• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Subjek

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data penghitungan kategorisasi hasil pendidikan karakter terintegrasi di SMP Negeri 6 Surakarta, menggambarkan bahwa hasil pendidikan karakter terintegrasi di sekolah tersebut tergolong dalam kategori cukup. Berdasarkan data, kategori cukup ini merupakan kategori yang tergolong kurang berhasil dalam pelaksananaan pendidikan karakter terintegrasi di sekolah. Hasil pendidikan karakter terintegrasi yang cukup di SMP Negeri 6 Surakarta ini terjadi tidak terlepas dari beberapa hal, beberapa faktor, maupun beberapa komponen yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang berperan penting terhadap keberhasilan dari pendidikan karakter terintegrasi di sekolah tersebut antara lain:

pertama, adalah pengaruh yang disebabkan dari siswa itu sendiri. Siswa sendiri di sini adalah siswa sekolah menengah pertama yang sedang memasuki fase perkembangan remaja. Pada fase ini merupakan pada fase peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal,

sehingga siswa sedang mengalami perkembangan diri yang signifikan pada berbagai aspek dari dalam dirinya. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek fisik, psikis, emosinal, kognitif dan lain-lain, sehingga pada fase ini anak cenderung mengalami kegelisahan, pertentangan, menghayal, dan keinginan untuk mencoba sesuatu di mana anak mempunyai banyak keinginan yang ingin dilakukan kaitannya dalam pencarian jati diri yang sesungguhnya. Dengan cara berpikir yang seperti itu, karakter anak di sini cenderung ingin lebih bebas tidak ada satu orangpun yang bisa menghentikan keinginnanya untuk mencoba-coba hal-hal baru yang terkadang menantang adrenalinnya. Sehingga anak pada fase ini sering lupa dengan hal-hal yang terkait dengan aturan atau norma dan hal baik yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-harinya dan cenderung untuk mengikuti keinginan yang ada pada dirinya tersebut. Meskipun sebenarnya pendidikan karakter sudah dilaksanakan tetapi dengan melihat faktor ini kembali lagi menegaskan bahwa fase yang dialami oleh siswa ini tidak bisa dihindari sehingga karakteristik umum remaja yang tergambarkan di atas masih sering dimiliki oleh siswa, sehingga siswa melakukan nilai-nilai karakter tidak maksimal karena gejolak yang ada di jiwa masih sering muncul pada dirinya.

Kedua, hasil pendidikan karakter di SMP Negeri 6 Surakarta tergolong cukup juga bisa terjadi dari faktor yaitu pendidikan karakter terintegrasi dengan mata pelajaran yang dilaksanakan oleh sekolah itu

sendiri. Faktor dari pendidikan karakter terintegrasi dengan mata pelajaran ini ada tiga langkah yang perlu dilaksanakan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Terkadang sekolah-sekolah yang mempunyai kebijakan pendidikan karakter hanya melakukan pada tahap perencanaan saja sehingga hanya tertempel pada silabus atau RPP tanpa dilanjutkan dengan pelaksanaan nyata. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan karakter karena, siswa akan lebih cepat memahami jika mengaplikasikannya secara langsung. Padahal dalam pendidikan karakter tersebut menurut Mochtar Buchori (Pupuh, Suryana, & Fenny F, 2013) terdapat tiga komponen yang menentukan keberhasilan pendidikan karakter yaitu moral knowing (pengetahuan moral), yang kedua moral feeling (penguatan moral dengan rasa), dan yang ketiga yaitu dengan moral action (perbuatan moral).

Apabila dalam pelaksanaan pendidikan karakter hanya berhenti pada pengetahuan moral semata tanpa dirasakan apalagi dilakukan hal ini menunjukkan pendidikan karakter tersebut kurang optimal bahkan cenderung tidak berhasil. Tidak hanya berhenti pada tataran perencanaan saja, terkadang pendidikan karakter kurang optimal karena ada perencanaan ada pelaksanaan tetapi tidak pernah dilakukan evaluasi untuk mengukur dan mengetahui sampai mana pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Sehingga, guru tidak mengetahui apa kekurangan yang terjadi atau bahkan tidak mengetahui juga apakah

pembelajaran yang sudah dilakukan tersebut tersampikan dengan baik atau tidak kepada siswa. Dengan begitu ketiga langkah dalam pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi dengan mata pelajaran tersebut sangat memiliki peranan penting pada setiap langkah-langkahnya, sehingga jika terdapat salah satu langkah yang tidak dijalanka maka kebrhasilan pendidikan karakter kurang optimal dan bahkan malah tidak berhasil.

Ketiga, hasil pendidikan karakter yang tergolong cukup, juga bisa dipengaruhi oleh faktor pendidikan karakter terpadu dengan manajemen sekolah yaitu penanaman nilai-nilai karakter kepada siswa lewat pengelolaan sekolah yang ada. Pendidikan karakter terintegrasi dengan manajemen sekolah ini dapat tergambar dari perencanaan program dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah yang di dalamnya telah dimasukkan tujuan dalam menanamkan nilai-nilai karakter. Faktor ini melibatkan seluruh sumber daya dan komponen yang dimiliki sekolah baik dari pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana, peserta didik, dan biaya pendidikannya. Jika pada pendidikan karakter pada sekolah-sekolah kurang memiliki integrasi dengan manajemen sekolah yang ada maka sekolah tersebut kurang menjiwai pendidikan karakter yang sudah dicanangkan. Karena setiap aspek di sekolah sangat berperan memberikan kontribusi yang baik bagi terlaksananya pendidikan karakter yang sudah direncanakan.

Keempat, faktor lain dari pendidikan karakter terintegrasi adalah pendidikan karakter terintegrasi dengan kegiatan kesiswaan di sekolah. Bagian ini tergambar dari berbagai kegiatan yang dilakukan sekolah di luar jam pelajaran yang ada dilaksanakan dengan memasukkan nilai-nilai karakter yang sesuai pada setiap kegiatan yang diadakan. Kegiatan-kegiatan siswa di luar sekolah ini dimaksudkan selain untuk mengembangkan potensi, minat, dan bakat siswa juga dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang bisa dilakukan siswa sehingga menjadi kebiasaan dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Apabila di sekolah-sekolah terdapat banyak kegiatan kesiswaan yang diadakan tetapi kurang memperhatikan tujuan dan maksud dari masing-masing kegiatan maka nilai-nilai karakter yang dimasukkan dalam kegiatan kesiswaan tersebut-pun kurang memberikan dampak yang optimal bagi pendidikan karakter terintegrasi.

Kelima, faktor lain dari hasil pendidikan karakter yang cukup tersebut kemungkinan juga dipengaruhi hal evaluasi atau monitoring dari program pendidikan karakter terintegrasi yang sudah dimiliki sekolah. Monitorinng dan evaluasi sangat penting dikarenakan untuk memperoleh gambaran sejauh mana pelaksanaan pendidikan karakter itu berjalan, mengumpulkan data dan menganalisisnya untuk menyusun rekomendasi perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan (tindak lanjut). Maka dari itu jika sekolah sudah memiliki program pendidikan karakter terintegrasi, dan sudah

melaksanakannya tanpa ada monitoring dan evaluasi program maka pendidikan karakter terintegrasi di sekolah hanya akan berjalan begitu saja tanpa ada penilaian untuk mengetahui ketercapaian pelaksanaan dan tidak ada perbaikan untuk menindak lanjuti program pelaksanaan yang kurang maksimal. Maka dari itu, monitoring dan evaluasi sebuah program apalagi program pendidikan karakter terintegrasi di sekolah yang memiliki cakupan dan tanggung jawab besar terhadap perkembangan moral dan karakter siswa yang lebih baik sangat perlu dilakukan.

Keenam, selain faktor-faktor di atas yang menentukan keberhasilan tingkat hasil pendidikan karakter di SMP Negeri 6 Surakarta faktor lain juga sangat berpengaruh terhdapap hasil pendidikan karakter pada siswa. Faktor pendidikan karakter yang dimaksud adalah faktor dari lingkungan tempat tinggal (keluarga) maupun dari lingkungan masyarakat. Kerjasama dari berbagai

stakeholder yang ada kaitannya dengan penanaman karakter siswa sangat diperlukan di era globalisasi yang semakin maju dan canggih ini, agar para siswa tetap memiliki nilai luhur yang menjadi pedoman bagi kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang.

Uraian di atas adalah uraian hasil pendidikan karakter di SMP Negeri 6 Surakarta dan beberapa faktor yang kemungkinan mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter terintegrasi secara

umum di sekolah-sekolah yang memiliki program pendidikan karakter terintegrasi.

Selain hasil pendidikan karakter secara umum, di SMP Negeri 6 Surakarta juga terdapat perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi antara siswa dan siswi pada Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan analisis data hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa dan siswi di SMP Negeri 6 Surakarta menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil pendidikan karakter antara kelompok siswa dan siswi. Perbedaan hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok siswi memiliki hasil pendidikan karakter terintegrasi yang lebih tinggi daripada kelompok siswa.

Perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi antara siswa dan siswi di SMP Negeri 6 Surakarta yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan perilaku karakter yang dipahami dan ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masing-masing individu khususnya individu yang dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin baik di dalam lingkungan sekolah, lingkungan rumah, maupun lingkungan sosialnya. Selain itu, siswa dan siswi pada masa tersebut sedang berada pada tahap perekembangan remaja hal ini juga mempengaruhi pola perilaku yang ditunjukkan oleh para kelompok siswa maupun siswi.

Dari hasil uji beda yang menunjukkan bahwa hasil pendidikan karakter terintegrasi kelompok siswi lebih tinggi dibanding kelompok siswa, hal ini kembali menegaskan bahwa adanya karakteristik yang

berbeda yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam hal ini kaitannya dengan faktor perbedaan jenis kelamin yang ada. Laki-laki dan perempuan berebeda, baik dari fisik maupun psikologisnya. Selain itu juga dari berbagai bidang kehidupan nyata seperti pendidikan, pergaulan, keluarga, cara berpikir, dan sebagainya. Perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa dan siswi sejalan dengan ungkapan Santrock (2002) yang menyebutkan bahwa perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari beberapa hal.

Pertama, perbedaan hasil pendidikan karakteristik antara siswa dan siswi dilihat karakteristik dari perubahan pubertas dan seksualitas. Karakteristik yang pertama tersebut menyebutkan bahwa perempuan lebih sensitif dan hangat dibanding laki-laki yang asertif, sombong, dan merasa dirinya kuat. Sehingga dari karakteristik tersebut perempuan lebih berperilaku yang berhati-hati, tenang, dan lebih terarah karena merasa dirinya adalah seseorang yang memang harus berperilaku demikian yang menunjukkan bahwa perilaku perempuan harus baik dan tidak menyakiti. Berbeda dengan laki-laki yang memiliki karakteristik asertif, sombong, dan kuat. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki adalah sosok yang kuat besar penuh aktivitas dan harus berani sehingga terkadang apa yang dilakukan oleh laki-laki tidak terkontrol oleh dirinya sehingga terlihat tidak teratur dan terarah.

Kedua, perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa dan siswi juga dapat dilihat karakteristik laki-laki dan perempuan dari pengaruh orang tua. Pengaruh orang tua juga dapat membedakan perilaku antara siswa dan siswi. Laki-laki yang dibiarkan bersikap lebih mandiri dibanding perempuan terkadang membuat perilaku yang ditunjukkan laki-laki lebih bebas dan semaunya sendiri. Berbeda dengan perempuan yang lebih dimonitor atau diawasi lebih intensif oleh orang tua maka perilaku yang ditunjukkan pun akan lebih memiliki batasan-batasan tertentu yang dianggap baik, karena segala sikap yang ditunjukkan oleh perempuan secara disadari terlihat di

monitoring oleh orang tua. Sehingga, dalam berperilaku siswa lebih bebas untuk melakukan sesuatu yang diinginkan karena orangtua biasanya sudah mempercayakan bahwa anaknya adalah seorang laki-laki yang memang perlu memiliki banyak aktivitas dibanding dengan orangtua siswi yang menganggap bahwa perempuan perlu memilih aktivitas apa saja dan perilaku apa saja yang pantas atau tidak pantas dilakukannya.

Ketiga, hasil perbedaan pendidikan karakter terintegrasi pada siswa dan siswi juga terlihat dari pandangan guru terhadap perilaku individu tersebut saat berada di sekolah. Laki-laki dalam hal kepatuhan, mengikuti aturan, dan ketertiban cenderung kurang dibandingkan perempuan. Perempuan lebih patuh dan cenderung mendengarkan guru secara baik apa yang menjadi kewajiban yang

harus dijalaninya mengikuti aturan yang berlaku di sekolah. Hal ini terlihat dari contoh peraturan sekolah, anak perempuan lebih tertib dalam hal keberangkatan jam masuk sekolah sedangkan anak laki-laki cenderung lebih sering terlambat saat berangkat sekolah. Kemudian dalam hal memperhatikan pelajaran di kelas anak perempuan lebih seksama apa yang menjadi bahan ajar yang disampaikan guru, namun berbeda dengan anak laki-laki yang cenderung cuek. Hal ini menunjukkan bahwa anak perempuan cenderung memilih suatu hal yang dianggap aman dan tidak menimbulkan sebuah masalah, tetapi berbeda dengan anak laki-laki, mereka cenderung menyepelekan peraturan dan memilih sesuatu yang menantang dirinya untuk lebih menunjukkan bahwa jika laki-laki itu harus berani mengadapi tantangan meskipun tantangan tersebut adalah sesuatu yang merugikan dirinya bahkan orang lain. Dari segi permasalahan, anak laki-laki dianggap memiliki banyak permasalahan dalam belajar dibanding anak perempuan. Anak laki-laki sering bermain dan melakukan banyak hal di luar rumah sehingga anak laki-laki kurang memperhatikan jadwal belajar yang mempengaruhi nilai hasil belajarnya. Permasalahan ini terlihat di saat anak laki-laki berada di kelas cenderung sering menyontek saat mengerjakan tugas atau PR, kurang bisa menjawab pertanyaan saat ditanya guru, dan lain-lain. Berbeda dengan anak perempuan yang lebih tekun lebih sering di rumah untuk mengerjakan

tugas atau mempunyai jadwal khusus untuk belajar sehingga prestasi anak perempuan lebih tinggi dibanding anak laki-laki.

Keempat, dari berbagai faktor perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan di atas perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa dan siswi juga terlihat dari sosio-emosionalnya. Pada remaja laki-laki cenderung memiliki kontrol diri yang rendah dan lebih menonjol pada agresi fisik. Sehingga laki-laki jika memiliki suatu masalah dengan orang lain lebih memilih menyelesaikannya secara tergesa-gesa sesuai dengan emosi yang dialami dan cenderung memilih beradu fisik sebagai jalan penyelesainnya. Namum berbeda dengan laki-laki, perempuan lebih cenderung memiliki agresivitas pada verbalnya. Perempuan saat memiliki masalah dengan orang lain cenderung menonjolkan emosi verbalnya yaitu kata-kata yang pedas maupun kata-kata yang dianggap bisa mewakili perasaan yang sedang dialaminya. Sehingga, perbedaan karakteristik dari kelompok jenis kelamin tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus remaja sekolah akhir-akhir ini seperti remaja laki-laki tawuran dengan siswa sekolah lain dan remaja putri lebih cenderung meluapkan kekesalannya lewat kata-kata yang dirangkai di media sosial yang ada.

Dari berbagai perbedaan karakteristik antara siswa dan siswi tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan perilaku karakter antara siswa dan siswi di sekolah terkhusus di SMP Negeri 6 Surakarta yang dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik jenis

kelamin. Perempuan memiliki karakter yang lebih baik dibanding laki-laki. Sehingga, dalam menanamkan karakter yang dimiliki oleh siswa ternyata memang perlu memperhatikan masing-masing karakteristik jenis kelaminnya. Hal ini dimaksudkan agar pemahaman nilai-nilai karakter yang disampaikan kepada siswa tersampaikan dengan baik sesuai cara pandang dan karakteristik siswa yang dilihat dari perbedaan jenis kelaminnya. Sehingga, setiap siswa meskipun berbeda jenis kelamin benar-benar memiliki pemahaman dan menjiwai nilai-nilai karakter yang sudah di dapatkannya secara optimal melalui aplikasi diri lewat perilaku yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai hal dan aspek kehidupan.

Dengan memiliki karakter yang kuat dari dalam diri individu baik laki-laki maupun perempuan akan memiliki kekuatan diri yang tangguh dalam menghadapi segala tantangan di berbagai kehidupan yang akan datang. Nilai karakter akan tertanam kuat pada diri individu apabila individu memiliki kesadaran penuh bahwa nilai-nilai kehidupan yang luhur perlu dimiliki sebagai bekal dalam menjalankan kehidupan sehari-hari agar baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, sekolah, maupun dalam kehidupan sosialnya.

Pada penelitian hasil pendidikan karakter di sekolah menengah pertama (SMP), yang menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengukur hasil pendidikan karakter terintegrasi di SMP Negeri 6 Surakarta. Kuesioner tersebut terdiri dari 50 item pertanyaan dan

pernyataan yang menggambarkan nilai karakter. Tetapi, setelah di uji validitas ada 40 item yang dianggap valid dan terdapat 10 item yang dianggap gugur dan tidak bisa diikutkan dalam penghitungan hasil. Item-item ini selain menunjukkan hasil pendidikan karakter secara keseluruhan juga menunjukkan item-item mana Yang teridentifikasi dalam kategori belum optimal sehinga perlu adanya perbaikan dalam pengembangan pendidikan karakter berikutnya.

Pada kelompok siswa terdapat sembilan item pertanyaan dan pernyataan yang termasuk termasuk dalam kategori belum optimal. Kesembilan item tersebut dijadikan sebagai bahan acauan pembuatan silabus. Dari kesembilan item terendah yang ada menggambarkan 6 nilai karakter tergolong memiliki kategori nilai karakter yang belum optimal pula. Nilai-nilai karakter yang belum optimal ini menjadi bahan acuan pembuatan modul bimbingan.

Sedangkan pada kelompok siswi terdapat 5 item yang termasuk dalam kategori belum optimal. Kelima item ini juga menjadi bahan acuan dalam pembuatan silabus. Kemudian, dari kelima item terendah tersebut juga menggambarkan 5 nilai karakter tergolong memiliki kategori nilai karakter yang rendah pula, yang dijadikan sebagai bahan acuan pembuatan modul bimbingan. Nilai-nilai karakter tersebut antara kelompok siswa dan siswi hanya berbeda satu nilai karakter yang rendah. Jika kelompok siswa nilai-nilai karakter yang rendah meliputi bergaya hidup sehat; kerja keras; berpikir logis, kritis, kreatif, dan

inovatif; percaya diri; patu pada peraturan sosial; dan nasionalis. Sedangkan untuk kelompok siswi ada 5 nilai-nilai karakter yang tergolong belum optimal yang meliputi bergaya hidup sehat; kerja keras; berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; patu pada peraturan sosial; dan nasionalis. Berikut item-item pernyataan dan nilai-nilai karakter yang termasuk dalam kategori belum optimal.

Tabel 15.

Item Pernyataan dan Nilai Karakter Belum Optimal pada Kelompok Siswa dan Siswi

No Item Rendah Kelompok Siswa

Item Rendah Kelompok Siswi Nilai Karakter Rendah Kelompok Siswa Nilai Karakter Rendah Kelompok Siswi 1. Keteraturan waktu makan saya setiap hari. (6)

Keteraturan waktu makan saya setiap hari. (6)

Disiplin Disiplin

2. Saya sudah

mengerjakan tugas saya sendiri tanpa bantuan orang lain. (11)

Saya sudah mengerjakan tugas saya sendiri tanpa bantuan orang lain. (11)

Kerja keras Kerja keras

3. Apakah saya sudah berani tampil di depan kelas? (13)

Percaya diri

4. Demi kelancaran sekolah saya, apapun yang saya ingin seharusnya dipenuhi oleh orang tua saya. (18)

Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

5. Bagiku sesuatu yang baru dan unik itu sangtlah sulit. (19)

Bagiku sesuatu yang baru dan unik itu sangtlah sulit. (19)

Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

6. Apakah saya memilah sampah sebelum dibuang di tempoat sampah (organik, non organik). (26)

Apakah saya memilah sampah sebelum dibuang di tempat sampah (organik, non organik). (26)

Patuh pada aturan-aturan sosial

Patuh pada aturan-aturan sosial

7. Saya memanfaatkan waktu belajar di rumah ketika malam hari. (27)

Patuh pada aturan-aturan sosial

8. bagiku menghafal 5 sila dalam pancasila tanpa menerapkan sila-sila tersebut sudah cukup. (37)

bagiku menghafal 5 sila dalam pancasila tanpa menerapkan sila-sila tersebut sudah cukup. (37)

Nasionalis Nasionalis

9. Bagiku mengenal budaya dari daerah sendiri sudah cukup. (38)

Nasionalis

Dengan melihat beberapa item dan nilai karakter yang rendah tersebut selanjutnya menjadi bahan untuk membuat silabus dan modul bimbingan sebagai contoh acuan dalam pendidikan karakter terintegrasi di sekolah. Selain untuk lebih memudahkan guru

memberikan nilai-nilai karakter yang ditanamkan kepada siswa, silabus dan modul bimbingan juga diharapkan meningkatkan penanaman nilai-nilai karakter kepada siswa lewat berbagai kegiatan yang direncanakan. Dengan menggunakan perencanaan yang matang, sehingga kegiatan-kegiatan yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai karakter dibuat semenarik mungkin sehingga siswa maupun siswi menyerap lebih dalam maksud dan tujuan nilai karakter yang perlu dimiliki oleh dirinya tersebut. Penyusunan silabus dan contoh modul bimbingan terdapat pada lampiran.

91 BAB V PENUTUP

Pada bab ini disajikan kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran-saran. Kesimpulan yang disajikan dalam bagian ini berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan. Bagian keterbatasan menyajikan kesulitan yang dialami peneliti serta pengalaman selama menyelesaikan penulisan skripsi. Bagian kesimpulan memaparkan kesimpulan akhir dari peneliti. Saran yang diberikan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang ditujukan kepada pihak yang terkait dan usulan untuk peneliti lain.

A. Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian adalah:

1. Hasil pendidikan karakter terintegrasi di SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 tergolong dalam kategori cukup.

2. Terdapat perbedaan capaian skor hasil pendidikan karakter pada kelompok siswa dan kelompok siswi. Dari perbedaan mean, kelompok siswi mencapai hasil pendidikan karakter yang lebih tinggi dibanding kelompok siswa.

3. Teridentifikasi 9 butir nilai karakter pada kelompok siswa dan 6 butir nilai karakter kelompok siswi yang capainnya belum optimal dijadikan dasar dalam pembuatan silabus dan modul bimbingan untuk meningkatkan pelaksanaan pendidikan karakter di SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014.

B. Keterbatasan

1. Peneliti menyadari bahwa kuesioner hasil pendidikan karakter yang telah disusun masih ada beberapa item yang gugur sehingga perlu diuji kembangkan lebih lanjut.

2. Ada kemungkinan subjek penelitian dalam mengisi kuesioner tidak sesuai dengan keadaan dirinya sendiri dan hanya menjawab sesuai dengan norma baik yang biasa dilakukan oleh banyak orang semata. 3. Peneliti hanya melakukan penelitian sekali saja di SMP tersebut

sehingga merasa kurang memiliki data lain selain kuesioner.