• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan penggunaan lahan di Propinsi Riau diidentifikasi dengan menggunakan tutupan lahan berdasarkan SNI dan standar planologi Kemenhut, yang terdiri dari 22 jenis tutupan lahan. Hasil identifikasi dengan menggunakan peta penggunaan lahan tahun 2009 dan tahun 2011 menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan yang bernilai positif dan bernilai negative (Tabel 3). Penggunaan lahan yang bernilai positif berarti terjadi penambahan luasan lahan dengan persentase penambahan terbesar pada lahan belukar rawa sebesar 14.9%. Penggunaan lahan yang bernilai negatif berarti bahwa terjadi pengurangan luasan lahan dengan persentase perubahan terbesar pada jenis hutan rawa primer sebesar 8.9 juta ton C/tahun.

Untuk hasil identifikasi lahan awal untuk tanaman kelapa sawit terlihat bahwa tanaman kelapa sawit ada yang ditanam pada lahan hutan lahan kering primer dengan jumlah luasan lahan yang tidak terlalu besar yaitu seluas 184 ha pada tahun 2009 dan pada tahun 2011 luasan lahan tersebut tidak mengalami perubahan. Kelapa sawit terbanyak teridentifikasi pada daerah perkebunan dan hutan rawa sekunder. Jenis lahan awal perlu untuk diidentifikasi karena berhubungan dengan perubahan karbon stok pada biomassa tanaman yang saat ini dan biomassa pada lahan sebelumnya.

Nilai net emisi yang diperoleh dari perubahan tutupan lahan tahun 2009- 2011 sebesar 57.5 juta ton CO2e/tahun (Tabel 7). Masih tingginya nilai emisi

karena penggunaan lahan awal memiliki nilai kandungan karbon yang tinggi dan digantikan dengan biomas yang memiliki nilai kandungan karbon yang lebih rendah. Sedangkan emisi yang ditimbulkan karena konversi lahan menjadi tanaman kelapa sawit pada tahun 2009 dan tahun 2011 sebesar 7.1 juta tonCO2e/tahun (Tabel 15). Hal ini diakibatkan karena tanaman kelapa sawit tidak

bisa menggantikan semua kandungan karbon dari lahan awal. Ini berarti pula bahwa tanaman kelapa sawit ditanam pada lahan yang memiliki nilai karbon stok yang tinggi atau lebih besar dari kelapa sawit. Nilai kandungan karbon yang digunakan dalam penelitian ini mengacu angka defauld Ditjen planologi kehutanan dan beberapa hasil review penelitian. Tanaman kelapa sawit menggunakan nilai rata-rata carbon sebesar 49.36 ton C/ha/tahun (Rogi 2002; World Agroforestry Centre 2011; van Noordwijk et al. 2010 masing-masing sebesar 60 ton C/ha, 47 ton C/ha, 40 ton C/ha). Sehubungan dengan emisi yang ditimbulkan akibat perubahan penggunaan lahan, maka perlu dibuat perencanaan sehingga pembukaan lahan baru untuk kebun kelapa sawit yang akan digunakan untuk pembuatan biodiesel dapat menurunkan emisi GRK khususnya emisi CO2.

Penurunan emisi CO2 adalah merupakan hasil Pepres No. 61 Tahun 2011

yang salah satunya adalah penurunan dari sektor berbasis lahan. Pembukaan lahan baru atau land use change sangat perlu untuk mempertimbangkan kandungan karbon yang tersimpan pada lahan tersebut. Dalam konsep berkelanjutan, maka penanaman kelapa sawit sebaiknya dikembangkan pada lahan kritis, lahan terlantar dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Daerah-daerah ini termasuk daerah memiliki kandungan karbon yang rendah (low karbon). Lange (2011) mengemukakan bahwa agar sesuai dengan kriteria Uni Eropa, maka

78

minyak sawit mentah ditanam pada lahan yang ditutupi dengan tumbuhan yang memiliki cadangan karbon rendah seperti padang rumput, semak belukar, pada lahan mineral bukan rawa. Penanaman pada daerah tersebut dimaksudkan agar tanaman kelapa sawit yang ditanam dapat mengembalikan kandungan karbon dari jenis biomassa yang digantikannya yang mengurangi emisi CO2. Hal ini dapat

mendukung kebijakan penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020 dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional.

Untuk membantu memberikan solusi jenis lahan dan lokasi mana yang dapat memberikan nilai emisi yang minimum atau dapat meningkatkan karbon stok jika ditanami kelapa sawit, maka dibuat model yang dapat memberikan solusi untuk permasalahan tersebut. Model yang digunakan menggunakan algoritma genetika, dimana algoritma ini merupakan sistem cerdas karena meniru proses evolusi makluk hidup yaitu proses seleksi alam dan prinsip-prinsip ilmu genetika. Individu dalam seleksi alam akan bersaing untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Individu yang lebih kuat akan mempunyai peluang untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi, sedangkan individu yang lemah akan mati. Proses selanjutnya adalah pindah silang (cross over) dan mutasi yang terjadi pada individu yang melakukan reproduksi dan menghasilkan individu yang baru (anak). Proses ini berulang kali terjadi sampai memperoleh individu yang terbaik. Model yang dibangun menghasilkan program optimasi LULUC-SPOB. Hasil run GA yang dicobakan pada berbagai kombinasi Pc dan Pm menghasilkan nilai emisi yang minimum. Solusi yang dihasilkan memperlihatkan bahwa lahan- lahan yang dipilih adalah sebagian besar lahan yang memiliki nilai karbon yang rendah. Sehingga jika lahan tersebut ditanami tanaman kelapa sawit, akan meningkatkan nilai karbon stok. Keadaan ini akan berdampak pada rencana penurunan emisi GRK.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Berdasarkan hasil identifikasi sumber emisi dari perubahan penggunaan lahan di Propinsi Riau diperoleh: a) Jumlah luasan perubahan penggunaan lahan tahun 2009 dan tahun 2011 di Propinsi Riau adalah sebesar 496 740 ha, b) Jenis lahan terbesar yang mengalami pengurangan luasan tutupan lahan yaitu hutan rawa primer sebesar 39.6%, c) Jenis lahan terbesar yang mengalami penambahan luasan tutupan lahan yaitu belukar rawa sebesar 14.9% dan d) Jumlah luasan lahan yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit dari tahun 2009-2011 sebesar 181 827 ha.

2. Nilai net emisi untuk perubahan tutupan lahan secara umum sebesar 57.5 juta tonCO2e/tahun dan nilai emisi yang ditimbulkan karena

pengembangan perkebunan kelapa sawit sebesar 7.1 juta tonCO2e/tahun.

3. Model yang dibangun menghasilkan solusi jenis lahan yang memiliki emisi CO2 yang minimum sebesar . Solusi yang diperoleh menghasilkan

emisi yang minimum sebesar -0.067 juta ton CO2e/tahun. Nilai emisi

79

pindah silang (Ps) =0.95, Peluang mutasi (Pm)=0.01, generasi, 100, populasi =100 dan ukuran lahan= 169.

Saran

Perlu dikembangkan satu proses kerja yang lebih praktis dimana proses pembuatan grid di dalam peta dapat dilakukan tanpa melalui proses tabulasi manual. Hal ini dimungkinkan untuk dilakukan melalui proses kodifikasi jenis- jenis tutupan lahan berdasarkan gradasi warna di dalam peta.

80

Dokumen terkait