• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Pengetahuan Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

 Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test menunjukkan perbedaan pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kelompok sebaya tentang risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Maka dapat diasumsikan bahwa ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

Penyampaian pendidikan kesehatan membutuhkan suatu proses pembelajaran sehingga tidak dapat secara langsung keseluruhan materi pendidikan kesehatan diterima sepenuhnya oleh orang lain, dalam hal ini kelompok sebaya memberikan pendidikan kepada responden siswa SMA. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, selain guru, orangtua, teman, buku, media massa (WHO 1992). Sejalan hal tersebut dari penelitian Harahap J. dan Lita S.A (2004) bahwa kelompok teman sebaya (peer education) lebih efektif dan dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap remaja.

Penelitian yang berkenaan dengan pengetahuan dan sikap remaja, dari hasil penelitian yang dilakukan Bantarti (2009) tentang pengaruh pendidik kelompok sebaya tehadap pengetahuan tentang HIV/AIDS, menunjukkan hasil yang signifikan p=0,000, dan peningkatan pengetahuan sebelum dengan sesudah diberikan intervensi

antara 4,5% sampai dengan 71,6%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok sebaya mempunyai peran yang besar dalam perubahan perilaku remaja khususnya pengetahuan, dengan demikian dapat diupayakan perubahan perilaku tersebut diarahkan pada masalah kesehatan yang terjadi pada remaja, seperti penyalahgunaan narkoba, sex bebas, HIV/AIDS, dan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh peningkatan pengetahuan remaja setelah dilakukan intervensi pendidikan kelompok sebaya tentang risiko penyalahgunaan narkoba yaitu dalam kategori baik sebesar 149 orang (87,6 %), didukung juga pada penilaian responden terhadap komunikasi, informasi, dan edukasi pendidik kelompok sebaya yang menyatakan penilaian yang baik.

Pengetahuan responden yang baik tentang risiko penyalahgunaan narkoba oleh karena sebagian besar responden telah menerima informasi tentang bahaya narkoba yang mereka peroleh dari GAN yang pernah datang berkunjung kesekolah mereka. Namun hal ini dapat dilakukan dalam upaya penanggulangan narkoba pada remaja melalui pendekatan yang lebih bersifat edukatif, persuasif dan pragmatis dapat didayagunakan sebagai suatu kekuatan dalam mencegah bahaya narkoba pada remaja.

Selain itu penerapan strategi pembelajaran baru yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan dapat mengembangkan atau meningkatkan kreatifitas belajar siswa. Adapun metode yang digunakan sekolah tersebut bernama "Model atau Penerapan Strategi Pembelajaran Edutaiment". Yang mana Edutaiment itu sendiri adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga

muatan pendidikan dan hiburan dapat dikombinasikan secara harmonis menjadikan suasana menjadi menyenangkan (Padmoehoedojo, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2003), kelompok sebaya merupakan salah satu faktor penguat (reinforcing factor) dalam peningkatan perilaku seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh sendiri ataupun pengalaman orang lain, dalam hal ini pengetahuan yang diperoleh melalui kelompok sebaya.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Menurut Beyth-Marom, et al., (1993) dalam Papalia & Old, (2001) bahwa kelompok teman sebaya diakui dapat memengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Berdasarkan penelitian Wijiaty (2000) bahwa umur, pendidikan, fasilitas di rumah, kelompok sebaya, komunikasi anak, orang tua, dan sumber informasi mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengetahuan tentang kesehatan pada remaja.

Papalia dan Old (2001) menyatakan bahwa sumber afeksi, simpati, pengertian, wadah untuk bereksperimen dan mencapai otonomi serta kebebasan adalah kelompok sebaya dan menurut pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan pengetahuan memegang peranan penting dalam memengaruhi seseorang

mengadopsi perilaku maka ia harus tahu terlebih dahulu apa manfaat perilaku tersebut baginya atau orang lain.

Shalih (2000) menjelaskan bahwa seiring dengan meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba, dibutuhkan informasi yang jelas tentang dampak penyalahgunaan narkoba melalui media informasi, yang memainkan peranan dalam menentukan perilaku remaja sehingga tumbuh antipasti terhadap keberadaan narkoba. Selain itu Soekedy (2003) mengemukakan bahwa semakin tahu akibatnya akan semakin siap menolaknya.

Keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah sangat diperlukan. Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi atau upaya pencegahan, yakni suatu upaya untuk melakukan intervensi mendahului kesadaran akan kebutuhan pemberian bantuan. Melalui upaya preventif atau pencegahan, maka intervensi haruslah mendahului munculnya kebutuhan atau masalah, bila tidak demikian maka bukanlah upaya preventif. Upaya preventif meliputi strategi dan program-program yang dapat digunakan untuk mencoba mengantisipasi dan mengelakkan risiko-risiko hidup yang tidak perlu terjadi. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. (Abimayu dan Manrihu, 1984 dalam Fatchurrohman 2006).

Fatchurrohman (2006) mengemukan bahwa peran guru sangat besar pengaruhnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba khususnya

pada remaja SMA, dari hasil penelitiannya dikemukakan bahwa dalam memberikan informasi dalam bentuk visualisasi dan memberikan penyuluhan kepada siswa sangat efektif untuk memberantas penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, dan menganjurkan agar siswa aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah seperti pramuka, olahraga, privat, mengikuti lomba poster/leaflet, lomba pidato dan lain-lain dalam rangka kampanye memerangi penyalahgunaan narkotika.

 

5.2. Pengaruh Pendidikan Kelompok Sebaya terhadap Sikap Remaja tentang Risiko Penyalahgunaan Narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test menunjukkan perbedaan sikap responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kelompok sebaya tentang risiko penyalahgunaan narkoba pada remaja dengan nilai p=0,002 (p<0,05). Maka dapat diasumsikan bahwa ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

Penelitian yang dilakukan oleh Bantarti (2009) tentang pengaruh pendidik kelompok sebaya tehadap sikap tentang HIV/AIDS, menunjukkan hasil yang signifikan terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p = 0,000, Pembentukan sikap remaja sangat dipengaruhi oleh sosialisasi dalam kelompok sebaya, remaja mencapai kematangan dalam hubungan sosial dengan kelompok sebayanya, sehingga apabila dalam hubungan sosial terdapat perilaku negatif, maka remaja akan cepat berbaur dan ikut kedalam perilaku tersebut. Peran kelompok sebaya dalam memberikan pendidikan yang baik maka akan

memberikan peluang terhadap perkembangan remaja dan pembentukan sikan secara positif (Yusuf, 2008).

Conger (1991) dan Papalia & Old (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai musik atau film yang bagus, bahkan dalam negatif seperti penyalahgunaan napza dan sebagainya (Conger, 1991).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sikap remaja dalam kategori menerima setelah diberikan intervensi pendidikan kelompok sebaya yaitu sebesar 160 orang (94,1%), didukung juga dengan penilaian responden terhadap penyampaian komunikasi, informasi, dan edukasi yang dilakukan pendidik kelompok sebaya sebagian besar menyatakan penilaian baik.

Pernyataan Gibson et al., dalam Harahap dan Lita S.A. (2004), sikap merupakan faktor penentu perilaku, berupa kesiapsiagaan mental, yang dipelajari pada satu periode waktu dan diorganisasikan oleh pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, objek, dan situasi yang berhubungan dengannya.

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) dalam penentuan sikap yang utuh terdiri dari kepercayaan (keyakinan), kehidupan emosional, dan kecenderungan untuk bertindak, yang memegang peranan penting adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi dari seseorang. Pendidikan kesehatan

akan mampu memotivasi remaja untuk merubah perilaku kesehatan kearah yang positif, melalui pendidikan kesehatan yang dilakukan kepada individu dapat meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku sehat mereka untuk mencegah timbulnya masalah kesehatan (Tjiitarsa, 1992). Sejalan dengan hal tersebut Effendi (1995) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap sikap seseorang maupun masyarakat dalam hal kesehatan. Sikap negatif akan dapat berubah dikarenakan sikap dapat dipelajari atau dibentuk kearah yang positif dengan kecenderungan bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan (Purwanto, 1999).

Usaha pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, tokoh-tokoh masyarakat diharapkan untuk tampil sebagai aktor utama dalam menggerakkan masyarakat, terutama para orang tua, para remaja, sekolah, kelompok masyarakat, dan oraganisasi-organisasi sosial di sekitar lingkungan untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara terpadu. Padmoehoedojo (2004) menyatakan masalah narkoba adalah masalah masyarakat yang memerlukan kepedulian masyarakat sendiri. Karenanya, wajar bilamana masyarakat berkewajiban dan bertanggung jawab pula untuk menanggulangi masalah tersebut.

Dokumen terkait