gambar 20. Contoh Hasil Pre-test Pronunciation Kelompok Eksperimen .. 101

Gambar 21. Contoh Hasil Post-test Pronunciation Kelompok Kontrol ... 104

Gambar 22. Contoh Hasil Post-test Pronunciation Kelompok Eksperimen 104

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Pernyataan Validator Instrumen ... 114

Lampiran 2. Pedoman Penilaian Instrumen ... 115

Lampiran 3. Soal Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba .. ... 116

Lampiran 4. Rubrik Soal Pronunciation Sebelum Uji Coba ... 121

Lampiran 5. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba ... 122

Lampiran 6. Surat Ijin Uji Coba Instrumen Penelitian ... 125

Lampiran 7. Hasil Uji Validitas Instrumen ... 126

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen dengan ... 132

Lampiran 9. Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ... 135

Lampiran 10. Rubrik Soal Pronunciation Setelah Uji Coba ... 142

Lampiran 11. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba... Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian .. ... 143 149 Lampiran 13. Data Distribusi Frekuensi Pre-test Kelompok Kontrol ... 150

Lampiran 14. Data Distribusi Frekuensi Pre-test Kelompok Eksperimen ... 151

Lampiran 15. Hasil Uji Hipotesis (T-Test) Pre-test ... 152

Lampiran 16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 153

Lampiran 17. Gambar Penelitian ... 171

Lampiran 18. Data Distribusi Frekuensi Post-test Kelompok Kontrol ... 173

Lampiran 19. Data Distribusi Frekuensi Post-test Kelompok Eksperimen .. 174

Lampiran 20. Hasil Uji Hipotesis (T-Test) Post-test ... 175

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan oleh berbagai negara di belahan dunia untuk berkomunikasi. Bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar antar negara yang paling umum digunakan. Ketika seseorang berada di negara lain, maka bahasa penutur yang digunakan adalah Bahasa Inggris. Bahasa Inggris menuntut generasi muda untuk ikut serta dalam tatanan kehidupan yang semakin maju. Di Indonesia, Bahasa Inggris mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai aplikasi, game, produk makanan, dan fasilitas handphone menggunakan Bahasa Inggris. Generasi muda Indonesia harus mengikuti perkembangan zaman sehingga dapat membuka pintu kemajuan melalui kemampuan berinteraksi menggunakan Bahasa Inggris dengan bangsa lain di dunia. Oleh sebab itu, salah satu syarat supaya generasi muda dapat mengikuti arus globalisasi dan mampu bersaing dengan bangsa lain adalah mempelajari Bahasa Inggris.

(17)

2

Bahasa Inggris mulai diperkenalkan pada jenjang sekolah dasar (SD). Siswa SD dikenalkan kosakata Bahasa Inggris sebagai tahap awal belajar Bahasa Inggris. Siswa diharapkan dapat memahami dan menguasai keterampilan berbahasa Inggris melalui pengenalan kosakata Bahasa Inggris sejak dini. Terdapat empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Semakin banyak kosakata yang dikuasai, maka semakin lancar pula keterampilan dalam berbahasa. Sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan kosakata Bahasa Inggris sangat penting dikenalkan sejak usia SD.

(18)

3

siswa tidak merasa bosan. Selain itu, harus disesuaikan dengan kondisi, situasi, serta tujuan pembelajaran agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat memicu keaktifan siswa dan menciptakan pembelajaran yang menarik adalah metode Talking Stick. Metode pembelajaran Talking Stick merupakan metode pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa mencapai penguasaan materi melalui tongkat (stick). Metode pembelajaran Talking Stick diawali dengan penjelasan guru tentang materi lalu siswa mempelajari materi tersebut. Setelah mempelajari materi, guru mengambil tongkat untuk diberikan kepada peserta didik. Tongkat diputar secara bergiliran. Siswa yang mendapat tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru (Suprijono, 2011: 109-110). Metode Talking Stick merupakan salah satu metode pendukung pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran. Siswa dituntut untuk aktif, bekerja sama dengan kelompoknya, berani mengemukakan pendapat, dan menguasai materi pelajaran. Metode tersebut dikemas dalam bentuk permainan (game) berbantu tongkat untuk menambah antusiasme belajar siswa. Metode ini juga diiringi dengan musik. Pemilihan musik dalam metode ini adalah musik yang gembira, ceria, dan penuh motivasi.

(19)

4

keterampilan berbahasa, yaitu membaca (reading), menulis (writing), menyimak (listening), dan berbicara (speaking). Guru memberikan kosakata kepada siswa, lalu meminta siswa untuk membaca dan menulis ulang kosakata Bahasa Inggris beserta artinya di buku tulis. Sementara itu, dalam hal keterampilan menyimak dan berbicara, guru memberikan contoh pengucapan kosakata, lalu siswa menirukan. Hasil observasi menunjukkan bahwa 70% dari 41 siswa kesulitan dalam menjawab pertanyaan dari guru dan motivasi siswa dalam menguasai kosakata Bahasa Inggris rendah. Gejala ini ditandai dengan ciri-ciri antara lain: (1) sebagian besar siswa asyik berbicara dengan teman ataupun bermain sendiri ketika pelajaran berlangsung, (2) beberapa siswa keluar masuk kelas dan jalan-jalan di kelas, (3) siswa pasif dan tidak memperhatikan guru ketika menyampaikan materi, (4) menggerutu dan tidak mengerjakan tugas dari guru, (5) tidak bisa menjawab pertanyaan terkait arti kosakata dari guru. Hal tersebut berdampak pada rendahnya penguasaan kosakata Bahasa Inggris sehingga kurang berkembang dengan maksimal.

(20)

5

kesulitan melafalkan kosakata dengan benar. Penulisan huruf dalam kosakata juga masih terbalik.

Rendahnya motivasi dan nilai siswa dalam menguasai kosakata Bahasa Inggris disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya variasi metode pembelajaran dalam pelajaran Bahasa Inggris. Selama ini, guru menggunakan metode ceramah bervariasi dan belum pernah menggunakan variasi metode lain, termasuk metode Talking Stick. Pendekatan pembelajaran yang didominasi oleh guru (teacher centered) membuat siswa pasif, kurang tertarik mengikuti pelajaran, bosan, dan tidak memperhatikan guru. Siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa kurang bersemangat belajar. Pembelajaran tidak dikemas dalam bentuk permainan yang menarik perhatian siswa. Inovasi metode pembelajaran menjadi poin penting dalam mencapai kesuksesan belajar. Belajar kosakata memerlukan inovasi metode yang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga siswa antusias belajar Bahasa Inggris. Menurut Susanto (2013: 86), karakteristik siswa SD adalah suka bermain dan gemar membentuk kelompok sebaya. Metode Talking Stick menempatkan siswa pada kelompok belajar untuk menguasai materi melalui pembelajaran yang berbentuk games (permainan).

(21)

6 B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Rendahnya motivasi dan nilai siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo dalam menguasai kosakata Bahasa Inggris

2. Kosakata Bahasa Inggris bagi siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo merupakan kosakata yang cara membaca dan penggunaannya berbeda dengan bahasa yang digunakan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

3. Belum digunakannya metode Talking Stick sebagai inovasi metode pembelajaran dalam pelajaran Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo.

4. Banyak siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo yang kurang termotivasi dan kurang tertarik mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris.

5. Belum diketahuinya pengaruh metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo.

C. Batasan Masalah

(22)

7 D. Rumusan masalah

Rumusan masalah yang diupayakan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh yang penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta?

E. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode Talking Stick terhadap penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada siswa kelas V SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron Kota Yogyakarta.

F. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah referensi dan bahan kajian dalam mengembangkan metode Talking Stick yang diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Inggris serta pengaruh yang bisa terjadi akibat penggunaan metode Talking Stick yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di SD.

2. Manfaat Praktis

(23)

8

Inggris. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi para guru untuk meningkatkan variasi metode mengajar dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris.

b. Bagi sekolah, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pihak sekolah dalam usaha menciptakan pembelajaran Bahasa Inggris yang kreatif, menarik, dan menyenangkan dilihat dari sudut pandang metode mengajar guru dalam proses belajar dan mengajar.

(24)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris

Kosakata berarti perbendaharaan kata. Tarigan (2011: 2) mengatakan bahwa “kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung kepada kuantitas dan

kualitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang kita miliki, semakin besar pula kemungkinan kita terampil berbahasa”. Sehingga, seseorang

akan terampil berbahasa seiring dengan jumlah kosakata yang dimiliki. Ada beberapa hal yang dipelajari dalam menguasai kosakata. Davies (2000: 60) mengemukakan bahwa

The aspect of new Vocabulary items that you may need to know about and learners may need to learn are similar to those of other new language items such as grammatical patterns or functional expressions. Essentially, these aspects are meaning, use in communication, pronunciation, and spelling, and grammar.

(25)

10

mempelajari tentang tata bahasa. Brewster (2002: 81) mengatakan bahwa hal yang dipelajari dalam kosakata adalah form, pronunciation, word meaning, and usage. Lebih lanjut, Brewster (2002: 88) menjelaskan bahwa bagian form berkaitan dengan:

1) listening and repeating, 2) listening for specific phnological information (consonant and vowel sounds, number of syllable, stress pattern), 3) looking at or observing the written form (shape, first and last letters, letters clusters, spelling), 4) noticing grammatical information, 5) copying and organizing.

Mempelajari kosakata Bahasa Inggris bagi siswa SD berada pada tahap pengenalan kosakata dasar. Menurut Tarigan (2011: 3), “kosakata dasar (basic

vocabolary) adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain”. Contoh dari kosakata dasar adalah istilah kekerabatan seperti ayah, ibu, kakek, nenek, bibi, paman, adik. kata-kata tersebut tidak berubah dalam penggunaannya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi siswa dalam menguasai bahasa kedua. Menurut White (dalam Brewster, 2002: 81-83), faktor tersebut antara lain: 1. Demonstrability

Demonstrability atau mendemonstrasikan, memiliki makna bahwa siswa lebih mudah memahami kosakata apabila kosakata didemonstrasikan dengan dunia nyata. Contohnya, kosakata car lebih mudah dipahami daripada kosakata abstrak seperti transport.

2. Similarity to L1

(26)

11

merupakan kosakata Bahasa Indonesia. Siswa lebih mudah memahami kosakata yang hampir sama dengan bahasa ibu daripada kata yang jauh berbeda dengan bahasa ibu.

3. Brevety

Brevety atau meringkas kata lebih mudah dihafal daripada kata yang panjang. Misalnya, kata plane lebih mudah dihafal daripada aeroplane.

4. Regularity of form

Bentuk kata yang beraturan akan lebih mudah dihafal daripada kata yang tidak beraturan. Contohnya, kata apple dengan kata majemuk apples akan lebih mudah dihafal daripada kata foot yang memiliki kata majemuk feet.

5. Learning load

Learning load berarti menghubungkan kata baru dengan kata yang sudah dipelajari. Misalnya, siswa lebih mudah mempelajari kata bedroom apabila sebelumnya telah mengetahui kata bed dan room.

6. Opportunism

Siswa lebih mudah memahami kosakata yang dekat dengan lingkungan siswa daripada kosakata yang jauh dari lingkungan siswa. Misalnya, kosakata yang ada dalam lingkungan kelas.

7. Centres of interest

Siswa lebih mudah memahami kosakata pada hal-hal yang menarik bagi siswa daripada kosakata yang tidak menarik bagi siswa.

(27)

12

siswa gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mempelajari kosakata baru, arti kata, penggunaan dalam komunikasi, ucapan, ejaan, dan penulisan dalam Bahasa Inggris. Ejaan, pengucapan, maupun tulisan yang digunakan dalam Bahasa Inggris sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia yang digunakan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, diperlukan cara untuk memudahkan siswa belajar kosakata. Menurut Tarigan (2011: 5), ada dua cara yang digunakan oleh anak-anak ketika mempelajari kata-kata, antara lain sebagai berikut:

1) mendengar kata-kata tersebut dari: orangtua, anak-anak yang lebih tua, teman sepermainan, televisi dan radio, tempat bermain, toko, pusat perbelanjaan,

2) mengalaminya sendiri: mereka mengatakan benda-benda, mereka memakannya, mereka merabanya, mereka menciumnya, mereka meminumnya.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapatnya Izzan (2010: 26) yang mengatakan bahwa ketika seorang anak mempelajari bahasa kedua, maka tahap yang harus dilalui adalah tahap pengenalan, pendengaran, dan pengucapan. Siswa dikenalkan kosakata, mendengarkan, lalu melafalkan dengan cara menirukan contoh ucapan yang disampaikan orang lain. Guru menyajikan materi kepada siswa, sementara itu siswa menyimak materi dari guru. Siswa diminta untuk meniru pengucapan dan penulisan kosakata. Setelah siswa paham, guru meminta siswa untuk mempraktikannya dalam kegiatan komunikasi. Langkah-langkah yang dianjurkan Celce-Murcia & Rosenswweig (Izzan, 2010: 95) dalam mengajar kosakata Bahasa Inggris antara lain sebagai berikut:

1. Pemberian konteks

(28)

13

Guru dapat menggunakan teknik pembelajaran. Misalnya, guru mengajak siswa dalam kegiatan diskusi bersama tentang kata dan artinya. Guru menuliskan kosakata tersebut di papan tulis.

2. Pengulangan kata

Siswa mengulang lafal kata tanpa konteks sampai mereka mampu melafalkanya dengan cukup baik. Pada tahap pengulangan kata, siswa mengulang kosakata yang telah diajarkan guru. Siswa belajar melafalkan kosakata tersebut. 3. Pengecekan arti kata

Pengecekan arti kata dapat dilakukan dengan memberi pertanyaan mengenai arti suatu kata. Guru dapat menunjuk siswa, memberi pertanyaan seputar arti kata. Guru dapat mengetahui apakah siswa sudah mengetahui arti kata atau belum dari jawaban siswa.

4. Penggunaan kata dalam konteks situasi yang bermacam-macam

Guru dapat melatih siswa dalam menggunakan kosakata dalam situasi yang bermacam-macam. Misalnya, ketika kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris. Guru mencoba menggunakan kosakata baru ke dalam kegiatan pembelajaran. Guru menghubungkan kosakata dengan kehidupan nyata siswa.

5. Pemberian kalimat contoh atau model

(29)

14

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menguasai kosakata Bahasa Inggris, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan guru. Guru menyajikan kosakata beserta artinya dan cara pengucapannya. Sementara itu, siswa mendengarkan dan menyimaknya. Guru meminta siswa untuk meniru dan mengulang kata tersebut Kemudian, guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengecek arti kata dan pengucapan kata. Siswa mempraktikkan penggunaan kosakata dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa tahap yang telah dikemukakan di atas terdapat pada metode Talking Stick. Tahap-tahap tersebut antara lain: 1) siswa menyimak kosakata ketika guru menyampaikan materi atau memberikan konteks kosakata, 2) siswa mengulang arti kosakata, penulisan kosakata, dan meniru pengucapan kosakata ketika belajar kelompok, 3) guru melakukan pengecekan arti kata saat siswa dalam posisi melingkar dan guru memberikan pertanyaan seputar materi kepada siswa.

Mengacu pada pendapatnya Davies, Harmer, dan Brewster yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini membatasi penguasaan kosakata pada bagian word meaning, form pada bagian writting, dan pronunciation. Word meaning membahas tentang arti kosakata. Writting mempelajari tentang penulisan kata. Pronunciation membahas tentang pengucapan atau pelafalan kosakata.

B. Pembelajaran Bahasa Inggris

1. Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris

(30)

(simbol-15

simbol) berupa bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi”. Bahasa terbentuk dari

kesepakatan masyarakat untuk menjadikan simbol berupa bunyi sebagai sarana komunikasi yang telah diwariskan secara turun-temurun pada suatu daerah. Sebagai akibatnya, bahasa pada satu daerah dengan daerah lain menjadi berbeda.

Bahasa Inggris menjadi bahasa yang telah disepakati untuk digunakan sebagai alat komunikasi dalam lingkup dunia internasional. Bahasa Inggris menjadi media penghubung antar negara yang paling umum digunakan untuk berinteraksi. Kedudukan Bahasa Inggris bagi bangsa Indonesia bukan sebagai bahasa pertama, melainkan sebagai bahasa kedua. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Izzan (2010: 22) bahwa “belajar bahasa yang bukan bahasa pertama ini disebut bahasa kedua atau asing”. Bahasa Inggris bukan alat

komunikasi pertama dan utama di Indonesia dan bahasa resmi negara Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Menguasai suatu bahasa tidak terlepas dari kepemilikan kosakata. Kosakata merupakan kata-kata atau pembendaharaan kata. Memperbanyak penguasaan kosakata dan menerapkannya dalam kalimat-kalimat sederhana menjadi dasar yang sangat penting bagi anak dalam memperkaya gagasan berpikir yang akan meningkatkan kemampuan berbahasa (Mustadi, 2009: 7). Semakin banyak kosakata yang dimiliki, maka semakin berkembang kompetensi berbahasanya.

Mempelajari kosakata Bahasa Inggris dapat diperoleh melalui beberapa cara. “Dilihat dari settingnya, ada dua tipe pembelajar bahasa menguasai bahasa

(31)

16

(pembelajaran) dan bahasa yang dikuasai secara informal (pemerolehan)”

(Pringgawidagda, 2002: 21). Belajar secara formal berarti bahwa belajar dilaksanakan di dalam kelas yang melibatkan banyak pihak, seperti guru, siswa, dan seperangkat kegiatan pembelajaran. Anitah (2009: 1.18 ) mengatakan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru”. Belajar secara formal memiliki unsur rencana kesengajaan dan terdapat

tujuan tertentu. Sementara itu, bahasa yang dikuasai secara informal memiliki arti bahwa belajar diperoleh dari lingkungannya tanpa melalui perencanaan yang matang. Belajar bahasa dapat diperoleh dari lingkungan sosial sekitar. Misalnya, dari teman sebaya dan keluarga.

2. Metode Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris

Metode dalam Bahasa Inggris disebut dengan method yang berarti cara. Menurut Joni (dalam Anitah, dkk., 2009: 1.24), “metode adalah berbagai cara

kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk mencapai tujuan tertentu”. Metode memiliki sifat prosedural sehingga mengandung cara atau langkah-langkah tertentu yang digunakan dalam mencapai tujuan. “Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran” (Uno & Mohamad, 2011:

7). Sejalan dengan pendapat tersebut, Djamarah & Zain (2010: 74) mengatakan bahwa “metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai

(32)

17

bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Metode pembelajaran memiliki peran penting dalam mencapai kesuksesan pembelajaran. “Metode diperlukan dalam rangka untuk mencapai tujuan

pembelajaran, di mana dengan metode tersebut dapat memudahkan siswa menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru” (Susanto,

2013: 44). Penggunaan metode pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan mata pelajaran, materi pelajaran, dan tujuan pembelajaran. Semua mata pelajaran membutuhkan metode, termasuk pula dalam pelajaran Bahasa Inggris.

Bahasa Inggris bukanlah bahasa yang digunakan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa resmi yang digunakan di negara Indonesia adalah Bahasa Indonesia. Harmer (2001: 1) mengatakan bahwa:

Although English is not the language with the largest number of native or ‘first’ lanɑuaɑe speakers, it ɒas become a linɑua franca. A linɑua franca can be defined as a language widely adopted for communication between two speakers wɒose native lanɑuaɑes are different from eacɒ otɒer’s and wɒere one or botɒ speakers are usinɑ it as a ‘second’ lanɑuaɑe.

(33)

18

bahasa sasaran yang digunakan sebagai alat komunikasi di kalangan masyarakat. Bahasa kedua biasa digunakan oleh imigran, maupun siswa yang bertaraf sekolah internasional untuk berkomunikasi.

Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia bukan sebagai bahasa ibu, melainkan sebagai bahasa kedua. Bahasa Inggris bukanlah bahasa utama yang digunakan untuk berkomunikasi bagi bangsa Indonesia. Menurut Brewster (2002: 20), “L1

and L2 acquisition processes are very similar, although many of learning conditions are very different”. Pemerolehan bahasa ibu dan bahasa kedua

sama-sama melalui proses meniru dari orang lain. Belajar bahasa kedua maupun bahasa asing membutuhkan perkembangan kognitif yang lebih dari belajar bahasa ibu. Kondisi belajar bahasa ibu merupakan hal yang kontekstual dan siswa memiliki motivasi yang tinggi. Sedangkan belajar bahasa kedua merupakan hal yang dekontekstual dan motivasi siswa rendah. Oleh sebab itu, mempelajari Bahasa Inggris yang kedudukannya sebagai bahasa kedua bagi bangsa Indonesia memerlukan suatu cara agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Berikut metode yang dapat digunakan untuk mempelajari Bahasa Inggris.

a. Metode penerjemahan tata bahasa (grammar-translation method)

(34)

19

sekali penggunaan bahasa asing. Siswa dilatih menerjemahkan tata bahasa dari bahasa ibu ke bahasa asing atau sebaliknya. Siswa disajikan kosakata, dijelaskan makna kosakatanya, kemudian digunakan dalam kegiatan pelajaran.

b. Metode langsung (direct method)

Metode langsung memfokuskan pada keterampilan menyimak dan berbicara. Sementara itu, keterampilan menulis kurang berkembang. Guru menyajikan kata dan frase langsung dalam bahasa kedua atau asing, tanpa disertai maknanya. Siswa belajar dalam kegiatan diskusi bersama guru. “Kegiatan belajar

bahasa dalam metode langsung menekankan pada hubungan langsung antara kata dan frase dengan benda dan tindakan, tanpa perlu menggunakan bahasa siswa sama sekali” (Ghazali, 2010: 93-94). Siswa membuat kesimpulan sendiri terkait

tata bahasa yang benar melalui kegiatan diskusi atau tanya jawab. c. Metode membaca

Metode membaca melatih siswa untuk terampil membaca kosakata dalam Bahasa Inggris. Siswa belajar pengucapan dan cara baca yang baik. Menurut Ghazali (2010: 94), metode membaca mendorong siswa untuk menguasai kemampuan membaca teks dalam bahasa asing. Siswa disajikan kosakata dalam teks bacaan sederhana, kemudian siswa berlatih membaca dengan bimbingan guru. Guru mendampingi dan memfasilitasi siswa dalam berlatih membaca kosakata.

d. Metode audiolingual (audiolingual method) atau ALM

(35)

20

(2001: 79), “audio-lingualism relied heavily on drills to form these habits;

subtitution was built into these drills so that, in small steps, the student was constantly learning and, moreover, was shielded from the possibility of making mistakes by tɒe desiɑn of tɒe drill”. Metode audiolingual sangat bergantung pada

pengulangan (drill) untuk membentuk kebiasaan, siswa dapat belajar secara konstan dan meminimalisir kesalahan dari desain pengulangan tersebut. Pembelajaran memberikan perhatian besar terhadap pelatihan-pelatihan atau drill. Siswa belajar dari kesalahan yang dikerjakan pada saat latihan drill.

e. Metode pengajaran bahasa komunikatif atau communicative language teaching (CLT)

Metode ini memandang pembelajaran bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Belajar bahasa adalah belajar menerapkan bahasa, bukan sekedar mempelajarinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapatnya Prator & Celce-Murcia (dalam Brown, 2007: 20), yang mengatakan bahwa metode CLT tidak hanya mengajak siswa memperkenalkan kaidah, pola, definisi, dan pengetahuan lain “tentang” bahasa, tetapi juga mengajar siswa untuk berkomunikasi secara lugas,

spontan, dan bermakna dalam bahasa kedua. Sehingga, metode ini disebut dengan metode pengajaran bahasa komunikatif.

f. Metode the silent way

(36)

21

possible”. Salah satu ciri dari metode The Silent Way adalah peran guru, dimana

guru mengikuti diskusi siswa namun guru berkata sedikit mungkin. Siswa meniru guru, dan guru akan diam jika siswa benar. Guru hanya berperan sebagai pengevaluasi kesalahan siswa.

g. Suggestopaedia

Metode ini dikembangkan oleh Georgi Lozanov. “Suggestopaedia sees the

physical sorroundings and athmosphere of the classroom as of vital importance” (Harmer, 2001: 89). Metode suggestopaedia memandang bahwa lingkungan alam sekitar dan suasana kelas memiliki peran penting dalam kegiatan belajar mengajar. Metode ini diawali dengan diskusi yang mengantarkan siswa menuju materi pelajaran. Guru memutar musik agar siswa dapat rileks ketika guru memberi materi dialog.

Tujuan pembelajaran dapat dicapai melalui pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Prinsip pemilihan metode pembelajaran Bahasa Inggris diperlukan supaya proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan maksimal. Menurut Davies (2000: 12), “more important for successful language teaching and learning are

other, less tangible, conditions, for example, plenty of opportunities for learners to participate in class and an atmospɒere in wɒicɒ tɒey feel motivated to learn”.

(37)

22

Metode pembelajaran hendaknya memperhatikan tingkat keikutsertaan siswa dalam belajar. Semakin siswa dilibatkan dalam kegiatan belajar, maka siswa akan semakin aktif mengikuti proses belajar. Siswa tidak diam, melainkan aktif belajar. Kemampuan berpikir, pemerolehan wawasan dan keterampilannya menjadi berkembang. Selain itu, hendaknya turut diperhatikan penciptaan suasana kelas. Kondisi kelas yang menyenangkan, menarik, penuh kenyamanan, dan tidak menegangkan, akan membuat siswa termotivasi belajar. Misalnya, melalui games, ice breaking, maupun nyanyian. Metode tersebut hendaknya disesuaikan dengan karakteristik siswa. Nunan (2003: 8), mengungkapkan beberapa prinsip untuk metode pengajaran bahasa:

1) Focus on the learner

Metode pembelajaran Bahasa Inggris hendaknya berorientasi pada siswa (student centered), bukan didominasi oleh guru (teacher centered). Siswa menjadi fokus utama dalam kegiatan belajar. Sementara itu, guru berperan sebagai pendamping dan membimbing siswa dalam belajar.

2) Develop your own personal methodology

Seorang guru memiliki gaya mengajar yang berbeda-beda. Guru hendaknya mengembangkan kemampuannya dalam memilih metode pembelajaran. Guru mengembangkan kemampuannya terbaiknya dalam mengajar berdasarkan situasi dan keadaan.

(38)

23

Penjajakan dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan membuat skema hubungan dengan topik yang akan dipelajari. Setelah terbentuk skema baru, siswa diberikan tugas dengan disertai tindak lanjut. Tindak lanjut dari tugas bertujuan untuk memberikan umpan balik dari siswa tentang pengalaman belajarnya, untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, dan untuk memberikan refleksi terhadap penugasan, sekaligus sebagai bahan evaluasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa menguasai Bahasa Inggris dapat didukung dengan memperbanyak kosakata. Mempelajari Bahasa Inggris yang kedudukannya di Indonesia sebagai bahasa kedua, memerlukan metode dengan memperhatikan prinsip-prinsip metode seperti memperhatikan partisipasi siswa di kelas dan suasana yang membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Dengan memilih metode yang tepat, maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik.

C. Pembelajaran Bahasa Inggris di SD

(39)

24

Pembelajaran Bahasa Inggris pada jenjang SD berada pada tahap pengenalan bahasa. “For elementary and intermediate learners, teachers should use material tɒat is at a suitable level” (Nunan, 2003: 144). Guru memberikan

materi Bahasa Inggris bagi siswa SD pada level yang sepantasnya. Oleh sebab itu, kegiatan pembelajaran difokuskan pada tahap pengenalan kosakata Bahasa Inggris. Mengenalkan kosakata sejak usia SD menjadikan bekal siswa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa. “Pada prinsipnya, tujuan pengajaran

bahasa adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, terampil berbicara, membaca, dan menulis” (Tarigan, 2011: 2). Dengan demikian,

pembelajaran Bahasa Inggris ditekankan pada keempat keterampilan tersebut. 1. Keterampilan Menyimak (listening skills)

Menyimak merupakan suatu kegiatan mendengarkan dan memperhatikan secara sengaja tentang suatu hal dari orang lain secara lisan. “Keterampilan menyimak adalah suatu bentuk keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif”

(Iskandarwassid & Sunendar, 2013: 227). Seseorang akan menerima dan memahami informasi yang diperolehnya melalui menyimak. Menyimak tidak hanya mendengarkan, melainkan juga menghubungkan informasi yang diperolehnya dengan memori yang ada didalam otak. Nunan (2003: 24) mengatakan bahwa “as people listen, they process not only what they hear but also connect it to otɒer information tɒey already know”. Seorang penyimak yang

(40)

25

Ada beberapa kegiatan dalam keterampilan menyimak. Menurut Logan [et all] (dalam Tarigan, 2008: 63) mengemukakan tahap-tahap menyimak sebagai berikut: a) tahap mendengar, b) tahap memahami, c) tahap menginterpretasi, d) tahap mengevaluasi, dan e) tahap menanggapi. Pada tahap mendengar, seseorang mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh pembicara. Setelah mendengarkan, pendengar mencoba untuk memahami ujaran tersebut dengan mencari arti isi pembicaraan. Kemudian, pendengar menginterpretasi atau menafsirkan isi ujaran tersebut. Mulailah pendengar menilai ujaran dengan melihat sisi keunggulan dan kelemahan pembicara. Tahap terakhir adalah tahap menanggapi ujaran pembicara. Menyimak merupakan tahap pertama dalam mempelajari bahasa. Siswa usia SD dapat mengenal kosakata baru melalui proses menyimak. Materi menyimak kosakata Bahasa Inggris pada siswa SD berada pada tahap mendengar dan memahami. Siswa SD mendengar kosakata baru dari guru dan memahami arti kosakata baru tersebut. “Kegiatan menyimak dan memahami (listening

comprehension) merupakan salah satu kunci kemajuan dan penguasaan Bahasa Inggris” (Djiwandono, 2009: 4). Dengan demikian, keterampilan menyimak

menjadi tahap awal siswa menguasai kosakata Bahasa Inggris. 2. Keterampilan Berbicara (speaking skills)

Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari keempat keterampilan berbahasa. “Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan

(41)

26

Sunendar, 2013: 241). Pendengar dapat mengetahui pesan yang akan disampaikan oleh pembicara melalui keterampilan berbicara.

Keterampilan berbicara memerlukan perbendaharaan kosakata yang telah dikenal siswa melalui kegiatan menyimak. Semakin seseorang kaya akan kosakata, semakin lancar pula dalam berbicara, dan sebaliknya. Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan agar terampil berbicara. Harmer (2001: 271-276) merangkum beberapa aktivitas yang bisa digunakan dalam kegiatan berbicara sebagai berikut: 1) acting from a script atau bermain akting dengan menghafalkan naskah, 2) communication games atau game komunikatif, 3) discussion, 4) prepared talks, 5) questionnaires, 6) simulation and role play atau simulasi dan bermain peran, 7) the roles of the teacher.

(42)

27

siswa secara mendadak berdasarkan letak berhentinya tongkat (stick). Siswa diberikan waktu untuk menjawab pertanyaan guru. Siswa dilatih untuk terampil berbicara melafalkan kosakata Bahasa Inggris melalui aktivitas tersebut.

3. Keterampilan Membaca (reading skills)

Keterampilan membaca merupakan keterampilan penting dalam berbahasa. Mackey (dalam Iskandarwassid & Sunendar, 2013: 246) melihat hubungan antara membaca dengan pengajaran bahasa sebagai “although this involves neither

listening to the language nor speaking it, reading is an important means of maintaininɑ contact witɒ a second lanɑuaɑe”. Menurut pendapat tersebut,

keterampilan membaca merupakan keterampilan penting dalam bahasa kedua. Keterampilan membaca dapat menambah pengetahuan. “Tujuan seseorang

membaca adalah untuk mengerti atau memahami isi pesan yang terkandung dalam suatu bacaan seefisien mungkin” (Izzan, 2010: 80). Kegiatan membaca dapat mengembangkan wawasan pengetahuan manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.

(43)

28

kosakata Bahasa Inggris. Guru berperan membimbing siswa dalam kegiatan berkelompok.

4. Keterampilan Menulis (writing skills)

Keterampilan menulis dapat dikuasai setelah mempelajari keterampilan sebelumnya, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca. “Menulis merupakan

suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya”

(Dalman, 2014: 3). Melalui menulis, seseorang dapat mengungkapkan perasaan dalam sebuah pesan tertulis.

Keterampilan menulis memiliki hubungan yang erat dengan keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Menurut Dalman (2014: 9), “menulis adalah

kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca adalah kegiatan yang bersifat reseptif”. Menulis berarti menuangkan gagasan ke dalam bentuk

tulisan. Sementara itu, membaca berarti memperoleh gagasan atau informasi dalam bentuk tulisan. Penulis membutuhkan ide, gagasan, yang dapat diperoleh melalui kegiatan menyimak ketika menuangkan gagasan. Rusmajadi (2010: 230) mengatakan bahwa “tidak mungkin seorang akan mampu menulis dengan baik,

apabila kemampuan grammar-nya atau pembendaharaan kata-katanya sangat lemah”. Pembendaharaan kata tersebut diperoleh dari keterampilan-keterampilan

sebelumnya. Menulis dan berbicara memiliki keterkaitan erat, yaitu sama-sama bersifat produktif. Keduanya sama-sama menyampaikan pesan kepada orang lain.

(44)

29

khusus dan latihan terus-menerus” (Rusmajadi, 2010: 229). Penguasaan dan perbendaharaan kata-kata atau kosakata sangat dibutuhkan dalam memperkaya tulisan Bahasa Inggris. Terlebih lagi tata tulis dan ejaan Bahasa Inggris yang jauh berbeda dengan pengucapannya. Perbedaan ucapan dan tulisan membuat siswa merasa kesulitan menulis kosakata Bahasa Inggris. Oleh sebab itu, siswa harus berlatih keterampilan menulis dalam Bahasa Inggris.

Keterampilan menulis untuk siswa SD berupa penulisan kosakata dasar. Menurut Brewster (2002: 119), tahap mengajarkan keterampilan menulis Bahasa Inggris antara lain: a) menulis ulang kosakata untuk mempraktikkan penulisan kosakata yang benar, b) mengembangkan kepercayaan diri siswa dalam belajar mengeja dan mencoba menulis kalimat sederhana. Metode Talking Stick menunjang siswa untuk berlatih keterampilan menulis pada tahap pengelompokan belajar. Siswa menulis ulang kosakata yang didapatkan siswa melalui kegiatan membaca, mendengarkan, maupun berbicara bersama kelompok belajarnya.

(45)

30

D. Penggunaan Metode Pembelajaran Talking Stick

Metode Talking Stick merupakan metode pembelajaran berbantu tongkat. Carol Locust (dalam Fujioka, 1998) mengungkapkan pendapatnya tentang Talking Stick sebagai berikut:

The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping.

Talking Stick telah digunakan oleh suku Indian sebagai sarana untuk memutuskan siapa yang berhak untuk berbicara saat kegiatan diskusi. Ketika seseorang memegang stick, maka mendapat hak berbicara untuk mengutarakan pendapatnya. Setelah selesai mengutarakan pendapat, maka tongkat diletakkan dan siapapun yang ingin berbicara, dipersilahkan untuk mengambil stick. Tongkat akan diteruskan dari satu orang ke orang lain sampai semua yang ingin berbicara telah mengungkapkan pendapatnya. Shoimin (2016: 197-198) mengatakan bahwa:

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Talking Stick (tongkat berbicara) telah digunakan selama berabad-abad oleh suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak.

(46)

31

Talking Stick method is a method that uses a stick well-known as a wooden stick, which the facilitator or the leader begins by picking up the stick to share the feeling or concern with the group. It is passed clockwise to the next person, who may choose to speak or to remain silent. Then, the talking stick is passed to each person for getting a chance to speak.

Metode Talking Stick merupakan metode yang menggunakan stick (tongkat) sebagai fasilitas untuk mengungkapkan pendapat. Tongkat bergulir searah jarum jam dari satu orang ke orang lain dalam suatu kelompok. Siapapun yang mendapat tongkat, boleh memilih antara berbicara dan boleh diam. Ketika memilih berbicara, maka stick dipegang sampai selesai berbicara. Selanjutnya, stick berpindah ke setiap orang yang ingin berbicara atau mengungkapkan pendapat.

Metode Talking Stick cocok diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran Talking Stick merupakan metode pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa mencapai penguasaan materi melalui stick. Metode pembelajaran Talking Stick diawali dengan penjelasan guru tentang materi lalu siswa mempelajari materi tersebut. Setelah itu, guru mengambil tongkat untuk diberikan kepada salah satu siswa. Tongkat diputar secara bergiliran dengan diiringi musik. Siswa yang mendapat tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru (Suprijono, 2011: 109-110).

Metode Talking Stick merupakan salah satu metode pendukung pengembangan pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2005: 4), “pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di

mana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. Siswa saling

(47)

32

pembelajaran kooperatif. Semua anggota kelompok berperan aktif dalam kegiatan belajar. Siswa yang merasa kesulitan memahami materi dapat terbantu dengan menanyakan kesulitannya kepada teman sekelompoknya.

Metode Talking Stick merupakan metode pembelajaran yang menyenangkan karena dikemas dalam bentuk permainan dengan iringan musik yang membuat suasana belajar menjadi rileks sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Metode ini mendorong siswa untuk belajar secara aktif. Menurut Manuaba, dkk., (2014), “dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode Talking Stick guru

harus mampu berperan sebagai motivator dan fasilitator agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif”. Dengan demikian, guru tidak mendominasi

kegiatan pembelajaran, tetapi sebagai pembimbing dan pendamping siswa dalam belajar.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Talking Stick merupakan metode pendukung pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk membantu siswa mencapai penguasaan materi melalui tongkat (stick). 1. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Talking Stick

Ada beberapa langkah untuk menerapkan metode Talking Stick. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode Talking Stick menurut Uno & Mohamad (2011: 86-87) antara lain sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan sebuah tongkat.

(48)

33

b. Guru menyiapkan materi pokok yang akan dipelajari kemudian memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari materi pada pegangannya/paketnya.

Materi pembelajaran disiapkan oleh guru. Siswa mendapat tugas untuk mempelajari materi tersebut dalam waktu yang telah ditentukan oleh guru. Siswa belajar secara berkelompok melalui kegiatan diskusi. Siswa yang merasa kesulitan boleh berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Guru membimbing siswa selama kegiatan diskusi.

c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.

Guru memberikan waktu tertentu kepada siswa untuk mempelajari materi secara berkelompok. Apabila waktu yang telah diberikan oleh guru untuk mempelajari materi sudah habis, siswa diminta untuk menutup buku materi pelajaran sebagai tanda bahwa siswa selesai mempelajari materi dan siap untuk mengikuti pelajaran dari guru.

d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru.

(49)

34 e. Guru memberikan kesimpulan.

Siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan dan materi pembelajaran yang telah dipelajari setelah sebagian besar siswa memperoleh pertanyaan dari guru. Pemberian kesimpulan antara guru dan siswa bisa dilakukan dalam kegiatan diskusi.

f. Evaluasi.

Guru mengevaluasi pembelajaran. Siswa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Evaluasi digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

g. Penutup.

Langkah terakhir dari metode ini adalah guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan salam. Sebelumnya, guru dapat memberikan motivasi agar siswa giat dalam belajar.

Senada dengan pendapat di atas, Suprijono (2009: 109-110) mengungkapkan pendapatnya tentang langkah-langkah metode Talking Stick antara lain sebagai berikut:

Pembelajaran dengan metode Talking Stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini. Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya.

(50)

35

menutup bukunya sebagai tanda berakhirnya waktu belajar siswa secara berkelompok. Selanjutnya, siswa harus siap mengikuti pelajaran. Suprijono lebih lanjut menambahkan:

Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika stick bergulir dari peserta didik ke peserta yang lainnya, seyogyanya diiringi musik. Langkah akhir dari metode Talking Stick adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya.

Menurut pendapat tersebut, tahap selanjutnya adalah penggunaan tongkat (stick) sebagai alat penanda penjawab pertanyaan dari guru. Tongkat digulirkan dari siswa satu ke siswa yang lain dengan iringan musik. Musik dipilih oleh guru dengan kriteria musik yang ceria untuk menciptakan suasana rileks pada diri siswa. Ketika musik berhenti, maka siswa yang memegang tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru. Jika siswa tidak bisa menjawab, maka teman satu kelompoknya berhak membantu menjawab. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran. Garret (dalam Noviasari, 2014) mengemukakan tahap Talking Stick sebagai berikut:

a. Participants form a circle together. For relaxation and clearing, the leader (the teacher) may use music, rattle, or drumming. The leader (the teacher) begins by picking up the talking stick to share feelings or concern with the group.

(51)

36

berbicara atau diam, artinya bahwa siswa yang memegang tongkat boleh memilih berbicara atau menjawab pertanyaan, sedangkan bagi siswa yang tidak memegang tongkat, maka memilih diam.

b. During the circle gathering, question may be asked with verbal exchanges taking place, but only by permission of whoever is holding the stick.

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa selama tongkat digulirkan, tetapi yang berhak menjawab adalah siswa yang memegang tongkat. Ketika siswa menjawab, maka siswa yang lain diam.

c. When the talking stick has made at least two or three rounds, having been passed to all participants, it is laid in the center of the circle to be picked up by anyone wishing to speak further.

Ketika tongkat diputar minimal dua atau tiga putaran hingga melewati semua peserta, tongkat kemudian diletakkan di tengah-tengah lingkaran. Jika dalam kegiatan pembelajaran, maka tongkat tersebut diambil alih oleh guru.

Berikut ini langkah-langkah metode Talking Stick yang dilakukan dalam penelitian ini dengan merujuk pada pendapatnya Uno & Mohamad (2011: 86-87), Suprijono (2009: 109-110), dan Garret (dalam Noviasari, 2014).

1. Guru menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan, antara lain: tongkat (stick), iringan musik, dan materi pembelajaran. Pemilihan musik dipilih oleh guru dengan kriteria musik yang ceria, semangat, dan menimbulkan ketenangan batin.

(52)

37

4. Siswa diberikan waktu untuk mempelajari ulang materi yang telah disampaikan guru secara berkelompok. Siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Bagi siswa yang kesulitan, diperbolehkan untuk menanyakannya kepada teman sekelompoknya. Guru membimbing dan mendampingi siswa dalam kegiatan ini. Setelah selesai, guru meminta siswa untuk menutup bukunya.

5. Guru menempatkan siswa pada posisi melingkar. Guru berada di tengah-tengah siswa. Kemudian, guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa.

6. Tongkat bergulir dari satu siswa ke siswa lain dengan diiringi musik yang telah guru siapkan.

7. Guru menghentikan musik dan siswa yang membawa tongkat akan mendapat pertanyaan seputar materi pelajaran dari guru, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru. Bagi siswa yang belum bisa menjawab, sebagai solusinya siswa dipersilahkan untuk berdiskusi kepada kelompoknya dengan bimbingan guru.

8. Guru memberikan kesempatan kepada siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya.

(53)

38

dituntut untuk aktif, bekerja sama dengan kelompoknya, berani mengemukakan pendapat, dan menguasai materi pelajaran.

2. Kelebihan Metode Pembelajaran Talking Stick

Metode Talking Stick memiliki beberapa kelebihan. Menurut Shoimin (2016: 199), kelebihan metode Talking Stick antara lain sebagai berikut: a) menguji kesiapan peserta didik dalam pembelajaran, b) melatih peserta didik memahami materi dengan cepat, c) memacu agar peserta didik lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai), dan d) peserta didik berani mengemukakan pendapat. Metode Talking Stick dapat membuat siswa memahami materi dengan cepat karena guru menyajikan materi kepada siswa, dan siswa mempelajari materi baik mandiri maupun bersama teman kelompoknya. Selain itu, siswa dilatih keterampilannya dalam berbahasa, terutama keterampilan berbicara ketika siswa harus menjawab pertanyaan dari guru saat memegang stick.

Metode Talking Stick sangat tepat digunakan dalam pengembangan proses pembelajaran PAIKEM (Partisipatif, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). “Pembelajaran dengan metode Talking Stick mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat” (Suprijono, 2011: 109). Siswa

dilatih berani berbicara untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan guru. Menurut Shoimin (2016: 198), “selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat peserta didik aktif”.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat dari Manuaba, dkk., (2014) yang menyatakan bahwa “metode Talking Stick merupakan metode pembelajaran

(54)

39

pembelajaran”. Metode ini dirancang dengan pendekatan belajar yang berpusat

pada siswa (student centered). Siswa dapat belajar aktif, tidak hanya duduk, diam, dan mendengarkan guru, melainkan terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Fujioka (1998) mengungkapkan pandangannya tentang metode Talking Stick bahwa

use this method when you want the students to listen to others as part of a learner-centered curriculum. This method takes the focus off the teacher, as the sole purveyor of knowledge. And by using it, students are encouraged to learn from each other.

Pendapat tersebut menekankan bahwa metode Talking Stick cocok diterapkan pada kurikulum yang berpusat pada siswa, dan guru bukanlah satu-satunya sumber belajar.

Metode Talking Stick dikemas dalam bentuk permainan (game) berbantu tongkat untuk menambah antusiasme belajar siswa sekaligus menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran. Menurut Sani (2015: 279), “permainan dapat menciptakan suasana santai dan menyenangkan sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk mengikuti pelajaran bahasa”. Sementara itu, menurut Rusmajadi (2010: 267), “game itu selain menyenangkan, juga melatih setiap orang untuk terlibat dan menghilangkan kekakuan di ruang kelas”. Pernyataan

tersebut sejalan dengan pendapat dari Dobson dalam artikelnya yang berjudul “Try One of My Games” (Rusmajadi, 2010: 267) yang mengungkapkan bahwa “I

my self have found that a good language game is a wonderful way to break the routine of classroom drill, because it provides fun and relaxation while remaining very much within the framework of language learning – and may even reinforce tɒat learninɑ”. Pendapat tersebut menekankan bahwa sebuah permainan pada

(55)

40

berulang-ulang (drill) di ruang kelas karena menyajikan kegiatan yang menyenangkan dan rileks.

Game dapat mengatasi kebosanan siswa dalam belajar, menghilangkan rasa kantuk maupun lelah. Game juga membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Menurut Brewster (2002: 172), “they are not only motivating and fun but can also

provide excellent practice for improving pronunciation, vocabulary, grammar and tɒe four lanɑuaɑe skills”. Siswa tidak hanya termotivasi dan merasa

menyenangkan ketika melakukan permainan, tetapi juga mengembangkan pelafalan kata, kosakata, tata bahasa, serta empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Proses pembelajaran dengan metode Talking Stick juga diiringi dengan musik. Campbell (2002: 220) mengungkapkan pandangannya tentang musik:

Musik membawa suasana positif dan santai bagi banyak kelas, juga memungkinkan integrasi indra yang diperlukan untuk ingatan jangka panjang. Musik berfungsi pula sebagai latar belakang dalam sejumlah ruang kelas untuk meredam bunyi-bunyi industri atau lalu lintas, dan musik dapat digunakan secara berhasil untuk menimbulkan kegairahan, melepaskan stres sebelum ujian, dan untuk memperkuat pokok bahasan.

(56)

41

3. Kelemahan Metode Pembelajaran Talking Stick

Metode Talking Stick memiliki beberapa kelemahan. Menurut Shoimin (2016: 199), kelemahan metode Talking Stick antara lain sebagai berikut: a) membuat siswa senam jantung, b) siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab, c) membuat peserta didik tegang, dan d) ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru. Metode Talking Stick membuat siswa senam jantung, tegang, dan cemas, karena siswa tidak tahu kapan musik akan berhenti sebagai tanda akan mendapat pertanyaan dari guru. Siswa merasa takut jika tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru. Selain itu, siswa yang tidak siap mendapat pertanyaan dari guru, akan berakibat siswa tidak bisa menjawab pertanyaan. Metode ini diiringi dengan musik sebagai upaya mengatasi rasa tegang, takut, maupun cemas. Musik yang dipilih adalah musik yang bernada ceria, penuh motivasi. Musik bernuansa ceria mengubah suasana tegang menjadi rileks.

(57)

42

pertanyaan dari guru. Sebagai solusinya, metode ini diiringi dengan musik yang dapat mengurangi ketegangan siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru.

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Guru berperan penting dalam kegiatan pembelajaran. Guru memimpin dan memfasilitasi siswa dalam belajar. Sebagai fasilitator dan pembimbing belajar, guru mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan belajar. Guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa SD dalam melaksanakan perannya supaya kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Masa usia sekolah dasar merupakan masa kanak-kanak akhir dengan rentang usia dari enam hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Menurut Susanto (2013: 86), siswa usia SD memiliki karakteristik diantaranya: suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Izzaty, dkk., (2013: 115) mengemukakan ciri-ciri khas anak masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar antara lain sebagai berikut:

a. Perhatiannya tertuju pada kegiatan sehari–hari, b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis,

c. Timbul minat kepada pelajaran–pelajaran khusus,

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah,

e. Anak–anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama.

(58)

43

memerlukan kegiatan belajar bekerja dengan obyek yang berupa benda-benda konkret, untuk memanipulasi, menyentuh, meraba, melihat, dan merasakannya. Selain itu, siswa usia SD juga berkurang rasa egonya dan mulai bersikap sosial. Mereka mulai berbaur dengan lingkungan sosialnya. Brewster (2002: 27-28) mengungkapkan beberapa karakteristik anak SD sebagai berikut:

have a lot of physical energy and often need to be physically active, have a wide range of emotional needs, are emotionally excitable, are developing conceptually and are at an early stage of their schooling, are still memiliki kesukaan membentuk kelompok sebaya, memiliki energi yang aktif, emosi yang mudah dirangsang, berada pada tahap awal pengembangan konsep belajar, belajar dengan perlahan-lahan dan mudah melupakan sesuatu, mudah bosan, dan suka meniru.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris
Gambar 2. Desain Penelitian Eksperimen
Tabel 2. Interpretasi Nilai r
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Instrumen tentang Writing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penguasaan kosakata terhadap pemahaman membaca teks narasi bahasa Inggris. Mengetahui pengaruh tata bahasa

Aspek penguasaan kosakata bahasa Inggris yang ditekankan dalam pengunaan media kartu gambar yaitu aspek membaca kosakata dan melafalkan kosakata, Penggunaan media

(2) Penerapan dan pemberian tugas menggunakan strategi pembelajaran semantic mapping dan tes menulis menggunakan kosakata bahasa Inggris Bahasa Inggris dengan

Untuk guru Bahasa Inggris diharapkan: (1) menggunakan Teknik Think-Pair- Share di dalam kelas pada proses pembelajaran sebagai suatu metode untuk meningkatkan

Simpulan penelitian ini adalah model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata Bahasa Inggris pada anak Kelompok B2 TK IT

Hal tersebut mendorong peneliti mengambil judul artikel sebagai berikut “Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Menggunakan Metode Game “Hangman” pada siswa kelas VIIIB

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penguasaan kosakata terhadap pemahaman membaca teks narasi bahasa Inggris. Mengetahui pengaruh tata bahasa

Berdasarkan hasil observasi pada pembelajaran Bahasa Inggris di kelas VII MTs Negeri 13 Jakarta mengenai penguasaan kosakata Bahasa Inggris, diketahui bahwa penguasaan kosakata siswa