• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surabaya merupakan salah satu kota besar dimana terdapat kegiatan perikanan tangkap. Perikanan di Surabaya masuk ke dalam sektor pertanian. Perikanan Surabaya memang bukan sektor yang terlihat dikedepankan oleh pemerintah Surabaya. Namun, banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan perikanan tangkap. Terdapat sekitar 3000 nelayan di Surabaya, bila nelayan-nelayan tersebut rata-rata memiliki 3 orang tanggungan, maka ada sekitar 9000 jiwa yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan perikanan tangkap. Oleh karena itu, kegiatan perikanan tangkap tetap harus dipertahankan.

Jika dibandingkan dengan kota besar lainnya seperti Jakarta, Yogyakarta dan Cirebon, memang sektor perikanan Surabaya masih kalah saing dalam hal sarana dan prasarana. Jakarta, Yogyakarta dan Cirebon telah memiliki pelabuhan perikanan dan berbagai fasilitas lainnya yang dapat menunjang kegiatan perikanan. Jika ditinjau dari segi pencatatan data perikanan, belum satupun kota- kota besar tersebut yang mampu melakukan pencatatan data dengan baik. Pencatatan data perikanan merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui keberlanjutan perikanan. Terdapat hal unik terhadap perikanan Surabaya yaitu setiap desa memiliki alat tangkap yang sama. Jika nelayan di suatu desa menggunakan alat tangkap gillnet maka hampir dapat dipastikan seluruh nelayan didesa tersebut menggunakan alat tangkap yang sama. Hal ini terjadi karena mayoritas dalam satu desa tersebut masih terdapat hubungan darah sehingga jenis alat tangkap yang mereka gunakan merupakan jenis alat tangkap peninggalan dari nenek moyangnya. Berbeda dengan daerah lainnya dimana terdapat berbagai macam alat tangkap ditiap daerahnya.

Kebijakan merupakan sebuah rujukan yang dipertimbangkan, diperhatikan dan dipakai oleh pengelola dalam merancang bentuk-bentuk upaya, tindakan atau aksi untuk menangani isu atau permasalahan hingga tuntas. Kebijakan perikanan yang berlaku di kota besar maupun kota kecil pada dasarnya mengacu kepada UU No.45 Tahun 2009 tentang perikanan. Namun dalam kebutuhannya kebijakan di kota besar dan kota kecil dapat berbeda. Seperti halnya di Surabaya, diperlukan

kebijakan khusus dalam mengatasi permasalahan kerusakan ekologi yang diakibatkan limbah-limbah yang mencemari lautan dan pembangunan kawasan pesisir secara besar-besaran. Kebijakan tersebut belum tentu diperlukan di kota kecil. Monintja (1989) yang dikutip dalam Ismuryandi (2006) mengemukakan permasalahan-permasalahan perikanan tangkap yang dihadapai Indonesia saat ini. Perikanan tangkap Surabaya juga tak luput dari berbagai permasalahan yang diungkapkan oleh Monintja (1989) yaitu masih lemahnya sistem pengelolaan usaha perikanan tangkap dan penguasaan teknologi tepat guna yang berakibat pada rendahnya produksi, kompetisi pada penggunaan lahan perairan antar daerah sebagai dampak dari semakin banyaknya penduduk di wilayah pesisir, kenaikan dan kelangkaan BBM yang semakin membebani nelayan untuk melaut, rendahnya penggunaan teknologi dan kemampuan penanganan serta pengolahan perikanan yang berakibat sebagai rendahnya mutu, nilai tambah dan daya saing produk perikanan, proses penangan dan pengolahan hasil yang kurang memperhatikan keamanan produk perikanan; dan keterbatasan infrastruktur perikanan, permodalan, lemahnya koordinasi dan kelembagan perikanan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perikanan tangkap terdiri dari faktor eksternal dan internal. Rangkuti (2005) menyatakan bahwa analisis faktor internal dapat dilakukan dengan matriks internal factor evaluation (IFE) dan faktor eksternal dapat dianalisis dengan menggunakan matriks eksternal factor evaluation (EFE). Faktor internal menjelaskan mengenai kekuatan dan kelemahan dari perikanan Surabaya dan faktor eksternal menjelaskan mengenai peluang dan ancaman terhadap perikanan di Surabaya. Total faktor internal sebesar 2,82 yang berarti bahwa kondisi internal perikanan tangkap di Surabaya didominasi oleh kekuatan yang mendorong perkembangan perikanan tangkap. Sedangkan total faktor eksternal sebesar 2,31 berarti bahwa kondisi perikanan Surabaya belum mampu memberikan respon positif terhadap pengembangan perikanan tangkap. Peluang yang ada belum mampu dimanfaatkan untuk meminimalisir kelemahan yang ada. Berdasarkan nilai yang diperoleh dari faktor internal dan eksternal (David 2003) maka perikanan tangkap di Surabaya termasuk ke dalam sel V, dimana pada sel ini perikanan Surabaya harus mempertahankan dan memelihara kekuatan yang ada serta memanfaatkan berbagai peluang yang dimiliki untuk

mengembangkan perikanan tangkap di Surabaya. Peluang memanfaatkan sumber daya ikan yang ada di luar kawasan tidak serta merta disikapi dengan menambah dan memperbesar kapal ikan karena di tempat-tempat tersebut telah ada nelayan- nelayan lain yang beroperasi, baik nelayan lokal maupun nelayan andon dari daerah lain. Penambahan jumlah armada penangkapan ikan akan berpeluang meningkatkan potensi konflik antar nelayan (Satria 2009). Adanya keharmonisan di antara berbagai nelayan dari berbagai tempat sebaiknya dipelihara dan hal yang harus dilakukan adalah mengendalikan armada perikanan tangkap.

Terdapat 7 strategi alternatif yang telah diurutkan berdasarkan prioritas dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di Surabaya, strategi tersebut yaitu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan perikanan tangkap, meningkatkan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan perikanan tangkap, membuat kebijakan untuk pengaturan pengelolaan perikanan tangkap, meningkatkan pengawasan kegiatan penangkapan ikan, meningkatkan pengawasan daerah pesisir dan meningkatkan armada perikanan untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDI. Alternatif-alternatif kebijakan tersebut diharapkan dapat digunakan dalam pengelolaan perikanan Surabaya sehingga kondisi perikanan di Surabaya dapat berjalan dengan kondusif.

Kebijakan perikanan di Surabaya tentunya harus didukung dan ditaati oleh seluruh stekholder yang berperan dalam kegiatan perikanan. Nelayan diharapkan mampu mengembangkan kelembagaannya guna mempermudah pemerintah dalam mendata, memberikan penyuluhan serta memberikan subsidi agar semua nelayan mendapatkan jatah yang sama dan tak luput dari pembagian subsidi tersebut. Ahli perikanan/ staf perikanan di Dinas Pertanian diharapkan dapat bekerjasama dengan nelayan dalam pengembangan sumberdaya manusia dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan terhadap teknologi penangkapan. Peningkatan kualitas pencatatan data hasil tangkapan perikanan juga harus ditingkatkan oleh dinas pertanian sehingga dapat terpantau keberlangsungan sumberdaya ikan di Surabaya. Pengolah hasil perikanan harus berperan aktif dalam berbagai pembinaan yang diberikan oleh pemerintah guna meningkatkan kemmampuan mereka dalam menciptakan produk perikanan yang bermutu dan berharga jual tinggi. Pedagang hasil perikanan juga harus bekerjasama dengan pemerintah

untuk selalu menjaga kualitas hasil dagangannya. Pengelola wisata bahari diharapkan mampu mengundang wisatawan untuk datang ke pesisir Surabaya sehingga wisatawan pantai Kenjeran diharapkan dapat meningkatkan perekonomian pesisir dengan membeli produk hasil perikanan.

Dokumen terkait