• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Pembahasan

1. Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Lowry a. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dengan sampel kasein 1 mg/mL dilakukan pada panjang gelombang 650 - 750 nm. Panjang gelombang 720 nm memberikan absorbansi tertinggi dan dapat dilihat dari grafik hubungan panjang gelombang dan absorbansi pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi Kasein

1,060 1,071 1,076 1,078 1,084 1,090 1,095 1,096 1,093 1,087 1,079 1,040 1,050 1,060 1,070 1,080 1,090 1,100 650 660 670 680 690 700 710 720 730 740 750 Abso rb an si Panjang Gelombang (nm)

38

Berdasarkan grafik tersebut panjang gelombang maksimum dicapai pada λ 720 nm dengan absorbansi sebesar 1,096.

b. Penentuan Kurva Standar Protein Kasein

Penentuan kurva standar protein kasein dilakukan dengan pengukuran absorbasnsi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 720 nm. Protein yang digunakan pada penentuan kurva standar protein adalah kasein 0,1; 0,2; 03; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 mg/mL. Variasi konsentrasi substrat kasein diperoleh dengan pengenceran larutan induk kasein 1 mg/mL menggunakan larutan buffer fosfat pH 8. Kurva standar protein yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Kurva Standar Protein Kasein

Pengukuran absorbansi dari variasi konsentrasi substrat kasein mengguna- kan spektrofotometer dimana prinsip penggunaan spektrum fotometer adalah berdasarkan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa konsentrasi larutan standar berbanding langsung dengan nilai serapan cahaya (Bintang, M., 2010: 191 - 192). Hal tersebut sesuai dengan kurva standar protein

0,120 0,221 0,350 0,470 0,554 0,658 0,744 0,929 1,023 1,096 y = 1,1042x + 0,0092 R² = 0,9958 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 Abso rb an si Konsentrasi (mg/mL)

39

yang terbentuk dan diperoleh persamaan regresi linear y = 1,1042x + 0,0092 dengan nilai r sebesar 0, 9979.

2. Penetuan Kadar Protein Tripsin

Enzim merupakan jenis protein yang mempunyai sifat sangat beragam dan spesifik. Karakterisasi terhadap tripsin diperlukan untuk mengetahui jumlah protein enzim yang terkandung di dalam tripsin, sehingga murni atau tidaknya tripsin yang digunakan dapat diketahui. Hasil kadar protein yang ditentukan dapat digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan pembagian antara unit total dan kadar protein. Pada penelitian ini tidak ditentukan aktivitas spesifiknya karena aktivitas yang digunakan sudah dapat digunakan untuk membandingkan aktivitas enzim tripsin dengan dan tanpa penambahan ZnSO4.

Enzim tripsin dibuat dengan cara melarutkan 8 mg padatan tripsin ke dalam 20 mL larutan buffer pH 8. Kemudian dilakukan pengukuran kadar protein menggunakan metode Lowry seperti pada penentuan kurva standar protein, tetapi mengganti sampel kasein dengan tripsin.

Pada penentuan kadar protein tripsin digunakan panjang gelombang 720 nm. Absorbansi yang diperoleh dari pengukuran kadar protein enzim tripsin adalah 0,092; 0,087; dan 0,093 dengan rata-rata absorbansi protein enzim sebesar 0,091. Absorbansi yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan kadar protein dalam tripsin dengan memasukkannya ke dalam persamaan garis linear kurva baku protein y = 1,1042x + 0,0092, sehingga diperoleh kadar protein enzim tripsin sebesar 0,074 mg/mL. Perhitungan kadar protein dalam tripsin bisa dilihat pada Lampiran 7.

40

3. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin dengan Metode Anson a. Penentuan pH Optimum

Enzim tripsin pada pH optimum memLiki kecepatan reaksi paling tinggi dan nilai pH ini stabil selama percobaan berlangsung. Adanya perubahan pada pH optimum menyebabkan penurunan aktivitas protein terionisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan pH optimum dari aktivitas enzim tripsin menggunakan buffer fosfat pada pH yang sesuai.

Enzim tripsin diproduksi oleh pankreas yang memiliki suasana basa. Suasana basa tersebut dijadikan acuan dalam penentuan variasi pH, sehingga pH yang digunakan dalam penentuan pH optimum yaitu pH 7, 8, dan 9. Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan suhu inkubasi 35°C dan waktu inkubasi 20 menit. Hasil penentuan pH optimum ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik Hubungan pH dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan Gambar 15, dapat diketahui bahwa pada pH 8 enzim tripsin memiliki aktivitas paling tinggi sebesar 0,00473 mg/mL per menit pada suhu 35°C. Pada pH 8 tripsin bekerja dengan baik dalam hidrolisis protein dan dihasilkan lebih banyak produk. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa tripsin yang bersumber dari pankreas memiliki pH optimum pada kisaran pH 8 - 11 dengan substrat yang

0,00218 0,00473 0,00325 0,00000 0,00100 0,00200 0,00300 0,00400 0,00500 7 8 9 Aktivi tas e n zim tr ip sin m g/m l p er m en it 35 ° C Variasi pH

41

digunakan adalah kasein (Poedjiadi, A., 2009: 163). Konformasi tripsin paling stabil pada pH 8 sesuai dengan keadaan alamiahnya yang memiliki suasana basa. Pada pH tinggi atau pH rendah dari pH optimum menyebabkan proses denaturasi yang mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim, sehingga pada pH 7 dan pH 9 aktivitas enzim tripsin lebih rendah dibandingkan pada pH 8.

b. Penentuan Suhu Optimum

Reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada setiap kenaikan suhu 10°C kecepatan reaksi hampir semua enzim meningkat dua kali lebih cepat. Protein enzim akan terdenaturasi pada kisaran suhu 40 - 70°C dan menyebabkan hilangnya aktivitas enzim.

Suhu optimum adalah suhu pada saat laju reaksi enzim paling tinggi meng- ubah substrat. Selain itu, suhu optimum merupakan hasil kesetimbangan antara laju kenaikan dan laju perusakan enzim. Suhu optimum diperoleh bila aktivitas enzim diukur dengan menghitung banyaknya substrat yang diubah dalam jangka waktu tertentu pada suhu yang berbeda. Temperatur optimum enzim pada umumnya berada pada kisaran suhu 30 - 40°C. Pada hewan berdarah panas dan manusia enzim bekerja paling efisien pada suhu 37°C. Berdasarkan data tersebut, digunakan variasi suhu enzim tripsin sebesar 31°C, 33°C, 35°C, 37°C, dan 39°C untuk menentukan suhu optimum dari enzim tripsin.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH optimum yang diperoleh dari penentuan pH optimum sebelumnya, yaitu pH 8. Sedangkan waktu inkubasi tabung sampel dilakukan dalam waktu 20 menit. Hasil penentuan suhu optimum ditunjukkan pada Gambar 16.

42

Berdasarkan Gambar 16, dapat diketahui bahwa enzim tripsin memiliki suhu optimum 37°C karena memiliki aktivitas yang paling besar yaitu 0,00478 mg/mL per menit. Aktivitas yang besar menghasilkan lebih banyak produk. Selain itu, konformasi enzim stabil dan reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan paling besar pada suhu optimum.

Gambar 16. Grafik Hubungan Suhu dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Di bawah suhu optimum yaitu 37°C, aktivitas enzim tripsin lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedang- kan pada suhu tinggi berlangsung lebih cepat. Penurunan aktivitas tripsin kembali terjadi pada suhu 39°C yang disebabkan oleh proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun (Poedjiadi, A., 2009: 161).

c. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Waktu inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan enzim tripsin untuk memecah protein kasein menjadi asam amino. Semakin lama waktu inkubasi pada suhu inkubasi yang sesuai, semakin efektif kinerja suatu enzim. Pada waktu

0,00283 0,00433 0,00457 0,00478 0,00337 0,00000 0,00100 0,00200 0,00300 0,00400 0,00500 0,00600 31 33 35 37 39 Aktivi tas e n zim tr ip sin m g/m l p er m en it Suhu (°C)

43

inkubasi optimum, enzim tripsin dapat memecah protein kasein menjadi produk secara maksimal sehingga dihasilkan lebih banyak produk. Oleh karena itu, waktu inkubasi berpengaruh terhadap penentuan aktivitas enzim tripsin.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH dan suhu optimum yang sudah ditentukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi yang digunakan pada penentuan waktu inkubasi optimum adalah pH 8 dan suhu 37°C. Variasi waktu inkubasi yang digunakan adalah 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil penentuan waktu inkubasi optimum ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik Hubungan Waktu Inkubasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berdasarkan Gambar 17, aktivitas enzim tripsin terbesar berada pada waktu inkubasi 20 menit. Dapat disimpulkan waktu inkubasi 20 menit adalah waktu inkubasi optimum dengan aktivitas 0,00477 mg/mL per menit pada suhu 37°C. Aktivitas enzim tripsin meningkat dari waktu inkubasi 10 menit sampai waktu inkubasi optimum 20 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu inkubasi 10 menit dan 15 menit proses hidrolisis protein kasein belum maksimal dan mencapai produk yang maksimal pada waktu inkubasi optimum 20 menit. Apabila waktu inkubasi melampaui waktu inkubasi optimum, aktivitas enzim tripsin mengalami penurunan.

0,00297 0,00469 0,00477 0,00401 0,00232 0,00000 0,00200 0,00400 0,00600 10 15 20 25 30 Aktivi tas e n zim tr ip sin m g/m l p er m en it 37 ° C Waktu (menit)

44

d. Penentuan Konsentrasi Substrat Maksimum

Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi substrat selain dipengaruhi oleh pH, suhu, dan waktu inkubasi. Bila konsentrasi substrat dinaikkan, semakin banyak enzim yang bergabung dengan substrat membentuk kompleks. Semakin banyak kompleks enzim substrat yang terbentuk, maka kecepatan reaksinya akan semakin meningkat. Pada batas konsentrasi tertentu, semua bagian aktif enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga dengan bertambahnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambahnya kompleks enzim substrat.

Dalam penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan pH, suhu, dan waktu inkubasi optimum yang sudah ditentukan pada prosedur sebelumnya. Kondisi yang digunakan pada penentuan konsentrasi substrat maksimum adalah pH 8, suhu 37°C, dan waktu inkubasi 20 menit. Variasi konsentrasi substrat yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/mL. Hasil penentuan konsentrasi substrat maksimum ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik Hubungan Konsentrasi Substrat dengan Aktivitas Enzim Tripsin (konsentrasi enzim tripsin: 0,074 mg/mL)

Berdasarkan Gambar 18, dapat diketahui pada konsentrasi substrat kasein 10 mg/mL merupakan konsentrasi substrat maksimum karena aktivitas enzim

0,00133 0,00192 0,00252 0,00293 0,00295 0,00000 0,00100 0,00200 0,00300 0,00400 2 4 6 8 10 Aktivi tas En zim T rip sin m g/m l p er m en it 37 ° C

45

tripsin konstan. Pada konsentrasi tersebut kecepatan reaksi tidak dipengaruhi lagi oleh pertambahan konsentrasi. Northrop, J. M. (1924) menyatakan bahwa konsen- trasi kasein diatas 10 mg/mL yaitu 13,6 mg/mL dan 17,5 mg/mL memiliki kecepatan hidrolisis kasein yang lebih rendah dibanding konsentrasi kasein 6,8 mg/mL dan 8,7 mg/mL pada eksperimen I dan eksperimen II. Hal tersebut membuktikan bahwa pada konsentrasi substrat 10 mg/mL enzim tripsin telah jenuh dengan substrat.

Konsentrasi substrat 2, 4, 6, dan 8 mg/mL menunjukkan aktivitas enzim tripsin yang meningkat pada konsentrasi enzim 0,074 mg/mL. Pada konsentrasi enzim yang tetap, maka penambahan konsentrasi substrat menaikkan kecepatan reaksi (Poedjiadi, A., 2009: 159). Akan tetapi, peningkatan aktivitas enzim tripsin akan konstan pada batas konsentrasi tertentu yaitu pada konsentrasi 10 mg/mL. Aktivitas enzim tripsin pada konsentrasi 10 mg/mL menunjukkan bahwa semua bagian aktif dari enzim telah dipenuhi oleh substrat, sehingga tidak memungkin- kan untuk mengikat substrat yang berlebih jika konsentrasi substrat diperbesar.

e. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin pada Kondisi Optimum

Penentuan aktivitas enzim dilakukan pada konsdisi optimum. Kondisi optimum yang digunakan adalah pH 8, suhu 37°C, dan konsentrasi substrat maksimum sebesar 10 mg/mL terhadap tabung sampel dan tabung kontrol. Waktu inkubasi yang digunakan untuk tabung sampel adalah 20 menit sesuai waktu inkubasi optimum. Penentuan aktivitas enzim tripsin ditentukan dengan menggu- nakan metode Anson modifikasi.

Pada penentuan aktivitas enzim tripsin dengan metode Anson modifikasi, digunakan tiga tabung yang berbeda. Tiga tabung tersebut terdiri dari tabung

46

sampel, tabung kontrol, dan tabung blanko. Tabung sampel berisi substrat kasein, enzim tripsin, buffer fosfat pH 8, dan reagen-reagen lain yang digunakan untuk penentuan aktivitas enzim tripsin. Tabung kontrol berisi enzim tripsin yang sudah dimatikan, substrat kasein, dan buffer fosfat pH 8 serta reagen lain. Tabung blanko berisi buffer fosfat pH 8 dan reagen lain. Fungsi dari tabung blanko adalah sebagai pengeliminasi antara tabung sampel atau tabung kontrol dengan reagen lain yang ditambahkan. Dengan adanya tabung blanko, pada pengukuran absor- bansi sampel atau kontrol langsung diperoleh nilai absorbansi dari asam amino sebagai produk. Absorbansi dari asam amino tersebut menunjukkan adanya aktivitas dari enzim tripsin.

Pada tabung sampel dimasukkan 5 mL susbstrat kasein 1% pH 8 yang telah diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C. Kasein sebelum digunakan biasa disimpan dalam lemari es pada suhu rendah. Prainkubasi dilakukan untuk menye- suaikan substrat kasein dengan suhu inkubasi dimana pada suhu 37°C enzim dapat bekerja optimum.

Tahapan selanjutnya adalah menambahkan 1 mL buffer fosfat 0,1M pH 8 dan 1 mL enzim tripsin pH 8 serta mengaduknya sampai homogen. Penggunaan buffer fosfat 0,1 M pH 8 sebagai larutan penyangga agar pH larutan yang diuji tetap berada pada pH 8. Campuran enzim tripsin, kasein, dan buffer fosfat pH 8 diinkubasi selama 20 menit pada suhu 37°C. Selama proses inkubasi terjadi reaksi hidrolisis oleh enzim tripsin. Reaksi hirolisis polipeptida oleh enzim tripsin sebagai berikut:

47

Gambar 19. Reaksi Hidrolisis Polipeptida oleh Enzim Tripsin

Setelah waktu inkubasi 20 menit, ditambahkan 3 mL TCA 10% dan diaduk kuat. Larutan TCA berfungsi untuk mematikan enzim tripsin, sehingga rekasi hidrolisis kasein oleh enzim tripsin dapat terhenti. Larutan TCA bersifat sangat asam dan mampu mengendapkan protein termasuk enzim tripsin dan kasein. Endapan yang terbentuk setelah penambahan TCA, kemudian dipisahkan dengan cara disentriuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Larutan filtrat-TCA tersebut diambil sebanyak 2 mL dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi.

Pada tabung kontrol dimasukkan 1 mL enzim tripsin pH 8 dan ditambah- kan 3 mL TCA 10% serta diaduk sampai homogen. Selanjutnya, ditambahkan 5 mL substrat kasein pH 8 dan buffer fosfat 0,1 M pH 8 serta diaduk kuat. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan melakukan sentrifuge pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Larutan filtrat-TCA diambil sebanyak 2 mL dan dipindah- kan ke dalam tabung reaksi.

Tabung sampel dan tabung kontrol yang masing-masing berisi 2 mL filtrat-TCA serta tabung blanko yang berisi 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 8, ditambahkan 4 mL NaOH 0,5 M. Larutan NaOH 0,5 M berfungsi untuk menetralkan suasana asam dari TCA yang telah ditambahkan. Langkah selanjut- nya adalah menambahkan 1 mL reagen warna Folin-Ciocalteau. Larutan ditunggu

48

selama 10 menit untuk diukur absorbansinya menggunakan spektronik-20 pada panjang gelombang 650 nm.

Aktivitas enzim tripsin dapat dilihat banyaknya asam amino yang terben- tuk dari hidrolisis enzim tripsin. Absorbansi yang diperoleh berasal dari hasil hidrolisis protein yaitu asam amino. Tirosin adalah salah satu penyusun dari asam amino. Tirosin bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau sehingga terbentuk komplek warna biru akibat reaksi reduksi fosfotungsten dan fosfomolibdat. Reaksi yang terjadi pada penentuan aktivitas enzim tripsin antara tirosin dengan reagen Folin-Ciocalteau adalah:

Kasein+ Tripsin ⃗⃗⃗ Kompleks Kasein-Tripsin ⃗⃗⃗ asam amino + tripsin

(tirosin) Tirosin + reagen Folin-Ciocalteau komplek warna biru

a. Reaksi oksidasi yang terjadi

b. Reaksi reduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat reagen Folin-Ciocalteau karena adanya asam tirosin

Pada penentuan aktivitas enzim tripsin digunakan satuan mg/mL per menit pada suhu 37°C. Penggunaan satuan berdasarkan rumus penentuan aktivitas enzim tripsin yaitu absorbansi tabung sampel dikurangi absorbansi tabung kontrol dibagi

49

waktu inkubasi (menit) dengan suhu inkubasi 37°C. Absorbansi tersebut diperoleh dengan pengukuran sampel menggunakan spektrofotometer.

Penggunaan spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer. Menurut Susila Kristianingrum, dkk (2009: 21, 35), hukum Lambert-Beer

A= ε bc dimana:

A = Absorbansi (tanpa satuan)

ε = Koefisien ekstingsi molar (molar-1 .cm-1) b = Panjang jalan sinar (1 cm)

c = Konsentrasi (molar)

Berdasarkan hukum tersebut menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi akan mengubah absorbansi pada tiap λ dengan suatu faktor yang konstan. Dari hukum Lambert-Beer dapat diketahui bahwa absorbansi dari tabung sampel dan tabung kontrol sebanding dengan konsentrasi dari asam amino yang telah dihidrolisis oleh enzim tripsin. Semakin besar absorbansi yang diperoleh, maka semakin besar pula konsentrasi asam amino yang telah dihidrolisis.

Dalam penelitian digunakan kasein dengan konsentrasi 10 mg/mL dan enzim tripsin sebanyak 8 mg/20 mL, sehingga konsentrasi asam amino yang dihidrolisis juga menggunakan satuan mg/mL. Konsentrasi dari asam amino yang sebanding dengan absorbansi menunjukkan besarnya aktivitas dari enzim tripsin dalam menghidrolisis kasein membentuk asam amino. Oleh karena itu, satuan mg/mL digunakan dalam satuan penentuan aktivitas enzim tripsin.

Data hasil penentuan aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum dapat dilihat pada Tabel 5. Penentuan aktivitas enzim tripsin dilakukan lima kali

50

pengulangan karena enzim tripsin dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi besarnya aktivitas enzim tripsin, sehingga data aktivitas yang terlihat pada Tabel 5 memiliki nilai absorbansi yang berbeda. Berdasarkan kelima data aktivitas enzim tripsin, dapat diketahui rerata aktivitas enzim tripsin pada kondisi optimum sebesar 0,00153 mg/mL per menit pada 37°C.

f. Penentuan Aktivitas Enzim Tripsin terhadap Penambahan ZnSO4 dengan Metode Anson Termodifikasi

Enzim adalah protein, maka interaksi antara enzim dengan molekul lain ditentukan oleh asam-asam amino di permukaan yang berhubungan dengan medium (active site). Keberadaan molekul lain dapat mempengaruhi kecepatan reaksi suatu enzim. Molekul tersebut ada yang berperan sebagai pemicu (aktivator) dan ada pula yang berperan sebagai penghambat (inhibitor). Baik inhibitor maupun aktivator, keduanya biasa disebut dengan efektor.

Zinc (Zn) merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan bagi setiap sel di dalam tubuh. Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga kesehatan secara optimal. Fungsi Zn sebagai kofaktor berbagai enzim, struktur dan integritas sel, sintesis DNA, penyimpanan dan pengeluaran hormonal, imunotransmisi, dan berperan dalam sistem tanggap kebal (Widhyari, S.D., 2012: 141). Enzim tripsin adalah salah satu enzim yang diproduksi tubuh (pankreas). Adanya penambahan Zn dalam bentuk ZnSO4 akan mempengaruhi aktivitas dari enzim tripsin.

Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 dilakukan dengan

variasi konsentrasi 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M. Pembuatan variasi konsentrasi ZnSO4 dilakukan dengan pengenceran larutan

51

induk ZnSO4 0,01 M. Senyawa ZnSO4 yang digunakan untuk membuat larutan

induk berasal dari kristal ZnSO4 yang dilarutkan dalam akuades.

Penentuan aktivitas enzim tripsin terhadap penambahan ZnSO4 hampir

sama dengan prosedur penentuan kondisi optimum enzim tripsin. Perbedaan dari prosedur tersebut terletak pada larutan ZnSO4 menggantikan larutan buffer fosfat 0,1 M untuk tabung kontrol dan mereaksikannya terlebih dahulu dengan enzim tripsin untuk tabung sampel. Pada tabung sampel, campuran enzim tripsin dan larutan ZnSO4 diaduk sampai homogen sebelum ditambahkan ke dalam substrat

kasein.

Penentuan letak penambahan ZnSO4 dilakukan dengan percobaan tiga

variasi. Tiga variasi letak penambahan ZnSO4 adalah substrat + enzim + logam, substrat + logam + enzim, dan (enzim + logam) + substrat. Percobaan variasi ini dimaksudkan agar diketahui pengaruh penambahan ZnSO4 pada enzim, substrat

kasein, atau keduanya.

Berdasarkan hasil percobaan dipilih variasi letak penambahan yaitu (enzim + logam) + substrat. Pemilihan tersebut didasarkan pada besarnya aktivitas enzim tripsin yang menunjukkan nilai aktivitas enzim tripsin yang cenderung mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak berbeda jauh antar konsentrasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Le Bihan, E., et. al. (2004) dan Zhang, T., et. al. (2014), Zn tidak memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap aktivitas enzim tripsin dan struktur enzim tripsin.

Penambahan ion logam Zn2+ dalam bentuk ZnSO4 pada penentuan

aktivitas enzim tripsin meningkatkan kinerja enzim tripsin atau bertindak sebagai aktivator. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan aktivitas pada saat penambahan

52

variasi konsentrasi ZnSO4, meskipun terjadi penurunan aktivitas pada konsentrasi

0,0025 M. Hubungan aktivitas enzim tripsin dengan penambahan variasi konsentrasi ZnSO4 disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 20.

Berdasarkan Gambar 20, adanya ion logam Zn2+ dapat meningkatkan

kinerja enzim tripsin meskipun tidak terlalu besar. Ion logam Zn2+ berikatan pada

sisi alosterik enzim tripsin dan ikatannya lemah serta bersifat reversibel. Ikatan Zn2+ pada sisi alosterik menyebabkan sedikit perubahan konformasi yang

ditransmisikan melalui protein pada sisi aktif katalitik enzim. Oleh karena itu, sisi aktif dari enzim bertambah dan dihasilkan lebih banyak asam amino.

Gambar 20. Grafik Hubungan Penambahan ZnSO4 Berbagai Konsentrasi dengan Aktivitas Enzim Tripsin

Berikut gambar interaksi ion logam Zn2+ dengan empat asam amino pada

enzim tripsin (Harel, M., et. al., 2016):

0,00153 0,00157 0,00158 0,00165 0,00158 0,00163 0,00000 0,00050 0,00100 0,00150 0,00200 0 0,0005 0,001 0,0015 0,002 0,0025 0,003 0,0035 Aktivi tas En zim T rip sin m g/m l p er m en it 37 ° C Konsentrasi ZnSO4 (M)

53

Gambar 21. Interaksi Ion Logam Zn2+ dengan Empat Asam Amino pada Enzim Tripsin

Peneliti mencoba melakukan penambahan variasi konsentrasi ZnSO4 yang lain, yaitu 0,001 M; 0,003 M; 0,005 M; 0,007 M; dan 0,009 M. Pada penambahan konsentrasi ZnSO4 0,005 M; 0,007 M; dan 0,009 M aktivitas enzim tripsin berada

di bawah aktivitas enzim tripsin tanpa penambahan ZnSO4 (inhibitor). Efek inhibitor disebabkan oleh sisa ion Zn2+ yang tidak terikat pada sisi alosterik enzim

membentuk ikatan dengan substrat, sehingga mengakibatkan penurunan komplek enzim substrat yang terbentuk. Pada penambahan konsentrasi ZnSO4 0,001 M dan 0,003 M aktivitas enzim tripsin berada di atas aktivitas enzim tripsin tanpa penambahan ZnSO4 (aktivator). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada variasi konsentrasi ZnSO4 0,0010 M; 0,0015 M; 0,0020 M; 0,0025 M; dan 0,0030 M

yang bertindak sebagai aktivator.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa adanya cairan pankreas yang berfungsi membentuk enzim protease yaitu tripsin dapat meningkatkan aktivitas katalitik dari tripsin, apabila Zn dikeluarkan oleh pankreas saat mencerna makanan. Kandungan Zn yang ditambahkan pada susu bubuk sekitar 5 mg, sehingga tidak akan mengganggu atau menghambat kinerja dari enzim tripsin. Pada penelitian yang dilakukan, Zn dapat menurunkan aktivitas

54

enzim tripsin pada konsentrasi 0,0025 M dan akan menghambat aktivitas enzim tripsin pada konsentrasi Zn lebih dari 0,0030 M.

Adanya penurunan dan peningkatan aktivitas enzim tripsin yang terjadi tidak besar. Dapat dikatakan bahwa adanya penambahan ion logam Zn2+ tidak

memberikan dampak yang besar terhadap aktivitas enzim tripsin dan struktur enzim tripsin. Oleh karena itu, Zn dapat menguntungkan manusia apabila dikon- sumsi pada takaran yang sesuai.

55

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait