• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pola Asuh

Pola asuh ibu dan status gizi balita yang dinilai dalam penelitian ini adalah pola asuh pemberian makan,dan pola asuh perawatan kesehatan. Pola asuh ini dinilai sebelum pemberian konseling gizi (pre-test). Hasil penilaian pola asuh pemberian makan sebelum konseling gizi berada pada kategori kurang sebanyak 27 orang (75%) dan kategori sedang sebanyak 9 orang (25%), dan pola asuh perawatan kesehatan sebelum konseling gizi berada pada kategori kurang sebanyak 22 orang (61,1%) dan kategori sedang sebanyak 14 orang (38,9%).

Pola asuh pemberian makan dan perawatan kesehatan ibu balita sebelum diberikan konseling gizi di wilayah kerja Puskesmas Amplas umumnya belum baik, hal ini mungkin disebabkan karena rata-rata pekerjaan ibu balita adalah buruh cuci dan buruh pabrik yaitu sebanyak 75%, dan tingkat pendidikan ibu balita yang rata- rata SMP yaitu sebanyak 55,6%, yang diasumsikan pengetahuan gizi mereka juga rendah. Menurut Notoatmodjo (1997), dikatakan bahwa perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibanding dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan dalam mengurus rumah tangga khususnya untuk mengurus anak balita dalam penanggulangan status gizi kurang.

Tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu sangat mempengaruhi pola asuh pemberian makan dan perawatan kesehatan karena dalam pemberian makan pada balita ibu tidak mengikuti pemberian makanan yang seimbang sedangkan dalam perawatan kesehatan pada balita ibu selalu mengabaikannya karena kesibukan dan waktu mereka tidak ada untuk balitanya bahkan untuk datang ke pelayanan kesehatan seperti posyandu sebagian ibu balita tidak bisa hadir dikarenakan sebagian ibu balita adalah pekerjaannya buruh cuci dan buruh pabrik.

Pendidikan ibu merupakan salah satu unsur penting yang menentukan keadaan gizi anak. Penelitian Roselyn (2010), mengemukakan bahwa masyarakat dengan pendidikan cukup tinggi maka prevalensi gizi kurang umumnya rendah, sebaliknya bila pendidikan ibu rendah prevalensi gizi kurang tinggi. Pendidikan ibu juga berperan dalam penyusunan pola makan rumah tangga maupun pola pengasuhan anak (Sayogyo,1994).

Setelah dilakukan konseling gizi, pola asuh ibu dalam pemberian makan dan perawatan kesehatan pada anak balita pada umumnya menjadi baik. Dari hasil penelitian di lapangan bahwa meskipun tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu tidak berubah tetapi tindakan ibu pada pola asuh pemberian makan dan perawatan kesehatan pada balita terjadi perubahan kearah yang lebih baik, dari kedua faktor tersebut diatas tingkat pendidikan merupakan faktor yang paling berperan.

Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Ibu yang pengetahuan gizinya rendah akan berprilaku memilih makanan yang menarik panca indra dan tidak

memilih berdasarkan nilai makanan tersebut (Sediaoetama,1989), dengan demikian pengetahuan gizi ibu sangat menentukan arah perkembangan dan pertumbuhan anak balita, serta menentukan status gizi balitanya.

Kegiatan konseling gizi ini juga merupakan suatu proses belajar yaitu memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang diperoleh, yang semula belum diketahui sekarang diketahui, yang dahulu belum dimengerti sekarang dimengerti (Notoatmojo,1993).

Berdasarkan hasil uji t berpasangan seperti terlihat pada tabel 4.8 dan 4.9 membuktikan bahwa kegiatan konseling gizi dapat merubah tindakan pola asuh ibu baik dalam pemberian makan dan perawatan kesehatan anak balita menjadi lebih baik (p < 0,05).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Aswita (2008) yang membuktikan bahwa konseling gizi yang dilaksanakan melalui program pendampingan gizi merupakan salah satu upaya pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang baik, dan penelitian Wonatorey dkk, (2006), menyatakan bahwa ada perbedaan bermakna pengetahuan gizi ibu setelah di beri konseling gizi serta penelitian Roselyn, (2010) yang menunjukkan ada pengaruh konseling gizi terhadap pengetahuan gizi ibu dan status gizi ibu.

5.2. Pengaruh Konseling gizi Terhadap Status Gizi Balita

Status gizi balita salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh ibu yang mencakup pola asuh pemberian makan dan perawatan kesehatan pada balita. Dalam penelitian ini sebelum dilakukan konseling gizi pola asuh ibu pada umumnya kategori kurang namun setelah diberikan konseling gizi pola asuh ibu menjadi lebih baik (tabel 4.6)

Gambaran status gizi anak balita sebelum dilakukan konseling gizi seluruhnya dalam kategori kurang hal ini terkait dengan pola asuh ibu sebelum dilakukan konseling gizi berada pada kategori kurang (tabel 4.7), setelah dilakukan konseling selama satu bulan sebanyak empat kali kunjungan pola asuh berubah atau meningkat menjadi lebih baik dan diikuti dengan peningkatan berat badan semua anak balita yaitu rata-rata berat berat badan balita naik sebesar 0,4 kg yang mana kenaikan berat badan terkecil sebesar 0,2 kg dan kenaikan berat badan terbesar 0,8 kg, tetapi bila dilihat dari status gizi balita yang meningkat kekategori normal (baik) hanya 11 balita (30,6%). Hasil uji t berpasangan seperti yang terilihat pada tabel 4.10 membuktikan bahwa ada pengaruh kegiatan konseling gizi terhadap peningkatan status gizi balita (p < 0,05).

Pemberian makan yang tidak tepat biasanya mengakibatkan kekurangan gizi. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan anak, sehingga anak menjadi lemah, mudah terkena penyakit, otot-ototnya menjadi lemah, dan pertumbuhannya dapat menurun. Karena itu sangat penting memerhatikan kebutuhan gizi balita (Anne Ahira,2007).

Hal ini sesuai hasil penelitian Arik Tursiani (2010), menunjukkan, ada pengaruh konseling gizi (penyuluhan) terhadap pengetahuan gizi ibu dimana didapatkan nilai ρ (0,000) < (0,05) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi dan juga pada perubahan status gizi setelah pengolahan dengan Z-score pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapat nilai ρ (0,000) < (0,05). Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu yang dapat diterapkan dalan kehidupan sehari – hari pada balitanya sangat berpengaruh terhadap perubahan status gizi pada balitanya. Sejalan dengan penelitian Rosellyn (2010), yang menyatakan ada pengaruh bermakna terhadap perubahan berat badan balita sesudah pemberian konseling gizi.

Berdasarkan penelitian Perangin-angin (2006), bahwa terdapat hubungan antara praktek pemberian makan dengan status gizi anak. Dimana dari 36 orang yang mempunyai status gizi baik terdapat 26 orang (83,87%) dengan praktek pemberian makan yang baik dan 10 orang (58,82%) dengan praktek pemberian makan yang tidak baik. Sedangkan dari 8 orang responden yang mempunyai status gizi kurang terdapat 2 orang (6,45%) dengan praktek pemberian makan yang baik dan 6 orang (35,29%) dengan praktek pemberian makan yang tidak baik. Dari hasil penelitian diketahui sebelum dilakukan konseling mayoritas (lebih dari setengah jumlah ibu) ibu tidak memberikan makanan makanan yang sesuai untuk anak, frekuensi makan <2 kali, tidak mendapatkan ASI, tidak memberikan makanan selingan, tidak memberikan buah setiap hari, tidak mengutamakan kepentingan anak saat

menentukan menu makanan untuk anak, tidak mengolah sendiri makanan untuk anak, mendampingi anak saat makan. Tetapi setelah diberikan konseling gizi terjadi perubahan pola asuh menjadi yang sebaliknya. Akan tetapi ini tidak membuat perubahan langsung pada status gizi balita.

Dokumen terkait