• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil penelitian, Hasil yang diperoleh, jumlah siswa yang termasuk kriteria pengetahuan baik dalam kesehatan gigi dan mulut sebanyak 18 orang (kelas VIII), sedang sebanyak 71 orang (kelas VIII), dan buruk sebanyak 141 orang (kelas IX),(Tabel 4) dan diperoleh persentase kejadian karies gigi pada SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah sebesar 80,44% (Tabel 5). Prevalensi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi karies gigi anak sekolah dasar berdasarkan penelitian Situmorang N. (2008) di beberapa kecamatan di Kota Madya Medan yaitu sebesar 74,69%.36 Berbeda pula pada penelitian Warni L (2009) di SD wilayah Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang dengan prevalensi karies gigi sebesar 74%.2 Tingginya prevalensi karies gigi pada penelitian ini, dapat disebabkan oleh karena subjek pada penelitian ini adalah siswa SMP, sedangkan subjek penelitian oleh Situmorang N. dan Warni L. adalah siswa SD. Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi karies gigi sejalan dengan bertambahnya umur.1

Hasil penelitian didapat DMF-T rata-rata siswa SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah adalah 2,44 dengan decay 2,15; missing 0,19; dan filling 0,10 (tabel 6). Rata-rata DMF-T ini termasuk kriteria rendah menurut WHO (rendah : 1,2-2,6) dan tidak lebih dari 3 sesuai skor DMF-T pada Oral Health Global Indicators for year 2015 yang ditetapkan oleh WHO.2 Sedangkan indeks DMF-T pada anak SD di Desa Cipondoh sebesar 5,87, berdasarkan kriteria karies gigi menurut WHO

tergolong tinggi (4,5-6,5).14 Indeks DMF-T SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah masih dalam indikator sehat 2000 (DMF-T < 3) dan masih jauh dari target kesehatan gigi Indonesia tahun 2010, yaitu skor DMF-T anak usia 12 tahun adalah < 2.28 Hal ini mungkin disebabkan pelayanan medik gigi dasar tidak dilaksanakan oleh petugas UKGS atau belum ada program UKGS di SMP ini.

Decay (D) rata-rata siswa SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah masih lebih tinggi dibandingkan dengan filling (F). Hal ini mengindikasikan bahwa masih rendahnya kesadaran anak untuk melakukan penambalan gigi dan mungkin orang tua siswa lebih memilih untuk membiarkan gigi anaknya berlubang daripada ditambal karena ekonomi yang lemah. Diperlukan upaya-upaya untuk memotivasi siswa agar pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang dimilikinya dapat diwujudkan dalam perilaku kesehatan giginya sehari-hari.

Kriteria rata-rata OHIS menurut Greene dan Vermillion, kriteria rendah (0- 1,2), sedang (1,3-3,0), dan buruk (3,1-6).1 Hasil penelitian didapat rata-rata indeks oral higiene siswa SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah yaitu 1,9, tergolong sedang. Hasil penelitian Hutabarat N pada siswa SD di Medan didapatkan rata-rata indeks oral higiene 1,71 (kriteria sedang).6 Hasil yang sama terlihat pada penelitian Essie O dan Yati R. (2001) pada anak-anak Panti Karya Pungai di Binjai diperoleh indeks OHIS anak umur 6 – 14 tahun dengan rata-rata 2,37 termasuk kriteria sedang.38 Hal ini menunjukkan bahwa belum optimalnya anak menerapkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dalam perilaku kesehatan gigi sehari-hari. Mungkin anak tidak sempat.

Pada penelitian diuji dengan Anova hubungan antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies gigi, diperoleh nilai p= 0,000 (tabel 8). Oleh karena p < 0,05 maka terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies gigi. Hasil yang sama terlihat pada penelitian Rumini E di SDN Mlati Yogyakarta, terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies gigi dengan nilai p = 0,000.5 Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Kebiasaan membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, dan angka karies gigi. Pengetahuan kesehatan gigi seseorang dapat berhubungan dengan pengalaman karies giginya. Namun, pengetahuan tinggi belum cukup untuk mempengaruhi pengalaman karies giginya menjadi rendah apabila pengetahuan tersebut tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hubungan antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan oral higiene, diperoleh nilai p = 0,000 (tabel 9) Oleh karena p < 0,05 maka terdapat hubungan antara pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan oral higiene, tetapi status oral higiene sebesar 1,9, indeks OHIS SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah masih termasuk kriteria sedang (menurut Green dan Vermillion). Hasil yang sama terlihat pada penelitian Pratiwi, rerata indeks OHIS untuk siswa SD di kota Binjai juga kriteria cukup 2,45.37 Hal ini mungkin disebabkan siswa yang tidak menerapkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dalam perilaku kesehatan gigi sehari-hari,

menyikat gigi satu kali sehari atau menyikat gigi setelah bangun tidur dan mandi sore dan tidak pernah ke dokter gigi.

Untuk mengetahui kelompok yang memiliki hubungan atau perbedaan, maka dilakukan analisis post hoc. Hasil dari analisis post hoc dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan DMF-T adalah antara kelompok baik dan sedang, kelompok baik dan buruk dan kelompok sedang dan buruk. Perbedaan tersebut peneliti melihat pada prevalensi karies yang tinggi dan pengetahuan yang baik sangat sedikit. Hasil dari analisis post hoc dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan OHIS adalah antara kelompok pengetahuan baik dan buruk serta kelompok pengetahuan sedang dan buruk, sedangkan antara kelompok pengetahuan baik dan sedang tidak terdapat perbedaan OHIS. Dapat dilihat kondisi indeks oral higiene yang sedang dan pengetahuan yang baik sangat sedikit. Artinya semakin kurangnya pengetahuan anak tentang kesehatan gigi dan mulut maka prevalensi karies dan OHIS juga semakin bertambah tinggi.

Pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang diperoleh melalui kuesioner meliputi pengetahuan makanan yang menyebabkan gigi berlubang, penyebab dan akibat dari gigi tidak teratur, penyebab gusi berdarah, menyikat gigi, dan kunjungan ke dokter gigi. Hal tersebut dianggap cukup berperan terhadap pengalaman karies gigi dan indeks oral higiene anak. Hasil uji statistik pengetahuan yang diukur menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Namun juga ditemukan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna pada salah satu pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. (Tabel 10)

Berdasarkan uji statistik pengetahuan siswa mengenai makanan yang menyebabkan gigi berlubang adalah coklat (98,5%) dan makanan yang sehat buah- buahan (88,7%) dan wortel (36,1%). Tingginya prevalensi karies gigi dapat disebabkan anak tidak menerapkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dalam perilaku kesehatan gigi sehari-hari atau mungkin setelah memakan-makanan coklat atau sejenisnya tidak menyikat gigi. Coklat merupakan makanan yang lunak dan melekat pada gigi sehingga karbohidrat lama di dalam mulut dan pH akan menurun, sehingga terjadi demineralisasi dan menyebabkan kerusakan bahan organiknya. Hal ini yang menyebabkan terjadinya invasi mikroorganisme dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan buah-buahan dan wortel merupakan makanan yang bersifat membersihkan gigi, cenderung merupakan gosok gigi seperti apel dan jambu air.2,6,13

Berdasarkan uji statistik pengetahuan siswa mengenai plak dapat menyebabkan gigi berlubang (75,2%), gusi berdarah (51,3%) dan, karang gigi (43,5%). Prevalensi karies gigi tinggi dan OHIS sedang dapat disebabkan kurang pedulinya anak tentang kesehatan gigi dan mulut atau mungkin anak tidak meyikat gigi setelah memakan-makanan manis dan lengket dan menyikat gigi setelah bangun tidur dan mandi sore. Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya gigi berlubang. Plak yang tidak dibersihkan akan menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dan plak akan tebal. Plak yang tidak terangkat akan mengeras dan akan menjadi kalkulus. Plak dan kalkulus akan mengiritasi gusi mengakibatkan pembengkakan pada gusi dan mudah berdarah jika di sikat, apabila

kalkulus tidak dihilangkan akan menyebabkan gigi akan menjadi goyang dan lepas dengan sendirinya.7,12

Berdasarkan uji statistik pengetahuan siswa mengenai akibat dari gigi tidak teratur adalah kurang baik fungsi pengunyahan (51,74%), malu berbicara (31,74%) dan sisa-sisa makanan mudah tertimbun di celah-celah gigi (65,2%), sedangkan penyebab gigi tidak teratur adalah menghisap ibu jari (28,23%), ukuran rahang gigi yang tidak sesuai dengan besarnya gigi yang tumbuh (75,2%), dan gigi susu yang tanggal sebelum dan sesudah waktunya (33,5%). Sebagian siswa mengetahui akibat dan penyebab dari gigi tidak teratur, tetapi prevalensi karies gigi tinggi dan OHIS sedang pada SMP ini, mungkin disebabkan siswa yang tidak menerapkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dalam perilaku kesehatan gigi sehari-hari, guru yang tidak memotivasi siswanya untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut, dan anak yang tidak pernah datang ke dokter gigi.

Berdasarkan uji statistik sebagian siswa mengetahui cara menghilangkan plak dengan menyikat gigi sebesar 134 orang (58,3%), pengetahuan siswa mengenai frekuensi menyikat gigi sudah baik yaitu sebesar 171 orang (74,3%) menyatakan dua kali sehari, waktu menyikat gigi sebagian sudah baik, menyikat gigi setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam sebesar 126 orang (54,8%), dan lamanya menyikat gigi sudah baik, selama 2-3 menit sebesar 139 orang (60,4%). Pengetahuan anak menyikat gigi sudah baik, mungkin disebabkan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut sudah banyak dipublikasikan di berbagai media baik cetak maupun elektronik, misalnya surat kabar, majalah, buletin-buletin kesehatan, internet, televisi dan radio. Prevalensi karies gigi tinggi dan OHIS sedang pada SMP ini, mungkin disebabkan

siswa tidak menyikat gigi setelah memakan-makanan yang manis dan lengket, menyikat gigi satu kali sehari, menyikat gigi setelah bangun tidur dan mandi sore dan lama menyikat gigi selama 1 menit. Alasan tidak menyikat gigi setelah sarapan pagi karena tidak sempat, karena waktu masuk sekolah adalah pagi dan menganggap bahwa giginya masih bersih setelah menyikat gigi sewaktu mandi. Alasan tidak menyikat gigi sebelum tidur malam adalah mengantuk. Hal ini menunjukkan bahwa anak tidak menerapkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dalam perilaku kesehatan gigi sehari-hari.

Sebagian besar siswa tidak pernah memeriksakan gigi ke dokter gigi, alasan ke dokter gigi paling banyak karena anak ada keluhan (67,4%), sedangkan yang rutin untuk kontrol 6 bulan sekali sangat sedikit (22,6%) dan satu tahun sekali (9,13%). Hal ini disebabkan perawatan yang mahal dan anak tidak mau ke dokter gigi. Dokter gigi harus ikut aktif berperan dalam meningkatkan pola hidup sehat masyarakat dengan memberikan penjelasan mengenai cara menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut pada anak maupun orang tua. Perlu diberitahukan kepada orang tua dan anak bahwa pemeliharaan kesehatan gigi dapat dilakukan dengan rutin 6 bulan sekali ke dokter gigi. Pemeriksaan rutin 6 bulan sekali sangat berguna untuk mendeteksi penyakit gigi dan kelainan rongga mulut.

Dokumen terkait