• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN

E. Pembahasan

Dari hasil penelitian kuesioner diketahui bahwa sebesar 73.3% pembinaan iman anak merupakan hal yang terpenting dalam keluarga. Dari hasil penelitian wawancara diketahui bahwa peran dan keterlibatan orang tua dalam pembinaan iman anak masih belum baik karena kurangnya perhatian dari orang tua dan ketua lingkungan serta keterbatasan dana. Dan dari hasil observasi diketahuii bahwa belum semua anak-anak terlibat dalam kegiatan pembinaan iman anak dikarenakan kesibukan orang tua.

Orang tua dengan keyakinan yang mantap mau menularkan iman yang sama kepada anak-anaknya agar mereka berada dalam rangkulan rohani yang sama seperti orangtua mereka. Karena itu, Gereja menganjurkan agar orangtua sejak dini sudah memperkenalkan Tuhan kepada anak-anak dengan menanamkan

keutamaan-keutamaan religius kepada mereka: rasa tertarik dan cinta kepada Tuhan, rasa sayang kepada mahluk ciptaanNya dan menumbuhkembangkan kebiasaan berdoa. Penanaman nilai-nilai iman ini menjadi penting karena kita mau agar anak-anak tidak hanya sekadar menjadi orang yang beragama – sekadar mengaku diri menjadi pemeluk salah satu agama tetapi menjadi orang yang beriman, artinya hidup dan perbuatannya sungguh ditopang dan diwarnai oleh nilai-nilai agama atau ajaran agama yang dianutnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang tua sungguh mengerti akan tugas mereka untuk membesarkan dan memberikan pendidikan pada anak. Ciri khas peranan orang tua sebagai pendidik ialah cinta kasih mereka sebagai orang tua. Cinta kasih orang tua menjadi sumber dan prinsip yang mengilhami serta mengarahkan segala kegiatan konkret mendidik, memperkayanya dengan nilai-nilai keramahan, ketabahan, kebaikan hati, pengabdian, sikap tanpa pamrih, dan pengorbanan diri yang merupakan buah cinta kasih yang paling berharga.

Dewasa ini ada banyak anak-anak yang menganggap rumah hanya sebagai tempat makan dan tidur. Kedua orang tua sibuk dengan urusan mereka masing- masing, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak- anak. Jika berkomunikasi tentang hal- hal yang sehari- hari saja sudah kurang, apalagi pembicaraan tentang Tuhan dan iman Katolik. Kurangnya perhatian dari orang tua ini mengakibatkan anak- anak mencari kesenangannya sendiri, asyik dengan dunia mereka sendiri, dan mencari pemenuhan kebutuhan mereka untuk diperhatikan dan dikasihi dengan cara mereka sendiri.

Selalu ada yang dapat dilakukan untuk mencegah hal- hal yang buruk terjadi pada anak-anak. Orang tua dapat memulainya dengan langkah sederhana: yaitu dengan setia menanamkan iman kepada anak- anak kita sejak mereka masih kecil. Harapannya ialah, setelah mereka tumbuh remaja dan dewasa, mereka dapat menjadi pribadi- pribadi yang utuh, beriman dan bertanggungjawab.

Ibarat sebuah rumah, maka keluarga juga harus dibangun atas dasar yang kuat. Dan dasar pondasi yang kuat itu adalah iman akan sabda Tuhan dan penerapannya di dalam perbuatan kita (lih. Mat 7:24-27). Keluarga adalah tempat pertama bagi anak- anak untuk menerima pendidikan iman dan mempraktekkannya. Dalam hal ini orang tua mengambil peran utama, yaitu untuk menampakkan kasih Allah, dan mendidik anak- anak agar mengenal dan mengasihi Allah dan karena mengasihi Allah, mereka dapat mengasihi sesama; dimulai dengan mengasihi orangtua, kakak dan adik, teman- teman di sekolah, pembantu rumah tangga dan sopir, dst. Jadi adalah tugas orang tua, untuk membentuk karakter anak sampai menjadikan mereka pribadi yang mengutamakan Allah dan perintah- perintah-Nya.

Sejauh mana hal ini dilakukan oleh para orang tua, jika sehari- harinya anak- anak menghabiskan sebagian besar waktu di depan komputer, TV atau alat-alat komunikasi lainnya, tanpa atau sedikit sekali berkomunikasi dengan orang tua? Bagaimana orang tua dapat menampakkan wajah Tuhan bagi anak- anak, jika sehari- harinya anak- anak jarang melihat wajah orang tua mereka? Atau jika orang tua ada di rumah, apakah mereka memberikan perhatian khusus kepada anak- anak, ataukah malah sibuk dengan urusan sendiri. Sejauh mana orang tua

mengarahkan anak- anak, agar ingat akan kehadiran Tuhan di dalam hidup mereka, supaya anak- anak dapat dengan spontan bersyukur, memohon perlindungan dan pertolongan kepada-Nya.

Orang tua adalah pendidik pertama dan utama anak- anak. Mengingat pentingnya tujuan pendidikan, dan bagaimana seharusnya dilaksanakan secara Kristiani, maka penting digarisbawahi di sini peran orang tua sebagai pendidik utama anak- anak. Gereja Katolik mengajarkan demikian“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, orang tua terikat kewajiban amat serius untuk mendidik anak-anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak- anak mereka” (GEartikel 3, lihat juga KGK 1653 dan FC artikel 36). Dengan demikian, orang tua harus menyediakan waktu bagi anak- anak untuk membentuk mereka menjadi pribadi- pribadi yang mengenal dan mengasihi Allah. Kewajiban dan hak orang tua untuk mendidik anak- anak mereka tidak dapat seluruhnya digantikan ataupun dialihkan kepada orang lain (lihat Paus Yohanes Paulus II, FC artikel 36, 40).

Orang tua sebagai pendidik utama dalam hal iman kepada anak- anak berarti orang tua harus secara aktif mendidik anak- anak dan terlibat dalam proses pendidikan iman anak- anaknya. Orang tua sendiri harus mempraktekkan imannya, berusaha untuk hidup kudus, dan terus menerapkan ajaran iman dalam kehidupan keluarga di rumah. Ini adalah sangat penting, agar anak melihat bahwa iman itu bukan hanya untuk diajarkan tetapi untuk dilakukan, dan diteruskan lagi kemudian, jika anak- anak sendiri membentuk keluarga di kemudian hari.

Demikian pula dalam hal iman. Banyak orang tua berpikir, asal sudah mengirimkan anak ke sekolah minggu, maka tugasnya selesai. Pemikiran sedemikian sungguh keliru. Pendamping sekolah minggu hanyalah membantu orang tua, namun orang tua tetaplah yang harus melakukan tugasnya sebagai pendidik utama. Mendidik anak dalam hal iman sesungguhnya tidak sulit, karena dapat dimulai dari hal- hal sederhana. Namun dibutuhkan komitmen dan pengorbanan dari pihak orang tua, misalnya: berdoa bersama anak- anak dan membacakan kisah Kitab Suci kepada mereka setiap malam, membawa anak- anak ikut Misa Kudus dan sesudahnya menjelaskan kepada anak- anak maknanya, mendorong anak- anak agar mempraktekkan suatu ajaran Sabda Tuhan, memberi koreksi jika anak berbuat salah namun setelahnya tetap merangkul dengan kasih, dan seterusnya.

Orang tua harus mengusahakan suasana kasih dan kebersamaan di rumah.Kasih orang tua merupakan elemen dasar dan sumber yang menentukan kualitas peran orang tua sebagai pendidik (lih. FC artikel 36). Suasana kasih harus ada di dalam rumah, agar dapat mendidik anak- anak dengan baik. Maka para orang tua harus menciptakan suasana di rumah yang penuh kasih dan penghormatan kepada Tuhan dan sesama dalam hal ini para anggota keluarga di rumah- sehingga pendidikan pribadi dan sosial yang menyeluruh bagi anak- anak dapat ditumbuhkan. (lih. GE artikel 3).

Selanjutnya, maksud bahwa kasih orang tua adalah dasar bagi pendidikan anak, adalah kasih itu harus menjiwai semua prinsip pendidikan anak, disertai juga dengan nilai- nilai kebaikan, pelayanan, tidak pilih kasih, kesetiaan dan

pengorbanan. (lih. FC artikel 36). Kasih yang rela berkorban ini menjadi dasar yang menghidupi keluarga, sehingga keluarga menjadi gambaran akan Gereja yang dihidupi oleh kasih pengorbanan Kristus di kayu salib. Inilah antara lain, yang menjadikan keluarga menjadi Ecclesia Domestica (Gereja kecil atau Gereja rumah tangga). (lih. FC artikel 49). Atas prinsip ini, kita sebagai orang tua harus memikirkan apakah yang terbaik bagi anak menurut kehendak Tuhan, dan bukan sekedar apakah yang disenangi anak. Sebab umumnya apa yang terbaik bagi anak menuntut pengorbanan dari orang tua. Sebagai contohnya adalah bahwa orang tua perlu meluangkan waktu bagi anak- anak, agar dapat mendengarkan dan berkomunikasi dengan mereka dari hati ke hati. Komunikasi antara anak dan orang tua adalah sangat penting, sebab tanpa komunikasi akan sangat sulit menciptakan suasana yang penuh kasih di dalam keluarga. Waktu kebersamaan ini memang idealnya dilakukan setiap hari, misalnya setiap makan malam, atau sebelum doa malam. Namun juga pada waktu akhir pekan, pada hari Minggu, atau terutama juga pada saat liburan sekolah, orang tua perlu menyediakan waktu untuk anak- anak, berlibur bersama anak- anak. Tidak perlu di tempat yang mahal- mahal, namun perlu diusahakan waktu kebersamaan, di mana anak- anak dapat bermain bersama orang tua, tertawa bersama, saling curhat dan mendengarkan satu sama lain.

Dokumen terkait