• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal

Pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal oleh nelayan Sibolga khususnya melalui operas penangkapan dengan bubu masih memiliki peluang yang cukup besar. Data hasil tangkapan nelayan pada kelompok ikan demersal ekonomis penting masih belum melewati batas pemanfaatan maksimum. Saat ini pengelolaan penangkapan ikan karang di pantai Barat Sumatera masih belum dilakukan oleh pemerintah dan nelayan karena belum adanya aturan yang diberlakukan khususnya pada ukuran hasil tangkapan. Hasil penelitian ini sangat berbeda dengan apa yang telah dikembangkan oleh masyarakat Meksiko dalam pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merah (Joy et al., 2009). Perencanaan pengembangan usaha perikanan karang telah dikembangkan sejak tahun 1984.

Pemanfaatan sumberdaya ikan karang khususnya kakap merah dan kerapu dapat dilakuakan dengan memberikan escaping gap pada alat tangkap bubu yang digunakan nelayan. Tujuan penggunaan escaping gap salah satunya adalah untuk mengurangi hasil tangkapan yang tidak memenuhi permintaan pasar dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan demersal. Penelitian ini menunjukkan ukuran ikan hasil tangkapan bubu rata-rata telah mencapai ukuran dewasa. Ukuran panjang kakap merah yang tertangkap (lengthcatch) pada penelitian ini realatif sama pada setiap spesiesnya. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kakap merah memiliki kebiasaan berenang secara berkelompok pada ukuran dan umur yang hampir sama dalam satu komunitasnya. Hasil penelitian pengoperasian bubu di Raja Empat (Urbinas, 2004) menyatakan bahwa ikan tangkapan bubu memiliki keseragaman ukuran pada setiap spesies.

Pendistribusian ikan hasil tangkapan bubu harus melalui Belawan dan Pekanbaru yang difasilitasi oleh pedagang pengumpul. Dua kota ini menjadi pusat pengumpulan ikan hasil tangkapan nelayan bubu di Sibolga. Ikan hasil tangkapan dengan grade A akan langsung dijual ke luar negeri yaitu negara tujuan Singapura, Hongkong dan Jepang. Ikan dengan grade BS akan dijual ke pasar lokal. Pengelompokan jenis hasil tangkapan menurut grade berdasarkan pada spesies, ukuran (panjang dan bobot) dan kondisi fisik ikan.

dimonopoli oleh para juragan. Belum adanya laboratorium penjamin mutu perikanan di Sibolga menjadi alasan utama sulitnya nelayan menentukan harga dan kualitas hasil tangkapannya. Monintja (2003) menyatakan bahwa strategi pengembangan perikanan tangkap yang masih dimonopoli oleh satu pihak akan menghambat laju pengembangan usaha perikanan itu sendiri. Kegiatan pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga sampai saat ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kegiatan perikanan di tangkahan (pelabuhan perikanan swasta). Peran serta pemerintah dalam mengembangkan perikanan bubu dapat dilakukan dengan peningkatan regulasi dan fasilitas yang mendukung nelayan bubu.

Perhitungan potensi pemanfaatan ikan kakap menunjukkan bahwa ikan kakap di pantai Barat Sumatera telah mencapai tangkapan maksimum lestari. Sesuai dengan pernyataan Monintja (2007) pemanfaatan yang sudah mencapai full exploited akan menyebabkan kepunahan pada spesies kakap di pantai Barat Sumatera. Penyebaran daerah penangkapan ikan kakap sudah dapat menjadi alternatif pengembangan yang dilakukan oleh nelayan Sibolga saat ini. Hasil tangkapan kakap berdasarkan ukuran ikan juga telah mencerminkan mulai sulitnya mendapatkan ikan kakap pada ukuran ekonomis tinggi. Ikan kakap yang didaratkan di tangkahan Sibolga untuk ukuran ekspor memiliki bobot minimal 1 kg/ekor.

Jumlah tangkapan ikan kuwe masih sangat rendah jika dibandingkan dengan pemanfaatan ikan kakap dan kerapu. Kelompok ikan carangoides sp

sebenarnya merupakan jenis ikan komersial utama yang banyak diminati oleh negara Singapura dan Hongkong. Rendahnya konsistensi penangkapan ikan kuwe menyebabkan harga ikan tersebut masih lebih rendah dibandingkan ikan kakap dan kerapu.

Secara umum potensi perikanan karang di pantai Barat Sumatera masih cukup besar. Pemanfaatan ikan demersal dari famili Serranidae dan Lutjanidae sudah mulai termanfaatkan secara baik, namun pemanfaatan ikan kerapu masih memerlukan peningkatan upaya penangkapan. Tingginya potensi pemanfaatan ika larang di pantai Barat Sumatera didukung oleh keberadaan ekosistem terumbu karang. Berdasarkan penyebaran karang seperti yang tertera pada Peta 135

(Lampiran 3), potensi sumberdaya ikan demersal masih menjanjikan di daerah pantai Barat Sumatera.

Pemanfaatan sumberdaya ikan kakap putih secara lestari berada pada nilai 1260,89 ton/tahun, pada tahun 2006 sampai 2010 pemanfaatan masih berada dibawah batas pemanfaatan lestari (Lampiran 2). Data tersebut diperoleh dari hasil tangkapan yang berfluktuasi dari tahun ketahun, hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan terendah berada pada tahun 2008 hal ini terjadi karena pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah effort yang sangat signifikan dari tahun 2006 dan 2007 karena adanya kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak sehingga nelayan banyak tidak melaut. Pada tahun 2009 dan 2010 meskipun effort mengalami penurunan namun memberikan hasil tangkapan yang lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2008.

6.1.1 Ikan kerapu

Penurunan jumlah upaya penangkapan ikan kerapu pada Tahun 2009 telah memberikan pengaruh yang signifikan pada kenaikan jumlah hasil tangkapan. Pada tahun 2010 upaya penangkapan ikan kerapu mulai mengalami penurunan namun hasil tangkapan nelayan terhadap ikan kerapu tidak mengalami peningkatan. Perubahan hasil tangkapan ini menunjukkan bahwa pengoperasian bubu terhadap sumberdaya ikan karang tidak semata-mata dipengaruhi oleh jumlah upaya penangkapan.

Sesuai dengan pernyataan Cann (1990), profitabilitas sebuah alat tangkap sangat dipengaruhi oleh kemampuan alat tangkap dalam menghasilkan ikan target. Kerapu yang tertangkap oleh bubu di pantai Barat Sumatera kemungkinan besar telah berada pada ukuran yang layak tangkap, sehingga penurunan upaya penangkapan kerapu dengan bubu justru memberikan kesempatan kepada ikan berukuran besar untuk masuk ke dalam perangkap. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil pengukuran kerapu yang didominasi pada ukuran melebihi kriteria LM.

Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang banyak ditemukan pada daerah karang di paparan benua tropis (Lounghurst and Pauly, 1987). Sesuai dengan pernyataan ini, pantai Barat Sumatera memrupakan ekosistem yang cukup

yang mampu menangkap ikan kerapu sepanjang tahun tanpa adanya pengaruh musim. Ikan kerapu tergolong pada kelompok ikan demersal yang hidup menetap dan memiliki pola gerak yang cenderung lambat. Ikan demersal dengan pola gerak seperti ini akan memiliki kandungan eritrosit dan haemoglobin yang relatif lebih rendah (Lee dan Kim, 1992). Sifat ikan yang memiliki pola gerak lambat akan mempengaruhi pola migrasinya, sehingga ikan kerapu cenderung tertangkap sepanjang tahun pada bubu yang ditempatkan disekitar karang.

6.1.2 Kakap merah

Ikan kakap putih merupakan target penangkapan dari alat tangkap bubu. Bubu yang dioperasikan nelayan Sibolga diletakkan pada daerah sekitar terumbu karang yang menjadi habitat dari ikan kakap merah dengan perendaman selama 7 sampai 10 hari.

Kakap merah merupakan kelompok ikan karang yang termasuk dalam keluarga Lutjanidae. Sifat ikan ini cenderung mendiami ekosistem yang relatif berpindah saat terjadi perubahan usia (Jeyaseelan, 1998). Ikan ini akan mendiami ekosistem mangrove saat masih berukuran juvenil dan akan memijah, kemudian saat mulai tumbuh dewasa, ikan kakap putih akan mulai memasuki perairan yang lebih dalam dan bergerak ke arah padang lamun. Ikan kakap merah memiliki sifat

sedentarIy yaitu menetap dalam waktu yang cukup lama setelah berumur dewasa. Sesuai dengan hasil tangkapan bubu nelayan Sibolga, ikan kakap putih yang masuk pada bubu rata-rata memiliki ukuran bobot di atas 0,6 kg. Jika nilai bobot ini dikorelasikan dengan nilai LM kakap putih, ukuran panjang 30 cm telah memberikan bobot sebesar 0,4 kg. Perbandingan nilai ini telah menunjukkan bahwa ikan kakap merah yang tertangkap oleh bubu telah memiliki ukuran yang layak tangkap.

6.1.3 Kuwe

Sesuai dengan pernyataan Jeyaseelan (1998) terumbu karang merupakan habitat yang dijadikan ikan kuwe sebagai tempat berasosiasi dengan ikan lain. Ikan ini memiliki bentuk pipih dengan pola gaya renang yang cepat. Ikan kuwe memiliki sifat bermigrasi aktif dan berenang secara scholing serta tidak mendiami daerah ekosistem karang dalam waktu yang cukup lama. Sesuai dengan hasil