• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan ekonomi yang semakin kompleks dan kompetitif dalam era globalisasi ini mendorong perubahan orientasi pembangunan sektor pertanian dari orientasi produksi ke arah pendapatan. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan pertanian Indonesia telah berubah dari pendekatan usahatani ke agribisnis. Sistem agribisnis tidak sama dengan sektor pertanian, dimana sistem agribisnis jauh lebih luas daripada sektor pertanian yang dikenal selama ini (Saragih 2000). Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis secara makro adalah suatu sistem yang terdiri atas beberapa sub-sistem, dimana antara satu sub-sistem dengan sub-sistem lainnya saling terkait dan terpadu untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal bagi para pelakunya. Kegiatan agribisnis yang dipandang sebagai suatu konsep sistem dapat dibagi menjadi lima sub-sistem, yaitu (1) sub-sistem pengolahan hulu (up-stream agribusiness), (2) sub-sistem produksi (on-farm agribusiness), (3) sub- sistem pengolahan hilir (down-stream agribusiness), (4) sub-sistem pemasaran, dan (5) sub-sistem lembaga penunjang. Semua sub-sistem ini saling mempunyai keterkaitan satu sama lain sehingga gangguan pada salah satu sub-sistem akan berpengaruh terhadap sub- sistem yang lainnya.

Pembangunan suatu negara yang berbasis agribisnis dalam menghadapi era persaingan bebas harus menekankan pada kemampuan untuk menghasilkan komoditas unggulan yang baik dan khas. Kondisi ini harus didukung dengan pemanfaatan faktor sumberdaya domestik serta sistem agribisnis yang produktif dan efisien. Melalui hal tersebut diharapkan daya saing produk dapat ditingkatkan yang sekaligus mampu meminimalisasi ancaman dari negara-negara pesaing penghasil komoditas sejenis. Salah satu komoditas peternakan yang memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah susu, khususnya untuk wilayah Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat menyumbang 32 persen produksi susu nasional, terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur (53%). Konsumsi susu segar tahun 2014 sebesar 0.156 liter kapita-1 minggu- 1, atau mengalami peningkatan sekitar 50 persen dari konsumsi tahun 2013 sebesar 0.104 liter kapita-1 minggu-1. Konsumsi kalori dari telur dan susu pada tahun 2014 sebesar 54.94 kkal kapita-1 hari-1, meningkat sebesar 2.69 persen dibandingkan konsumsi tahun 2013 (53.50 kkal kapita-1 hari-1). Konsumsi protein dari telur dan susu pada tahun 2014 sebesar 3.17 gram kapita-1 hari-1, atau meningkat sebesar 2.92 persen dibandingkan konsumsi tahun 2013 sebesar 3.08 gram kapita-1 hari-1 (DPKH 2015).

Susu segar menurut SNI 3141.1:2011 (BSN 2011) adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu umumnya bersumber dari sapi dan kambing, selain itu kerbau, domba dan onta juga menghasilkan susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Kambing perah menjadi pilihan alternatif usahaternak penghasil susu dengan mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki ternak tersebut.

Susu kambing memiliki keunggulan spesifik yang tidak dimiliki produk susu dari ternak lain misalnya sapi perah, karena susu kambing selain dikonsumsi untuk menjaga kesehatan juga diyakini berkhasiat untuk pengobatan dan kecantikan. Keunikan susu kambing dibandingkan susu sapi juga mempunyai nilai tersendiri. Permintaan pasar akan susu kambing mulai meningkat beberapa tahun terakhir ini, tetapi belum dapat terpenuhi akibat produksi yang masih terbatas. Hal ini selain disebabkan masih rendahnya

produktivitas kambing perah yang ada, juga disebabkan populasi kambing perah yang belum banyak. Saat ini belum tersedia dokumentasi yang lengkap tentang total produksi dan pangsa pasar susu kambing di Indonesia. Informasi dari beberapa peternak kambing perah menunjukkan bahwa permintaan akan susu kambing cukup tinggi khususnya di perkotaan, namun di sisi lain masih ada peternak yang masih kesulitan untuk memasarkan produknya. Persepsi positif konsumen terhadap susu kambing diharapkan memberi andil besar dalam perkembangan usaha kambing perah di Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa secara umum aplikasi praktek peternakan yang baik atau Good Dairy Farming Practice (GDFP) yang meliputi aspek bibit dan reproduksi, manajemen pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, dan kesejahteraan hewan di peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor tergolong baik. Namun masih ada peternakan yang belum menerapkan praktek peternakan kambing perah yang baik (Good Dairy Farming Practice/GDFP) sepenuhnya, terutama dalam hal konstruksi kandang yang baik, pemberian air minum dan kesempatan bagi ternak untuk mengekspresikan tingkah laku alamiahnya.

Susu kambing yang dihasilkan dari peternakan yang diteliti semuanya sudah memenuhi standar mutu berdasarkan Thai Agricultural Standard of Raw Goat Milk khususnya dilihat dari beberapa komponen utama dalam kualitas susu, yaitu berat jenis, kadar lemak, bahan kering, protein dan bahan kering tanpa lemak. Kualitas susu kambing dari seluruh peternakan yang diteliti ternasuk dalam kategori premium. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas susu kambing adalah : 1) Manusia (peternak, pemerah dan karyawan); 2) Ternak (kualitas bibit, jumlah anak, status kebuntingan, bentuk dan ukuran ambing, lama laktasi, status kesehatan ternak); 3) Pakan dan Air Minum (jenis, kualitas dan kuantitas); 4) Peralatan dan Fasilitas (kelengkapan, kebersihan, keakuratan); 5) Kandang dan Lingkungannya (kebersihan, suhu, kelembaban).

Faktor internal utama yang berperan penting dalam pengembangan peternakan kambing perah adalah kualitas susu kambing, faktor sifat peternak yang sangat kreatif, inovatif dan memiliki jiwa wirausaha dan faktor harga susu kambing yang relatif tinggi. Faktor kepuasan pelanggan yang tinggi merupakan faktor eksternal utama yang merupakan peluang bagi peternakan kambing perah, namun terdapat ancaman utama berupa kontinyuitas ketersediaan bibit dari pemasok yang masih belum terjamin. Peternak belum tentu bisa mendapatkan bibit dengan kualitas yang sama dari pemasok yang selama ini telah menjalin kerjasama.

Posisi strategis peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor dalam SPACE Matrix berada pada strategi agresif. Kondisi ini berarti peternakan kambing perah berada dalam posisi yang sangat bagus untuk memanfaatkan berbagai kekuatan internalnya untuk menarik keuntungan dari peluang-peluang eksternal, mengatasi kelemahan internal, dan menghindari beragam ancaman eksternal.

Analisis Grand Strategy Matrix menunjukkan bahwa peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor mempunyai kekuatan lebih besar daripada kelemahan dan mempunyai ancaman lebih besar daripada peluang. Meskipun menghadapi berbagai ancaman, peternakan kambing perah memiliki keunggulan sumberdaya. Strategi yang berpeluang besar untuk dipilih dalam rangka pengembangan peternakan kambing perah di wilayah Kabupaten Bogor adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), arah kebijakan umum pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tahun 2010 – 2014

adalah untuk: 1) menjamin ketersediaan dan mutu benih dan bibit ternak; 2) meningkatkan populasi dan produktifitas ternak; 3) meningkatkan produksi pakan ternak; 4) meningkatkan status kesehatan hewan; 5) menjamin produk hewan yang Aman Sehat Utuh dan Halal (ASUH) dan berdaya saing; dan 6) meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat. Sementara itu strategi yang ditempuh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2010 – 2014 adalah: 1) Memperlancar arus produk peternakan melalui peningkatan efisiensi distribusi; 2) Meningkatkan daya saing produk peternakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal; 3) Memperkuat regulasi untuk mendorong peran peternak dalam negeri sehingga menjadi mandiri; 4) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar sektor terkait serta networking antar daerah; 5) Meningkatkan promosi produk peternakan untuk ekspor; dan 6) Memperkuat kelembagaan peternakan di semua lapisan dan otoritas veteriner. Sementara itu mengacu pada Nawa Cita (Sembilan program) Jokowidodo-Jusuf Kalla (www.kpu.go.id:) maka pengembangan peternakan kambing perah sejalan dengan

program meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya (Nawa Cita nomor 6), serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik (Nawa Cita nomor 7).

Berdasarkan hal tersebut pengembangan agribinis peternakan kambing perah memerlukan dukungan kebijakan investasi dengan menyertakan peternak sebagai end

user. Langkah tersebut diharapkan mampu memberikan titik terang dalam

pemberdayaan peternak dan peningkatan kesejahteraan, disamping penambahan devisa dari ekspor bila pasar ekspor ke negara-negara tetangga dapat dimanfaatkan. Berbagai kebijakan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan dan revitalisasi pertanian serta menciptakan iklim investasi guna pengembangan dan peningkatan mutu ternak kambing perah, antara lain: 1) penyederhanaan prosedur dan persyaratan untuk investasi usaha pengembangan peternakan kambing perah; 2) penyediaan bibit ternak kambing perah yang terjamin kualitasnya; 3) penyediaan kredit bagi hasil, 4) penyediaan informasi terutama mengenai harga dan teknologi, dan 5) diterbitkannya standar nasional (SNI) khusus untuk susu kambing.

Pemerintah harus menyediakan informasi yang cepat dan akurat akan berbagai hal yang berkaitan dengan industri pertanian sehingga calon pengusaha atau perusahaan yang sudah ada dapat mempelajari dan memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka memproduksi suatu produk yang tidak hanya untuk kepentingan domestik tetapi juga digunakan untuk ekspor. Informasi yang disediakan harus akurat dan sesuai dengan kepentingan perusahaan bukan hanya informasi statistik baku, tetapi harus lebih terinci. Pemerintah bisa membentuk kemitraan dengan organisasi non-pemerintah untuk memasok sumber daya terbatas peternak untuk meningkatkan produksi susu kambing dan memanfaatkan peluang-peluang pasar yang ada. Program penguatan pada atribut penting dari susu kambing harus secara teratur ditayangkan melalui media massa untuk meningkatkan kesadaran masyakarat, dan memberikan informasi yang benar kepada konsumen potensial sehingga mereka dapat membuat keputusan.

Dokumen terkait