PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU BALITA TERHADAP POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS AMPLAS
TESIS
OLEH
ASNITA 097032003/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF NUTRITION COUNSELING TO THE MOTHERS WITH CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD ON THE PATTERN OF
NURSING CARE AND NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD IN THE WORKING AREA OF
AMPLAS HEALTH CENTER
THESIS
By
ASNITA 097032003/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU BALITATERHADAP POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS AMPLAS
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
OLEH
ASNITA 097032003/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Proposal : PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU BALITA TERHADAP POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMPLAS
Nama Mahasiswa : Asnita Nomor Induk Mahasiswa : 097032003
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (Dra. Jumirah,Apt, M.Kes) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 18 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI
Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah Apt, M.Kes
PERYATAAN
PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU BALITA TERHADAP POLA ASUH DAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS AMPLAS
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, September 2011
ABSTRAK
Pada tahun 2003 di Indonesia terdapat sekitar 27,5% balita menderita gizi kurang. Sejumlah 110 kabupaten/kota di Indonesia tercatat mempunyai prevalensi gizi kurang (termasuk gizi buruk) di atas 30%, yang menurut WHO dikelompokkan sangat tinggi. Kondisi ini berkaitan dengan pola asuh balita yang kurang memadai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling gizi pada ibu balita terhadap pola asuh dan status gizi balita. Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre and post test. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Amplas, dan populasi adalah ibu yang mempunyai balita dengan status gizi kurang. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 36 ibu yang mempunyai balita gizi kurang. Data yang dikumpulkan meliputi pola asuh pemberian makan dan pola asuh perawatan kesehatan yang diambil melalui kuesioner pre dan post test, berat badan balita diambil pada awal dan akhir penelitian menggunakan dacin. Data di uji dengan menggunakan uji paired t-test dependent.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan konseling gizi pada ibu balita terhadap pola asuh dengan nilai p < 0,05 (p=0,000), dan ada pengaruh signifikan konseling gizi pada ibu balita terhadap status gizi balita dengan nilai p<0,05 (p=0,000).
Disarankan kepada pihak Puskesmas sebaiknya menerapkan konseling gizi sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki status gizi kurang pada balita. Pelaksanaan Konseling gizi bagi ibu balita gizi kurang sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan.
ABSTRACT
In 2003, there were about 27.5% of the children under five years old in Indonesia suffered from malnutrition. A number of 110 districts/cities in Indonesia had prevalence of malnutrition (poor nutrition) for greater than 30%, which is categorized by WHO into ‘very high’ category. This condition is related to the inadequate pattern of nursing care of children under five years old.
The purpose of this quasi-experimental study with pre and post test design was to analyze the influence of nutrition counseling to the mothers with children under five years old and the nutritional status of the children. This study was conducted in the working area of Amplas Health Center and the population of study were 36 mothers with children under five years old suffering from malnutrition. The data for this study included the patterns of food provision and health care which were obtained from questionnaire distribution, pre and post tests, the body weight of the children under five years old taken in the beginning and at the end of research by using portable scale. The data obtained were tested through paired t-test dependent test.
The result of this study showed that there was significant influence of nutrition counseling to the mothers of children under five years old on the pattern of nursing care with p < 0.05 (p = 0.000) and the nutritional status of the children under five years old with p < 0.05 (p = 0.000).
The Health Center is suggested to apply nutrition counseling as one of the attempts to improve the nutritional status of children under five years old. The implementation of nutrition counseling to the mothers of children under five years old should be done continuously.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmatNya
sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Balita terhadap Pola Asuh dan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas”, ini.
Selama proses penyusunan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan, nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Universitas
5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan sumbangan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan kepada saya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
6. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc selaku penguji II yang telah banyak memberikan kritikan dan saran demi perbaikan tesis ini.
8. Sahabatku Yani, Iar, Fenti, Titin, Mariani, Yusniwati, Irwan, terutama Diana,
atas kebersamaan selama ini.
9. Kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi dan hormati, kakak
dan adik-adikku serta mertua saya yang selalu mendoakan saya.
10.Suamiku tercinta, Indra Kurniawan, Ir, terima kasih atas kesabaran, dukungan, dan doa untuk saya.
11.Anak-anakku tersayang dan tercinta Arya Prasetya dan Muhammad Aditya motivator terhebat bagi saya.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi
untuk penelitian selanjutnya.
Medan, September 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Asnita yang dilahirkan di Medan pada tanggal dua puluh enam bulan enam tahun sembilan belas tujuh puluh, beragama Islam dan sudah menikah yang beralamat di jalan Turi No. 21 A Medan.
Penulis menamatkan pendidikan, SD di SD Negeri 060823 Medan tahun 1983. Tahun 1986 menamatkan SLTP di SMP Negeri 13 Medan, dan Tahun 1989
menamatkan SLTA di SMA Negeri 2 Medan, kemudian tahun 1990 menamatkan pendidikan D-I di SPAG Lubuk Pakam, tahun 2003 menamatkan pendidikan D-III Gizi di Poltekkes Lubuk Pakam, dan tahun 2005 menamatkan S-1 di STIKES
Mutiara Indonesia.
Penulis memulai karir sebagai Pegawai staf administrasi keuangan di RSU
Permata Bunda Medan sejak tahun 1990-2001 dan menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kesehatan Kota Medan sejak tahun 1998 – sekarang.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK………. ABSTRACT………...……….… i ii
KATA PENGANTAR………... iii
RIWAYAT HIDUP………... DAFTAR ISI……….………. DAFTAR GAMBAR……….… DAFTAR TABEL ………. DAFTAR LAMPIRAN………. v vi viii ix x
BAB 1. PENDAHULUAN………. 1
1.1. Latar Belakang……….………..
1.2. Permasalahan……….
1.3. Tujuan Penelitian………...
1.4. Hipotesis ………...
1.5. Manfaat Penelitian……….…
1 5 6 6 6
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA……….. 7
2.1. Status Gizi Anak Balita………..…… 2.1.1. Pengertian status gizi……… 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi……….. 2.1.3. Penilaian Status Gizi………..……..…
7 7 8 9 2.2. Pola Asuh ………..……
2.2.1. Pengertian Pola Asuh……… 2.2.2. Jenis Pola Asuh……….
2.2.3. Ruang Lingkup Pola Asuh………
14 14 16 17 2.3. Konseling Gizi ………...
2.3.1. Pengertian konseling gizi ………... 2.3.2. Tujuan Konseling Gizi..……….……. 2.3.3. Tehnik Konseling Gizi..……….………. 2.3.4. Media Konseling………. 2.4. Landasan Teori ……….………. 2.5. Kerangka konsep ………
25 25 26 27 30 31 33
BAB 3. METODE PENELITIAN……… 34
3.1. Jenis Penelitian ……….……….. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian. ………. 3.3. Populasi dan Sampel .……….. 3.4. Metode Pengumpulan Data .……… 3.5. Variabel dan Definisi Operasional …..………
3.6. Metode Pengukuran …..………...……… 3.7. Metode Analisis Data .……….
42 45
BAB 4. HASIL PENELITIAN……….. 46
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian….………. . 46
4.2. Karakteristik Responden….………. 49
4.3. Gambaran Pola Asuh Sebelum dan Sesudah Konseling …..…... 51
4.4. Gambaran Status Gizi Balita Sebelum dan Sesudah Konseling.. 52
4.5. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Pola Asuh.………... 53
4.6. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Status Gizi Balita.………... 54
BAB 5. PEMBAHASAN………... 55
5.1. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pola Asuh ……….… 55
5.2. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Status Gizi Balita..……….. 59
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……… 61
6.1. Kesimpulan. ……… 61
6.2. Saran..……….. 61
DAFTAR PUSTAKA……….……… 63
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Penyebab kurang gizi pada anak balita………. 31
2 Kerangka Konsep……….. 32
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1 Penilaian Status Gizi Berdasarkan BB/U, TB/U, BB/TB.…..…… 12 2 Angka Kecukupan gizi balita yang dianjurkan…………..……… 22
3 Makanan Pendamping ASI menurut umur, jenis kelamin dan frekuensi makanan……….………..…………...
24
4 Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin……..…………. 47 5 Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan……….. 47
6 Distribusi Sarana Kesehatan………... 48
7 Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas dan Pustu Amplas…………. 49 8 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik……… 50
9 Distribusi Pola Asuh Sebelum dan Sesudah Konseling gizi .…… 51 10 Distribusi Status Gizi Balita Sebelum dan Sesudah Konseling
gizi………….………
52
11 Distribusi rata-rata skor pola asuh pemberian makan sebelum dan sesudah konseling gizi…………..……… ……….
53
12 Distribusi rata-rata skor pola asuh perawatan kesehatan sebelum dan sesudah konseling gizi………...………...
53
13 Distribusi z-score rata-rata kategori status gizi sebelum dan sesudah konseling gizi………
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Identitas Responden……….……… 67
2 Pre Test Kuesioner Pola Asuh………. 69 3 Post Test Kuesioner Pola Asuh………... 72
4 Modul Konseling Pada Ibu Balita terhadap Pola Asuh dan Status Gizi Balita……….……….
75
5 Materi Konseling Gizi……….………. 76
6 Master Data uji kuesioner………. 77
7 Master Tabel Pemberian Makan dan Status Gizi Sebelum Konseling Gizi………..
78
8 Master Tabel Pemberian Makan dan Status Gizi Sesudah Konseling Gizi……….….
79
9 Master Tabel Perawatan Kesehatan dan Status Gizi Sebelum Konseling Gizi ……….
80
10 Master Tabel Perawatan Kesehatan dan Status Gizi Sesudah Konseling Gizi………..
81
ABSTRAK
Pada tahun 2003 di Indonesia terdapat sekitar 27,5% balita menderita gizi kurang. Sejumlah 110 kabupaten/kota di Indonesia tercatat mempunyai prevalensi gizi kurang (termasuk gizi buruk) di atas 30%, yang menurut WHO dikelompokkan sangat tinggi. Kondisi ini berkaitan dengan pola asuh balita yang kurang memadai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling gizi pada ibu balita terhadap pola asuh dan status gizi balita. Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre and post test. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Amplas, dan populasi adalah ibu yang mempunyai balita dengan status gizi kurang. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 36 ibu yang mempunyai balita gizi kurang. Data yang dikumpulkan meliputi pola asuh pemberian makan dan pola asuh perawatan kesehatan yang diambil melalui kuesioner pre dan post test, berat badan balita diambil pada awal dan akhir penelitian menggunakan dacin. Data di uji dengan menggunakan uji paired t-test dependent.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan konseling gizi pada ibu balita terhadap pola asuh dengan nilai p < 0,05 (p=0,000), dan ada pengaruh signifikan konseling gizi pada ibu balita terhadap status gizi balita dengan nilai p<0,05 (p=0,000).
Disarankan kepada pihak Puskesmas sebaiknya menerapkan konseling gizi sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki status gizi kurang pada balita. Pelaksanaan Konseling gizi bagi ibu balita gizi kurang sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan.
ABSTRACT
In 2003, there were about 27.5% of the children under five years old in Indonesia suffered from malnutrition. A number of 110 districts/cities in Indonesia had prevalence of malnutrition (poor nutrition) for greater than 30%, which is categorized by WHO into ‘very high’ category. This condition is related to the inadequate pattern of nursing care of children under five years old.
The purpose of this quasi-experimental study with pre and post test design was to analyze the influence of nutrition counseling to the mothers with children under five years old and the nutritional status of the children. This study was conducted in the working area of Amplas Health Center and the population of study were 36 mothers with children under five years old suffering from malnutrition. The data for this study included the patterns of food provision and health care which were obtained from questionnaire distribution, pre and post tests, the body weight of the children under five years old taken in the beginning and at the end of research by using portable scale. The data obtained were tested through paired t-test dependent test.
The result of this study showed that there was significant influence of nutrition counseling to the mothers of children under five years old on the pattern of nursing care with p < 0.05 (p = 0.000) and the nutritional status of the children under five years old with p < 0.05 (p = 0.000).
The Health Center is suggested to apply nutrition counseling as one of the attempts to improve the nutritional status of children under five years old. The implementation of nutrition counseling to the mothers of children under five years old should be done continuously.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia Sehat 2010
merupakan Visi Pembangunan Nasional yang ingin dicapai melalui Pembangunan Kesehatan. Visi Pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi
untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal (Dinkes Sumatera Utara,2006).
Dalam menciptakan SDM yang bermutu baik, perlu perhatian sejak dini yaitu
dengan memperhatikan kesehatan anak khususnya anak balita. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Kekurangan gizi pada anak balita dapat
menimbulkan efek negatif seperti otak mengecil, berat badan dan tinggi badan tidak sesuai dengan umur, dan rawan terhadap penyakit. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Irianto,2007).
Permasalahan pokok yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini adalah tingginya masalah kurang gizi yang berdampak terhadap rendahnya kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Pada tahun 2003 di Indonesia terdapat sekitar 27,5% balita menderita gizi kurang. Sejumlah 110 kabupaten/kota mempunyai prevalensi gizi kurang (termasuk gizi buruk) diatas 30%, yang menurut WHO dikelompokkan sangat
dimasa mendatang (Depkes, 2005).
Masalah kekurangan gizi terjadi karena banyak faktor yang saling mempengaruhi. Di tingkat rumah tangga, kekurangan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup
serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku, dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kekurangan gizi pada anak
balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai (Soekirman, 2000).
Menurut Utari (2005), terdapat kecenderungan pola asuh dengan status gizi. Hasil penelitiannya memberi bukti bahwa dari 40 responden terdapat 30 orang (75%)
dengan pola asuh baik mempunyai status gizi baik dan 10 orang (25%) dengan pola asuh buruk mempunyai status gizi kurang. Disimpulkan, semakin baik pola asuh
anak maka proporsi gizi baik pada anak juga semakin besar. Dengan kata lain, jika pola asuh anak di dalam keluarga semakin baik, tingkat konsumsi pangan anak semakin baik dan akhirnya mempengaruhi status gizi anak.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Indonesia berdasarkan indeks BB/U sebesar 5,4%, gizi kurang 13%, sedangkan menurut indeks BB/TB sangat kurus 6,2%, kurus 7,4%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi
buruk berdasarkan indeks BB/U sebesar 4,9%, gizi kurang 13% Jika dibandingkan dengan prevalensi di Propinsi Sumatera Utara jauh lebih tinggi yaitu pada tahun 2007
BB/U gizi buruk 7,8%, gizi kurang 13,5%, sedangkan berdasarkan BB/TB kurus
5,6% dan kurus 8,4% (Riskesdas,2010)
Berdasarkan data surveilans gizi buruk yang dilaksanakan pada tahun 2008 di Kota Medan berdasarkan indeks BB/U gizi buruk sebanyak 447 balita
(0,6%), gizi kurang 6545 balita (9,6%), tahun 2009 terdapat gizi buruk sebanyak 761orang (0,6%), gizi kurang sebanyak 7036 orang ( 5,9%), tahun 2010 terdapat gizi
buruk sebesar 1018 balita (0,8%), gizi kurang 5466 balita(4,6%) ( Dinkes Kota Medan,2010).
Bahar (2002) dalam penelitian tentang pengaruh pola pengasuhan terhadap
pertumbuhan anak di Kabupaten Baru Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa kualitas pengasuhan makanan anak yang dimiliki ibu, berpengaruh terhadap
pertumbuhan anak. Kualitas pengasuhan perawatan dasar anak yang dimiliki ibu, berpengaruh terhadap pertumbuhan anak, kualitas pengasuhan hygiene perorangan dan keamanan anak, berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.
Pola asuh anak dalam setiap keluarga tidak selalu sama. Secara keseluruhan mutu asuhan dan perawatan anak yang kurang memadai disebabkan kurangnya pengetahuan dan perhatian ibu dan merupakan pokok pangkal terjadinya malapetaka
yang menimpa bayi dan anak-anak menuju ke jurang kematian (Soekirman, 2000). Kurangnya peengetahuan ibu antara lain dapat ditanggulangi dengan pemberian
Barat” menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna pengetahuan gizi ibu setelah di
beri konseling gizi.
Menurut penelitian Roselyn,(2010) yang berjudul “ Pengaruh Konseling gizi terhadap perubahan pengetahuan gizi ibu dab status gizi balita di wilayah kerja
puskesmas Simpang Limun “ menunjukkan ada pengaruh konseling gizi terhadap pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Amplas adalah salah satu puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan, yang merupakan kantong gizi buruk dan gizi kurang. Data yang diperoleh dari Puskesmas Amplas
pada tahun 2008 berdasarkan indeks BB/U gizi buruk sebanyak 17 balita (0,3%) dan gizi kurang 69 balita ( 1,3%), tahun 2009 gizi buruk 22 balita ( 0,4%) dan gizi
kurang 96 balita ( 1,9%) dan pada tahun 2010 gizi buruk 27 balita (0,5%) dan gizi kurang sebanyak 106 orang (2,1%)(Amplas,2010).
Hasil pengamatan peneliti menunjukkan pula, umumnya anak balita diasuh
bukan oleh orang tuanya tetapi diasuh anggota keluarga lainnya (nenek, kakak, pengasuh) karena ibu bekerja sebagai buruh cuci atau buruh pabrik.
Mengingat dampak negatif jangka panjang pada anak balita gizi buruk,
maka perhatian khusus perlu diberikan untuk menghindari terjadinya loos generation. Peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Puskesmas sebagai unit terdepan
dalam perawatan dan pemulihan sangat diperlukan.
adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan klien untuk membantu
klien mengenali dan mengatasi masalah gizi. Dalam hal ini, klien adalah ibu yang mempunyai anak balita gizi kurang yang bermukim di wilayah kerja Puskesmas Amplas sedangkan konselor adalah mahasiswa dan dibantu oleh mahasiswa tamatan
D-IV gizi.
Berdasarkan latar belakang diatas, perlu dilakukan studi tentang pengaruh
konseling gizi terhadap pola asuh dan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
adalah apakah ada pengaruh konseling gizi (pemberian makan dan perawatan kesehatan) terhadap pola asuh (pemberian makan dan perawatan kesehatan) dan
status gizi balita.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konseling gizi
(pemberian makan dan perawatan kesehatan) terhadap pola asuh (pemberian makan dan perawatan kesehatan) dan status gizi balita.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.5. Manfaat Penelitian
a. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam menentukan kebijakan program penanggulangan masalah gizi.
b. Untuk memperkaya Khasanah Ilmu Administrasi dan Kebijakan Gizi yang
terkait dengan Pola Asuh Balita.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang merupakan hasil konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan dalam jumlah yang cukup
dan dalam kombinasi pada waktu yang tepat di tingkat sel semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal semua anggota badan (Soekirman,1991).
Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dengan demikian status gizi seseorang di
pengaruhi oleh jumlah dan jenis yang dikonsumsi dan penggunaannya dalam tubuh. Apabila konsumsi makanan dalam tubuh terganggu, hal ini dapat mengakibatkan status gizi jelek dan biasanya di sebut kurang gizi (Almatsier,2004).
Makanan yang baik untuk anak adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi anak, sehingga adak dalam keadaan gizi baik. Hal ini perlu
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan dipakai pada
setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lain, merupakan indikator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan
fisik dan keadaan tumbuh kembang (Samsudin,1985). Pengukuran berat badan menurut umur pada umumnya untuk anak merupakan cara standar yang digunakan
untuk menilai pertumbuhan. Kurang berat tidak hanya menunjukkan konsumsi pangan yang tidak cukup tetapi dapat pula mencerminkan keadaan sakit yang baru dialami (Harper dkk,1989).
2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi
Menurut Apriadji (1986), ada dua faktor yang berperan dalam menentukan
status gizi seseorang yaitu: 1. Faktor Gizi Eksternal
Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri
seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.
2. Faktor Gizi Internal
Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status
ibu/pengasuh, dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di keluarga,
pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berkaitan dengan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2006).
2.1.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi bertujuan untuk menentukan apakah status gizi anak
dalam keadaan baik atau tidak. Ada beberapa penilaian status gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis dan biofisik, yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri adalah jenis pengukuran yang paling
sederhana dan praktis, karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan
terhadap berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak bawah kulit (Supariasa, dkk, 2001)
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, dkk, 2001):
a. Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan
berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah
dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
2. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun.
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu
(Djumadias Abunain, 1990). 3. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir
rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang
lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan
dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan menurut tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status
gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan
Tabel 1 : Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri Menurut WHO 2005
No
Indeks yang
Dipakai Status Gizi Keterangan
1 BB/U Berat Badan Normal Zscore ≥ -2 sampai 1 Berat Badan Kurang Zscore < -2 sampai -3 Berat Badan Sangat Kurang Zscore < -3
2 TB/U Normal Zscore ≥ -2 sampai 3
Pendek Zscore < -2 sampai -3
Sangat Pendek Zscore < -3
3 BB/TB Sangat gemuk Zscore >3
Gemuk Zscore >2 sampai 3
Risiko gemuk Zscore >1 sampai 2
Normal Zscore ≥-2 sampai 1
Kurus Zscore <-2 sampai -3
Sangat kurus Zscore <-3 Sumber : Interpretasi Indikator Pertumbuhan Depkes 2008
b. Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan
epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Gejala klinis balita KEP (Kurang Energi Protein) berat atau gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Ciri-ciri gejala klinis adalah sebagai berikut :
1. Kwashiorkor
a. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsumpedis)
c. Pandangan mata sayu
d. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok.
e. Perubahan status mental, apatis, dan rewel
f. Pembesaran hati
g. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk.
h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
i. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya akut) j. Anemia
k. Diare 2. Marasmus
a. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit.
b. Wajah seperti orang tua c. Cengeng, rewel
d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”) e. Perut cekung
f. Iga gambang
3. Marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari gejala klinis marasmus dan kwashiorkor, disertai edema yang tidak mencolok (Dep.Kes RI Prop.Sumut,2000).
c. Biokimia
Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. d. Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.
2.2 Pola Asuh
2.2.1 Pengertian Pola Asuh
Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Mengasuh itu meliputi menjaga serta
memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah
kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Nadesul, 1995).
Menurut Soekirman (2000), pola asuh gizi merupakan praktek rumah tangga
lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh gizi
juga merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lainnya dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya.
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang baik dan juga harus mengatur pola asuh yang baik pula.
Pola asuh yang yang baik bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Soekirman,2000)
Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan dan perawatan
orang tua. Oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku
dilingkungannnya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Soekirman,2000).
Di Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di pegang oleh orang lain seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat juga
diasuh oleh pembantu (Nadesul, 1995).
pengasuhan ibu terhadap anaknya berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama
kesehatan, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak (Suharsi,2001).
Menurut Rahayu (2001) anak yang diasuh dengan baik oleh ibunya akan
lebih berinteraksi secara positif dibandingkan bila diasuh oleh selain ibunya. Pengasuhan anak oleh ibunya sendiri akan terjadi hubungan anak merasa aman,
anak akan memperoleh pasangan dalam berkomunikasi dan ibu sebagai peran model bagi anak yang berkaitan dengan keterampilan verbal secara langsung.
2.2.2 Jenis Pola Asuh
Menurut Rokhana (2005), ada 3 macam pola asuh gizi yaitu :
1. Pola Asuh Demokrasi
Pola Asuh Demokrasi adalah pola pengasuhan di mana orang tua mendorong anak untuk menjadi mandiri, tetapi tetap memberikan batasan-batasan (aturan) serta
mengontrol perilaku anak. Orang tua bersikap hangat, mengasuh dengan penuh kasih sayang serta penuh perhatian. Orang tua juga memberikan ruang kepada anak untuk membicarakan apa yang mereka inginkan atau harapkan dari orang tuanya.
Jadi, orang tua tidak secara sepihak memutuskan berdasarkan keinginannya sendiri. Sebaliknya, orang tua juga tidak begitu saja menyerah pada keinginan anak.
mengizinkannya menggunting baju yang masih terpakai, tetapi memberikan kain
perca atau baju lain yang sudah tidak layak pakai. Oleh karena itu, dibutuhkan kepekaan, kesabaran, dan kreativitas orang tua.
2. Pola Asuh Otoriter
Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri kaku,
tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik, tingkah laku anak dikontrol dengan ketat.
3. Pola Asuh Permisif.
Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, kurang kontrol,
kurang membimbing, kurang tegas, kurang komunikasi, dan tidak peduli terhadap kelakuan anak ( Moh.shochib,1998).
2.2.3 Ruang Lingkup Pola Asuh
Menurut Soekirman,2000, yang merupakan ruang lingkup pola asuh yaitu
perawatan kesehatan dan pemberian makanan;
1. Perawatan Kesehatan
a. Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar
sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan
perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan.
Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu
penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan (Nursalam,2003).
Menurut Soetjiningsih (1995), keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin
keselamatan dan kesehatan penghuninya yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain dan bebas polusi.
Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan
dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut :
1. Mandi 2 kali sehari.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
3. Makan teratur 3 kali sehari. 4. Menyikat gigi sebelum tidur.
Awalnya mungkin anak keberatan dengan berbagai latihan tersebut. Namun,
dengan latihan terus-menerus dan diimbangi rasa kasih sayang dan dukungan oarang tua, anak akan menerima kebijaksanaan dan tindakan disiplin tersebut.
b. Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang
terdekat (Soetjiningsih, 1995). Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat
menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit adalah :
1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan
menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.
2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.
3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh
karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan kedokter jika anak menderita sakit.
yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan
penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena
suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan
dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin et al, 1990).
2. Pemberian Makanan
Pola pemberian makan adalah praktek pengasuhan yang diterapkan pengasuh
kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makan. Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian makan antara lain cara pemberian makan, kebersihan sebelum makan,
pemilihan makanan, cara memperkenalkan makanan, perlakuan terhadap anak yang tidak mau makan dan usaha mengatasi anak sulit makan (Karyadi, 1985).
Pemberian makan pada anak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
yang cukup demi kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan, aktivitas pertumbuhan dan perkembangannya. Tujuan lain adalah untuk mendidik anak agar dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik dan membina kebiasaan yang baik
Menurut Wahyuni (1991), syarat makanan anak balita disesuaikan dengan
kemampuan anak menerima makanan yang diberikan adalah porsi, konsistensi, mudah cerna, tidak berbumbu tajam/merangsang, tidak berlemak/bersantan kental dan dihidangkan dengan cara menarik. Walaupun ada syarat-syarat makanan balita
yang sudah dipenuhi, tetapi sering juga terjadi kesulitan makan pada anak balita. Kesulitan makan terjadi karena anoreksia, rewel dan bertingkah. Cara mengatasi
kesulitan makan adalah menimbulkan suasana yang menyenangkan, memberikan anak makan sendiri, anak tidak dipaksa, membiasakan makan pada keluarga dan menyediakan alas makan pada anak.
Untuk tumbuh dengan baik tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak
membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan. Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak sudah mulai disapih. Anak tidak tahu
mana makanan terbaik dan mana makanan yang boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih makanan agar pertumbuhan tidak terganggu (Nadesul, 1995).
Pemberian makanan bergizi dalam jumlah yang cukup pada masa balita merupakan hal yang perlu mendapat perhatikan serius agar anak tidak jatuh ke
berkurang dengan sendirinya sehingga untuk mencukupi kebutuhan gizi anak perlu
diberi makanan tambahan.makanan yang dikonsumsi dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi anak khususnya energi dan protein (Sulaeman dan Muchtadi,2003).
Pemberian makan yang tidak tepat biasanya mengakibatkan kekurangan gizi.
Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan anak, sehingga anak menjadi lemah, mudah terkena penyakit, otot-ototnya menjadi lemah, dan
pertumbuhannya dapat menurun. Karena itu sangat penting memerhatikan kebutuhan gizi balita (Anne Ahira,2007).
Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makanan orang
dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru (Sajogyo,1994). Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi
semua orang, tetapi tergantung banyak hal antara lain adalah umur anak (Soekirman,2000).
Dibawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada
[image:40.612.112.529.558.614.2]balita (per orang per hari).
Tabel 2. Angka Kecukupan gizi balita yang dianjurkan menurut AKG 2004 Kelompok
Umur
Energi (Kkal)
Protein (gr)
Vitamin A (RE)
Besi/Fe (Mg)
Kalsium (Mg)
1-3 tahun 1000 25 400 8 500
4-6 tahun 1550 10 450 9 500
Anak balita akan sehat jika sejak awal diberi makanan sehat dan seimbang.
Dengan kata lain, kualitas sumber daya manusia hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun pertama kehidupannya dimasa balita baik dan seimbang (Soenardi,2006).
1. Bahan makanan anak balita
Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari
yang beraneka ragam dan memenuhi lima kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Gizi seimbang yang beraneka ragam yaitu :
a. Golongan sumber tenaga (karbohidrat dan lemak)
Terdiri dari nasi, roti, mie, tepung-tepungan, singkong, kentang, gula dan
hasilnya. Lemak terdapat dalam mentega, santan dan lain-lain. Diperlukan untuk menunjang aktifitas anak seperti bergerak, berlari dan bermain.
b. Golongan sumber zat pembangun
Terdiri dari daging, ikan, susu, hati ayam, tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Diperlukan untuk pembentukan berbagai jaringan tubuh seperti pertumbuhan gigi, tulang dan lain-lain.
c. Golongan sumber zat pengatur
Terdiri dari vitamin dan mineral yang ada dalam sayur dan buah-buahan.
Ketiga golongan tersebut harus ada dalam menu sehari-hari dan jumlahnya harus
sesuai usia anak (Soenardi,2006).
Tabel 3. Makanan Pendamping ASI Menurut Umur, Jenis Makanan dan Frekuensi Makanan
Umur (bln)
Jenis Makanan Frekuensi
0 – 6 - ASI kapan diminta
6 – 9 - ASI
- Bubur susu, pisang, papaya lumat halus, air jeruk, air tomat saring
- Bubur tim lumat ditamabah kuning telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging/ wortel/bayam/santan/minyak
Kapan diminta
6 bln : 2 x 6 sdm peres 7 bln : 2-3 x 7 sdm peres 8 bln : 3 x 8 sdm peres
1 – 2 kali sehari 9 – 12 - ASI
- Bubur - Nasi tim - nasi lembik - tambahkan
telur/ayam/ikan/tempe/daging sapi/wortel/bayam/santan/minyak
- buah/biscuit/kue diantara waktu makan
Kapan diminta
3 x sehari 2 x sehari
12 – 24 - ASI
- Makanan keluarga(nasi,lauk
pauk,sayur dan buah) - Buah, biscuit,kue
Kapan diminta 3 x sehari 2 x sehari Sumber : Depkes,2003
2. Syarat makanan yang baik untuk balita
Adapun hal-hal yang sering terjadi dalam masa pertumbuhan ini adalah rawannya terhadap masalah gizi misalnya rawan terhadap penyakit dan susah makan. Oleh karena itu dibutuhkan strategi dan upaya-upaya agar anak mau makan :
[image:42.612.117.527.207.517.2]b. Berikan porsi kecil. Batita dikenal sebagai anak yang mempunyai nafsu
makan naik turun. Kadang mau makan, kadang hanya makan sedikit.
c. Tidak memberikan susu dan jus sampai berlebihan karena minuman bias mempengaruhi nafsu makan balita.
d. Tumbuhkan ketrampilan makan.
e. Kurangi makanan/minuman lemak secara bertahap dan meningkatkan asupan
sereal, sayuran dan buah-buahan.
f. Berikan makanan kaya zat besi seperti daging, ikan dan sereal yang diperkaya zat besi (Waryono,2010).
2.3.Konseling Gizi
2.3.1 Pengertian Konseling Gizi
Konseling (counseling) terkadang disebut sebagai penyuluhan, yang berarti
suatu bentuk bantuan. Konseling merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan professional pada pemberi pelayanan dan sekurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun
nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu (Mappiare,2006).
Konseling adalah kegiatan memberikan arahan kepada klien, termasuk membantu klien dalam menyelesaikan permasalahannya. Mortensen dan Schmuller (dalam Tamsuri,2008) merumuskan konseling sebagai proses seseorang membantu
Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi interpersonal/dua arah antara
konselor dan klien untuk membantu klien mengenali, mengatasi dan membuat keputusan yang benar dalam mengatasi masalah gizi yang dihadapi (Dep.kes, 2000).
Mengacu pada beberapa defenisi, dapat disimpulkan konseling merupakan
hubungan antara seorang pemberi konseling (konselor) dan individu yang sedang mengalami masalah atau yang diberi konseling (klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien, dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Hubungan antara konselor dan kondisi adalah hubungan tatap muka (face to face) 2. Konseling diselenggarakan untuk membantu menyelesaikan suatu masalah
3. Tujuan konseling adalah klien mengenali diri sendiri, menerima dan secara realitis dan mengembangkan tujuan.
4. Konseling memberi bantuan kepada individu untuk mengembangkan pengetahuan, kesehatan mental, serta perubahan sikap dan perilaku.
2.3.2 Tujuan Konseling Gizi
Tujuan konseling gizi adalah menyelenggarakan pendidikan gizi melalui pendekatan konseling adalah terjadinya pemecahan masalah yang dihadapi oleh seseorang yang akan diatasi sendiri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya
setelah melalui konseling yang diberikan oleh tenaga gizi.
2.3.3 Tehnik Konseling Gizi
a. Mendengarkan dan belajar dari ibu
1. Ajukan pertanyaan terbuka
2. Dengarkan dan yakinkan bahwa kita memahami apa yang ibu katakana 3. Gunakan bahasa tubuh dan isyaratkan untuk menunjukkan minat
4. Empati, untuk menunjukkan bahwa kita memahami perasaan ibu. b. Bangun kepercayaan dan berikan dukungan
1. Pujilah ibu jika sudah berbuat baik 2. Hindari kata yang menyalahkan ibu
3. Terimalah apa yang ibu pikirkan dan rasakan
4. Berikan informasi dalam bahasa yang sederhana 5. Memberikann saran yang terbatas, bukan perintah
6. Tawarkan bantuan praktis
Menurut Azwar (1995) faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan konseling diantaranya adalah :
1. Sarana konseling
Untuk dapat menjamin keberhasilan pelayanan konseling perlu di dukung dengan sarana yang menunjang. Sarana yang perlu diperhatikan dalam konseling
yaitu ruangan tempat pelaksanaan konseling harus nyaman dan di dukung dengan sarana bahan-bahan penunjang konseling yang sesuai.
Untuk dapat menjamin keberhasilan pelayanan konseling perlu diciptakan
suasana konseling yang baik sehingga dapat membantu munculnya kepercayaan dan saling keterbukaan klien kepada konselor.
3. Pelaksanaan konseling
Untuk menjamin keberhasilan pelayanan konseling perlu dipersiapkan konselor yang baik sehingga disamping dapat menimbulkan kepercayaan dan
keterbukaan klien. Konselor yang baik harus memiliki persyaratan khusus yaitu : a. Mempunyai minat yang besar untuk menolong orang lain.
b. Bersikap terbuka dan bersedia menjadi pendengar yang baik terhadap orang
lain.
c. Mampu menunjukkan empati dan menumbuhkan kepercayaan serta peka
terhadap keadaan dan kebutuhan klien.
d. Mempunyai daya pengamatan yang tajam serta memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Konseling ditinjau dari jumlah klien yang dilayani dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu konseling individual dan konseling kelompok. Konseling individual berarti konseling yang diberikan kepada seorang klien, sedang konseling kelompok
dilakukan terhadap beberapa klien.
Konseling secara individu atau perorangan bukan berarti hanya kepada
maka mereka lebih gembira. Lebih merasa aman lebih mau berbicara dan bila harus
melakukan demonstrasi bias menggunakan alat-alat yang biasa digunakan oleh klien, sehingga lebih realitis dan mudah dipelajari.
Dalam pelaksanaan konseling gizi dilakukan wawancara dengan ibu yang
memiliki anak kurang gizi untuk mengetahui penyebab masalahnya, kemudian memberikan konseling gizi mengenai alternatif pemecahannya. Diskusikan tentang
pemberian makanan sesuai umur seperti yang tercantum dalam catatan pertumbuhan dan mendiskusikan juga tentang makanan dan perawatan kesehatan anaknya.
Adapun langkah-langkah yang diambil dalam memberikan konseling gizi
pada anak balita gizi kurang yaitu ;
1. Langkah Pertama : menentukan apakah anak saat ini sakit atau mempunyai
penyakit kronis yang mungkin menjadi penyebab dari anak kurang gizi.
2. Langkah kedua : memberi penjelasan bahwa ada banyak penyebab kurang gizi, menanyakan kepada ibu beberapa pertanyaan untuk mengetahui kondisi anak
yang sesungguhnya dan dengan bantuan ibu menentukan penyebab masalahnya. 3. Langkah ketiga : menayakan kepada ibu apakah anak menyusu atau makan lebih
sedikit dari biasanya.
4. Langkah keempat : tanyakan kepada ibu tentang cara pemberian makan dan perawatan kesehatan anak
6. Langkah keenam : kajilah faktor penyebab masalah (sosial dan lingkungan) yang
mempunyai pengaruh yang merugikan pada perawatan dan pemberian makanan pada anak.
7. Langkah ketujuh : bersama-sama dengan ibunya, identifikasi penyebab yang
paling utama anak mengalami gizi kurang.
8. Langkah kedelapan : memberikan konseling tentang bagaimana mengatasi
penyebab kurang gizi. 2.3.4 Media Konseling
Media konseling bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat kearah
konsumsi pangan yang sehat dan bergizi. Hal ini dicapai dengan penyusunan model-model penyuluhan yang efektif dan efisiensi melalui berbagai nedia untuk membantu
proses berlangsungnya konseling gizi yang dapat dimengerti dan mudah dipahami antara lain :
1. Poster
Poster adalah media lembaran tercetak/sablon yang memuat dua aspek pokok yaitu verbal (teks/naskah) dan aspek visual (ilustrasi/typografi). Adapun kelebihan dari media ini adalah :
- Bahasa singkat, sederhana, tidak berbelit-belit sehingga mudah di pahami - Menggunakan komposisi huruf yang cukup besar sehingga dapat dilihat dari
jarak yang diperkirakan.
- Pesan sederhana namun sangat kuat menunjukkan produk.
- Meningkatkan pemilihan lokasi pada wilayah yang diinginkan. Kelemahannya :
- Luas jangkauan hanya bersifat lokal
- Tidak dapat memilah-milah khalayak secara rinci - Khalayak hanya melihat sepintas lalu.
2. Leaflet
Leaflet bentuk lembaran, tanpa lipatan, jumlah satu lembar/lebih,
distaples/berdiri sendiri atau dimasukkan dalam map yang di rancang khusus.
2.4.Landasan Teori
Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Penyebab langsung gizi kurang adalah makanan yang
tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. (Sunita, 2004).
Penyebab tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan
pada balita, kurang memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah
pada akhirnya mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan makanan dan
adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.
Dampak
Kurang Gizi
Makanan tidak seimbang Infeksi
Tidak cukup
Persediaan pangan
Sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai Pola asuh
anak tidak
memadai
Kurang pendidikan Pengetahuan dan
ketrampilan
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang
pemanfaatan sumberdaya k t Penyebab langsung Penyebab tidak langsung Pokok
masalah di masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Krisis Ekonomi,
[image:50.612.117.505.174.672.2]Politik, dan Sosial Akar masalah
2.5 Kerangka Konsep
Dari tinjauan pustaka yang telah dijabarkan maka peneliti merumuskan kerangka konsep sebagai berikut :
Pola Asuh
1. Pemberian makan
2. Perawatan kesehatan
Konseling Gizi
1. Tentang Pemberian makan
2. Tentang Perawatan kesehatan
[image:51.612.116.518.205.375.2]Status Gizi balita
Gambar 3 Kerangka konsep penelitian
Dari kerangka konsep diatas diketahui bahwa status gizi balita dapat di
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental atau eksperimen semu dengan rancangan non randomized pre test-post test (Sugiono, 2007). Penelitian ini untuk
mengukur pengaruh sebelum dan sesudah konseling gizi terhadap pola asuh dan status gizi balita.
Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebelum Sesudah
Pola Asuh 1.Pemberian makan 2.Perawatan kesehatan
Status Gizi Balita
Pola Asuh 1.Pemberian makan 2.Perawatan kesehatan
Status Gizi Balita
[image:52.612.120.523.347.665.2]Konseling Gizi 1.Tentang Pemberian makan 2.Tentang Perawatan kesehatan
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan dalam wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas yang meliputi
tujuh (7) kelurahan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan dengan melakukan survei awal terlebih dahulu, kemudian melakukan penelusuran pustaka, konsultasi, penyusunan proposal, kolokium dan dilanjutkan dengan penelitian lapangan pada bulan Mei 2011,
pengumpulan data, analisa data serta penyusunan laporan atau seminar hasil.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi penelitian
Populasi adalah semua ibu balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Amplas yang memiliki balita dengan status gizi kurang sebanyak 106 orang dari hasil surveilans gizi buruk Kota Medan Tahun 2010
3.3.2 Sampel dalam penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu balita yang mempunyai balita dengan
status gizi kurang berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut : Kriteria inklusi :
1. Ibu yang memiliki balita gizi kurang yang berusia 0 – 59 bulan pada saat
2. Ibu yang tingkat pendidikannya SD-SMU
3. Ibu yang terdaftar sebagai keluarga miskin (gakin) 4. Ibu yang bersedia mengikuti konseling.
Besar sampel dalam penelitian dihitung berdasarkan rumus Lemeshow dkk
dalam Bisma Murti (2006). Dengan rumus sebagai berikut :
Z21-/2 2
n = --- d2
di mana n = besar sampel penelitian
Z1-/2 = nilai z pada derajat kemaknaan yang dikehendaki 90% (0,1%)
2 = nilai varians hasil penelitian roselyn,2010 d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
(1,645)2 (0,352)2 n = --- (0,1)2
( 2,7060) (0,1239) n = ---
0,01
0,3352
n = --- 0,01
Maka besar sampel pada ibu yang memiliki balita dengan status gizi kurang sebanyak
36 orang
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner pada ibu
yang mempunyai anak balita gizi kurang yang meliputi :
a. Karakteristik responden (Nama, umur, suku, pendidikan dan pekerjaan)
b. Karakteristik anak balita gizi kurang (Nama, umur, jenis kelamin, data antropometri (berat badan dan tinggi badan)).
c. Data status gizi balita berdasarkan data antropometri yang di lakukan sebelum
dan sesudah konseling gizi kemudian dinilai status gizinya berdasarkan WHO 2005. Alat pengumpulan data ini berupa dacin dan microtoise. Data diambil
langsung dilokasi penelitian, oleh peneliti dan di bantu 4 orang tenaga konselor lulusan D-IV.
d. Data pola asuh diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden
menggunakan kuesioner yang sudah dimodifikasi dari kuesioner yang telah dilakukan oleh Dinkes Sumut dalam mengumpulkan data yang sejenis
(kuesioner terlampir). 3.4.2 Data Sekunder
Gambaran umum wilayah kerja Puskesmas Amplas dan data anak balita gizi
3.4.3 Pengumpulan Data
A. Pengumpulan data di lakukan sebanyak 3 tahap : 1. Tahap Pertama :
A. Pre test tentang Pola asuh dengan cara memberikan kuesioner kepada responden
yang meliputi :
1. Pola asuh tentang pemberian makanan
2. Pola Asuh tentang Perawatan Kesehatan
B. Pengukuran berat badan dan tinggi badan balita gizi kurang yang dinilai berdasarkan WHO 2005.
2. Tahap Kedua :
Diberikan konseling gizi dengan materi tentang Pemberian makanan balita
dan perawatan kesehatan balita oleh konselor. Konseling gizi pada ibu balita gizi kurang dilakukan satu kali seminggu sebanyak 4 kali selama satu bulan dan berlangsung selama kurang lebih satu jam setiap pertemuan. Konseling dilakukan
dengan cara mendatangi rumah tempat tinggal ibu balita (home visite).
Dalam hal ini didukung oleh penelitian yang menurut Korsch & Negrete (1972) yang mengatakan bahwa tidak ada kaitan antara kepuasan ibu dengan
lamanya konsultasi. Dalam hal ini yang paling penting adalah kualitas interaksi antara konselor dan ibu balita (klien).
latipun,2001) durasi konseling terlalu lama yaitu diatas dua jam menjadi tidak
kondusif.
3. Tahap Ketiga :
a. Post test tentang Pola asuh dengan cara memberikan kuesioner kepada responden
yang meliputi :
1. Pola asuh tentang pemberian makanan
2. Pola Asuh tentang Perawatan Kesehatan
b. Pengukuran berat badan dan tinggi badan balita gizi kurang yang dinilai berdasarkan WHO 2005.
3.4.4 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas dilakukan pada ibu balita gizi kurang yang berbeda, yaitu ibu
balita di wilayah kerja Puskesmas Simpang Limun. Ibu yang mengikuti uji instrument ini adalah ibu yang mempunyai balita gizi kurang yang diambil secara acak sebanyak 30 ibu. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu
ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel pada analisis reliability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan
jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.
Setelah semua pernyataan valid berdasarkan uji validitas, analisis dilanjutkan
ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika r Alpha > r tabel, maka
dinyatakan reliabel (Sugiyono,2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of the product moment pada taraf signifikan 95%.
No Corected Item Total Correlation
Critical Value ( r tabel )
Keterangan
1 0,899 0,361 Valid
2 0,899 0,361 Valid
3 0,982 0,361 Valid
4 0,899 0,361 Valid
5 0,982 0,361 Valid
6 0,856 0,361 Valid
7 0,982 0,361 Valid
8 0,982 0,361 Valid
9 0,982 0,361 Valid
10 0,982 0,361 Valid
11 0,899 0,361 Valid
12 0,982 0,361 Valid
13 0,899 0,361 Valid
14 0,982 0,361 Valid
15 0,856 0,361 Valid
16 0,982 0,361 Valid
17 0,982 0,361 Valid
18 0,982 0,361 Valid
19 0,982 0,361 Valid
20 0,982 0,361 Valid
Berdasarkan tabel diatas, nilai corrected item-total correlation dari variabel
pola asuh lebih besar dari nilai r tabel yaitu 0,361.
Dengan melihat tabel diatas dapat diketahui bahwa besarnya koefisien
pertanyaan memiliki r hitung yang lebih besar dari r tabel ( Critical Value ). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh butir pertanyaan diatas memenuhi syarat Uji Validitas dan layak menjadi instrument untuk mengukur data penelitian.
Dari hasil Uji Reliabilitas di peroleh Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
dengan nilai tabel 0,444. Dari data ini dapat dinyatakan bahwa keseluruhan variabel dinyatakan reliabel, karena Alpha Cronbach masing-masing variabel lebih besar dari
r tabel (Critical Value).
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel
Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah konseling gizi.
Variabel dependen (terikat) adalah pola asuh dan status gizi balita. 3.5.1 Definisi Operasional
1. Konseling gizi adalah : suatu proses penyampaian pesan gizi secara dua arah antara konselor dan ibu balita untuk mengetahui, mengenali, dan membantu ibu dalam mengatasi masalah gizi yang dialami anaknya, dengan materi tentang
Makanan sehat untuk balita dan perawatan kesehatan.
2. Pola pengasuhan adalah cara dan kebiasaan orang tua/ keluarga
dalam membimbing anak balita yang meliputi pola asuh p e m b e r i a n m a k a n a n dan pola asuh perawatan kesehatan.
- P e m b e r i a n makanan adalah tindakan ibu dalam hal pemberian makanan
- Perawatan kesehatan adalah apa yang dilakukan oleh ibu untuk menjaga
kesehatan anak, meliputi kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan dan perawatan balita dalam keadaan sakit (membawa anak berobat jika sakit, mendampingi anak selama sakit dan sarana pelayanan kesehatan yang sering di
kunjungi).
3. Status gizi adalah keadaan kesehatan balita (0-59 bulan) yang ditentukan oleh
derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan yang berdampak fisiknya diukur secara antropometri dengan indeks BB/U dinilai berdasarkan WHO 2005.
3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Data Pola asuh meliputi :
1. Pola asuh Tentang Pemberian Makan
Pola asuh tentang pemberian makanan diukur dengan memberikan kuesioner kepada responden sebanyak 10 pertanyaan. Setiap jawaban diberi skor berdasarkan
skala Likert tentang pemberian makanan pada balita.
Skor untuk jawaban a = 3, b = 2, c=1 sehingga skor menjadi 30. Skor tertinggi yang diperoleh dari responden adalah 30 atau (10 x 3) sedangkan skor
H - L i =
K
Dimana : i = Besar kelas interval H = Total nilai dari observasi
L = Nilai observasi yang paling rendah K = Banyaknya kelas
30 - 10 i =
3 20 i =
3
i = 6,6 ~ 6
Dari perhitungan tersebut, pola asuh ibu dalam pemberian makanan dikategorikan sebagai berikut :
a. Baik, skor yang diperoleh 24 - 30 b. Sedang, skor yang diperoleh 17 - 23
c. Kurang, skor yang diperoleh 10 – 16
2. Pola Asuh tentang Perawatan Kesehatan
Pola asuh tentang pemberian kesehatan diukur dengan memberikan kuesioner kepada responden sebanyak 10 pertanyaan. Setiap jawaban diberi skor berdasarkan
skala Likert tentang pemberian makanan pada balita.
terendah adalah 10 atau (10 x 1). Rentang skor pola asuh tentang perawatan
kesehatan dikategorikan sebagai berikut (Notoatmomodjo,2003). Dengan menggunakan rumus mencari interval, yaitu :
H - L i =
K
Dimana : i = Besar kelas interval H = Total nilai dari observasi
L = Nilai observasi yang paling rendah K = Banyaknya kelas
30 - 10 i =
3 20 i =
3
i = 6,6 ~ 6
Dari perhitungan tersebut, pola asuh ibu dalam perawatan kesehatan dikategorikan sebagai berikut :
a. Baik, skor yang diperoleh 24 - 30
b. Sedang, skor yang diperoleh 17 - 23 c. Kurang, skor yang diperoleh 10 - 16
3.6.2 Data status gizi
Status gizi diukur dengan menggunakan indikator BB/U dan BB/TB
Status gizi balita menurut BB/U dikategorikan menjadi No Indeks yang
dipakai
Status Gizi Keterangan
1 BB/U Berat Badan Normal Zscore ≥ -2 sampai 1 Berat Badan Kurang Zscore < -2 sampai -3 Berat Badan Sangat Kurang Zscore < -3
Sumber : Depkes,2008
3.7 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh, diolah secara manual dan dilanjutkan dengan komputer dengan tahapan editing, coding, dan entry data. Analisa data meliputi analisis uji beda
dua mean dengan sampel yang berhubungan (dependen). Analisis uji beda dua mean dengan sampel yang berhubungan (dependen) digunakan untuk melihat perbedaan antara dua rata-rata nilai, dalam penelitian ini yaitu: perbedaan rata-rata nilai pola
asuh dan status gizi balita sebelum mendapat konseling gizi dan setelah mengikuti konseling gizi pada satu kelompok.
Uji yang digunakan untuk membandingkan perbedaan pola asuh dan status gizi antara kelompok balita sebelum mendapat konseling dengan setelah mendapat konseling adalah Uji Paired-Samples T Test, dengan menggunakan derajat
keperca