• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Peternakan Kambing Perah Untuk Mendukung Agribisnis Susu Kambing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Peternakan Kambing Perah Untuk Mendukung Agribisnis Susu Kambing"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN KAMBING

PERAH UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS

SUSU KAMBING

LUCIA CYRILLA E.N.S DEKRITYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Strategi Pengembangan Peternakan Kambing Perah untuk Mendukung Agribisnis Susu Kambing adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Lucia Cyrilla E.N.S Dekrityana

(4)

RINGKASAN

LUCIA CYRILLA E.N.S DEKRITYANA. Strategi Pengembangan Peternakan Kambing Perah untuk Mendukung Agribisnis Susu Kambing. Dibimbing oleh BAGUS PRIYO PURWANTO, DEWI APRI ASTUTI, AFTON ATABANY dan ANGGRAINI SUKMAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi manajemen usaha yang dilakukan peternak kambing perah dengan cara mengidentifikasi permasalahan yang ada, serta potensi yang dimiliki peternakan kambing perah, (2) mengevaluasi kualitas susu kambing yang diproduksi oleh peternak, dan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kualitas susu kambing, (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan pengembangan peternakan kambing perah untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis susu kambing khususnya untuk Kota dan Kabupaten Bogor.Penelitian dilaksanakan di 3 (tiga) peternakan kambing perah yang ada di Kota dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan sampel peternak dilakukan secara purposive yaitu peternakan yang memiliki populasi kambing perah lebih dari 100 ekor. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari-Mei 2014. Evaluasi terhadap manajemen usaha dilakukan dengan mengevaluasi penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP). Evaluasi kualitas susu kambing dilakukan menggunakan Fishbone Diagram dan House of Quality. Perumusan strategi pengembangan peternakan kambing perah dianalisis menggunakan Matriks Internal-Eksternal, Competitive Profile Matrix, SPACE Matrix dan Grand Strategy Matrix.

Secara umum aplikasi praktek peternakan yang baik atau Good Dairy Farming Practice (GDFP) yang meliputi aspek bibit dan reproduksi, manajemen pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, dan kesejahteraan hewan di peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor tergolong baik. Namun masih ada peternakan yang belum menerapkan praktek peternakan kambing perah yang baik (Good Dairy Farming Practice/GDFP) sepenuhnya, terutama dalam hal konstruksi kandang yang baik, pemberian air minum dan kesempatan bagi ternak untuk mengekspresikan tingkah laku alamiahnya.

(5)

serta kebersihan dan higiene kandang dan lingkungannya. Berdasarkan Rumah Mutu Susu Kambing dapat disimpulkan bahwa baru atribut kandungan gizi, ukuran kemasan dan warna susu kambing yang sudah mampu mencapai target kepuasan konsumen. Respons teknis keterampilan dan performa peternak dan pekerja merupakan prioritas pertama yang memerlukan perbaikan.

Faktor internal utama yang berperan penting dalam pengembangan peternakan kambing perah adalah kualitas susu kambing, serta faktor sifat peternak yang sangat kreatif, inovatif dan memiliki jiwa wirausaha. Faktor kepuasan pelanggan yang tinggi adalah faktor eksternal utama yang merupakan peluang bagi peternakan kambing perah, namun terdapat ancaman utama berupa kontinyuitas ketersediaan bibit dari pemasok yang masih belum terjamin.

Posisi strategis peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor berada pada kuadran I yaitu pada strategi agresif dalam SPACE matrix. Berdasarkan matriks Grand strategy peternakan kambing perah berada dalam posisi yang sangat bagus untuk memanfaatkan berbagai kekuatan internalnya untuk menarik keuntungan dari peluang-peluang eksternal, mengatasi kelemahan internal, dan menghindari beragam ancaman eksternal. Peternakan kambing perah mempunyai kekuatan lebih besar daripada kelemahan dan mempunyai ancaman lebih besar daripada peluang. Meskipun menghadapi berbagai ancaman, peternakan kambing perah memiliki keunggulan sumberdaya. Strategi terbaik yang berpeluang besar untuk diterapkan di peternakan kambing perah adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

(6)

SUMMARY

LUCIA CYRILLA E.N.S DEKRITYANA. Development Strategy of Dairy Goat Farms in Supporting Goat Milk Agribusiness. Supervised by BAGUS PRIYO PURWANTO, DEWI APRI ASTUTI, AFTON ATABANY and ANGGRAINI SUKMAWATI.

The present study was done for 4 months since February to May 2014. The aims of the study were: (1) to evaluate the implementation of dairy goat management practices by the farmers through identifying the existing problems, as well as the potential of the farms, (2) to evaluate its milk quality, and (3) to identify the factors/attributes those affected the quality of the milk, and to identify the factors which associated with the development of dairy goat farms in order to formulate strategies of goat milk agribusiness development for Bogor region. The study was conducted in 3 (three) dairy goat farms in Bogor, West Java. The data were collected base on purposive sampling from the dairy goats’ farms which kept the goats more than 100 heads. The evaluation of the farm management practices was done according to Good Dairy Farming Practice (GDFP). Evaluation of the factors associate with the milk quality was analyzed using Fishbone Diagram and House of Quality. Formulation of strategies for goat milk agribusiness development was done using the Internal-External Matrix, Competitive Profile Matrix, SPACE Matrix, and Grand Strategy Matrix.

Generally the application of GDFP in the studied farms was applied well. Evaluation of GDFP in the farms was important to ensure that produced milk was milked from healthy animals with regard to animal welfare, sustainability, social, economic and environmental perspectives. Therefore a good implementing of GDFP will reduces management risk in the future for short and long terms development of the dairy farming

(7)

Main internal factors those play role in the development of dairy goat farms was milk quality as well as the characteristics of farmers such as creativity, innovation and entrepreneurial spirit. Areas of high customers satisfaction was the main external factors which represents opportunities for dairy goat farms, but there was major threat in the form of continuity of young stocks availability from a supplier which still not guaranteed.

The strategic position of dairy goat farms in Bogor Regency was located in an aggressive strategy in the SPACE matrix. Based on Grand strategy matrix, it was revealed that dairy goat farms were in an excellent position to take advantage of the opportunities, overcome internal weaknesses and avoiding multiple external threats. Dairy goat farms have many resource advantages, despite facing various threats. The best strategies to be selected for dairy goat farms were market penetration and product development.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN KAMBING

PERAH UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS

SUSU KAMBING

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi 2. Dr Ir Burhanuddin, MM

(11)

Judul Disertasi : Strategi Pengembangan Peternakan Kambing Perah untuk Mendukung Agribinis Susu Kambing

Nama : Lucia Cyrilla E.N.S. Dekrityana

NIM : D161110061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Bagus Priyo, MAgr Ketua

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Anggota

Dr Ir Afton Atabany, MSi Anggota

Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga atas segala rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan Februari sampai dengan Mei 2014 ini ialah pengembangan kambing perah, dengan judul Strategi Pengembangan Peternakan Kambing Perah untuk Mendukung Agribinis Susu Kambing.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr; Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS; Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi; dan Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran dan masukan untuk penyempurnaan penelitian ini. Terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Rarah Ratih Ajie Maheswari (almh) dan Prof Dr Ir Toto Toharmat yang telah membimbing dan mengarahkan penulis pada tahap-tahap awal penelitian. Saran dan masukan dari beliau berdua sangat membantu penulis dalam menyusun penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Epi Taufik SPt MVSc dan Dr Ir Burhanuddin MM sebagai penguji pada ujian tertutup, serta Prof (Riset) Dr Ir I Ketut Sutama dan Dr Ir Burhanuddin MM sebagai penguji pada promosi doktor. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Bangun Dioro dari Bangun Karso Farm, mas Ary Wahyurahman SPt dari Caprito Agrindo Farm, Bapak Syauqi Masyhal dan mas Eko Yulianto AMd dari Cordero Farm, serta Bapak Agus Susanto dari Ciangsana Farm yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Penulis menyampaikan terimakasih kepada pimpinan Institut Pertanian Bogor yang telah mengijinkan penulis melanjutkan studi dengan dukungan BPPDN. Terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan angkatan 2011 yaitu Dr Ir Komariah, MSi., Ir Sri Rahayu, MSi., Dr Zuraida Hanum, SPt. MSi., Dr Heni Rizqiati, SPt. MSi., mbak Nandari Dyah Suretno, SPt. MSi. dan mbak Hartati SPt. MSi. untuk persahabatan dan kerjasama yang baik selama menempuh pendidikan di program doktor ini. Akhirnya ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada suami tercinta Kolonel Cpl. Ir. Stepanus Usmarwanto, MM., kedua buah hati tercinta Yohanes Andika Ruswan Putranto ST. dan Valentina Andini Putri Utami, kedua orangtua bapak Petrus Soeparjiyono dan ibu Maria Sabora Yaman, kedua mertua bapak Usmarus Mujimin dan ibu Maria Muginah (almh) serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN iv

SUMMARY vi

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Kebaharuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

Kerangka Pemikiran Penelitian 4

2 KEADAAN UMUM PETERNAKAN 6

Peternakan A 6

Peternakan B 7

Peternakan C 8

3 EVALUASI PENERAPAN GOOD DAIRY FARMING PRACTICE DI

PETERNAKAN KAMBING PERAH 10

Pendahuluan 10

Metode Penelitian 10

Hasil dan Pembahasan 11

Aspek Bibit dan Reproduksi 11

Aspek Manajemen Pakan dan Air Minum 14

Aspek Pengelolaan 16

Aspek Kandang dan Peralatan Peternakan 17

Aspek Kesehatan Hewan 18

Aspek Kesejahteraan Hewan 20

Simpulan 20

4 EVALUASI KUALITAS SUSU KAMBING DAN KAITANNYA

DENGAN KEPUASAN KONSUMEN 21

Pendahuluan 21

Metode Penelitian 21

Instrumen Pengumpulan Data 21

Metode Analisis Data 22

Hasil dan Pembahasan 23

Kualitas Susu Kambing 23

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas

Susu Kambing 25

(14)

Respons Teknis Peternakan Kambing Perah 30

Rumah Kualitas Susu Kambing 31

Simpulan 34

5 STRATEGI PENGEMBANGAN PETERNAKAN KAMBING

PERAH 35

Pendahuluan 35

Metode Penelitian 36

Desain Penelitian 36

Metode Analisis Data 37

Hasil dan Pembahasan 40

Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Peternakan Kambing

Perah 40

Analisis Competitive Profile Matrix (CPM) 44 Analisis Strategic Position and Action Evaluation (SPACE)

Matrix 45

Analisis Grand Strategy Matrix 47

Simpulan 50

6 PEMBAHASAN UMUM 51

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 60

(15)

DAFTAR TABEL

3.1 Hasil evaluasi aspek Good Dairy Farming Practices peternakan yang diteliti

12 3.2 Komposisi kambing perah di peternakan yang diteliti 13 3.3 Karakteristik produksi dan reproduksi kambing Peranakan Etawah

(PE)

13 3.4 Kandungan nutrisi bahan pakan kambing perah yang diteliti 15

4.1 Standar mutu susu 23

4.2 Populasi, produksi susu dan kualitas susu kambing peternakan yang diteliti

24 4.4 Perbandingan komposisi susu kambing, susu sapi dan ASI 24 4.5 Kualitas susu kambing dari penelitian terdahulu 25

4.6 Uji validitas atribut kepuasan konsumen 28

4.7 Tingkat kepentingan atribut susu kambing1 30

4.8 Tingkat kepuasan konsumen susu kambing 30

4.9 Hubungan antar respons teknis 33

5.1 Evaluasi faktor internal 37

5.2 Evaluasi faktor eksternal 37

5.3 Penentuan bobot variabel-variabel strategis 38

5.4 Fomat Competitive Profile Matrix (CPM) 38

5.5 Matriks evaluasi faktor internal peternakan kambing perah 41 5.6 Matriks evaluasi faktor eksternal peternakan kambing perah 42 5.7 Competitive Profile Matrix (CPM) peternakan kambing perah 44 5.8 Rekapitulasi alternatif strategi pengembangan peternakan kambing

perah

(16)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 5

2.1 (a) Kandang kambing A; (b) Kambing Saanen Pet. A 7

2.2 (a) Rumput Gajah; (b) Ampas tahu 7

2.3 (a) Kandang kambing B; (b) Kambing Saanen 8

2.4 Kandang kambing peternakan C 9

2.5 (a) Kaliandra; (b) Indigofera 9

3.1 Kambing Peranakan Etawah di peternakan yang diteliti 13 3.2 Pelet indigofera yang diberikan di peternakan yang diteliti 15 3.3 Ruangan penanganan susu di peternakan yang diteliti 17 3.4 Kandang kambing di peternakan yang diteliti 18 3.5 Obat-obatan dan peralatan kesehatan di peternakan yang diteliti 19

4.1 Diagram Sebab-Akibat 22

4.2 Struktur matriks rumah mutu 23

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas susu kambing 29

4.4 Rumah mutu susu kambing 33

5.1 Format matriks Internal-Eksternal (IE) 38

5.2 Struktur SPACE matrix 39

5.3 Struktur Grand Strategymatrix 39

5.4 Matriks Internal-Eksternal (IE) peternakan kambing perah di Wilayah Kabupaten Bogor

43 5.5 Posisi strategis peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor

berdasarkan SPACE Matrix

45 5.6 Posisi strategis peternakan kambing perah A dan B berdasarkan

SPACE Matrix

46 5.7 Posisi strategis peternakan kambing perah C berdasarkan SPACE

Matrix

47 5.8 Posisi strategis peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor

berdasarkan Grand Strategy Matrix

48

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Karakteristik Produsen Susu Kambing 61 Lampiran 2 Kuesioner Evaluasi Good Dairy Farming Practice

Kambing Perah

65 Lampiran 3 Kuesioner Kepuasan Konsumen Susu Kambing 71

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan suatu negara yang berbasis agribisnis dalam menghadapi era persaingan bebas harus menekankan pada kemampuan untuk menghasilkan komoditas unggulan yang baik dan khas. Kondisi ini harus didukung dengan pemanfaatan faktor sumberdaya domestik serta sistem agribisnis yang produktif dan efisien. Melalui hal tersebut diharapkan daya saing produk dapat ditingkatkan yang sekaligus mampu meminimalisasi ancaman dari negara-negara pesaing penghasil komoditas sejenis.

Susu adalah adalah satu komoditas peternakan yang memiliki prospek untuk dikembangkan khususnya di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat menyumbang 32 persen produksi susu nasional, terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur (53%). Konsumsi susu segar tahun 2014 sebesar 0.156 liter kapita-1 minggu-1, atau mengalami peningkatan sekitar 50 persen dari konsumsi tahun 2013 sebesar 0.104 liter kapita-1 minggu-1. Konsumsi kalori dari telur dan susu pada tahun 2014 sebesar 54.94 kkal kapita-1 hari-1, meningkat sebesar 2.69 persen dibandingkan konsumsi tahun 2013 (53.50 kkal kapita-1 hari-1). Konsumsi protein dari telur dan susu pada tahun 2014 sebesar 3.17 gram kapita-1 hari-1, atau meningkat sebesar 2.92 persen dibandingkan konsumsi tahun 2013 sebesar 3.08 gram kapita-1 hari-1 (DPKH 2015).

Susu segar menurut SNI 3141.1:2011 (BSN 2011) adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu umumnya bersumber dari sapi dan kambing, selain itu kerbau, domba dan onta juga menghasilkan susu yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Kambing perah menjadi pilihan alternatif usahaternak penghasil susu dengan mempertimbangkan keunggulan yang dimiliki ternak tersebut. Menurut Sudono dan Abdulgani (2002) beberapa keuntungan dalam memelihara ternak kambing perah adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan lahan untuk memelihara ternak kambing tidak terlalu luas.

2. Kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai lingkungan, sehingga mudah dipelihara dan dikembangkan baik di dataran tinggi maupun dataran rendah bahkan di daerah kering dengan sumber makanan kasar sekalipun.

3. Kambing memiliki perkembangbiakan yang cepat. Umur 1,5 tahun sudah mulai beranak dan dalam dua tahun dapat beranak tiga kali. Setiap kali beranak dapat melahirkan dua ekor. Selain daging dan susu, kambing dapat diambil kulitnya untuk kebutuhan industri.

4. Limbah kotoran kambing dapat digunakan sebagai pupuk pertanian.

5. Kambing merupakan sumber uang tunai yang sewaktu-waktu lebih mudah dijual. 6. Susu kambing mengandung kadar protein dan lemak yang lebih tinggi daripada

susu sapi.

(18)

Susu kambing memiliki keunggulan spesifik yang tidak dimiliki produk susu dari ternak lain misalnya sapi perah, karena susu kambing selain dikonsumsi untuk menjaga kesehatan juga diyakini berkhasiat untuk pengobatan dan kecantikan. Keunikan susu kambing dibandingkan susu sapi juga mempunyai nilai tersendiri. Susu kambing dan susu sapi mempunyai ukuran globula lemak antara 1-10 μm, namun jumlah globula lemak yang berukuran lebih kecil dari 5 μm lebih banyak terdapat pada susu kambing (±80%) dibandingkan pada susu sapi (±60%). Lemak susu kambing mampu membentuk emulsi lebih sempurna, dan tidak membentuk kluster seperti globula lemak pada susu sapi (Park 2009). Susu kambing mengandung asam lemak rantai sedang, yaitu asam kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), dan asam kaprat (C10:0) (Bara-Herczegh et al. 2009). Susu kambing telah direkomendasikan sebagai pengganti susu sapi yang paling baik, terutama untuk mereka yang alergi pada susu sapi. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Park dan Haenlein (2006) yaitu susu kambing memiliki sifat-sifat biologis aktif yang khas, seperti sangat mudah dicerna, sifat hypoallergenic, memiliki peptida yang bersifat antihypertensive, kapasitas buffer yang tinggi, dan memiliki kemampuan mengobati penyakit tertentu (therapeutic). Selain itu hasil penelitian Nurliyani et al. (2013) menunjukkan bahwa susu kambing mengandung komponen bioaktif yang berperan sebagai immunomodulator dan prebiotik. Hal ini yang menyebabkan harga jual susu kambing masih cukup tinggi, yaitu antara Rp25 000–60 000 liter-1.

Secara keseluruhan nilai gizi susu kambing lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Susu kambing mempunyai karakteristik warnanya lebih putih, globul lemak susunya lebih kecil dan beremulsi dengan susu sehingga mudah dicerna, dan mengandung mineral (Ca, P), vitamin A, E, dan B kompleks yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Ciappesoni et al. 2004, Park 2009). Kualitas susu ditentukan oleh warna, bau, rasa, uji masak, uji penyaringan (kebersihan), berat jenis, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak dan kadar protein.

Permintaan pasar akan susu kambing mulai meningkat beberapa tahun terakhir ini, tetapi belum dapat terpenuhi akibat produksi yang masih terbatas. Hal ini selain disebabkan masih rendahnya produktivitas kambing perah yang ada, juga disebabkan populasi kambing perah yang belum banyak. Saat ini belum tersedia dokumentasi yang lengkap tentang total produksi dan pangsa pasar susu kambing di Indonesia. Informasi dari beberapa peternak kambing perah menunjukkan bahwa permintaan akan susu kambing cukup tinggi khususnya di perkotaan, namun di sisi lain masih ada peternak yang masih kesulitan untuk memasarkan produknya. Persepsi positif konsumen terhadap susu kambing diharapkan memberi andil besar dalam perkembangan usaha kambing perah di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan strategi pengembangan kambing perah yang mampu mendukung agribinis susu kambing khususnya untuk wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya.

Tujuan umum tersebut dibagi menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut : 1. Mengevaluasi manajemen usaha yang dilakukan peternak kambing perah

(19)

2. Mengevaluasi kualitas susu kambing yang diproduksi oleh peternak, mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kualitas susu kambing dari sisi produsen maupun konsumen, serta mengukur kepuasan konsumen terhadap kualitas susu kambing.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang terkait dengan peternakan kambing perah untuk merumuskan strategi pengembangan peternakan kambing perah khususnya untuk Kabupaten Bogor.

Kebaharuan Penelitian

Penelitian ini menghasilkan kebaharuan sebagai berikut:

1. Evaluasi dan identifikasi kualitas susu kambing yang penting untuk dijadikan dasar penyusunan SNI susu kambing yang saat ini belum ada.

2. Pengembangan metode evaluasi penerapan praktik peternakan yang baik. 3. Identifikasi harapan konsumen terhadap susu kambing.

4. Rumusan strategi pengembangan peternakan kambing perah khususnya untuk

Kabupaten Bogor dan sekitarnya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan pengembangan peternakan kambing perah khususnya yang ada di Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan semua pihak (stakeholders) yang terkait dengan pengembangan peternakan kambing perah di wilayah Kabupaten Bogor yang meliputi peternak, kelompok peternak, koperasi atau asosiasi peternakan, pemasok sapronak, konsumen, industri pengolahan susu, dan pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan di 3 (tiga) peternakan kambing perah rakyat skala menengah yang ada di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan sampel peternak dilakukan secara purposive yaitu peternakan yang memiliki populasi kambing perah lebih dari 100 ekor. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai dengan Mei 2014. Penelitian ini terdiri dari tiga aspek yaitu: (1) manajemen produksi peternakan kambing perah; (2) manajemen mutu susu kambing; dan (3) strategi pengembangan agribisnis susu kambing.

Kerangka Pemikiran Penelitian

(20)
(21)

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian Rekomendasi Pengembangan

Peternakan Kambing Perah Diagram

Sebab Akibat

Rumah Mutu (QFD) Evaluasi Kualitas Susu

Kambing Perah

Potensi dan Daya Saing Peternakan Kambing Perah

Evaluasi Manajemen Peternakan Kambing

Perah

Strategi Pengembangan Bisnis Peternakan

Kambing Perah

Implementasi Good Dairy Farming

Practice

Matriks Internal Eksternal

CPM, SPACE &

General Strategy Matrix

(22)

2 KEADAAN UMUM PETERNAKAN

Populasi kambing di Indonesia mengalami peningkatan dalam empat tahun terakhir, dari 16.9 juta ekor di tahun 2011 menjadi 18.6 juta ekor di tahun 2014. Menurut Astuti (2013) dari total populasi kambing hanya sekitar 32 persen yang merupakan kambing tipe perah. Populasi kambing tersebar ke 33 provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki populasi ternak kambing terbesar ketiga di Indonesia setelah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra peternakan kambing di Jawa Barat. Populasi kambing Peranakan Etawah yang tercatat dalam laporan kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2014 berjumlah 5 856 ekor, yang keberadaannya tersebar di Kecamatan Tamansari, Caringin, Cijeruk, Cigombong, Ciampea, Babakanmadang dan Sukamakmur. Peternakan kambing perah memiliki peranan besar dalam mendukung kegiatan perekonomian di Kabupaten Bogor. Usaha ternak kambing di Kabupaten Bogor kebanyakan diusahakan oleh rakyat. Kambing betina dipelihara terutama untuk tujuan diperah dan menghasilkan anak (cempe) dan sebagian kecil dipelihara untuk tujuan mengikuti kontes ternak.

Peternakan A

Peternakan kambing perah A berlokasi di Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor. Total luas lahan yang dimiliki peternakan ini sekitar 4.7 ha. Lahan seluas 3 ha digunakan untuk mendirikan kandang kambing, rumah dan mess karyawan, kantor dan gudang, serta kebun rumput, sisa lahan digunakan untuk kebun sengon (Albizia chinensis). Peternakan ini didirikan pada tahun 1999 setelah pemiliknya mendapat pelatihan beternak kambing perah. Saat penelitian dilakukan populasi kambing perah yang dibudidayakan di peternakan A berjumlah 279 ekor yang terdiri dari bangsa kambing Saanen, kambing Peranakan Etawah, dan Kambing Alpine (Tabel 2.1). Mayoritas bangsa kambing perah yang dikembangkan adalah kambing Saanen. Peternakan A memilih bangsa Saanen dengan alasan produksi susunya yang lebih tinggi dibandingkan bangsa kambing lainnya. Bibit kambing yang dipelihara dibeli dari peternakan lain yang ada di sekitar Bogor (Tapos dan PT Fajar Taurus), maupun dari daerah di luar Bogor (Daerah Istimewa Yogyakarta). Sarana produksi lainnya yang dibutuhkan peternakan, seperti pakan diperoleh dari pemasok di daerah Cikalong Cianjur, sementara obat-obatan dan peralatan dibeli dari pemasok yang ada di daerah Mekarsari Bogor.

(23)

a b

Peternakan B

Peternakan kambing perah B berlokasi di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Wilayah sekitar peternakan memiliki ketinggian antara 400–600 meter di atas permukaan laut dengan kondisi topografi berbukit dan kemiringan lahan yang cukup bervariasi. Suhu rata-rata 22.9°C dengan curah hujan rata-rata bulanan 310.2 mm. Kelembaban rata-rata di wilayah ini cukup tinggi yakni 83.4 persen. Peternakan B berdiri tahun 1997. Luas total lahan yang dimiliki peternakan ini sekitar 6.27 ha. Hal yang mendorong pemiliknya mendirikan peternakan tersebut adalah karena kecintaannya kepada ternak, dan ditunjang oleh keterampilan beternak yang diperoleh dari pelatihan di Balitnak Ciawi.

Tabel 2.1 memperlihatkan total populasi kambing yang dipelihara di Peternakan B pada saat penelitian dilakukan adalah 238 ekor, yang terdiri dari bangsa kambing Peranakan Etawah, Saanen (pure bred), Sapera dan Alpine. Bibit kambing diperoleh peternak dari Daerah Kaligesing dan Purwokerto. Pakan konsentrat jadi dan bahan pakan lainnya (onggok, dedak, ampas tahu, kulit bawang, dan lain-lain) dibeli peternak dari sekitar wilayah Bogor. Rumput didapatkan dari kebun yang dimiliki. Peternak juga memberikan hijauan berupa campuran dedaunan (singkong karet, kaliandra, gamal dan indigofera). Produksi susu peternakan B rata-rata 22.2±2.5 liter hari-1 atau rataan produksi 1.01±0.25 liter ekor-1 hari-1. Susu ini dipasarkan ke konsumen di Bogor dan sekitarnya. Permintaan konsumen susu kambing ke peternakan B sekitar 120 liter per minggu. Permintaan tersebut dicukupi oleh produksi susu di peternakan B sendiri, namun apabila

Gambar 2.1 (a) Kandang kambing A; (b) Kambing Saanen peternakan A

(a) (b)

(24)

permintaan jauh melebihi jumlah tersebut peternak membeli dari peternakan lain untuk memenuhinya. Harga jual susu kambing di peternakan B cukup bervariasi yaitu antara Rp 22 500–27 500 liter-1. Perbedaan harga ini tergantung pada jenis konsumennya. Susu yang diproduksi peternakan B belum memiliki label atau merek, karena hanya dikemas di dalam plastik dengan ukuran 200 ml kemasan-1.

Peternakan C

Peternakan kambing perah C berlokasi di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Kecamatan Tamansari berada pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, temperatur lingkungan sekitar 25-270C, kelembaban udara sekitar 70-80 persen dan curah hujan rata-rata 3500-4000 mm tahun-1. Peternakan ini didirikan pada tahun 2007 karena pemilik senang memelihara ternak. Luas total lahan yang dimiliki peternakan C saat penelitian dilakukan adalah 11.5 hektar. Lahan tersebut digunakan untuk kandang, gudang, tempat tinggal karyawan dan kebun rumput. Kandang di peternakan C dibangun mengikuti kontur tanah yang ada, yaitu dibangun di tebing dan bertingkat. Populasi ternak kambing yang dipelihara di Peternakan C saat penelitian dilakukan berjumlah 158 ekor, yang terdiri dari bangsa kambing Etawah, Saanen, dan Alpine (Tabel 2.1). Total produksi susu kambing peternakan C 40.5±7.5 liter hari-1 atau rata-rata 0.92±0.2 liter ekor-1 hari-1. Pakan yang diberikan di peternakan C adalah adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), sedangkan konsentrat yang diberikan merupakan campuran dari ampas tempe, ampas kurma, jinten hitam (habatussauda) yang dicampurkan dengan konsentrat buatan pabrik. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari setelah dilakukan pemerahan susu yaitu sekitar pukul 07.30 WIB dan sore hari sebelum dilakukan pemerahan susu yaitu sekitar pukul 16.00 WIB. Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 06.30 WIB dan sore hari pukul 17.30 WIB.

Rataan produksi susu peternakan C adalah 40.5 ± 7.5 liter hari-1 atau 0.92 ± 0.2 liter ekor-1 hari-1. Susu yang dihasilkan ini sebagian besar dijual ke konsumen di wilayah kota Jakarta yang mayoritas merupakan komunitas keturunan Arab. Harga jual susu kambing di wilayah Jakarta bisa mencapai Rp60 000-70 000 liter-1.

Gambar 2.3 (a) Kandang kambing B; (b) Kambing Saanen

(25)

Gambar 2.4 Kandang kambing peternakan C

Gambar 2.5 (a) Kaliandra (Caliandra calothyrsus); (b) Indigofera (Indigofera zollingeriana)

(26)

3 EVALUASI PENERAPAN

GOOD DAIRY FARMING PRACTICE

DI PETERNAKAN KAMBING PERAH

Pendahuluan

Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian dalam arti luas. Pengembangan agribisnis susu kambing harus dibarengi dengan kemampuan para peternak kambing perah untuk bersaing dalam menghadapi permintaan konsumen. Saat ini belum ada data atau dokumentasi yang lengkap tentang jumlah peternak kambing perah, total produksi dan pangsa pasar susu kambing di Indonesia. Informasi dari beberapa peternak kambing perah menunjukkan bahwa permintaan akan susu kambing cukup tinggi khususnya di perkotaan, namun di sisi lain masih ada peternak yang masih kesulitan untuk memasarkan produknya. Persepsi positif konsumen terhadap susu kambing diharapkan memberi andil besar dalam perkembangan usaha kambing perah di Indonesia. Permintaan pasar akan susu kambing mulai meningkat beberapa tahun terakhir ini, tetapi belum dapat terpenuhi akibat produksi yang masih terbatas. Hal ini selain disebabkan masih rendahnya populasi dan produktivitas kambing perah yang ada, juga kemungkinan disebabkan peternak belum menerapkan prinsip budidaya ternak yang baik (Good Farming Practices).

Good Farming Practice (GFP) menurut Kementan (2010) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tumbuhan/ternak yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Berdasarkan FAO/IDF (2010) aspek-aspek yang harus ada dalam penerapan Good Dairy Farming Practice (GDFP) adalah animal health (kesehatan hewan), milking hygiene (higiene pemerahan), nutrition/ feed and water (nutrisi/ pakan dan air minum), animal welfare (kesejahteraan hewan), environment

(lingkungan), dan socio-economic management (manajemen sosial ekonomi).

(27)

Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengevaluasi penerapan Good Dairy Farming Practices (GDFP) adalah modifikasi dari metode FAO/IDF (2010) dan Andriyadi (2012). Aspek GDFP yang diamati dalam penelitian ini meliputi aspek bibit dan reproduksi, manajemen pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, dan kesejahteraan hewan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diperlihatkan pada Lampiran 1. Penilaian masing-masing aspek GDFP dihitung dengan memberikan skor dengan memberikan nilai 4, 3, 2, 1 dan 0. Nilai setiap aspek kemudian dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya. Klasifikasi performa peternak secara umum dilihat dari rataan skor performa responden yang dihasilkan, dan dikelompokkan sebagai berikut:

1) jika nilai rataan performa kinerja peternak 0,00–1,00 maka artinya penerapan GDFP di peternakan tersebut buruk,

2) jika nilai rataan performa kinerja peternak 1,01–2,00 maka artinya penerapan GDFP di peternakan kurang baik;

3) jika nilai rataan performa kinerja peternak 2,01–3,00 maka artinya penerapan GDFP di peternakan cukup baik;

4) jika nilai rataan performa kinerja peternak 3,01–4,00 maka artinya penerapan GFP di peternakan tersebut baik.

Hasil dan Pembahasan

Aspek Bibit dan Reproduksi

Hasil evaluasi penerapan GDFP di peternakan kambing perah yang diteliti untuk aspek bibit dan reproduksi, manajemen pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, kesehatan hewan, dan kesejahteraan hewan disajikan pada Tabel 3.1. Rataan skor penerapan GDFP untuk aspek bibit dan reproduksi adalah 3.52 yang berarti termasuk dalam kategori baik.

Jenis kambing perah yang banyak dipelihara di peternakan yang diteliti adalah kambing Peranakan Etawah (PE) (Tabel 3.2). Kambing PE banyak terdapat di daerah Kali Gesing, Purworejo, Jawa Tengah. Kambing PE merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing Kacang dengan kambing Etawah, sehingga mempunyai sifat diantara tetuanya (Atabany 2001). Heryadi (2004) menyatakan kambing PE merupakan hasil persilangan yang tidak terarah dan kurang terpola antara kambing Etawah asal India dan kambing lokal yaitu kambing Kacang dengan karakteristik yang lebih mendekati ke arah performa kambing Etawah. Kambing Etawah merupakan jenis yang memiliki produktivitas tinggi dan daya tahan yang lebih baik. Kambing Etawah berasal dari Jamnapari India sedangkan kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing perah lain yang sedang dikembangkan di Indonesia adalah kambing Saanen yang berasal dari Swiss. Karakteristik produksi dan reproduksi kambing PE disajikan pada Tabel 3.3.

(28)

Tabel 3.1 Hasil evaluasi aspek Good Dairy Farming Practices peternakan yang diteliti

No. Aspek GDFP A Skor B C peternakan Rataan

1. Aspek Bibit dan Reproduksi

a. Bangsa kambing yang dipelihara 4 4 3

b. Cara seleksi 4 4 2

c. Cara pengawinan 2 2 2

d. Pengetahuan berahi 4 4 4

e. Umur beranak pertama kali 4 4 4

f. Saat dikawinkan setelah beranak 4 4 4

g. Interval beranak 4 4 3

Rata-rata skor 3.71 3.71 3.14 3.52

2. Aspek Manajemen Pakan & Air Minum

a. Cara pemberian hijauan 4 4 4

b. Jumlah pemberian hijauan 4 4 3

c. Kualitas hijauan 3 3 3

d. Frekuensi pemberian hijauan 4 4 4

e. Cara pemberian konsentrat 4 4 4

f. Jumlah pemberian konsentrat 4 4 4

g. Kualitas konsentrat 3 4 3

h. Frekuensi pemberian konsentrat 4 4 4

i. Pemberian air minum 2 4 1

Rata-rata skor 3.67 3.89 3.33 3.63

3. Aspek Pengelolaan

a. Frekuensi membersihkan kambing 4 4 2

b. Cara membersihkan kambing 3 3 4

c. Membersihkan kandang 2 2 4

d. Cara pemerahan 4 4 3

e. Penanganan pasca panen 4 4 3

f. Pemeliharaan kambing dara 4 4 4

g. Pengeringan kambing laktasi 4 4 3

h. Pencatatan usaha 2 3 4

i. Manajemen kotoran (limbah) 3 4 2

Rata-rata skor 3.33 3.56 3.22 3.37

4. Aspek Kandang dan Peralatan

a. Tata letak kandang 4 4 2

b. Konstruksi kandang 4 4 1

c. Drainase kandang 3 4 2

d. Tempat kotoran 4 4 2

e. Peralatan kandang 4 4 2

f. Peralatan susu 2 3 3

Rata-rata skor 3.5 3.83 2 3.11

5. Aspek Kesehatan Ternak

a. Pengetahuan penyakit 4 4 3

b. Pencegahan penyakit 4 4 3

c. Pengobatan penyakit 4 4 4

Rata-rata skor 4 4 3.33 3.78

6. Aspek Kesejahteraan Hewan

a. Bebas dari rasa lapar dan haus 4 4 4

b. Bebas dari ketidaknyamanan 4 4 3

c. Bebas dari rasa sakit, kecelakaan, penyakit 4 4 3

d. Bebas dari rasa takut 4 4 3

e. Bebas mengekspresikan tingkah laku alaminya 4 4 2

(29)

Tabel 3.2 Komposisi kambing perah di peternakan yang diteliti Kode

Peternakan

Jumlah Kambing Laktasi (ekor)

Persentase Kambing Laktasi

(%)

Populasi Kambing Perah (ekor) Peranakan

Etawah Saanen/ Sapera Alpine

A 90 67 54 203 22

B 22 49 130 105 3

C 44 63 154 - 4

Sumber: Data Primer (2014)

Tabel 3.3 Karakteristik produksi dan reproduksi kambing Peranakan Etawah (PE)

Parameter Atabany et Sumber

al. (2001)

Budiarsana et al.( 2007)

Suranindyah et al. (2009)

Badriyah et al. (2011)

Umur kawin pertama (bulan) 13.44 - 14.90 -

Selang beranak (hari) 259.36 - 300.00 256.00

Persentase kelahiran (%)

a. Anak jantan 51.96 67.70 - -

b. Anak betina 48.04 32.30 - -

c. Anak tunggal 14.54 41.20 - -

d. Anak kembar (2,3 atau 4) 85.46 58.80 - -

Rataan berat lahir (kg) 3.84 3.06 3.04 3.31

a. Anak jantan 3.97 - - 3.41

b. Anak betina 3.73 - - 3.17

Bobot sapih (kg) - 12.20 14.10 16.35

Mortalitas anak (%) - 14.70 10.70 9.50

Lama kebuntingan (hari) 148.87 - - -

Lama hari kosong (hari) 110.09 - - 108.35

Umur beranak pertama (bulan) 21.44 - 23.00 -

Kawin setelah beranak (hari) 64.20 - - -

Siklus berahi (hari) 22.76 - - -

Angka kawin per kebuntingan 1.95 - - -

Produksi susu per laktasi

(ml/hari) 964.91 679.83 774 -

Lama laktasi (hari) 170.07 207 - -

(30)

Peternak di lokasi penelitian pada umumnya memilih bibit ternak yang sudah memasuki umur siap kawin yaitu dara siap kawin dan pejantan unggul (Hedrich 2008, Heryadi 2004, Sutama dan Budiarsana 2009). Tujuannya ialah agar peternak memiliki waktu untuk mengembalikan kondisi dan mengupayakan ternak tersebut beradaptasi dengan lingkungan barunya. Walaupun demikian ada juga peternak yang menginginkan ternak yang sedang laktasi, atau bahkan cempe. Pedoman memilih kambing perah yang baik tergantung tujuan dan kepentingan usaha masing-masing peternak. Pemilihan bibit unggul merupakan kegiatan utama dan pokok dalam upaya mencapai keberhasilan beternak. Oleh karena itu peternak wajib menguasai teknik pemilihan dan standard kualitas kambing bibit, dan keahlian tersebut secara umum sudah dimiliki para peternak yang diteliti.

Secara teoritis ada beberapa teknik yang dapat dipilih untuk mendapatkan bibit unggul yang benar-benar bermutu. Dua teknik diantaranya adalah seleksi berdasarkan uji tilik ternak atas performa dan kelengkapan informasi silsilah ternak tersebut serta seleksi berdasarkan pengamatan kasat mata. Seleksi berdasarkan uji tilik ternak atas performa dan kelengkapan data atau informasi tentang silsilah ternak bersangkutan memang sangat ideal karena tingkat akurasinya sangat tinggi. Bila bibit yang diperoleh merupakan hasil perkawinan pejantan unggul dengan induk berproduksi susu tinggi dan sering melahirkan dua anak maka kemungkinan besar bibit tersebut mempunyai karakteristik produktivitas yang sama dengan induknya. Namun sayang di Indonesia pelaksanaan tertib administrasi dalam pendataan ini belum membudaya. Seleksi berdasarkan pengamatan kasat mata sudah sangat umum dilakukan di pasar hewan, baik oleh peternak maupun pedagang atau juru taksir (belantik). Teknik ini sudah membudaya dan selalu dipraktekan para peternak yang diteliti. Tingkat keberhasilan memilih bibit terbaik dengan teknik ini tergantung keterampilan peternak (belantik) tersebut. Ketrampilan seperti ini memang memang membutuhkan ketelitian, kecermatan, intuisi, dan pengalaman peternak itu sendiri. Menurut para peternak pengalaman memilih dapat tercipta bila mereka terbiasa mengunjungi pasar hewan.

Patokan ukuran untuk menilai kambing yang berkualitas memang berbeda sesuai umur. Beberapa standar ukuran kambing PE betina yang spesifik yang digunakan para peternak adalah : a) Telinga panjang terjuntai minimal 28 cm dari lekukannya; b) Kontur telinga lemas turun kebawah; c) Panjang badan minimal 85 cm; d) Tinggi badan minimal 78 cm; e) Cekung hidung minimal 22 cm; f) Lingkar perut minimal 100 cm; g) Bobot timbang hidup minimal 60 kg; h) Gelambir panjang dan lebar; i) Bulu belakang paha lebat dan panjang; j) Ekor melengkung keatas; k) Bibir atas dan bibir bawah sejajar saat mulutnya menutup; l) Ambing susu sedang dan menyambung serta puting susu seperti botol yang keduanya tergantung lurus, sejajar, dan simetris. Postur ambing dan puting seperti ini biasanya mampu berproduksi rata-rata 3 liter hari-1 dan umumnya diperoleh dari induk yang sudah laktasi ketiga.

Aspek Manajemen Pakan dan Air Minum

(31)

2012, Morand et al. 2007, Sodiq dan Setianto 2009). Berdasarkan evaluasi penerapan GDFP untuk aspek pakan dan air minum (Tabel 3.1) dapat dikatakan bahwa rata-rata performa peternakan termasuk kategori baik (skor rata-rata 3.63).

Pemberian pakan di Peternakan A berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput lapang, dedaunan dan konsentrat (ampas bir, ampas tahu dan dedak). Ternak kambing perah di Peternakan B diberi pakan konsentrat jadi yang dicampur dengan dedak padi, ampas tahu, dan kulit bawang kering yang dibeli peternak dari wilayah sekitar Bogor. Peternak juga memberikan hijauan berupa rumput gajah dan campuran dedaunan (singkong karet, kaliandra, gamal dan indigofera). Pakan yang diberikan di peternakan C adalah adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), sedangkan konsentrat yang diberikan merupakan campuran dari ampas tempe, ampas kurma, jinten hitam (habatussauda) dan konsentrat buatan pabrik. Menurut Atabany (2001) untuk seekor kambing dengan bobot badan 40 kg dan berproduksi 2 liter hari-1 diberikan 5 kg hijauan dan 0.5-1.0 kg konsentrat. Tabel 3.4 menyajikan kandungan nutrisi beberapa jenis bahan pakan yang diberikan di peternakan yang diteliti.

Tabel 3.4 Kandungan nutrisi bahan pakan kambing perah di peternakan yang diteliti Bahan /Jenis BK Kandungan Nutrisi (dalam %)PK SK TDN (kg ekorJumlah -1 hari1) -1)

Rumput gajah2) 21 9.9 31.5 89 2-3

Rumput lapang2) 21.08 7.97 39.52 53.15b 1-2

Dedak padi3) 89.6 8.2 8.9 67 0.1-0.2

Ampas tahu4) 10.79 25.65 14.53 - 0.1-0.2

Ampas tempe4) 85.43 36.38 17.82 49,52 0.2

Ampas kurma2) 28.71 8.01 20.70 76.53 0.1-0.2

Ampas bir3) 27.58 23.93 19.19 - 0.1

Gamal3) 90.1 22.7 13.3 - 0.1

Kaliandra3) 36.06 24 7.73 - 0.2

Indigofera3) - 24.57 18.88 - 0.25

Konsentrat jadi2) 78.32 16.06 20.91 65.33 0.5-1

Keterangan:

1)Rataan dari seluruh peternakan yang diteliti, pemberian untuk kambing laktasi; 2) Nur’adhadinia

(2011); 3)Firdus (2010); 4)Sulastri (2008)

(32)

Aspek Pengelolaan

Penerapan GDFP untuk aspek pakan dan air minum termasuk kategori baik yang ditunjukkan oleh skor rata-rata sebesar 3.37 (Tabel 3.1). Pemeliharaan kambing perah dilakukan para peternak semaksimal mungkin untuk menjaga kelangsungan hidup dan produktivitas ternak tersebut. Setiap tahapan pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap tahapan pemeliharaan selanjutnya. Pada umumnya pemeliharaan disesuaikan dengan fase hidup ternak yang bersangkutan, mulai dari cempe, kambing muda hingga dewasa. Sistem pemeliharaan kambing perah umumnya bersifat intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Pemeliharaan intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) ternak dikandangkan terus menerus dan (b) ternak dikandangkan pada saat malam hari, kemudian pada siang hari digembalakan (semi intensif). Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif, walaupun modal yang digunakan relatif lebih tinggi.

Pemerahan adalah aktivitas yang terpenting dalam usaha ternak perah. Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi, sehingga tujuan manajemen pemerahan adalah untuk meminimalisasi kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi (FAO/IDF 2010). Tujuan dari pemerahan menurut Stubbs dan Abud (2002) adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal. Jika pemerahan tidak sempurna, induk cenderung menjadi kering terlalu cepat dan produksi total menjadi menurun.

Pemerahan susu kambing di peternakan yang diteliti dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Produksi susu harian di peternakan yang diteliti antara 1–1.5 liter ekor-1. Menurut Harris dan Springer (2003) proses pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pemerahan dilakukan dalam interval yang teratur dan cepat, (2) dikerjakan dengan lembut, (3) pemerahan dilakukan sampai tuntas, (4) menggunakan prosedur sanitasi, dan (5) efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Pemerahan yang dilakukan oleh para peternak adalah pemerahan dengan cara manual. Pemerahan dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lain, lalu kelima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Ada pula yang melakukan pemerahan dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dengan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir keluar. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada ternak perah yang mempunyai puting susu panjang. Stubbs dan Abud (2002) menyarankan peternak untuk menghindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu panjang ke bawah.

(33)

terjaganya kebersihan di area pemerahan dan memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi. Peternakan yang diteliti umumnya telah memiliki ruang penanganan susu yang dilengkapi dengan peralatan penyimpanan standar seperti lemari pendingin atau juga freezer, dan ruangan selalu dijaga kebersihannya (Gambar 3.3). Hasil uji Total Plate Count (TPC) yang dilakukan pada sampel susu dari peternakan yang diteliti menunjukkan bahwa jumlah mikroba yang terkandung adalah 2.35x104 cfu/ml (Lampiran 4). Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan standar batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan yaitu1x106 cfu/ml.

Aspek Kandang dan Peralatan Peternakan

Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak terhadap binatang buas dan pencuri. Kandang juga merupakan salah satu sarana untuk menjaga kesehatan. Persyaratan teknis kandang menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006) adalah: (1) konstruksi kandang harus kuat; (2) terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh; (3) sirkulasi udara dan sinar matahari cukup; (4) drainase dan saluran pembuangan limbah baik serta mudah dibersihkan; (5) lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak; (6) luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung; dan (7) kandang isolasi dibuat terpisah. Tipe kandang yang digunakan oleh peternak adalah loose house dimana kambing dibiarkan bergerak dengan batas–batas tertentu.

Bangunan dan fasilitas peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Ventilasi yang baik, ketersediaan pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak (Tyler dan Ensenminger 2006, Ruspan et al. 2014). Sabapara et al. (2014) menyatakan bahwa bangunan dan fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di dalamnya dapat menjadi sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan ternak secara langsung dan tidak langsung. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk meminimalkan bahaya yang datang dari lingkungan terdekat ternak yaitu menghindarkan setiap kegiatan beternak dekat dengan pabrik industri yang dapat menjadi sumber polusi yang berasal dari pembakaran sampah lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa pelarut dan logam berat atau dalam suatu lingkungan yang mudah terkena polusi udara

(34)

(dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan hidrokarbon), polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan beracun), atau tempat perkembangbiakan hama seperti tempat pembuangan sampah akhir, dan menempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu hubungan khusus yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah.

Berdasarkan evaluasi penerapan GDFP untuk aspek kandang dan peralatan peternakan kambing perah (Tabel 3.1) dapat dikatakan bahwa rata-rata peternakan termasuk kategori baik (skor rata-rata 3.11). Para peternak mengatur tata letak bangunan berdasarkan fungsinya dan jarak antara bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadi perpindahan penyakit antar peternakan. Para peternak telah membuat kandang dengan luas yang layak bagi ternak, yaitu 1x1.5 m untuk satu ekor kambing jantan dewasa, dan 0.8x1.5 m untuk satu ekor kambing betina dewasa. Akses keluar masuk peternakan dirancang agar orang yang tidak berkepentingan tidak sembarangan masuk ke areal peternakan. Area yang terpisah disediakan peternak untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area perawatan ini dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sebagian kandang sering digunakan untuk kebutuhan khusus (Palmer 2005, Sabapara et al. 2014).

Peralatan pemerahan susu meliputi ember perah, milk can dan peralatan lainnya seperti tempat pakan dan tempat minum selalu dijaga kebersihannya dengan beberapa tindakan antara lain peralatan penampung susu setelah dipakai segera dibersihkan, selanjutnya dibilas dengan air bersih atau menggunakan deterjen (sabun bubuk) dengan air hangat agar melarutkan lemak susu yang masih melekat. Peralatan penampung susu yang sudah bersih selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari atau diletakkan terbalik. Pembersihan peralatan pemerahan susu dapat menggunakan desinfektan.

Aspek Kesehatan Hewan

Kesehatan ternak adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandung secara fisiologis berfungsi normal. Hewan sakit adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena suatu individu hidup atau penyebab lain baik yang diketahui maupun tidak yang dapat merugikan kesehatan hewan tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan antara lain faktor mekanis, termis, nutrisi, pengaruh zat kimia, keturunan (Stubbs dan Abud 2002). Permukaan tubuh ternak harus terjaga karena jasad renik atau kutu dapat masuk ke dalam tubuh ternak

(35)

melalui lubang-lubang tubuh seperti mulut, hidung, alat kelamin dan kulit yang luka (Sudarmono 2008).

Ciri-ciri ternak kambing yang sehat adalah sigap, aktif, sadar keadaan sekitar dan bila berjalan dilakukan dengan mudah serta dengan langkah yang teratur, bermata bersinar, berkulit halus mengkilat, keadaan berdiri seimbang pada ke empat kaki, mempunyai level punggung yang nyata, pernapasan teratur dengan kisaran 20-30 kali setiap menit. Secara normal denyut nadi kambing berkisar 90-110 kali setiap menit selain itu kontraksi pada rumen dapat dirasakan pada bagian lambung kiri pada ternak. Ternak sehat bernapas dengan tenang dan teratur, tetapi ternak yang ketakutan, lelah akibat kerja berat atau kondisi udara terlalu panas frekuensi pernapasannya akan menjadi lebih cepat. Kisaran suhu tubuh normal kambing perah rata-rata adalah 38.5–39.6°C (Hamzaouiet al. 2013, Sutama dan Budiarsana 2009).

Peternak sangat perduli dengan kesehatan ternaknya. Sehingga untuk menjaga kesehatan ternak yang dipelihara peternak menyediakan beberapa macam obat dan vitamin serta fasilitas kesehatan yang diperlukan ternak (Gambar 3.5). Sampai saat ini mastitis pada ternak perah masih menjadi masalah yang belum bisa diatasi oleh peternak, baik pada usaha ternak perah terutama pada sapi perah. Mastitis telah banyak dilaporkan menyebabkan kerugian terutama berkurangnya produksi susu, rusaknya kualitas susu sampai pada gangguan fungsi kelenjar ambing dengan tidak berfungsinya ambing lagi (Adriani 2010; Bourabah 2013; Koopet al. 2010; Leitner 2004, McDougall et al. 2010). Pada kambing perah di lokasi penelitian penyakit yang menyerang ternak kambing adalah gangguan pernafasan sampai radang paru-paru. Berdasarkan catatan peternak saat penelitian dilakukan telah terjadi kematian pada 6 ekor induk dari 42 ekor induk yang baru beranak atau sekitar 14.29 persen yang disebabkan oleh gangguan pernafasan.

Peternak telah berupaya semaksimal mungkin untuk menurunkan frekuensi kejadian mastitis maupun gengguan penyakit lainnya pada ternak mereka. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan selalu menjaga kebersihan dan hygiene ternak maupun fasilitas kandang dan pemerahan. Berdasarkan evaluasi penerapan GDFP untuk

(36)

aspek kesehatan hewan (Tabel 3.1) dapat dikatakan bahwa rata-rata peternakan termasuk kategori baik (skor rata-rata 3.78).

Aspek Kesejahteraan Hewan

Kepedulian publik dunia terhadap aktivitas-aktivitas, peraturan hukum, dan penegakan hukum di bidang kesehatan (manusia), kesejahteraan hewan, dan lingkungan sangat meningkat. Sebuah sistem dan aktivitas-aktivitas yang saat ini dapat diterima dan disokong oleh publik adalah praktek-praktek yang dianggap tidak mempunyai dampak buruk di masa mendatang. Dengan kata lain, penerimaan publik atas sebuah sistem atau aktivitas saat ini sangat berdasar pada aspek moralitas dan konsekuensinya terhadap keberadaan sumberdaya (Broom, 2011). FAWAC (2003) menafsirkan kesejahteraan hewan (animal welfare) menggunakan aturan Lima Kebebasan Hewan yaitu: (1) freedom from hunger and thirst yaitu bebas dari lapar dan haus; (2) freedom from discomfort yaitu bebas dari ketidaknyamanan; (3) freedom from pain, injury, and disease yaitu bebas dari rasa sakit, terluka, dan penyakit; (4) freedom from fear and distress yaitu bebas dari rasa takut dan stress; dan (5) freedom to express normal behavior yaitu bebas untuk mengekspresikan perilaku alamiah.

Broom (2011) berpendapat bahwa animal welfare adalah istilah untuk mendeskripsikan tingkat kualitas hidup hewan pada suatu waktu tertentu. Animal welfare adalah sebuah disiplin ilmu. Berbagai diskusi mengenai tindakan yang harus kita (manusia) lakukan berkaitan dengan animal welfare adalah persoalan etika dan bukanlah suatu persoalan aplikasi sains. Aplikasi sains apapun seharusnya mengandung justifikasi etik yang benar.

Secara umum peternakan yang diteliti telah memahami dan menerapkan aspek kesejahteraan untuk ternak kambing yang dipeliharanya. Para peternak mengurangi sekecil mungkin peluang terjadinya kecelakaan pada ternak, dan selalu berusaha membuat lingkungan yang nyaman bagi ternak. Peternak berusaha menyediakan tempat agar sekali-sekali ternak dapat bergerak bebas di luar kandang. Hasil evaluasi penerapan GDFP untuk aspek kesejahteraan hewan memperoleh skor rata-rata 3.79 atau termasuk kategori baik.

Simpulan

Secara umum aplikasi praktek peternakan yang baik atau Good Dairy Farming

Practice (GDFP) di peternakan kambing perah di Kabupaten Bogor tergolong baik.

Namun masih ada beberapa aspek dalam GDFP yang belum diterapkan sepenuhnya, yaitu

aspek konstruksi kandang yang baik, pemberian air minum dan kesempatan bagi ternak untuk mengekspresikan tingkah laku alamiahnya.

(37)

4 EVALUASI KUALITAS SUSU KAMBING DAN

KETERKAITANNYA DENGAN KEPUASAN KONSUMEN

Pendahuluan

Pola produktif pasar produk pertanian saat ini mengalami pergeseran. Kecenderungan konsumtif yang bersifat eksotis telah menciptakan ceruk pasar (niche market) baru di hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Sedikitnya diperlukan dua unsur penting untuk mendukung penciptaan suatu niche market yaitu: adanya permintaan konsumen untuk produk yang bersifat khusus, terjaminnya pasokan yang kontinyu untuk produk tersebut. Susu kambing sebagai salah satu produk pertanian juga mengalami hal tersebut. Pasar untuk susu kambing termasuk kategori niche market. Susu kambing tidak dijual secara umum layaknya produk pertanian lainnya. Kondisi tersebut membuat kualitas susu kambing menjadi hal penting yang harus diperhatikan peternak dalam upaya menjaga kepercayaan konsumen dan keberlanjutan usahanya. Bagaimana pengendalian mutu yang telah diterapkan oleh peternak sebagai produsen maupun pengolah susu kambing masih menjadi pertanyaan. Oleh karena itu studi yang terkait dengan topik tersebut perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas susu kambing yang diproduksi oleh peternak kambing perah, mengevaluasi faktor yang mempengaruhi kualitas susu kambing, dan mengevaluasi persyaratan konsumen terhadap susu kambing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan pengembangan peternakan kambing perah khususnya yang ada di wilayah Kabupaten Bogor.

Metode Penelitian

Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan daftar isian (borang). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik kambing perah yang dipelihara, karakteristik usaha peternakan, karakteristik peternak, karakteristik konsumen susu kambing, penilaian konsumen terhadap atribut susu kambing. Sampel konsumen untuk penilaian kepuasan terhadap susu kambing berjumlah 30 orang ditentukan menggunakan teknik judgment sampling (Ishak dan Bakar 2014). Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari-Mei 2014. Sebelum data hasil pengisian kuesioner dipergunakan untuk pengujian statistik, maka perlu diuji validitas terlebih dahulu untuk memperoleh data yang valid. Uji validitas kuesioner dilakukan menggunakan Korelasi Product Moment-Pearson (Simamora 2005) dengan rumus sebagai berikut :

� =

��

− ∑

√ ��

2

− ∑

2

��

2

− �

2

Keterangan:

� = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

(38)

∑ 2 = Jumlah dari kuadrat nilai X ∑ 2 = Jumlah dari kuadrat nilai Y

∑ 2 = Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan ∑ 2 = Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) (Maisana et al. 2014, Marimin 2004,Varsha et al. 2015,Wong 2011) dan Rumah Mutu (Quality Function Deployment, QFD) (Gaspersz 2007, Rahmawan et al. 2014). Fishbone Diagram (Gambar 4.1) merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menggambarkan dengan jelas faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu masalah dan menganalisis hal-hal yang sesungguhnya terjadi dalam suatu proses.

Bagian-bagian dari Diagram Fishbone adalah: Bagian Kepala Ikan yang berisi masalah atau topik yang akan dianalisis penyebabnya, dan Bagian Tulang Ikan yang berisi faktor-faktor utama yang bisa berpengaruh terhadap masalah tersebut. Diagram Fishbone ini dapat membantu untuk menemukan akar penyebab terjadinya masalah. Apabila masalah dan penyebab sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan.

Quality Function Deployment (QFD) didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan konsumen dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak (Gasperz 2007, Suryaningrat et al. 2010, Wang 2013). QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan (Marimin 2004, Ulya 2012). Matrix House of Quality (HoQ) atau rumah mutu (Gambar 4.2) adalah bentuk yang paling dikenal sebagai representasi QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen dan disebut dengan customer table, bagian vertikal dan matriks berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut dengan technical table.

Langkah-langkah dalam pembentukan rumah mutu adalah: 1) mengidentifikasi keinginan pelanggan, 2) mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan produk, 3) menentukan hubungan antara keinginan pelanggan dengan kegiatan teknis, 4)

Faktor Utama Faktor Utama

Faktor Utama Faktor Utama

[image:38.595.43.484.40.535.2]

Masalah

(39)

menentukan penilaian kinerja perusahaan, 5) evaluasi pelanggan untuk membandingkan kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan dengan produk dari perusahaan pesaing, 6) memberikan penilaian pengaruh antara kegiatan teknis yang satu dengan yang lain.

[image:39.595.49.498.39.590.2]

Standar mutu susu kambing yang dijadikan acuan untuk penelitian ini adalah Thai Agricultural Standard for Raw Goat Milk yang dikeluarkan oleh National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards Ministry of Agriculture and Cooperatives Thailand (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Standar mutu susu kambing segar

Parameter kualitas Premium Thai Agricultural Standard 6006Good Standard *

Berat Jenis (BJ) pada suhu 27 oC -

Kadar Lemak (%) >4 >3.5 to 4 3.25 to 3.5

Bahan Kering Tanpa Lemak (%) - - 8.25

Kadar Protein (%) >3.7 >3.4 to 3.7 3.1 to 3.4

Sumber :*TAS (2008)

Hasil dan Pembahasan

Kualitas Susu Kambing

Tabel 4.2 memperlihatkan hasil uji kualitas susu kambing yang diproduksi di peternakan yang diteliti. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa susu kambing dari peternakan yang diteliti semuanya sudah memenuhi Thai Agricultural Standard of Raw Goat Milk, khususnya dilihat dari beberapa komponen utama dalam kualitas susu, yaitu Berat jenis, kadar lemak, bahan kering, protein dan bahan kering tanpa lemak. Bahkan bila dilihat dari kadar lemak dan kadar protein, susu kambing dari peternakan yang diteliti dapat dimasukan ke dalam kategori premium. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu (Tabel 4.3). Secara umum kandungan lemak dan protein susu yang dihasilkan kambing Peranakan Etawah lebih tinggi dibandingkan kambing Saanen.

Susu kambing mempunyai karakteristik warnanya lebih putih, globul lemak susunya lebih kecil dan beremulsi dengan susu sehingga mudah dicerna, dan mengandung mineral

(40)
[image:40.595.45.508.20.742.2]

(Ca, P), vitamin A, E, dan B kompleks yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Park 2009). Sutama dan Budiarsana (2009) menambahkan, susu kambing mempunyai karakteristik yang khas yaitu warnanya lebih putih dari susu sapi, karena susu kambing tidak mengandung karoten, yang menyebabkan warna agak kekuningan pada susu sapi.

Tabel 4.2 Produksi dan kualitas susu kambing peternakan yang diteliti

Uraian Peternakan A Peternakan B Peternakan C

Produksi susu (liter hari-1) 110±30 22.2±2.5 40.5±7.5

Rataan produksi susu (liter ekor-1

hari-1) 1.2±0.3 1.01±0.25 0.92±0.2

Parameter kualitas*

Berat Jenis (g ml-1) 1.0295±0.0003 1.0300±0.0002 1.0300±0.0002

Bahan Kering (%) 15.88±0.02 14.78±0.01 14.40±10.02

Lemak (%) 6.6±0.4 5.6±0.5 5.3±0.5

Protein (%) 3.70±0.06 4.09±0.03 3.70±0.04

Bahan Kering Tanpa Lemak (%) 9.28±0.04 9.18±0.03 9.11±0.04 Keterangan : *Hasil analisisLaboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB (2014)

Tabel 4.3 Kualitas susu kambing dari penelitian terdahulu

Parameter kualitas Peranakan Etawah Bangsa Kambing Perah Saanen

Berat jenis 1.0258–1.02642) 1.030±0.083)

Kadar protein (%) 7.03–7.532) 3.15±0.013)

Kadar lemak (%) 6.27–7.602) 3.55±0.213)

Bahan kering (%) 14.0678–14.09781) -

Bahan kering tanpa lemak (%) 8.6517–8.65561) -

Sumber : 1) Wibowo et al. (2013); 2) Zain (2013); 3) Costa et al. (2014)

Kualitas susu ditunjukkan oleh warna, bau, rasa, uji masak, uji penyaringan (kebersihan), berat jenis, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak dan kadar protein (Sudono dan Abdulgani 2002). Secara keseluruhan nilai gizi susu kambing lebih tinggi dibandingkan susu sapi kecuali kadar kolesterol sedangkan kandungan protein, vitamin C dan vitamin D mempunyai nilai yang sama. Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai gizi susu kambing lebih tinggi dibandingkan dengan air susu ibu (ASI) kecuali pada kandungan lemak, zat besi (Fe) dan kolesterol.

Laktosa merupakan karbohidrat utama pada susu kambing, dibanding susu sapi konsentrasinya lebih rendah berkisar antara 0.2-0.5 persen. Karbohidrat lain di susu kambing termasuk oligosakarida, glikopeptida dan gula nukleotida. Susu kambing memiliki kandungan oligosakarida yang tinggi dan perbedaan oligosakarida yang ditemukan pada susu kambing merupakan hal yang penting. Oligosakarida susu memiliki komponen antigenik dan bernilai untuk memicu pertumbuhan flora saluran pencernaan pada bayi baru lahir (Amigo dan Fontecha 2011).

(41)

(C10:0)) dan asam lemak rantai sedang (medium chain-fatty acids/MCFAs) (misalnya asam lauric (C12:0)). SCFAs mewakili hingga 15–18 persen asam lemak pada susu kambing, tetapi hanya 5–9 persen pada susu sapi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan polimerisasi asetat yang diproduksi oleh bakteri rumen kambing dan berkaitan dengan karakteristik aroma dan flavor keju susu kambing (Amigo dan Fontecha 2011).

Tabel 4.4 Perbandingan komposisi susu kambing, susu sapi dan ASI

Komponen Susu Kambing Susu Sapi ASI

Protein (%) 3.0 3.0 1.1

Lemak (%) 3.8 3.6 4

Kalori (/100ml) 70 69 68

Vitamin A (IU/gram) 39 21 32

Vitamin B (μg/100mg) 68 45 17

Riboflavin (μg/100mg) 210 159 26

Vitamin C (mg asam askorbat/100ml) 2 2 3

Vitamin D (IU/gram) 0.7 0.7 0.3

Kalsium (%) 0.19 0.18 0.04

Fe (%) 0.07 0.06 0.2

Fosfor (%) 0.27 0.23 0.06

Kolesterol (mg/100ml) 12 15 20

Sumber : ADGA (2002)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Susu Kambing

Diagram sebab akibat (Gambar 4.3) memperlihatkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas maupun kualitas susu kambing. Faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Aspek manusia:

a. Peternak sangat berperan sebagai manajer bagi peternakannya, karena itu perkembangan suatu peternakan ditentukan oleh bagaimana seorang manajer mengambil keputusan dalam usahanya tersebut. Kemampuan dan ketepatan pe

Gambar

Gambar 1.1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2.2 (a) Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ; (b) Ampas tahu
Gambar 2.4 Kandang kambing peternakan C
Tabel 3.1 Hasil evaluasi aspek Good Dairy Farming Practices peternakan yang diteliti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ini menunjukan bahwa meskipun terjadi penurunan jumlah produksi susu kambing sebesar 74,29 persen pengembangan usaha tetap layak untuk dilaksanakan padahal

Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh imbangan susu kambing dan umbi bengkoang pada nilai organoleptik, overrun, dan daya leleh es krim serta kandungan

Algoritma ELM-PSO dapat digunakan untuk mengoptimasi komposisi pakan kambing PE agar susu yang dihasilkan memiliki kandungan gizi susu yang maksimal, dimana cara

Metode analitik digunakan untuk menge- tahui nilai tambah yang diperoleh dari pengo- lahan susu kambing segar menjadi susu pasteuri- sasi serta menentukan faktor kunci keberhasilan

Kandungan total mikroba ( total plate count = TPC) susu kambing segar selanjutnya diuji menggunakan t-test dan menunjukkan populasi total mikroba lebih tinggi secara

Salah satu usaha ternak kambing PE Senduro yang berada di Kabupaten Lumajang adalah Goatzilla Farm. Goatzilla Farm merupakan peternakan kambing PE Senduro yang melakukan

Kandungan total mikroba ( total plate count = TPC) susu kambing segar selanjutnya diuji menggunakan t-test dan menunjukkan populasi total mikroba lebih tinggi secara

Algoritma ELM-PSO dapat digunakan untuk mengoptimasi komposisi pakan kambing PE agar susu yang dihasilkan memiliki kandungan gizi susu yang maksimal, dimana cara