• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Peningkatan Proses dan Hasil Pembelajaran Keterampian Berbicara Siklus 1

Berdasarkan observasi proses pembelajaran keterampilan berbicara terkait dengan kegiatan siswa, terdapat peningkatan jika dibandingkan dengan sebelum tindakan dilaksanakan. Peningkatan proses pembelajaran terlihat pada siswa yang lebih semangat dan antusias dalam mengikuti

108

pembelajaran, selain itu siswa aktif dalam melakukan tanya jawab dengan guru. Siswa menjadi lebih kreatif dalam mengembangkan cerita. Namun di samping itu, terdapat beberapa hal yang harus dimaksimalkan, antara lain minimnya siswa yang menanggapi atau memberikan pendapat siswa lain yang sedang melaksanakan praktik berbicara. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa melakukan komunikasi dengan perpaduan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Siswa masih terlihat malu dan kurang percaya diri, hal ini terlihat saat siswa diminta praktik menceritakan kembali isi cerita di depan kelas masih sering membaca teks yang telah ditulisnya.

Berdasarkan hasil analisis proses pembelajaran keterampilan berbicara berupa lembar observasi kegiatan siswa dan guru pada siklus I mengalami peningkatan, persentase menunjukkan pada angka 72,73% dan 72,78% dengan kategori “Baik”. Kondisi tersebut membuat proses pembelajaran keterampilan berbicara masih perlu ditingkatkan, mengingat kriteria keberhasilan yang mengharuskan persentase kegiatan guru dan siswa mencapai angka 75%-100% atau masuk dalam kategori “Sangat Baik”.

Keterampilan berbicara siswa pada siklus I terbukti meningkat setelah diterapkannya model paired storytelling. Peningkatan keterampilan berbicara pada siklus I sebesar 16,51, yang kondisi awal 57,40 meningkat menjadi 73,91. Persentase ketuntasan keterampilan berbicara dengan menggunakan model paired storytelling pada siklus I meningkat sebesar 8 siswa atau 26,67%, yang kondisi awal 6 siswa atau 20%, meningkat menjadi 14 siswa atau menjadi 46,67%.

109

Pada siklus I terdapat siswa yang belum tuntas karena belum mencapai indikator keberhasilan sebanyak 16 siswa atau 53,33% belum tuntas mencapai KKM. Beberapa penyebab yang mendasari masih tingginya persentase siswa yang belum memenuhi KKM, yaitu : a) 8 siswa memiliki kemampuan berkonsentrasi yang rendah dan perhatiannya mudah teralihkan, b) 4 siswa sering mencari perhatian dari guru dan peneliti dengan ramai sendiri, dan c) 4 siswa kurang memiliki keberanian dan rasa percaya diri untuk melakukan praktik berbicara.

Hasil observasi kegiatan siswa tidak terlepas dari kegiatan guru dalam menerapkan model paired storytelling pada pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara. Pada siklus I kegiatan guru mengalami peningkatan secara bertahap. Peningkatan yang terjadi antara lain cara guru dalam menyampaikan apersepsi, tujuan pembelajaran, menggali pengetahuan dan rasa ingin tahu siswa terkait materi pembelajaran. Hal yang telah dilakukan tersebut sesuai dengan pendapat Mulyasa (2011: 86), untuk memulai pelajaran guru hendaknya mengemukakan tujuan pembelajaran dan batas-batas tugas yang harus dikerjakan, agar siswa memperoleh gambaran mengenai ruang lingkup materi yang akan dipelajari. membiasakan siswa untuk berkomunikasi dengan diskusi kelompok, dan pemberian reward berupa pujian atau tepuk tangan. Terdapat beberapa kendala yang dialami guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran paired storytelling. Kendala pertama disebabkan karena guru belum terbiasa dalam penerapan model pembelajaran baru. Guru masih

110

terlihat kaku, karena guru terbawa cara mengajar sebelum pelaksanaan tindakan. Menurut Anita Lie (1994:3) sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dengan cara menuliskan di papan tulis atau menanyakan kepada siswa. Namun langkah tersebut belum dilakukan oleh guru. Kegiatan pengenalan topik merupakan kegiatan brainstorming untuk mengaktifkan pengetahuan siswa.

Kurangnya manajemen waktu juga menjadi hambatan. Alokasi waktu pembelajaran terihat tidak mencukupi dengan agenda kegiatan yang dilakukan. Hasilnya terkadang guru lupa untuk membacakan bagian cerita versi asli secara keseluruhan, memberikan masukan atau koreksi terhadap penampilan praktik berbicara siswa, dan menyimpulkan kegiatan pembelajaran karena ini merupakan langkah akhir pembelajaran dan guru cenderung berpikir bahwa siswa sudah memahami materi yang telah dipelajari. Hal ini mengakibatkan hanya siswa-siswa tertentu saja yang paham dan dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal. Hal tersebutlah yang membuat penerapan model paired storytelling masih perlu diperbaiki pada siklus selanjutnya.

2. Peningkatan Proses dan Hasil Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II

Pada siklus II terjadi peningkatan proses pembelajaran keterampilan berbicara. Peningkatan proses pembelajaran keterampilan berbicara terlihat pada siswa yang sudah berani bertanya dan berpendapat, antusiasme siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru meningkat, dan siswa lebih percaya

111

diri saat melaksanakan praktik keterampilan berbicara dalam bentuk menceritakan kembali isi cerita yang ditulis.

Kegiatan guru juga mengalami peningkatan berupa penyampaian pembelajaran terlihat lebih luwes, sehingga suasana kelas menjadi lebih menyenangkan bagi siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru telah menguasai langkah-langkah pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan model paired storytelling. Pengaturan waktu yang menjadi kendala pada siklus I juga telah mampu diatasi oleh guru sehingga pada akhir kegiatan pembelajaran guru tidak melewatkan langkah memberi masukan atau koreksi pada siswa, menyampaikan cerita secara utuh, dan menyimpulkan kegiatan pembelajaran bersama siswa.

Merujuk pada hasil analisis proses pembelajaran keterampilan berbicara berupa lembar observasi aktivitas siswa dan guru menunjukkan pada angka 88,64% dan 87,67% dengan kategori “Sangat Baik”, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria keberhasilan proses pembelajaran keterampilan berbicara telah tercapai.

Penggunaan model paired storytelling pada pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara juga mengalami peningkatan pada siklus II. Peningkatan keterampilan berbicara siswa yang terjadi pada siklus II sebesar 5,55, yang kondisi awal 73,91 meningkat menjadi 79,46. Persentase ketuntasan keterampilan berbicara dengan menggunakan model

paired storytelling pada siklus II meningkat sebesar 13 siswa atau 43,33%, kondisi awal 14 siswa atau 46,67%, meningkat menjadi 27 siswa atau 90%.

112

Dari keseluruhan tersisa 3 siswa yang masih tetap berada di bawah KKM. Siswa tersebut diantaranya 2 orang memiliki tingkat konsentrasi rendah, sering mencari perhatian guru dan peneliti dengan ramai sendiri, sedangkan 1 orang yang lain kurang memiliki keberanian dan rasa percaya diri untuk melakukan praktik berbicara. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan upaya guru dan peneliti untuk memaksimalkan penerapan langkah-langkah

paired storytelling untuk mencapai kriteria ketuntasan minimal pembelajaran bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara telah berhasil ditingkatkan.

Menurut Soenardi Djiwandono (1996:68) kemampuan berbicara menuntut penguasaan aspek kebahasan dan aspek non kebahasaan. Aspek kebahasaan dan non kebahasaan yang dapat meningkatkan keefektifan berbicara menurut Sabarti Akhadiah, dkk. (1991: 154) adalah sebagai berikut.

a. Aspek Kebahasaan yang terdiri dari: 1) tekanan, 2) pelafalan bunyi, 3) kosa kata/ diksi, dan 4) struktur kalimat.

b. Aspek Non Kebahasaan yang terdiri dari: 1) kelancaran, 2) penguasaan topik, 3) keberanian, dan 4) sikap.

Peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan model

paired storytelling yang berhasil diupayakan, senada dengan pendapat (Anita Lie, 2014:71) yang menyatakan siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah pemikiran siswa akan dihargai sehingga siswa merasa semakin terdorong untuk

113

belajar. Selain itu, kegiatan pembelajaran ini menuntut siswa untuk bekerja secara bersama dan berkomunikasi sehingga dapat melatih keterampilan berbicara siswa. Seringnya komunikasi yang dilakukan oleh siswa dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan keberanian.

Dalam kegiatan pembelajaran, siswa memiliki tugas dan tanggung jawab pada kelompoknya untuk menyelesaikan bagian dari tugas yang diberikan. Kemudian siswa bekerja sama dengan pasangannya untuk menyatukan bagian dari tugas yang diberikan dengan cara saling menceritakan satu sama lain, yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Selain itu, siswa juga dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah dari pemikiran siswa akan dihargai sehingga siswa merasa semakin termotivasi untuk belajar. Siswa yang memiliki kemampuan lebih dalam berbicara akan memotivasi siswa lain yang kurang terampil berbicara di depan kelas.

Dalam penelitian ini terjadi peningkatan keterampilan berbicara siswa setelah diterapkannya model paired storytelling. Hal ini dibuktikan selama praktik berbicara siswa mampu melafalkan bunyi dengan tepat, kosa kata/ diksi yang digunakan sudah beragam, tekanan saat berbicara sudah baik sehingga cerita yang disampaikan oleh siswa dapat diterima dengan baik oleh guru, peneliti, dan siswa lainnya. Seringnya praktik keterampilan berbicara dilaksanakan, membuat siswa menjadi lebih berani, percaya diri, dan ekspesif dalam menyampaikan ceritanya. Dalam praktik menceritakan kembali isi cerita yang ditulis, siswa sudah menguasai topik/ isi cerita yang

114

akan disampaikan secara lisan dengan baik. Sasaran dalam penelitian ini berupa keterampilan berbicara yang berhasil ditingkatkan dengan menggunakan model paired storytelling.

Peningkatan yang terjadi pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afiani Rahmawati dengan judul Peningkatan Keterampilan Menyimak Dongeng Melalui Model Paired Storytelling

dengan Media Wayang Kartun pada Siswa Kelas II SDN Mangunsari Semarang. Melalui model paired storytelling dengan media wayang kartun dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menyimak dongeng yang meliputi keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar. Hal ini dibuktikan dengan guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Selama kegiatam proses pembelajaran keterampilan menyimak guru sudah menyiapkan ruangan, media, presensi, apersepsi, menyampaikan tujuan, menyampaikan materi, membimbing siswa menuliskan kata kunci, menggunakan media wayang kartun, dan memberikan kesimpulan di akhir kegiatan pembelajaran dengan baik. Selain itu, penggunaan model paired storytelling dengan media wayang kartun dapat membuat siswa menjadi lebih aktif, berani dan percaya diri. Penggunaan model paired storytelling

dengan media wayang kartun dapat meningkatkan keterampilan menuyimak dongeng pada siswa kelas II SDN Mangunsari. Peningkatan keterampilan menyimak siswa pada siklus I sebesar 8,34 yang kondisi awal 60,73 meningkat menjadi 69,09. Pada siklus II peningkatan keterampilan

115

menyimak sebesar 10,56, yang kondisi awal 69,09 meningkat menjadi 79,65.

Dengan demikian penerapan model paired storytelling untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa telah mencapai kriteria keberhasilan penelitian yang telah ditentukan, dan dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dengan menggunakan model paired storytelling pada siswa kelas VA SD Negeri Demakijo 1 Sleman dinyatakan berhasil, maka penelitian berakhir pada siklus II.

Dokumen terkait