• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

C. Pembahasan

1. Hubungan Minat Menjadi Guru dengan Bakat Keguruan Mahasiswa FKIP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara minat menjadi guru dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP. Informasi ini diperoleh berdasakan hasil uji hipotesis yang menggunakan uji Korelasi Spearman. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS for windows 17.00. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai Sig (2-tailed) adalah 0,652. Berdasarkan kriteria penerimaan hipotesis, diketahui jika nilai Sig (2-tailed) > 0,05 maka diterima. Apabila diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara minat menjadi guru dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP Universitas Sanata Dharma. Tidak terdapat hubungan antara minat menjadi guru dengan bakat keguruan yang dimiliki mahasiswa FKIP dapat dikarenakan beberapa faktor.

Faktor pertama adalah mahasiswa tidak menyadari pentingnya suatu latihan untuk mengembangkan bakat yang dimiliki. Hal ini berdampak kepada kurangnya upaya mahasiswa untuk meningkatkan bakat keguruan yang dimiliki.

Dalam memunculkan bakat keguruan, mahasiswa harus melalui sebuah proses panjang selama pembelajaran. Semiawan, C (1987: 2) dan Munandar, U (1985: 17) menjelaskan bahwa bakat masih memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa perlu sebuah perhatian khusus untuk dapat mengembangkan bakat keguruan yang dimiliki mahasiswa Perhatian khusus yang dimaksud juga berhubungan dengan usaha yang dilakukan oleh mahasiswa untuk melatih dan mengembangkan bakat keguruan yang dimiliki.

Proses latihan dan pengembangan bakat keguruan harus berasal dari keinginan mahasiswa itu sendiri. Selama penelitian berlangsung, peneliti menemukan bahwa masih kurang minat mahasiswa dalam mengikuti atau melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan bakat keguruan yang ia miliki. Pernyataan no 8, 20 dan 26 pada kuesioner minat menjadi guru yang menjadi no 5, 16, dan 22 setelah dilakukan uji validitas merupakan item soal dengan unsur kehendak dan perhatian. Berdasarkan Tabel 3.3, indikator yang terkandung dalam unsur konasi dan perhatian merupakan keinginan untuk melakukan dan memfokuskan diri pada kegiatan yang dapat mengembangkan bakat keguruan. Kegiatan tersebut adalah menulis artikel keguruan, meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan sadhar mengajar dan menjadi guru les.

Terdapat 45% dari mahasiswa yang memilih TS (Tidak Setuju) untuk melakukan kegiatan-kegiatan ini. Ini menunjukkan bahwa sebagian

besar mahasiswa FKIP Universitas Sanata Dharma memiliki minat menjadi guru tetapi belum memiliki minat atau usaha untuk mengembangkan bakat keguruan yang dimiliki.

Faktor kedua adalah waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka meningkatkan bakat keguruan yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan jadwal mahasiswa. Selama menjalani proses perkuliahan, mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti mata kuliah dan beberapa kegiatan yang wajib dari universitas, fakultas maupun prodi. Jadwal mahasiswa yang sudah padat dengan jadwal perkuliahan dan kepanitiaan menyebabkan mahasiswa enggan untuk mengikuti pelatihan atau kegiatan yang bersifat eksternal. Beban kuliah dan tuntutan poin yang harus mahasiswa kumpulkan membuat mahasiswa memilih tidak mengikuti kegiatan seperti sadhar mengajar atau menjadi guru les.

Selain faktor waktu, faktor kemasan kegiatan juga menjadi penyebab tidak tertariknya mahasiswa untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan seminar dengan tema besar pendidikan merupakan hal yang kurang menarik bagi mahasiwa apabila tidak menghadirkan tokoh muda yang inspiratif. Mahasiswa dengan segala perubahan dan kemudahan yang diberikan oleh teknologi merasa informasi yang diberikan dalam seminar dapat diperoleh dengan mengakses internet. Dengan demikian, mahasiswa merasa tidak memiliki kewajiban dan ketertarikan untuk mengikuti kegiatan seminar ataupun pelatihan. Mahasiswa saat ini

cenderung hanya akan mengikuti kegiatan berupa seminar atau pelatihan dikarenakan keharusan dari fakultas atau prodi.

Di sisi lain, terdapat faktor yang memungkinkan tidak terdapat hubungan minat menjadi guru dan bakat keguruan mahasiswa. Hal ini berdasarkan informasi yang diperoleh dari (http: //www.indonesiacareercenter.com/home/index.php/artikel-menarik/4- antara-minat-dan-bakat) mengenai minat dan bakat yang berbeda. Penulis, Sifra Susi Langi menyatakan terdapat kemungkinan seseorang memiliki minat yang tidak sejalan dengan bakat yang dimiliki. Berdasarkan hal ini, mahasiswa yang memiliki minat menjadi guru mempunyai kemungkinan tidak memiliki bakat keguruan yang sejalan.

Minat menjadi guru yang dimiliki oleh mahasiswa membuat mahasiswa menentukan pilihan untuk kuliah di FKIP. Hal ini didukung dengan pendapat Dedy Dahlan pada artikel (http: //bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/09/01/060700126/Memilih.antar a.Bakat.dengan.Minat) bahwa lebih baik mengikuti minat yang dimiliki daripada bakat yang dimiliki. Minat yang merupakan ketertarikan seseorang memberikan sebuah daya tahan kepada mahasiswa untuk menekuni ilmu keguruan. Tetapi hal ini tidak menjadi penentu bahwa bakat keguruan yang dimiliki mahasiswa akan berkembang dengan mudah mengingat bakat keguruan merupakan bawaan dari lahir.

Faktor terakhir adalah tidak terdapat tes bakat keguruan pada tes masuk USD terkhusus untuk mahasiswa yang mendaftar di FKIP. Tes Potensi Akademik (TPA) yang digunakan untuk tes masuk USD belum memasukkan bakat keguruan sebagai salah satu dari bagian tes. Tes masuk USD baru menyantumkan penalaran verbal, kemampuan numerik, penalaran mekanik, hubungan ruang dan bahasa inggris sebagai bagian dari TPA.

Hal ini menyebabkan mahasiswa yang masuk FKIP melalui tahap tes tidak dapat diketahui apakah memiliki bakat keguruan atau tidak. Ini akan berdampak kepada mahasiswa FKIP yang memiliki minat menjadi guru tetapi belum tentu memiliki bakat untuk menjadi guru.

2. Hubungan IPK dengan Bakat Keguruan Mahasiswa FKIP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara IPK dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji hipotesis menggunakan uji Korelasi Spearman yang menunjukkan nilai Sig (2-tailed) adalah 0,419. Berdasarkan kriteria penerimaan hipotesis, diketahui jika nilai Sig (2-tailed) > 0,05 maka diterima. Apabila diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara IPK dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP Universitas Sanata Dharma.

Hasil uji ini menunjukkan perbedaan dengan pernyataan Ali dan Asrori (2005: 81) bahwa prestasi yang menonjol merupakan hasil dari bakat yang dikembangkan dengan maksimal. Pernyataan tersebut memberikan pemahaman bahwa prestasi yang tinggi bisa saja menjadi indikator yang menentukan seseorang memiliki bakat. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat 88 mahasiswa dengan presentase 35,2%. memiliki prestasi tinggi dengan IPK di antara 3,51 – 4,00. Sedangkan, mahasiswa yang dikatakan berbakat hanya 37 mahasiswa atau 14,8% dari total 250 mahasiswa FKIP USD. Hal ini memberikan pemahaman bahwa tidak semua mahasiswa yang memiliki IPK tinggi berbakat menjadi guru.

Prestasi menonjol mahasiswa selama kuliah digambarkan melalui IPK yang tinggi. IPK ini diperoleh mahasiswa melalui pembelajaran teori maupun praktik. Dalam usaha untuk mendapatkan IPK yang tinggi, mahasiswa harus mampu mengerjakan berbagai tugas yang diberikan oleh dosen selama kurang lebih 7-8 semester. IPK yang tinggi dapat menjadi tidak valid apabila selama proses perkuliahan mahasiswa melakukan kecurangan-kecurangan akademik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mujahidah (2009: 178), terdapat mahasiswa yang mempunyai prestasi tinggi yang melakukan kecurangan seperti menyontek. Ini memungkinan IPK bukan prestasi belajar yang murni dari seorang mahasiswa. Kemungkinan ini menyebabkan IPK yang dimiliki mahasiswa bukan merupakan ukuran mengenai kemampuan sesungguhnya yang bisa menjadi suatu tanda adanya bakat keguruan yang dimiliki mahasiswa FKIP.

Faktor berikutnya berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Achir (1990), menyatakan bahwa di Jakarta terdapat 38,7% anak- anak berbakat tergolong siswa berprestasi kurang. Ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki bakat belum tentu merupakan seseorang yang memiliki pretasi tinggi atau menonjol. Selain itu, hal ini juga dapat dikarenakan prestasi akademik bukan satu-satunya ukuran atau indikator yang mampu menggambarkan bakat yang dimiliki seseorang.

Di samping itu, peneliti menemukan selama pengisian kuesioner bakat keguruan terdapat responden yang tidak mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Hal ini terlihat dari total 250 responden, terdapat 160 atau sebesar 65% responden yang tidak mengisi bagian kreativitas pedagogi. Kurangnya kesadaran yang dimiliki mahasiswa menyebabkan mahasiswa tidak mengisi lengkap kuesioner yang diberikan. Skor yang tidak maksimal yang diperoleh peneliti menyebabkan skor bakat

keguruan mahasiswa tidak dapat tergambar secara maksimal. Ini merupakan salah satu faktor mengapa IPK menjadi tidak berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP.

90

BAB VI

Dokumen terkait