• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkebunan kelapa sawit menghasilkan biomassa yang ditumpuk pada gawangan mati. Biomassa tersebut adalah berupa pelepah sawit dan tandan kosong sawit (empty fruit bunches). Pelepah sawit tersebut dibiarkan membusuk secara natural pada gawangan mati hingga massa peremajaan tanaman sawit kembali. Pelepah tersebut dihasilkan oleh proses penunasan setiap tiga bulan dan proses pemanenan setiap minggunya. Pelepah sawit merupakan bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai mulsa dan sebagai pupuk kompos.

Pemanfaatan pelepah sawit sebagai mulsa memerlukan teknologi mekanisasi. Proses pengempaan terhadap pelepah sawit akan menjadikan struktur jaringan pelepah akan rusak sehingga lebih mudah terdekomposisi. Semakin mudah pelepah sawit terdekomposisi maka akan dapat mengurangi tumpukan pelepah di gawangan mati. Hasil pengujian karakteristik pelepah sawit yang diperlakukan dengan penyimpanan menyebabkan kadar air pelepah akan turun dari kondisi segar 63.10% bb menjadi 20.14% bb pada kondisi penyimpanan 9 hari. Karakteristik mekanik (kekuatan tekan) pelepah sawit juga menurun terhadap lama penyimpanan pelepah dari keadaan segar 8,134.62 N menjadi 778.86 N pada kondisi penyimpanan 9 hari. Hal ini menunjukkan jika penangan pelepah sawit untuk dijadikan mulsa tertunda hingga beberapa hari masih memungkinkan untuk dapat dikerjakan menggunakan mesin yang dirancang sebab kekuatan tekannya juga mengalami penurunan.

Daun sawit dimanfaatkan menjadi kompos dengan terlebih dahulu melalui proses pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran daun sawit dengan motode potong memerlukan gaya potong sebesar 67.67 N dan tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan dari daun itu sendiri. Unit pencacah daun sawit telah disiapkan pada mesin untuk mengecilkan ukuran daun sawit. Ukuran cacahan daun sawit ditentukan melalui hasil pengujian pengomposan dengan tiga metode pengomposan dan tiga ukuran cacahan. Hasilnya menunjukkan bahwa pengecilan ukuran daun sawit menjadi 2 cm dan metode pengomposan bokashi memberikan hasil yang paling optimum. Kecepatan putar dari unit pencacah daun juga dilakukan pengujian untuk mendapatkan hasil yang paling baik. Kecepatan putar 1,600 rpm unit pencacah adalah yang paling optimum menghasilkan ukuran cacahan daun sawit dan kapasitas mesin yang terbesar.

Secara keseluruhan mesin penanganan pelepah sawit ini terdiri dari unit penggunting unit pengempa pelepah dan unit pencacah daun sawit. Unit penggunting akan bekerja menggunting daun yang masih menyatu pada limbah pelepah sawit. Pelepah yang sudah tidak memiliki daun lagi akan diteruskan ke unit pengempa pelepah. Unit pengempa pelepah akan mengempa pelapah hingga ketebalan 20 mm. Daun yang tergunting akan menuju unit pencacah untuk dicacah menjadi ukuran cacahan 2 cm. Keseluruhan mesin penanganan pelepah sawit menjadi pelepah yang terkempa dan daun yang tercacah menggunakan sumber tenaga penggerak mesin diesel 10 hp. Sistem transmisi menggunakan rantai dan V-belt serta menggunakan dua buah gearbox untuk mengurangi kecepatan putar dari sumber penggerak yang digunakan. Kecepatan putar yang optimum berdasarkan pendekatan indeks terbobot diperoleh pada unit

penggunting unit pencacah dan unit pengempa adalah masing-masing 640 rpm, 1,600 rpm dan 110 rpm.

Pengoperasian mesin dilakukan dengan cara mengumpankan pelepah sawit ke bagian unit penggunting. Saat pelepah sudah terumpan ke unit penggunting maka pelepah dapat dilepaskan oleh operator karena pelapah akan tertarik oleh unit pengempa pelepah. Pelepah yang tertarik oleh unit pengempa akan dikempa hingga ketebalan 20 mm dan keluar disaluran pengeluaran dari unit pengempa. Daun sawit yang tergunting akan masuk kedalam unit pencacah daun sawit. Daun sawit akan dicacah oleh pisau pencacah hingga panjang rata-rata 2.53 cm dan akan dikeluarkan pada saluran pengeluaran unit pencacah.

Kapasitas mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit yang dirancang adalah 207 pelepah/jam atau 1,966 kg/jam. Unit penggunting dapat menggunting daun sawit dari pelepahnya dengan persentase daun yang tergunting dari setiap pelepah adalah 80.60%. Unit pengempa dapat mengempa pelepah dengan persentase pengurangan tinggi pelepah dan pertambahan lebar pelepah masing-masing adalah 19.03% dan 37.26%. Unit pencacah dapat mencacah daun sawit dengan panjang dan lebar cacahan daun sawit masing-masing adalah 2.53 cm dan 3.30 mm.

Metode pengomposan yang paling baik untuk daun sawit adalah metode bokashi dengan ukuran cacahan daun sawit 2 cm. Hal ini didasarkan pada persentase penyusutan massa yang terkecil dan kandungan N, P, K yang paling besar. Metode pengomposan bokashi memberikan penyusutan massa yang paling kecil dari seluruh perlakuan metode pengomposan. Kandungan rasio C/N dari ketiga metode pengomposan telah sesuai dengan kriteria pupuk kompos. Durasi pengomposan untuk penggunaan metode bokashi adalaah 10 minggu. Teknik pengomposan metode bokashi memberikan kemudahan untuk diterapkan dilapangan. Penggunaan pupuk kompos dengan metode bokashi dari daun sawit berdasarkan kandungannya dapat mensubsitusi 44.9% penggunaan pupuk urea.

Analisis kelayakan finansial dari penggunaan mekanisasi dalam penanganan pelepah sawit menjadi mulsa dan daun sawit menjadi kompos memberikan dampak positif. Biaya pengelolaan pelepah sawit merupakan fungsi dari biaya pengumpulan dan transportasi pelepah sawit, proses pengomposan dan aplikasi kompos ke lapangan. Ada dua skenario yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial penggunaan mekanisasi dalam penanganan pelepah sawit. Skenario pertama dilakukan dengan menempatkan unit pengolahan kompos berada di titik pusat afdeling. Mesin pengempa pelepah dan pencacah daun sawit didesain satu unit dan ditempatkan di tempat pengelolaan pelepah tersebut. Skenario kedua dilakukan dengan membangun dua unit pengolahan kompos dalam satu afdeling. Dua unit pengolahan kompos tersebut masing-masing akan ditempatkan satu unit mesin pengempa pelepah dan pencacah daun sawit.

Analisis kelayakan finansial pada skenario pertama menunjukkan bahwa model pengelolaan pelepah ini layak untuk diusahakan. Nilai NPV dari skenario pertama adalah Rp 766,518,333 dengan lama pengembalian modal 8.09 tahun. Nilai IRR yang mencapai 25% menunjukkan bahwa jika usaha ini menggunakan pinjaman bank 13% layak untuk diusahakan. Nilai IRR dari skenario kedua adalah 15% yang menyebabkan skenario ini layak diusahakan jika menggunakan suku bungan 13%. Durasi waktu pengembalian model 14.23 tahun menjadikan skenario

ini juga layak untuk diusahakan karena waktu pengembalian modal masih dalam masa periode umur ekonomis.

Kelayakan finansial dari parameter yang dianalisis terhadap skenario yang disimulasikan menunjukkan bahwa skenario pertama lebih unggul dari pada skenario kedua. Hal ini ditunjukkan dari waktu pengembalian modal yang lebih singkat dan Net B/C yang lebih besar pada skenario pertama. Namun dari aspek sosial, skenario kedua lebih baik diterapkan pada pengelolaan pelepah karena dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dari pada skenario pertama. Hal ini akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat disekitar perkebunan sawit.

Pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa juga memerlukan dukungan alat dan mesin lainnya. Alat dan mesin tersebut adalah truk sebanyak 1 unit dengan kapasitas 5-10 m3/truk, traktor dan trailer sebanyak 1 unit dengan kapasitas 1,000 kg/trailer, mesin pengaduk sebanyak 1 unit dengan kapasitas 100 m3/jam dan mesin pencampur sebanyak 1 unit dengan kapasitas 120 kg/proses. Keseluruhan jumlah alat dan mesin ini akan mampu menangani perkebunan dengan luas 600 ha.

Pengelolaan pelepah sawit secara mekanis berdasarkan analisis diagram input-output memberikan beberapa input yang terkontrol, input tak terkontrol, output dikehendaki dan output tidak dikehendaki. Sebagai contoh luas panen dan produktivitas dari perkebunan sawit merupakan input yang tidak dapat dikontrol karena tergantung dari pengelolaan perkebunan itu sendiri. Akibat dari input tak terkendali tersebut maka terjadi output antrian disaat pengelolaan pelepah sawit tersebut. Hal-hal seperti ini sudah dapat diidentifikasi sehingga dapat diantisipasi output yang tak dikehendakinya.

Melalui pendekatan sistem dinamik dapat diketahui juga bahwa pengelolaan pelepah sawit menjadi mulsa dan kompos layak untuk diusahakan. Pendekatan sistem dinamik melakukan simulasi berdasarkan data produktivitas dari varietas tanaman kelapa sawit yang digunakan di PT Agro Sinergi Nusantara Kabupaten Aceh Barat Propinsi Aceh. Hasilnya menunjukkan bahwa dari kedua skenario memberikan fluktuasi pendapatan dan pengeluaran yang akan dialami dari pengelolaan pelepah sawit tersebut. Fluktuasi hasil simulasi diduga disebabkan oleh produktivitas dari jenis varietas kelapa sawit yang digunakan di perkebunan tersebut. Penurunan jumlah produksi tandan buah segar (TBS) menyebabkan penurunan jumlah pelepah sawit yang dapat dikelola oleh unit pengelola pelepah sawit.

Pada skenario pertama melalui pendekatan sistem menunjukkan bahwa dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-5, pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa masih belum menguntungkan. Pengelolaan pelepah sawit akan menguntungkan mulai dari tahun ke-6 hingga akhir waktu pengelolaan pelepah sawit. Pendapatan dari pengelolaan pelepah sawit akan terus meningkat dari tahun ke-6 hingga tahun ke-17. Tahun ke-18 hingga akhir pengelolaan, pendapatan dari pengelolaan pelepah sawit akan terus mengalami penurunan.

Pada skenario kedua melalui pendekatan sistem menunjukkan bahwa dari tahun ke-0 sampai dengan tahun ke-9, pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa masih belum menguntungkan. Pengelolaan pelepah sawit akan menguntungkan pada tahun ke-10 hingga tahun ke-17. Pendapatan dari pengelolaan pelepah diperoleh akan sama hingga tahun ke-17, tetapi pada tahun

ke-18 hingga tahun ke-20 pendapatan akan terus menurun dan selisih antara pendapatan dan pengeluaran tidak menguntungkan. Keseluruhan skenario memberikan gambaran bahwa pada akhir tahun ke-20 sebaiknya unit pengelolaan pelepah sudah diberhentikan karena perkebunan juga akan mulai masuk dalam fase replanting.

Simpulan

1. Sifat fisik, mekanik dari pelepah sawit dan metode pengomposan cacahan daun sawit telah berhasil diperoleh dan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam merancang mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit. Karakteristik fisik pelepah sawit meliputi panjang pelepah (675.89 cm) berat pelepah (9.5 kg) dimensi lebar maksimum (180 mm) dan minimum pelepah (11 mm) tinggi maksimum (64.5 mm) dan minimum pelepah (23.5 mm) panjang daun di pangkal pelepah (103.89 cm) dan ujung pelepah (23.83 cm) berat daun per pelepah (3 kg) diameter lidi (2.2 mm) tebal daun (0.2 mm) dan lebar daun (27.22 mm).

2. Karakteristik mekanik (kekuatan tekan) pelepah sawit yang diperlakukan dengan penyimpanan hingga beberapa hari mengalami penurunan dari 8,134.62 N menjadi 778.86 N. Hal ini menunjukkan jika penanganan pelepah sawit untuk dijadikan mulsa tertunda hingga beberapa hari masih memungkinkan untuk dapat dikerjakan.

3. Mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit dirancangan dengan tiga unit utama yaitu unit penggunting daun sawit pengempa pelepah sawit dan pencacah daun sawit dengan kapasitas mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit adalah 207 pelepah/jam.

4. Kecepatan putar optimum untuk mesin adalah 640 rpm untuk unit penggunting 1600 rpm untuk unit pencacah dan 110 rpm untuk unit pengempa.

5. Mekanisasi penanganan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa layak diusahakan dengan model skenario pertama. Jumlah biaya yang diinvestasikan adalah sebesar Rp 3,842,031,932 dengan nilai NPV,Net B/C, IRR, PBP, BEP masing-masing adalah Rp 766,518,333, 1.25, 25%, 8.09 tahun, 23,290.72 ton.

6. Pendekatan sistem dinamik terhadap usaha pengelolaan pelepah sawit secara mekanis dapat dimodelkan dan disimulasikan. Skenario pertama layak diterapkan pada PT Agro Sinergi Nusantara Kabupaten Aceh Barat Propinsi Aceh karena dari waktu pengembalian modal yang lebih singkat dan total biaya investasi yang lebih rendah sedangkan skenario kedua tidak layak diterapkan diterapkan pada PT Agro Sinergi Nusantara Kabupaten Aceh Barat Propinsi Aceh oleh karena dari segi pendapatan tidak menguntungkan. 7. Pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa yang dibangun dapat dipersiapkan dari periode tanaman perkebunan mulai berproduksi tandan buah segar dan akan berakhir lima tahun sebelum periode replanting.

Dokumen terkait