• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 3 Kota Bogor memiliki lokasi yang strategis karena terletak di pusat kota, tepatnya di Jalan Pakuan nomor 4 Bogor. Sekolah tersebut dekat dengan rumah penduduk, beberapa rumah makan, supermarket, hotel, dan perkantoran.

SMAN 3 dikepalai oleh Drs. H. Juskardi. Jumlah tenaga pengajar pada sekolah ini terdiri dari guru tetap dan guru honorer. Jumlah seluruh siswa pada sekolah ini 1003 orang dengan rincian 316 siswa duduk di kelas 10, 358 siswa duduk di kelas 11, dan 329 siswa duduk di kelas 12. Jumlah siswa dan ruangan kelas yang tidak sebanding mengakibatkan pelaksanaan belajar mengajar dibagi menjadi dua waktu yaitu pagi dan siang. Kegiatan belajar mengajar untuk siswa kelas 11 dan 12 dilaksanakan pagi hingga siang hari dari pukul 07.00-12.00 WIB, sedangkan kegiatan belajar mengajar untuk siswa kelas 10 dilaksanakan pada waktu siang hingga sore hari dari pukul 12.30-17.00 WIB. Jumlah kelas 10 dan 12 yaitu masing-masing delapan kelas ditambah satu kelas accelerasi, sedangkan kelas 11 terdapat delapan kelas. Sekolah ini menetapkan iuran sekolah bagi siswa-siswinya sebesar Rp 95 000.00.

SMAN 3 memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Gedung sekolah SMAN 3 berlantai tiga dan terdapat sembilan ruangan kelas pada setiap lantainya. Sekolah ini juga dilengkapi dengan ruangan penunjang kegiatan belajar seperti laboratorium IPA dan komputer serta sebuah perpustakaan. Fasilitas penunjang lain diantaranya adalah mushola, aula yang terletak di lantai dua, UKS, koperasi, dan kantin. Selain itu juga terdapat lahan terbuka seperti lapangan basket yang merupakan sarana penunjang kegiatan olahraga siswa, taman sekolah dan tempat parkir.

SMA Negeri 5 Kota Bogor beralamat di Jalan Manunggal no. 22 Bogor. Sekolah Menengah Atas ini memiliki luas 3920 m2. Sekolah ini dekat dengan pemukiman penduduk, jalan raya, salon kecantikan, Puslitbang Gizi dan Makanan, serta rumah sakit.

SMAN 5 dikepalai oleh Drs. Purbiyatno Poedjijo, M.Pd. Sekolah ini memiliki 66 orang tenaga pengajar yang terdiri dari 59 orang pengajar tetap dan 7 orang pengajar honorer. Jumlah kelas 10, 11, dan 12 masing-masing terdiri dari 9 kelas. Kelas 11 dan 12 terdiri dari enam kelas IPA dan tiga kelas IPS. Jumlah seluruh siswa adalah 1134 orang dengan rincian 378 siswa duduk di

kelas 10, 369 siswa duduk di kelas 11, dan 386 siswa duduk di kelas 12. Kegiatan belajar mengajar di SMAN 5 dibagi menjadi dua waktu yaitu pagi dan siang. Kegiatan belajar mengajar untuk siswa kelas 11 dan 12 dilaksanakan pagi hingga siang hari dari pukul 07.00-12.00 WIB, sedangkan kegiatan belajar mengajar untuk siswa kelas 10 dilaksanakan pada waktu siang hingga sore hari dari pukul 12.30-17.00 WIB. Sekolah ini menetapkan besarnya iuran sekolah untuk siswa kelas 10 dan 12 sebesar Rp 120 000.00 dan Rp 115 000.00 bagi siswa kelas 11.

SMAN 5 memiliki fasilitas dan sarana prasarana yang memadai. SMAN 5 memiliki 18 ruangan kelas dengan rincian sebanyak 15 ruangan kelas terdapat di lantai bawah dan tiga ruangan kelas dilantai atas. Selain ruangan kelas, sekolah ini dilengkapi dengan fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar seperti laboratorium IPA dan komputer. Mushalla, UKS, koperasi, dan kantin juga menjadi sarana penunjang di sekolah tersebut. Di bagian depan sekolah terdapat sebuah aula yang dapat digunakan untuk kegiatan olahraga siswa seperti basket, voli, futsal, senam, maupun untuk kegiatan lain.

Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh Usia contoh

Usia contoh berkisar antara 15 sampai 17 tahun (Tabel 6), sehingga contoh dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori usia remaja. Menurut WHO usia remaja berkisar antara 10 sampai 19 tahun (Riyadi 2003). Lebih dari separuh contoh (57.5%) berusia 17 tahun. Contoh yang berusia 15 tahun hanya terdapat satu orang (0.3%). Rata-rata usia contoh adalah 16.57±0.50 tahun. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan usia

Usia (tahun) Jumlah

n % a. 15 1 0.3 b. 16 138 42.2 c. 17 188 57.5 Total 327 100 X±SD 16.57±0.50 Uang saku

Jumlah uang saku contoh diharapkan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi contoh. Uang saku per minggu contoh adalah uang yang diterima oleh contoh setiap minggu dari orang tua yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari diantaranya jajan, transportasi, pulsa, foto copy, dan rekreasi.

Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari separuh uang saku contoh (56.3%) antara Rp 70 001.00 sampai Rp 140 000.00 yang mencerminkan uang saku contoh per hari antara Rp.10.000.00 sampai Rp 20 000.00. Contoh dengan uang saku lebih dari Rp 140 000.00 terdapat 12.2 persen, sedangkan contoh dengan uang saku di bawah Rp 35 000.00 terdapat 4.6 persen. Rata-rata uang saku contoh yaitu Rp 96 113.15±42 867.19.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per minggu

Uang saku (Rp/minggu) Jumlah

n % a. < 35 000 15 4.6 b. 35 000-70 000 88 26.9 c. 70 001-140 000 184 56.3 d. >140 000 40 12.2 Total 327 100 X±SD 96 113.15±42 867.19 20 000 350 000 Minimum Maksimum

Uang saku mempengaruhi daya beli terhadap pangan. Uang saku yang besar akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan positif antara uang saku contoh dengan konsumsi kalsium dari susu (p<0.01, r=186), dan uang saku dengan tingkat konsumsi kalsium (p<0.05, r=0.112). Semakin tinggi uang saku contoh, semakin tinggi pula konsumsi kalsium dari susu dan tingkat konsumsi kalsium.

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orang tua contoh meliputi pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu. Pekerjaan orang tua contoh dikategorikan menjadi tujuh macam pekerjaan, yaitu PNS atau pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, pensiunan, TNI/POLRI, ibu rumah tangga, dan pekerjaan lainnya.

Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga pekerjaan ayah contoh (33.9%) adalah pegawai negeri sipil (PNS). Pekerjaan ayah contoh terbanyak kedua adalah pegawai swasta sebesar 30.3 persen. Pekerjaan ayah contoh sebagai pensiunan merupakan jenis pekerjaan yang paling sedikit (2.1%).

Pekerjaan ibu contoh sebagai PNS (22.3%) lebih sedikit jumlahnya dibandingkan pekerjaan ayah contoh sebagai PNS (33.9%). Lebih dari separuh ibu contoh (65.4%) adalah ibu rumah tangga. Ibu contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta hanya terdapat 5.8 persen. Pekerjaan ibu contoh sebagai pensiunan dan TNI/POLRI merupakan jenis pekerjaan paling sedikit (0.3%).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Jenis pekerjaan Pekerjaan Jumlah

n % a. PNS 111 33.9 b. Swasta 99 30.3 Pekerjaan c. Wiraswasta 72 22.0 Ayah d. Pensiunan 7 2.1 e. TNI/POLRI 9 2.8 f. Lainnya 29 8.9 Total 327 100 a. PNS 73 22.3 b. Swasta 19 5.8 Pekerjaan c. Wiraswasta 19 5.8 Ibu d. Pensiunan 1 0.3 e. TNI/POLRI 1 0.3 f. IRT 214 65.4 Total 327 100 Besar Keluarga

Keluarga adalah jumlah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (keluarga inti), akan tetapi ada pula keluarga yang hanya terdiri dari ayah atau ibu dan anak karena salah satu orang tua telah meninggal dunia. Menurut BKKBN (1998), keluarga kecil terdiri dari dua sampai empat anggota keluarga, keluarga sedang terdiri dari lima sampai enam anggota keluarga, dan keluarga besar memiliki anggota keluarga lebih dari enam.

Tabel 9 menjelaskan bahwa lebih dari sepertiga keluarga contoh (35.2%) merupakan keluarga kecil dan lebih dari separuh contoh (55.0%) merupakan keluarga sedang. Contoh yang memiliki keluarga besar yaitu sebesar 9.8 persen. Rata-rata anggota keluarga contoh adalah 4.95±1.182.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga Jumlah

n % a. Kecil 115 35.2 b. Sedang 180 55.0 c. Besar 32 9.8 Total 327 100 X±SD 4.95±1.182

Besar keluarga mempengaruhi uang saku contoh. Hasil uji korelasi

Pearson menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif (p<0.05, r =-0.141) antara besar keluarga dengan uang saku (Lampiran 5). Semakin kecil keluarga maka uang saku contoh semakin besar. Besar keluarga berhubungan sangat negatif nyata dengan konsumsi kalsium dari susu (p<0.01, r=-0.147) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin sedikit konsumsi kalsium dari susu. Hasil uji korelasi Pearson menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat konsumsi kalsium (p>0.05, r=-0.107).

Kebiasaan Berolahraga

Tabel 10 menjelaskan bahwa lebih dari separuh contoh (61.5%) tidak biasa melakukan olahraga di luar jam olahraga sekolah. Kurang berolahraga dapat mempercepat kehilangan kalsium (Anderson & Deskins 1995). Aktivitas fisik berpengaruh baik terhadap absorpsi kalsium. Orang yang kurang bergerak atau bila lama tidak bangkit dari tempat tidur karena sakit atau usia tua bisa kehilangan sebanyak 0.5 persen kalsium tulang dalam sebulan (Almatsier 2002). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan berolahraga di luar jam

olahraga sekolah

Kebiasaan olahraga di luar jam sekolah Jumlah

n %

a. Ya 126 38.5

b. Tidak 201 61.5

Total 327 100

Sebagian besar contoh yang biasa berolahraga di luar jam sekolah melakukan olahraga 1 sampai 2 kali per minggu (82.5%). Contoh yang melakukan olahraga di luar jam olahraga sekolah 6 sampai 7 kali per minggu hanya sebesar 1.6 persen (Tabel 11). Cornforth (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik secara teratur dapat mengurangi keram pada beberapa wanita. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi olahraga di luar jam olahraga

sekolah

Frekuensi olahraga di luar jam sekolah (kali/minggu) Jumlah

n % a. 1-2 104 82.5 b. 3-5 20 15.9 c. 6-7 2 1.6 Total 126 100 X±SD 1.87±1.22

Contoh pada umumnya melakukan lebih dari satu jenis olahraga. Lebih dari separuh contoh melakukan olahraga joging (53.2%). Senam, tari, dan aerobik dilakukan oleh hampir seperempat contoh (24.6%) (Tabel 12). Menurut Gans (2007) beberapa jenis olahraga dapat membantu mengurangi keluhan menstruasi seperti memperbaiki mood, mengurangi kecemasan dan mengurangi stres. Olahraga jenis aerobik seperti jalan cepat selama 25 sampai 30 menit per hari dengan frekuensi tiga sampai lima kali seminggu dapat menurunkan beberapa gejala sindrom pramenstruasi.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis olahraga

Jenis olahraga Jumlah

n %

a. Joging 67 53.2

b. Voli 7 5.6

c. Renang 30 23.8

d. Basket 20 15.9

e. Senam, tari dan aerobik 31 24.6

f. Badminton/tennis 15 11.9

f. Bela diri 14 11.1

h. Lainnya 7 5.6

Stres

Tabel 13 menjelaskan bahwa sebanyak 45 persen contoh mengalami stres yang mengganggu belajar selama enam bulan terakhir. Pratama (2005) menyatakan bahwa apabila dalam enam bulan terakhir seseorang mengalami gejala stres lebih dari tiga kali, maka dapat dikategorikan sering mengalami gejala stres. Sebagian besar contoh (78.2%) yang mengalami stres mengalami stres satu sampai tiga kali dalam enam bulan terakhir (Tabel 14). Hal ini berarti contoh termasuk tidak sering mengalami stres. Almatsier (2002) mengemukakan bahwa stres mental atau stres fisik cenderung menurunkan absorpsi dan meningkatkan ekskresi kalsium. Keadaan stres juga dapat menyebabkan gangguan menstruasi (Affandi 1990b).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan stres enam bulan terakhir

Stres enam bulan terakhir Jumlah

n %

a. Ya 147 45

b. Tidak 180 55

Total 327 100

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi stres enam bulan terakhir Frekuensi stres enam bulan terakhir Jumlah

n % a. 1-3 115 78.2 b. 4-6 19 12.9 c. >6 13 8.8 Total 147 100 X±SD 3.28±2.93

Usia, Lama, Keteraturan, dan Siklus Menstruasi Usia Awal Menstruasi

Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (92%) mengalami mentruasi pertama pada usia 10 sampai 14 tahun. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Pearce (2000) bahwa usia awal menstruasi biasanya dimulai pada umur 10 sampai 14 tahun. Rata-rata usia awal menstruasi contoh adalah

12.54±1.17 tahun. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Prawirohardjo et al.

(1987) bahwa rata-rata usia awal menstruasi adalah sekitar usia 12.5 tahun. Menurut Prawirohardjo et al. (1987), usia awal menstruasi pada remaja bervariasi lebar, yaitu antara 10 sampai 16 tahun. Khomsan (2004) pun menyatakan bahwa kisaran normal usia awal menstruasi adalah umur 10 sampai 16 tahun. Berdasarkan hal tersebut sebagian besar (96.6%) contoh mengalami menstruasi pertama pada kisaran normal usia awal menstruasi, akan tetapi ada sebagian kecil contoh (3.4%) yang mengalami usia awal menstruasi tidak normal (kurang dari 10 tahun) dan tidak ada contoh yang mengalami usia awal menstruasi lebih dari 16 tahun.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan usia awal menstruasi

Usia awal menstruasi (tahun) Jumlah

n % a. <10 11 3.4 b. 10-14 301 92.0 c. 15-16 d. >16 15 0 4.6 0 Total 327 100 X±SD 12.54±1.17 Lama Menstruasi

Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (73.7%) mengalami lama menstruasi antara 6 sampai 8 hari dan kurang dari seperlima contoh (19.9%) mengalami lama menstruasi 3 sampai 5 hari. Affandi (1990a) menyatakan bahwa lama menstruasi biasanya antara 3 sampai 5 hari, namun sebagian besar peneliti menemukan bahwa rata-rata lama menstruasi 3 sampai 5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari dianggap tidak normal (Affandi 1990b). Berdasarkan hal tersebut hampir seluruh contoh (93.6%) mengalami lama menstruasi normal dan hanya sedikit contoh (6.4%) yang mengalami lama menstruasi tidak normal (lebih dari 8 hari) dan tidak ada contoh yang mengalami lama menstruasi kurang dari 3 hari.

Prawirohardo et. al. (1987) menyatakan bahwa lama menstruasi lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari) disebabkan kondisi uterus, misalnya terdapat mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan

endometrium pada waktu menstruasi, dan sebagainya, sedangkan penyebab lama menstruasi lebih pendek dari biasanya dapat terletak pada gangguan endokrin dan uterus.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi

Lama menstruasi (hari) Jumlah

n % a. <3 b. 3-5 0 65 0 19.9 b. 6-8 241 73.7 c. >8 21 6.4 Total 327 100 X±SD 6.64±1.43

Keteraturan dan Lama Siklus Menstruasi

Tabel 17 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (53.2%) mengalami siklus menstruasi yang teratur, sedangkan contoh yang mengalami siklus menstruasi tidak teratur terdapat hampir separuh contoh (46.8%). Danukusumo dan Affandi (1990) menyatakan bahwa sejak tahun 1880 para peneliti menemukan bahwa siklus yang tidak teratur adalah suatu yang normal. Ketidakteraturan siklus menstruasi adalah suatu kompleks fisiologis menyangkut berbagai organ, hormon, dan susunan syaraf pusat. Menstruasi yang tidak teratur juga dapat ditimbulkan oleh stres.

Siklus menstruasi yang tidak teratur biasa terjadi pada remaja wanita yang baru saja mengalami menstruasi. Tubuh membutuhkan waktu untuk membiarkan segala perubahan terjadi. Seorang remaja wanita bisa mengalami siklus 28 hari, kemudian kehilangan satu bulan atau mengalami dua periode dalam satu bulan. Setelah beberapa bulan, siklus menstruasi biasanya akan semakin teratur, namun banyak juga yang terus memiliki siklus tidak teratur sampai dewasa (Izenberg 2004).

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan keteraturan siklus menstruasi

Keteraturan siklus menstruasi Jumlah

n %

a. Teratur 174 53.2

b. Tidak teratur 153 46.8

Total 327 100

Tabel 18 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan lama siklus menstruasi. Lama siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Cabot (1994) menyatakan bahwa siklus menstruasi normal dapat bervariasi antara 21 sampai 35 hari.

Sebagian besar contoh (82.6%) mengalami lama siklus menstruasi normal. Contoh yang mengalami lama siklus menstruasi tidak normal terdapat kurang dari seperlima (17.4%) yang terdiri dari contoh yang mengalami panjang

siklus menstruasi kurang dari 21 hari (10.7%) dan contoh yang mengalami panjang siklus menstruasi lebih dari 35 hari (6.7%). Prawirohardo et al. (1987) menyatakan bahwa siklus menstruasi yang lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari) disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi atau masa luteal menjadi pendek atau dapat juga disebabkan karena kongesti ovarium karena peradangan dan endometriosis. Lama siklus menstruasi yang lebih panjang dari biasanya (lebih dari 35 hari) disebabkan oleh gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, dan penyakit infeksi.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan lama siklus menstruasi

Lama siklus menstruasi Jumlah

n % a.<21 35 10.7 b. 21-24 17 5.2 c. 25-32 238 72.8 d. 33-35 15 4.6 e. >35 22 6.7 Total 327 100 X±SD 29.29±8.18 Keluhan Menstruasi

Tabel 19 dan 20 menjelaskan mengenai ada tidaknya keluhan menjelang dan saat menstruasi. Affandi (1990b) menyatakan bahwa menstruasi tidak hanya sekedar keluarnya darah dari vagina, akan tetapi disertai pula dengan perasaan tidak nyaman dan stres mental. Wanita yang sama sekali tidak mengalami gangguan menstruasi sama sekali kira-kira hanya berjumlah 20 persen (Jeffcoate, diacu dalam Danukusumo & Affandi 1990).

Contoh sebagian besar mengalami keluhan menjelang (96.0%) dan saat menstruasi (95.7%). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Affandi (1990b) bahwa gangguan menstruasi pada remaja lebih sering terjadi.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan ada/tidaknya keluhan menstruasi Ada/tidaknya keluhan menstruasi Menjelang Saat

n % n %

a. Ya 314 96.0 313 95.7

b. Tidak 13 4.0 14 4.3

Total 327 100 327 100

Sebaran contoh berdasarkan jenis keluhan menjelang dan saat menstruasi ditunjukkan pada Tabel 20. Keluhan yang paling banyak dialami contoh menjelang menstruasi adalah lebih emosional (67.6%), sedangkan keluhan yang paling banyak dialami contoh pada saat menstruasi adalah lebih emosional (66.1%) dan sakit keram di bawah perut (66.1%). Keluhan jerawat, mual dan nyeri pada payudara lebih banyak dialami menjelang menstruasi,

sedangkan sakit kepala, sakit pinggang, dan lesu lebih banyak dialami pada saat menstruasi.

Lebih dari separuh contoh mengalami keluhan sakit keram di bawah perut baik menjelang (53.2%) maupun saat menstruasi (66.1%). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Prawirohardjo et al. (1987) bahwa frekuensi dismenore atau sakit keram di bawah perut cukup tinggi. Penelitian Andersch dan Milsom (1982) mengungkapkan bahwa dari total 90.9 persen wanita berusia 19 tahun yang menjadi responden dalam penelitian, sebanyak 72.4 persen menyatakan menderita dismenore (Jones et al. 1996, diacu dalam Utami 2003).

Keluhan lebih emosional juga dialami oleh lebih dari separuh contoh yaitu sebesar 67.6 persen menjelang menstruasi dan 66.1 persen pada saat menstruasi. Keluhan lain yang dialami oleh lebih dari separuh contoh adalah jerawat yaitu sebesar 59.9 persen pada menjelang menstruasi dan 50.2 persen pada saat menstruasi. Keluhan yang paling sedikit dialami contoh adalah muntah yaitu sebesar 1.2 persen baik pada menjelang maupun saat menstruasi.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan jenis keluhan menstruasi

Jenis keluhan Menjelang menstruasi Saat Menstruasi

n % n %

a. Sakit keram di bawah perut 174 53.2 216 66.1 b. Sakit kepala/pusing 67 20.5 69 21.1 c. Mual 33 10.1 28 8.6 d. Muntah 4 1.2 4 1.2 e. Nyeri pada payudara 129 39.4 75 22.9 f. Sakit pinggang 131 40.1 140 42.8 g. Lesu 107 32.7 130 39.8 h. Jerawat 196 59.9 164 50.2 i. Lebih emosional 221 67.6 216 66.1 j. Lainnya 10 3.1 12 3.7

Jenis keluhan menstruasi dikelompokkan menjadi empat kategori. Kategori skor keluhan menstruasi dibuat berdasarkan rata-rata dan standar deviasi keluhan menstruasi menjelang, saat dan total. Nilai rata-rata, median, dan standar deviasi skor keluhan menstruasi ditunjukkan pada Tabel 21.

Tabel 21 Rata-rata, median dan standar deviasi skor keluhan menstruasi Peubah Skor keluhan

menjelang menstruasi

Skor keluhan saat mensruasi Skor Keluhan total Rata-rata Median Standar deviasi 6.10 6.00 4.03 6.22 6.00 3.81 12.32 11.00 7.14 Kategori skor nol diberikan kepada contoh yang tidak memilki keluhan menjelang atau saat menstruasi, kategori skor ringan diberikan kepada contoh dengan skor keluhan menjelang atau saat menstruasi 1 sampai 2, kategori skor

sedang diberikan kepada contoh dengan skor keluhan menjelang atau saat menstruasi 3 sampai 6, dan kategori skor berat diberikan kepada contoh dengan skor keluhan menjelang atau saat menstruasi lebih dari 6 (Tabel 22).

Tabel 22 Kategori skor keluhan menjelang dan saat menstruasi

Skor keluhan Kategori keluhan menstruasi 0

1-2 3-6 > 6

Tidak ada keluhan Ringan

Sedang Berat

Skor keluhan menstruasi total diperoleh dari penjumlahan skor menjelang menstruasi dengan skor saat menstruasi dan dibuat kategori berdasarkan rata- rata dan standar deviasi skor keluhan menstruasi total. Kategori skor nol diberikan kepada contoh yang tidak memilki keluhan menstruasi, kategori skor ringan diberikan kepada contoh dengan skor keluhan menstruasi 1 sampai 5, kategori skor sedang diberikan kepada contoh dengan skor keluhan menstruasi 6 sampai 12 dan kategori skor berat diberikan kepada contoh dengan skor keluhan menstruasi lebih dari 12 (Tabel 23).

Tabel 23 Kategori skor keluhan menstruasi total

Skor keluhan Kategori keluhan menstruasi 0

1-5 6-12 > 12

Tidak ada keluhan Ringan

Sedang Berat

Tabel 24 menunjukkan bahwa keluhan menjelang menstruasi yang paling banyak dialami contoh berada pada skor keluhan sedang (43.7%), sedangkan keluhan yang paling sedikit dialami contoh yaitu berada pada skor nol atau tidak mengalami keluhan (4.0%). Penelitian Utami (2003) menyatakan bahwa keluhan menjelang menstruasi yang paling banyak dialami oleh remaja putri berada pada skor keluhan menstruasi sedang. Keluhan saat menstruasi yang paling banyak dialami contoh berada pada skor keluhan berat (42.5%), sedangkan keluhan saat menstruasi yang paling sedikit dialami yaitu pada skor nol atau tidak mengalami keluhan (4.3%). Skor keluhan menstruasi total terbanyak dialami pada kategori skor keluhan berat (43.1%), sedangkan skor keluhan total yang paling sedikit dialami yaitu pada kategori skor keluhan nol atau tidak mengalami keluhan (1.8%).

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan skor keluhan menstruasi

Skor keluhan Menjelang Saat Total

menstruasi n % n % n % a. Nol 13 4.0 14 4.3 6 1.8 b. Ringan 44 13.5 36 11.0 44 13.5 c. Sedang 143 43.7 138 42.2 136 41.6 d. Berat 127 38.8 139 42.5 141 43.1 Total 327 100 327 100 327 100

Konsumsi Susu dan Pangan Sumber Kalsium Konsumsi Susu

Kebiasaan Minum Susu. Mann dan Truswell (2002) menyatakan bahwa susu merupakan sumber kalsium yang paling tinggi dan merupakan penyumbang kalsium terbesar dari konsumsi kalsium harian. Tabel 25 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh terbiasa minum susu (88.1%). Kurang dari seperdelapan contoh (11.9%) tidak terbiasa minum susu.

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum susu

Kebiasaan minum susu Jumlah

n %

a. Ya 288 88.1

b. Tidak 39 11.9

Total 327 100

Lebih dari tiga perempat (76.0%) frekuensi minum susu contoh adalah 1 sampai 7 kali per minggu (Tabel 26). Wiseman (2002) menyarankan untuk mengonsumsi susu secara rutin guna memenuhi angka kecukupan kalsium harian karena susu memiliki kandungan kalsium yang tinggi. Rata-rata frekuensi minum susu contoh adalah 6.64±4.42 kali setiap minggu yang menunjukkan bahwa rata-rata minum susu contoh adalah satu kali sehari. Contoh yang minum susu dengan frekuensi dua kali sehari terdapat sekitar seperlima contoh (20.5%). Sebesar 0.7 persen contoh minum susu empat kali sehari.

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum susu

Fekuensi minum susu (kali/minggu) Jumlah

n % a. 1-7 219 76.0 b. 8-14 59 20.5 c. 15-21 8 2.8 d. >21 2 0.7 Total 288 100 X±SD 6.64±4.42

Tabel 27 menyajikan sebaran contoh berdasarkan mulai biasa minum susu. Kebiasaan mulai minum susu contoh di bagi menjadi empat kategori yaitu sejak balita, SD, SLTP, dan SMA. Contoh yang ketika balita minum susu, akan

tetapi kemudian berhenti minum susu dan mulai lagi minum susu sejak SD, SLTP, atau SMA maka termasuk kategori mulai terbiasa minum susu sejak SD, SLTP, atau SMA. Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar contoh mulai biasa minum susu sejak balita (80.9%). Kebiasaan minum susu sejak SD (8.3%), SLTP (3.5%), dan SMA (7.3%) hanya terdapat kurang dari seperdelapan contoh. Kebiasaan mulai minum susu yang paling sedikit yaitu ketika SLTP.

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan mulai biasa minum susu

Mulai biasa minum susu Jumlah

n % a. Balita 233 80.9 b. SD 24 8.3 c. SLTP 10 3.5 d. SMA 21 7.3 Total 288 100

Waktu minum susu dibagi menjadi empat yaitu pagi, siang, sore, dan malam. Minum susu bisa dilakukan satu sampai empat kali dalam sehari. Tabel 28 menjelaskan bahwa lebih dari separuh contoh minum susu pada saat pagi (70.8%) dan malam (52.8%). Waktu pagi merupakan waktu minum susu yang paling banyak dilakukan contoh. Waktu minum susu yang paling jarang adalah ketika sore (13.9%).

Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan waktu minum susu

Waktu minum susu Jumlah

n %

a. Pagi 204 70.8

b. Siang 44 15.3

c. Sore 40 13.9

d. Malam 152 52.8

Alasan Tidak Minum Susu. Lebih dari separuh alasan contoh tidak minum susu yaitu karena tidak suka (64.1%) (Tabel 29). Tidak ada contoh yang menyatakan alasan tidak minum susu karena alergi, sedangkan alasan contoh tidak minum susu karena takut gemuk terdapat sebesar 15.4 persen. Contoh yang menyatakan alasan tidak minum susu karena diare dan mual masing-

Dokumen terkait