• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.1. Proporsi Penyakit Jantung Koroner

Dari hasil pengamatan terhadap pasien penyakit jantung koroner di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013, didapatkan proporsi penyakit jantung koroner di antara pasien penyakit jantung di unit rawat jalan poli jantung sebesar 16,54%. Angka tersebut sesuai dengan laporan American Heart Association tahun 2014 yang memperlihatkan pasien yang terkena penyakit jantung koroner adalah sekitar 18,5% dari seluruh pasien penyakit jantung di Amerika Serikat (Go, et al,2014).

Penelitian lain, yang dilakukan oleh Shakya, et al. (2011) di Nepal, juga menemukan proporsi tertinggi penyakit jantung koroner pada pasien penyakit jantung mencapai 15,12%. Di Indonesia sendiri, pada tahun 1994, proporsi penyakit jantung koroner sebesar 17,16% (Kaplan,1994), tetapi belum ada data pasti dan baru mengenai proporsi penyakit jantung koroner di antara pasien penyakit jantung sehingga belum bisa dipastikan apakah angka ini sesuai dengan keadaan yang ada di Indonesia atau tidak.

5.2.2. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 5.1., proporsi penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi pada laki-laki, yaitu sebanyak 149 orang (74,5%), sedangkan pada perempuan sebanyak 51 orang (25,5%).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Inggris dimana proporsi pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada laki-laki (69,6%) daripada perempuan (30,4%) (Nabi, et al.,2013) dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jamee, et al. (2013), yang menyebutkan proporsi penyakit jantung koroner terbanyak adalah laki-laki (77,4%). Di India dan Malaysia, proporsi pasien penyakit jantung koroner lebih besar pada laki-laki masing-masing sebesar 59,13% dan 81,4% (Tanna, et al., 2013; Lee, et al.,2013).

Hal ini juga didukung penelitian di Indonesia, tepatnya di daerah Makassar, Surakarta, dan Sulawesi Utara dengan proporsi laki-laki masing-masing 75%, 53,33%, dan 73% (Abidin,2008; Rahmawati, et al.,2009; Nelwan,2011).

Penyebabnya rendahnya kejadian penyakit jantung koroner pada perempuan adalah efek proteksi estrogen pada wanita subur yang menahan proses aterosklerosis, tetapi setelah menopause, proporsi penyakit jantung koroner pada perempuan akan sama dengan kejadian penyakit jantung koroner pada laki-laki karena hilangnya efek proteksi estrogen. Pada perempuan, sering didapati gejala yang tidak spesifik sehingga jarang didiagnosis sebagai penyakit jantung koroner (Gopalakrishnan, et al.,2009; Maas, et al.,2010). Penyebab yang lain adalah pria cenderung memiliki kadar HDL yang rendah dan kebiasaan yang buruk, seperti merokok dan minum alkohol yang meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner daripada perempuan (Krämer, et al.,2012)

5.2.3. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Umur

Berdasarkan tabel 5.2., diperoleh hasil penelitian pada pasien penyakit jantung koroner terhadap kelompok umur masing – masing, yaitu kelompok umur <40 tahun sebanyak 5 orang (2,5%), kelompok umur 40 – 49 tahun sebanyak 17 orang (8,5%), kelompok umur 50 – 59 tahun sebanyak 76 orang (38%), dan kelompok umur >60 tahun sebanyak 102 orang (51%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanna, et al. (2013) yang menunjukkan kelompok umur terbanyak pasien penyakit jantung koroner adalah pada umur >60 tahun (52,39%), disusul kelompok umur 50-59 sebanyak (25,48%), diikuti kelompok umur 40-49 tahun (14,42%), dan terakhir oleh kelompok umur <40 tahun (7,21%). Penelitian yang dilakukan Wang & Wang tahun 2013 memperlihatkan kelompok umur pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada umur di atas 65 tahun (53%).

Pada penelitian lain di Surakarta, kelompok umur pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada umur di atas 61 tahun sebesar 50% (Rahmawati, et al., 2009). Penelitian di RSU Pirngadi Medan tahun 2009 juga mendukung hasil ini dimana proporsi kelompok umur paling banyak adalah >55 tahun (78,6%) (Siregar, et al, 2009).

Hal yang berbeda dijumpai pada penelitian di India yang mendapatkan kelompok umur paling banyak mengalami penyakit jantung koroner adalah umur antara 51 sampai 60 tahun (40%) (Ram, et al,2012). Perbedaan tersebut berkaitan dengan perbedaan yang terdapat pada tiap-tiap negara, seperti angka harapan hidup dan tingkat perekonomian.

Peningkatan umur berkaitan dengan peningkatan proporsi pasien penyakit jantung koroner karena umur berbanding lurus dengan progresivitas aterosklerosis (Vaidya, et al.,2011) dan sebagian faktor resiko yang merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner juga meningkat seiring dengan pertambahan umur (Wang & Wang,2013)..

5.2.4. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Data di tabel 5.3., menunjukkan bahwa IMT pasien penyakit jantung koroner terbanyak adalah pada kategori overweight dengan jumlah 42 orang (37,2%) disusul kategori normal dengan jumlah 37 orang (32,7%), diikuti kategori obese dengan jumlah 33 orang (29,2%), dan terakhir oleh kategori kurus dengan jumlah 1 orang (0,9%).

Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Septianggi, et al. (2013) yang mendapatkan IMT pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada overweight (60,7%). Berbeda dengan penelitian di Surakarta (Rahmawati, et al.,2009), yang memperoleh IMT pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada IMT normal (40%). Perbedaan yang terjadi diakibatkan sampel yang sedikit sehingga kurang menggambarkan keadaan pasien penyakit jantung koroner.

Pada penelitian di Korea, didapati proporsi IMT pada pasien penyakit jantung koroner yang obese (di atas 25 kg/m2) sebesar 34,7% (Park, et al.,2012). Ketidaksesuaian dengan hasil diakibatkan oleh pembagian kelompok IMT yang hanya normal dan obese, serta perbedaan budaya tiap negara.

Ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan teori yang ada, yaitu kejadian penyakit jantung koroner meningkat dengan meningkatnya IMT (NHLBI,2011; Nordestgaard, et al.,2012), dikarenakan jumlah sampel yang digunakan sedikit dengan kelengkapan data yang kurang dan IMT bukan hanya faktor resiko satu-satunya yang berpengaruh dalam kejadian penyakit jantung koroner, tetapi hanya beresiko bahkan memperparah penyakit jantung koroner (NHLBI,2011). Hal yang lain bisa disebabkan pada penelitian deskriptif ini, tidak dapat mengetahui hubungan IMT dengan peningkatan kasus penyakit jantung koroner.

5.2.5. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Kadar Lemak

Pada tabel 5.4., didapatkan bahwa kadar trigliserida pasien penyakit jantung koroner terbanyak adalah berada pada kadar trigliserida normal dengan jumlah 66 orang (63,5%) disusul kadar trigliserida tinggi dengan jumlah 24 orang (23,1%), disusul kadar trigliserida agak tinggi dengan jumlah 13 orang (12,5%), dan terakhir oleh kadar trigliserida sangat tinggi dengan jumlah 1 orang (1%).

Penelitian di Mesir menemukan kesesuaian dengan penelitian ini dimana proporsi pasien yang memiliki kadar trigliserida di atas 150 mg/dl sedikit lebih tinggi, yaitu sekitar 45% (Ibrahim, et al.,2013) dan sisanya memiliki kadar trigliserida yang normal (55%).

Berdasarkan tabel 5.4., didapati bahwa pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada kadar HDL rendah dengan jumlah 49 orang (46,7%), disusul kadar HDL normal dengan jumlah 45 orang (42,9%), dan terakhir kadar HDL tinggi dengan jumlah 11 orang (10,5%).

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ibrahim, et al. (2013) yang mendapatkan proporsi pasien terbanyak pada yang memiliki kadar HDL yang normal sekitar 50,8%.

Berdasarkan tabel 5.4., didapati bahwa pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada kadar LDL normal dengan jumlah 27 orang (25,7%), disusul kadar LDL di atas normal dengan jumlah 26 orang (24,8%), disusul kadar LDL agak tinggi dengan jumlah 25 orang (23,8%), disusul kadar LDL tinggi dengan jumlah 18 orang (17,1%), dan terakhir kadar LDL sangat tinggi dengan jumlah 9 orang (8,6%).

Penelitian di Mesir menemukan hal yang sesuai dimana proporsi terbanyak pada kadar LDL normal, yaitu 45,5%, disusul pasien yang memiliki kadar LDL di atas 160 mg/dl, yaitu 30,2%, dan kadar LDL yang agak tinggi sebesar 24,3% (Ibrahim, et al.,2013).

Berdasarkan tabel 5.4., didapati bahwa pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada kadar total kolesterol normal dengan jumlah 57 orang (53,8%), disusul kadar total kolesterol agak tinggi dengan jumlah 26 orang (24,5%), dan terakhir kadar total kolesterol tinggi dengan jumlah 23 orang (21,7%).

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Septianggi, et al. (2013) yang mendapatkan kadar total kolesterol pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada kelompok agak tinggi dan tinggi (100%) disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit.

Dalam penelitian ini, hanya kadar HDL yang sesuai dengan teori bahwa pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan pada HDL. Hal ini berhubungan dengan diet dan pertambahan umur. Padahal HDL berperan dalam pelindungan tubuh terhadap penyakit kolesterol. Sedangkan berbagai kadar lemak yang lain, seperti trigliserida, LDL, dan total kolesterol, tidak sesuai dengan teori bahwa pasien penyakit jantung koroner terjadi peningkatan trigliserida atau LDL

atau total kolesterol (Arsenault, et al.,2010; McGrowder, et al.,2011; NHLBI,2011; HeartUK,2012). Dimana hasil penelitian, menunjukkan proporsi terbanyak pada kelompok normal untuk beberapa kadar lemak, seperti trigliserida, LDL, dan total kolesterol. Hal itu dikarenakan beberapa kadar lemak bukan hanya sebagai faktor resiko satu-satunya yang berpengaruh dalam kejadian penyakit jantung koroner, tetapi banyak faktor lain yang ikut terlibat dan saling mempengaruhi. Dimana pasien penyakit jantung koroner bisa memiliki 1 atau lebih jenis kadar lemak yang mengalami kelainan dengan kadar lemak yang lain yang normal sehingga masing-masing kadar lemak tidak dapat berdiri sendiri-sendiri (Arsenault, et al.,2010). Dan kebanyakan pasien penyakit jantung koroner telah mendapatkan obat.

5.2.6. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Tekanan Darah

Dari pengamatan terhadap tabel 5.5., didapatkan bahwa tekanan darah sistol pasien penyakit jantung koroner terbanyak adalah berada pada tekanan darah sistol prehipertensi dengan jumlah 83 orang (41,5%) disusul tekanan darah sistol hipertensi stasium 1 dengan jumlah 49 orang (24.5%), diikuti tekanan darah sistol normal dengan jumlah 37 orang (18,5%), dan terakhir oleh tekanan darah sistol hipertensi stadium 2 dengan jumlah 31 orang (15.5%).

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Franklin, et al. (2013) yang mendapatkan proporsi penyakit jantung koroner banyak terdapat pada pasien yang memiliki tekanan darah sistol yang normal, sebesar (46,8%).

Ketidaksesuaian hasil penelitian tentang tekanan darah sistol dengan teori yang ada, yaitu tekanan darah sistol tinggi secara signifikan berkaitan kejadian penyakit jantung koroner (Ram & Trivedi,2012 (b); Franklin & Wong,2013), tetapi hasil menunjukkan pasien penyakit jantung koroner terbanyak pada tekanan sistol normal. Hal ini diakibatkan jumlah sampel yang sedikit yang digunakan pada penelitian ini dengan data yang kurang lengkap dan tekanan darah sistol sama halnya dengan IMT yang bukan hanya sebagai faktor resiko satu-satunya yang berpengaruh dalam kejadian penyakit jantung koroner, tetapi bekerja sama

dengan banyak faktor yang lain (AHA,2013). Dan kebanyakan pasien penyakit jantung koroner telah mendapatkan obat.

Dari pengamatan terhadap tabel 5.5., didapatkan bahwa tekanan darah diastol pasien penyakit jantung koroner terbanyak adalah berada pada tekanan darah diastol normal dengan jumlah 73 orang (36,5%) disusul tekanan darah diastol prehipertensi dengan jumlah 65 orang (32.5%), diikuti tekanan darah diastol hipertensi stadium 1 dengan jumlah 39 orang (19,5%), dan terakhir oleh tekanan darah diastol hipertensi stadium 2 dengan jumlah 23 orang (11.5%).

Hal ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu pasien penyakit jantung koroner memiliki kecenderungan memiliki tekanan darah diastol yang rendah walaupun tidak terlalu bermakna (Nogueira,2013). Dalam hal ini, tekanan darah diastol yang rendah tergolong dalam kelompok tekanan darah diastol normal.

5.2.7. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Riwayat Merokok

Berdasarkan tabel 5.6., didapati bahwa pasien penyakit jantung koroner terbanyak memiliki riwayat merokok dengan jumlah 90 orang (63,8%) dibandingkan pasien penyakit jantung koroner yang tidak memiliki riwayat merokok yang berjumlah 51 orang (36.2%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsenault, et al. (2010) dan Ram, et al. (2012) yang mendapatkan proporsi pasien penyakit jantung koroner terbanyak memiliki riwayat merokok masing-masing sebesar 65,7% dan 51,85%. Penelitian yang dilakukan oleh Yatish, et al. (2011) menunjukkan bahwa kejadian penyakit jantung koroner terbanyak memiliki riwayat merokok sebesar 61%.

Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Abu-Baker, et al. (2010) yang mendapatkan proporsi pasien penyakit jantung koroner yang merokok sebesar 60%.

Pada penelitian di Semarang, menunjukkan hasil yang tidak sesuai dimana pasien penyakit jantung koroner yang memiliki riwayat merokok sekitar 42%

(Rahman, et al.,2012). Ini dikarenakan kebiasaan yang berbeda di berbagai daerah dan sampel penelitian yang sedikit.

Hasil ini sesuai dengan dengan teori yang ada, yaitu merokok merupakan faktor resiko yang berpengaruh pada peningkatan kejadian terjadinya penyakit jantung koroner karena merokok meningkatkan efek dari faktor resiko yang lain, seperti meningkatkan kejadian hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus, yan sama-sama meningkatkan kejadiannya penyakit jantung koroner, bahkan penyakit jantung yang lain (Kelley,2009; Ram & Trivedi,2012(a); AHA,2013).

5.2.8. Distribusi Pasien Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Riwayat DM

Pada tabel 5.7., pasien penyakit jantung koroner terbanyak memiliki riwayat tidak memiliki DM, yaitu sebesar 118 orang (64.5%), sedangkan yang memiliki riwayat DM hanya berjumlah 65 orang (35.5%).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siddique, et al (2010) yang menyampaikan bahwa pasien yang tidak mempunyai riwayat DM sebesar 62%. Penelitian lainnya juga menyatakan proporsi pasien yang tidak memiliki DM lebih banyak, yaitu sebesar 61,68% (Chu, et al.,2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Siregar, et al. (2009) dan Rahman, et al. (2012) sesuai dengan hasil penelitian ini dimana proporsi pasien penyakit jantung koroner yang tidak memiliki riwayat DM masing-masing sebesar 53,6% dan 58%.

Ketidaksesuaian hasil pengamatan dan teori yang ada, yaitu proporsi pasien penyakit jantung koroner dengan riwayat DM harus tinggi, dikarenakan jumlah sampel yang sedikit dengan banyak data yang kurang lengkap dan DM sama halnya dengan IMT dan tekanan darah sistol yang bukan hanya faktor resiko satu-satunya yang berpengaruh dalam kejadian penyakit jantung koroner, tetapi cenderung meningkatkan faktor resiko lain dan angka kematian pada pasien penyakit jantung koroner sebesar 65% (Sarwar, et al.,2010; Unachukwu & Ofori,2012; AHA,2013).

Dokumen terkait