• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan penataan PKL dengan memanfaatkan ruang terbuka hijau Kajian potensi perilaku PKL diatas disajikan sebagai bentuk pembahasan kajian atas

KAJIAN PENATAAN PKL DI SEKITAR LAPANGAN MERDEKA KOTA BINJA

5.4 Pembahasan penataan PKL dengan memanfaatkan ruang terbuka hijau Kajian potensi perilaku PKL diatas disajikan sebagai bentuk pembahasan kajian atas

hasil jawaban kuesioner bab sebelumnya yang divalidasi dengan teori pemanfaatan elemen perancangan kota versi Hamid Shirvani dan acuan Rencana Detail Tata Ruang Kota Kecamatan Binjai Kota. Adapun keluaran pembahasan adalah penataan PKL yang memperhatikan kontribusi partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat disini dimaksudkan adalah bagaimana perilaku positif keruangan dan ekspresi penempatan lokasi, bentuk bangunan, pemanfaatan drainase PKL dalam kegiatan berdagang mereka keseharian yang berpotensi sebagai suatu tatanan perencanaan kota mencapai citra kawasan yang baik.

5.4.1 Karakteristik pedagang dan pengunjung PKL Lapangan Merdeka Binjai

Kesimpulan dari hasil wawancara dengan menggunakan pedagang sebagai responden adalah:

1. Pedagang di Lapangan Merdeka Binjai dominan adalah penduduk Kota Binjai;

2. Waktu yang digunakan responden sebagai pedagang adalah cukup baik yaitu berkisar 1-4 tahun;

3. Tipologi dilihat dari jenis pelayanan pedagang kaki lima terdiri dari menetap, semi menetap, dan sementara (bergerak), dengan dominasi jenis kontruksi dagangan tenda-tenda berserta alat/sarana dagang yang tetap berada pada lokasi Lapangan Merdeka. Waktu operasional yang puncak adalah pukul 17.00 hingga pukul 22.00;

4. Pilihan lokasi berdagang adalah berkelompok dengan jenis dagangan yang sama, dan berada pada lokasi yang baik tidak terlepas dari pengunjung lapangan merdeka;

5. Persepsi PKL terhadap penataan adalah peningkatan fasilitas Lapangan Merdeka yang diperuntukan juga untuk PKL. Pembatasan lapak dalam artian pembatasan PKL dan sesuai jenisnya, jika penataan dilakukan maka menurut pengamat harus disesuaikan (prioritas) PKL yang saat ini ada. Adapun fasilitas yang diinginkan adalah tempat yang tetap, jika tempat permanen maka tidak perlu membongkar lapak-lapak yang ada.

5.4.2 Potensi Lapangan Merdeka dan keberadaan PKL sebagai citra kota

Menurut Kevin Lynch, image adalah produk dari sensasi yang dirasakan pada saat ini dan adanya memori dari pengalaman masa lampau terhadap suatu lingkungan ataupun obyek perancangan, dimana keduanya digunakan untuk menginterprestasikan

informasi yang didapat dan atau sebagai pedoman untuk bertingkah laku. Sehingga image sangat mempunyai kepentingan emosional terhadap individu.

Menurutnya kembali, bahwa karakteristik arsitektur kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada. Ciri fisik suatu kota tersebut dominan terhadap kesan visual seseorang serta mampu menjadi wakil dari keberadaan lingkungan tersebut. Melalui teori ini sebagaimana telah dipaparkan pada bab 2 (dua), maka Lapangan Merdeka memiliki kreteria sebagai elemen pembentuk citra kota, beberapa elemen citra kota yang diidentifikasi menjadi tolak ukur dimana Lapangan Merdeka perlu dilakukan penataan terutama berhubungan dengan pedagang kaki lima yang ada.

Selain Lapangan Merdeka sebagai center point, kehadiran pedagang kaki lima juga dapat menjadi mereka sebagai bagian dari terbentuknya image citra kota. Gert Urban dan Milos Bobic (Setyowati, 2004) menyatakan bahwa identitas bagi kota adalah salah satu dari kondisi utama dan memberi vitalitas bagi lingkungan alamiah kota. Identitas atau ciri lingkungan sebuah kota merupakan sesuati yang menyatu dengan keberadaan kota tersebut, atau dengan artian lain bahwa karakteristik kota yang unik dan khas harus dibangun berdasarkan potensi berupa ciri atau penampilan fisik yang menyatu dengan tapaknya. Dalam penelitian bahwa hal yang menjadi korelasi hubungan adalah pedagang kaki lima, maka dari itu selanjutnya akan dilihat potensi PKL dalam citra kota.

Potensi yang mendukung dalam olah perencanaan tata guna lahan ditunjukkan oleh para PKL tersebut dalam bentuk kelompok (grouping) pedagang disamping mereka

juga dapat tampil dalam tatanan tersendiri (solitaire) sebagai suatu focal point. Potensi demikian dalam tinjauan citra kawasan versi Kevin Lynch disebut sebagai pembentuk distrik.

Tabel 5.7

Identifikasi Lapangan Merdeka Sebagai Elemen Citra Kota No Elemen

Citra Artian Identifikasi Kawasan

1 Path

Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang- gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran, dan sebagainya.

memiliki tujuan yang besar seperti kantor DPRD, Rumah Sakit Umum, dan memiliki tampilan (penanda) yang jelas yaitu Ruang terbuka dan pepohonan.

2 Egde

Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai path. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan sebagainya.

bukan penghalang dan pengakhiran dari sebuah distrik dengan lainnya.

3 Distric

Sebuah kawasan district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, di mana orang merasa harus mengakhiri atau memulainya

memiliki batas yang terlihat jelas tampilannya (RTH), merupakan kawasan kota dalam skala dua dimensi (bentuk, pola, dan wujud)

4 Node

Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, dan sebagainya

merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis, memiliki tampilan yang

berbeda dari lingkunganya (fungsi dan

bentuk).

5 Landmark

Landmark adalah elemen eksternal dan

merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah,

bukan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, belum memiliki

No Elemen

Citra Artian Identifikasi Kawasan

pohon tinggi, dan sebagainya. membedakan dengan lainnya.

Sumber: Olahan Penyusun,2013

Potensi yang mendukung dalam olah perencanaan aksesibilitas ditunjukkan oleh para PKL tersebut dalam bentuk pola linear dan kluster kelompok pedagang disamping mereka juga dapat tampil dalam tatanan tersendiri (campuran linear dan kluster) sebagai suatu sirkulasi yang fungsional. Maka keadaan demikian dalam tinjauan citra kawasan versi Kevin Lynch disebut sebagai pembentuk path dan node.

Potensi yang mendukung dalam olah perencanaan fisik arsitektural ditunjukkan oleh para PKL disekitar Lapangan Merdeka dalam bentuk yang similar, movable, berbahan ringan namun kokoh, dalam kelompok pedagang disamping mereka juga dapat tampil dalam tatanan khas misalnya asongan dan gerobak dorong sebagai suatu wadah aktifitas yang efektif dan efisien secara fungsional. Kondisi demikian dalam tinjauan citra kawasan versi Kevin Lynch disebut sebagai pembentuk landmark. Potensi yang mendukung dalam olah perencanaan sanitasi lingkungan ditunjukkan oleh para PKL tersebut dalam bentuk fleksibilitas sarana drainage portabel dan kemauan untuk menjaga kebersihan lapak masing-masing dalam kelompok pedagang disamping mereka juga dapat berusaha mengadakan air bersih dan listrik dengan genset pribadi sebagai penyediaan sarana dan prasarana sanitasi yang efisien secara fungsional. Kondisi tersebut dalam tinjauan citra kawasan versi Kevin Lynch disebut

sebagai pembentuk landmark kawasan dalam hal kebersihan lingkungan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 5.7.

5.4.3 Lapangan Merdeka Binjai sebagai elemen perancangan kota

Kota terbentuk sebagai fungsi dari aktivitas manusia yang luas dan kompleks yang terakumulasi dari waktu ke waktu. Disisi lain kota dapat dipandang sebagai bentukan fisik buatan manusia (urban artifact) dalam skala besar yang terbentuk karena adanya fungsi-fungsi kegiatan yang berlangsung. Keberadaan Lapangan Medeka sebagai ruang terbuka hijau kota merupakan salah satu elemen fisik sebagai kerangka rancangan kota, maka dari itu penting melihat posisi Lapangan Merdeka dalam teori perancangan Hamid Shirvani.

1. Penggunaan Lahan (land use);

Tata guna lahan (land use) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam pengalokasian fungsi tertentu, kebijaksanaan tata guna lahan mempertimbangkan gabungan antara sirkulasi/parkir dengan kepadatan aktivitas/penggunaan individual.

Dalam tinjauan penataan tata guna lahan terlihat bahwa PKL di lapangan Merdeka Binjai menempati wilayah Lapangan Merdeka bagian tepian sebelah utara dan barat (timur laut) mendominasi dengan penempatan lapak semi permanen sepanjang 500 meter dalam kelompok menurut jenis dagangan yaitu warung makan dan minum. Kelompok ini juga ditandai dengan warna yang sama yaitu warna plastik biru. Zona kelompok ini

juga menempati trotoar di depan lapak masing-masing dengan penempatan kursi dan meja bagi pengunjung untuk kegiatan berekreasi kuliner.

Adapun tatanan pedagang kaki lima jenis gerobak mainan menetap, gerobak dorong, kereta kuda, asongan menempati zona campuran di depan kantor Walikota Binjai tidak dalam tatanan yang teratur namun secara menyeluruh menyebar di tepian badan jalan, trotoar, tepi Lapangan Merdeka. Pemusatan atau pengelompokkan pedagang sejenis atau pedagang yang mempunyai sifat komoditas yang sama atau saling menunjang

Sehingga ada kecenderungan penggunaan ruang kota bagi aktivitas usaha PKL ini tidak lepas dari adanya keberadaan sektor formal yang ada di sekitar Lapangan Merdeka. Hal ini terlihat dengan adanya interaksi ekonomi antara sektor formal (perkantoran dan pertokoan) dengan sektor informal (PKL).

2. Tata massa bangunan (building form and massing);

Lapangan Merdeka menjadi indikator pembentuk tata massa bangunan disekitarnya. Kecenderungan penekanan floor area ration, KDB, dan KLB disesuaikan dengan ruang terbuka yang ada (Lapangan Merdeka) untuk dapat memberi pengaturan garis langit (skyline) dan pembagian

sinar matahari pada bangunan-bangunan sehingga dapat menghasilkan bangunan dengan bentuk harmonis.

Urban mass, pada dasarnya meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang yang mungkin dapat dirangkai untuk membentuk urban space dan pola aktivitas dalan skala besar dan kecil. Penataan lapangan Merdeka akan memberikan ruang aktivitas warga baik skala besar ataupun kecil.

3. Sirkulasi dan parkir (circulation and parking)

Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktifitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktifitas, dan lain sebagainya.

Elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan, yaitu; kelangsungan aktifitas komersil dan pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.

Tatanan penempatan lapak PKL menempatkan parkir pengunjung menyita badan jalan di depan lapak masing-masing menyita ruang jalan yang beralih fungsi menjadi ruang parkir sepeda dan sepeda motor membentuk suatu zona tersendiri.

4. Ruang terbuka hijau (open space);

Ruang terbuka umum dalam suatu perancangan kota memegang peranan penting dalam memberi rasa tentang kehidupan social (sense of public space) bagi masyarakat kota sebagai tempat bertemu, berbincang, dan sebagainya.

Menurut Eko Budihardjo (1984), ruang terbuka hijau ditinjau dari aktifitas terbagi dua kategori, Lapangan Merdeka Binjai masuk dalam kategori dimana merupakan ruang terbuka yang mengandung unsur-unsur kegiatan didalamnya, seperti bermain, olahraga, upacara, dan jalan. 5. Jalur Pejalan Kaki (pedestrian ways);

Jalur pedestrian atau pejalan kaki merupakan elemen inti dari urban design, bukan hanya bentuk keindahan (estetika) saja. System pejalan kaki yang baik mengurangi ketergantungan diri dari kendaraan bermotor dalam areal perkotaan. Pengalaman berjalan merupakan kreteria dalam perancangan pejalan kaki yaitu aman, senang, nyaman dan menarik. Jika melihat dan berada pada kawasan Lapangan Merdeka Binjai jalur pejalan kaki merupakan hal yang wajib, sebagai pengikat hubungan fungsi dan pemanfataan lahan yang ada.

6. Pendukung Kegiatan (activity support);

Dukungan aktivitas meliputi semua penggunaan dan kegaitan yang membantu memperkuat ruang-ruang umum diperkotaan, hal ini disebabkan aktivitas dan ruang-ruang fisik selalu merupakan pelengkap

satu sama lainnya. Sebuah aktivitas cenderung akan mencari tempat yang paling mampu memenuhi syarat yang dibutuhkan demi berlangsungnya aktivitas tersebut. Saling ketergantungan antara ruang dan kegunaannya adalah elemen penting dalam perencanaan kota.

Lapangan Merdeka dengan pedagang Kaki Lima termasuk dalam elemen aktivitas penunjang yang didefenisikan sebagai elemen potensial mendukung kegiatan suatu elemen kota yang mendukung dua atau lebih kegiatan umum pada kawasan pusat kota dengan konsentrasi pelayanan luas.

7. Penandaan (signages);

Tata informasi dari sudut pandang desain perkotaan, ukuran, dan kualitas desain dari furniture jalan, menciptakan keserasian, dan mengurangi dampak negative visual dan dalam waktu bersamaan menghapuskan kebingungan antara rambu lalulintas dan rambu lainnya yang memang diperlukan. Lapangan Merdeka dengan beberapa fungsi termasuk PKL didalamnya memerlukan penanda yang di desain baik, visualisasi penanda dapat menghidupkan kawasan selain memebrikan informasi Lapangan Merdeka sebagai RTH maupun informasi barang dan jasa pedagang yang memanfaatkan lahannya.

8. Pemeliharaan (preservation)

Dalam perencanaan kota, usaha pemeliharaan harus mampu memberikan perlindungan bagi tempat-tempat yang sudah ada (lapangan terbuka,

taman, plaza, daerah perbelanjaan, dan sebagainya) selain bangunan dan tempat bersejarah.

Lapangan Merdeka akan membutuhkan pemeliharaan dalam hal fungsinya sebagai ruang terbuka hijau kota, maupun pemeliahraan fasilitas yang disediakan untuk kegiataan-kegiatan lainnya disekitarnya sebagai kesatuan kawasan (distrik). Dan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika dalam menentukan pilihan lokasi bagi aktivitas usahanya, para PKL akan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Adanya orientasi kepada konsentrasi konsumen, dalam arti PKL akan memilih lokasi sedekat mungkin dengan konsumennya;

2. Adanya pertimbangan terhadap faktor kedekatan lokasi, baik dengan pusat kegiatan masyarakat, tempat tinggal, sumber bahan baku, permukiman penduduk terdekat;

3. Adanya pertimbangan terhadap kemudahan transportasi.menjangkau lokasi PKL

4. Fasad bangunan merupakan unsur perancangan penting sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, dan garis langit horizontal (skyline) menjadi dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).

5. Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu:

b. Kepejalan Bangunan

c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

d. Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage) e. Garis Sempadan Bangunan (GSB)

f. Langgam g. Skala h. Material i. Tektur j. Warna

6. Perencanaan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan (street furniture) yang bisa berupa lampu jalan, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan lain sebagainya. Ruang luar dipisahkan dengan alam dengan memberi “frame”. Elemen ruang terbuka kota meliputi lansekap, jalan, pedestrian, taman, dan ruang-ruang rekreasi.

7. Penandaan tersebut dapat menambah keindahan visual bangunan di belakangnya. Oleh karena itu, pemasangan penandaan haruslah dapat mampu menjaga keindahan visual Lapangan Merdeka maupun bangunan- bangunan disekitarnya. Beberapa arahan diantaranya memperhatikan pedoman;

b. jarak dan ukuran harus memadai dan diatur sedemikian rupa agar menjamin jarak penglihatan dan menghindari kepadatan;

c. penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan arsitektur di sekitar lokasi penyertaan langgam bangunan adalah hal yang direkomendasikan;

d. pembatasan penggunaan lampu hias kecuali penggunaan khusus untuk theater dan tempat pertunjukan pembatasan penandaan berukuran besar yang mendominir di Lapangan Merdeka.

5.4.4 Legalitas dan probalitas PKL memanfaatkan Lapangan Merdeka Binjai

Pelaksanaan kebijakan harus memiliki wewenang dalam menjalankan tugasnya. Bentuk wewenang berbeda-beda sesuai dengan program yang harus dijalankan. Wewenang yang dimiliki harus efektif oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dengan pelaksanaan yang lainnya.

Wewenang yang dimiliki oleh pelaksanaan kebijakan berdasarkan keapda Perda, SK, Gubernur, serta tupoksi sebagai penjabaran dari peraturan-peraturan tersebut. Wewenang akan menjadi efektif apabila dapat diinterprestasikan oleh pelaksana lapangan, tidak hanya sebagai kekuasaan atau kekuatan, tetapi berperan saling melengkapi.

Kota Binjai melalui Peraturan daerah No.3 Tahun 2006 tentang pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima, diharapkan dapat memberi pengaturan dan pembinaan terhadap pedagang kaki lima di Kota Binjai. Adapun menjadi

pertimbangan adalah, bahwa sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya pertumbuhan kegiatan dibidang usaha yang dilaksanakan masyarakat dan tidak memiliki lahan atau tempat berjualan (PKL).

Bab 2 (dua) dalam peraturan daerah Kota Binjai No.3 tahun 2006 pasal 2 ayat (1) mengatakan untuk melindungi kepentingan umum serta mewujudkan ketentraman, ketertiban, kebersihan, dan keindahan maka dilarang menggunakan tempat-tempat atau fasilitas umum seperti daerah milik jalan, badan jalan, trotoar parit, jalur hijai, taman, dana lapangan untuk dipergunakan sebagai tempat kegiatan usaha penjualan barang dan jasa. Dengan pengecualian yang tertuang pada pasal (2) bahwa pemerintah dapat memberi pengecualian dengan pertimbangan social, keagamaan, ekonomi, ketertiban, keindahan, dan kebersihan lingkungan sekitarnya.

Kemudian pedagang kaki lima yang menggunakan kendaraan dilarang berdagang di tempat-tempat parkir, dan tempat dilarang untuk parkir, serta berhenti sementara dan/atau trotoar. Tetapi terjadi kerancuan terhadap peraturan ini, terbitnya peraturan Walikota Binjai No. 511-873 Tahun 2009 tentang Dispenisasi Izin Lokasi Pedagang Kaki Lima Di Kota Binjai.

Peraturan Walikota tersebut memberian pengecualian atau dispenisasi kepada pedagang kaki lima untuk berdagang pada ruas beberap ruas jalan. Ruas jalan ini sebagaimana termaktum dalam pasal 2 ayat (2) yaitu:

a. Jalan Zainal Jaksa, Jalan M.Husni Thamrin pukul 00.00 s/d 06.30 wib. b. Jalan Kapt. Tandean mulai pukul 00.00 s/d07.00 wib;

c. Pinggiran tanah Lapang Merdeka, Jalan Veteran dimulai dari samping gardu PLN s/d Pintu Tribun 1;

d. Disisi kiri Jalan Sutomo dimulai dari depan Kantor Pos dimulai pukul 17.00 s/d 06.00 wib;

e. Pasar kaget di Jalan Jend Ahmad Yani mulai pukul 17.00 s/d 06.oo wib; f. Jalan Kapt. Muslim mulai pukul 17.00 s/d 24.00 wib diperuntukan bagi

pedagang durian.

Jika disikapi pada poin c maka terlihat bahwa satu-satu ruas yang tidak memiliki pengecualian pembatasan waktu adalah Lapangan Merdeka. Hal ini menjadi kekuatan bagi para pedagang disekitar Lapangan Merdeka untuk tetap bertahan. Beberapa potensi yang terlihat adalah bahwa Lapangan Merdeka dapat menjadi lokasi berdagang bagi pedagang kaki lima, dengan kata lain bahwa Lapangan Merdeka adalah lokasi legal bagi kegiatan pedagang kaki lima di Kota Binjai.

Maka dari penelitian ini, penataan perlu dilakukan dengan pertimbangan ketertiban, keindahan, dan kebersihan di Kawasan Lapangan Merdeka Binjai. Jika berbicara pada konteks pedagang kaki lima (PKL) maka yang diuntungan secara pasti adalah 91 unit PKL yang ada saat ini. Tetapi jika melakukan pengamatan lebih luas, maka dengan penataan Lapangan Merdeka akan memberikan keuntungan kepada seluruh warga sekitar, Kelurahan Tangsi, dan bahkan para pedagang kaki lima di lokasi tersebut.

5.5 Arahan Penataan PKL dalam pemanfaatan ruang terbuka Kota Binjai