• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

Pada bagian ini penulis akan membahas secara rinci mengenai data gaya bahasa dan citraan yang diperoleh dari hasil penelitian pada 4 lirik lagu dalam album Chambre 12 karya Louane, yaitu lagu Jour 1, Avenir, Maman, dan Alien.

Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat 64 bentuk gaya bahasa yang terdiri atas 8 jenis yaitu: 19 data gaya bahasa metafora, 16 data gaya bahasa aliterasi, 8 data gaya bahasa asonansi, 6 data gaya bahasa personifikasi, 5 data gaya bahasa hiperbol, 5 data gaya bahasa epitet, 4 data gaya bahasa persamaan atau simile, dan 1 data gaya bahasa kiasmus. Selain itu, terdapat juga 54 bentuk citraan yang terdiri atas 4 jenis yaitu: 36 data citraan gerak, 10 data citraan penglihatan, 6 data citraan perabaan, dan 2 data citraan pendengaran. Mengingat data penelitian yang cukup banyak maka penulis akan membahas perwakilan 2 data dari masing-masing bentuk gaya bahasa dan juga 2 data dari masing-masing bentuk citraan.

4.2.1 Gaya Bahasa pada 4 Lirik Lagu dalam Album Chambre 12 Karya Louane

1. Gaya Bahasa Metafora

Metafora merupakan analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf 1984, hal. 139). Terdapat 19 data gaya bahasa metafora dalam 4 lirik lagu dalam album Chambre 12 karya Louane. Berikut dua contoh pembahasan gaya bahasa metafora.

GB9/L1/13-14 Et l'éternité une nécessité

‘Dan keabadian Sebuah kebutuhan’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa metafora yaitu di dalam kalimat Et l'éternité une nécessité yang berarti ‘Dan keabadian sebuah kebutuhan’. Pada penggalan lirik lagu tersebut terdapat kata l'éternité ‘keabadian’, kata tersebut diibaratkan penulis lagu sebagai keabadian cinta dari orang yang dicintainya. Keabadian merupakan sebuah kekekalan, keabadian ini merupakan metafora dari kekekalan cinta dari orang yang disukai oleh penulis lagu. Dalam lirik lagu tersebut, penulis lagu ingin menyatakan bahwa keabadian cinta dari orang yang dicintai merupakan hal yang dibutuhkan oleh penulis lagu. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan keabadian cinta dari orang yang dicintainya itu merupakan kebutuhannya (hal yang dia butuhkannya) dengan menggunakan metafora Et l'éternité une nécessité.

GB18/L1/31-34 Jour 1000

T'as touché dans le mille Essence térébenthine Cachée dans la poitrine

‘Hari 1000

Kau telah menyentuh ribuan Esensi minyak terpentin

Yang tersembunyi di dalam dada’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa metafora yaitu dalam kalimat T’as touché dans le mille essence térébenthine cachée dans la poitrine yang berarti ‘Kau telah menyentuh ribuan esensi minyak terpentin yang tersembunyi di dalam dada’. Di dalam penggalan lirik lagu tersebut terdapat kata essence térébenthine ‘esensi minyak terpentin’, kata tersebut diibaratkan penulis lagu sebagai inti yang sangat penting dalam hidupnya. Minyak terpentin adalah hasil destilasi (penyulingan) getah pinus, kandungan utama dari minyak terpentin adalah alpha pinene (www.bumn.go.id). Esensi minyak terpentin yang merupakan hasil destilasi (penyulingan) getah pinus ini merupakan metafora dari inti hidup yang sangat penting dari penulis lagu. Dalam lirik lagu tersebut penulis lagu ingin menyatakan bahwa pada hari ke seribu, orang yang dicintainya telah menyentuh (menggetarkan) banyak hal penting dalam kehidupannya, begitu membuat hidup penulis lagu menjadi berkesan. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa orang yang dicintainya telah menyentuh (menggetarkan) banyak hal penting di dalam hidupnya dengan mengibaratkannya sebagai essence térébenthine ‘esensi minyak terpentin’.

2. Gaya Bahasa Aliterasi

Aliterasi adalah jenis gaya bahasa yang berwujud pengulangan huruf konsonan yang sama. Aliterasi biasa digunakan dalam puisi atau prosa agar berfungsi sebagai suatu perhiasan atau penekanan dalam sebuah kalimat pada puisi ataupun prosa (Keraf 1984, hal 130). Terdapat 16 data gaya bahasa aliterasi dalam 4 lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane. Berikut dua contoh pembahasan gaya bahasa aliterasi.

GB32/L3/1-3

Les amants passent de lits en lits Dans les hôtels, sur les parkings Pour fuir toute cette mélancolie

‘Para pecinta berpindah dari ranjang ke ranjang Di hotel, di tempat parkir

Yang menjadi tempat untuk melarikan diri dari semua kesedihan

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa aliterasi yaitu dalam kalimat Les amants passent de lits en lits dans les hôtels, sur les parkings yang berarti ‘Para pecinta berpindah dari ranjang ke ranjang, di hotel, di tempat parkir’.

Pada penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa aliterasi karena adanya pengulangan bunyi konsonan [l] sebanyak 6 kali dalam dua baris di lagu tersebut.

Penggunaan gaya bahasa aliterasi di dalam lirik lagu ini bertujuan untuk memberikan efek keindahan pada lagu tersebut. Melalui aliterasi (pengulangan konsonan) dalam larik lagu tersebut, penulis lagu ingin menyatakan bahwa para pecinta berpindah-pindah untuk bercinta, di tempat tidur, di hotel, di tempat parkir, dan lain-lain yang menjadi sarana untuk melarikan diri dari semua kesedihan. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa para pecinta berpindah

pindah untuk bercinta, di tempat tidur, di hotel, di tempat parkir, dan lain-lain untuk melarikan diri dari semua kesedihan dengan menggunakan gaya bahasa aliterasi, yaitu pengulangan konsonan [l] pada Les amants passent de lits en lits dans les hôtels, sur les parkings.

GB36/L3/5

Des coups de blues, des coups de fils Tout recommencera au printemps

‘Beberapa saat sedih, beberapa panggilan telepon Semuanya akan dimulai kembali pada musim semi’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa aliterasi yaitu dalam kalimat Des coups de blues, des coups de fils yang berarti ‘Beberapa saat sedih, beberapa panggilan telepon’. Dalam penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa aliterasi karena terdapat pengulangan bunyi konsonan [d] sebanyak 4 kali dalam satu baris. Penggunaan gaya bahasa aliterasi tersebut bertujuan untuk memberikan kemerduan bunyi pada lagu tersebut. Melalui aliterasi (pengulangan konsonan) dalam larik lagu tersebut, penulis lagu ingin menyatakan bahwa penulis lagu menceritakan tentang kondisi pusat kota yang tidak begitu baik dan itu terlihat dengan adanya kesedihan-kesedihan dan juga suara telepon dari masing-masing penduduk pusat kota tersebut. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menceritakan tentang kondisi pusat kota yang tidak begitu baik dan terlihat adanya banyak kesediahn dan juga suara telepon dari masing-masing penduduk pusat kota tersebut dengan menggunakan gaya bahasa aliterasi, yaitu pengulangan konsonan [d] pada Des coups de blues, des coups de fils.

3. Gaya Bahasa Asonansi

Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya terdapat dalam puisi dan juga prosa agar memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan (Keraf 1984, hal 130). Terdapat 8 data gaya bahasa asonansi dalam 4 lirik lagu pada Album Chambre 12 karya Louane.

GB8/L1/13-14 Et l’éternité une nécessité

‘Dan keabadian Sebuah kebutuhan’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa asonansi yaitu dalam kalimat Et l'éternité une nécessité yang berarti ‘Dan keabadian sebuah kebutuhan’.

Penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa asonansi karena terdapat pengulangan bunyi vokal [e] sebanyak 7 kali dalam dua baris. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada lirik lagu tersebut bertujuan untuk memberikan efek keindahan pada lagu tersebut. Melalui asonansi (pengulangan vokal) tersebut, penulis lagu ingin menyatakan bahwa di hari ke-9 penulis lagu yang sedang jatuh cinta merasakan bahwa keabadian dalam cinta merupakan sebuah kebutuhan bagi dirinya dan penulis lagu juga merasa bahwa ia membutuhkan cinta dari orang yang dicintainya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan keabadian cinta dari orang yang disukainya adalah kebutuhan baginya dengan menggunakan gaya bahasa asonansi, yaitu pengulangan vokal [e] pada Et l'éternité une nécessité.

GB53/L4/9-10

Je vais hanter tes pensées

Subversivement les faire miennes

‘Aku akan menghantui pikiranmu Mengubahnya menjadi milikku’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa asonansi yaitu dalam kalimat Je vais hanter tes pensées subversivement les faire miennes yang berarti

‘Aku akan menghantui pikiranmu, mengubahnya menjadi milikku’. Penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa asonansi karena menunjukkan adanya pengulangan bunyi vokal [e] sebanyak 4 kali dalam dua baris. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada lagu tersebut memiliki fungsi memberikan efek kemerduan bunyi pada lagu tersebut. Melalui asonansi (pengulangan vokal) [e] tersebut, penulis lagu ingin menyatakan bahwa dia akan selalu menghantui pikiran orang yang disukainya agar menjadi milik penulis lagu. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa dia akan selalu menghantui pikiran orang yang disukainya agar menjadi milik penulis lagu dengan menggunakan gaya bahasa asonansi, yaitu pengulangan vokal [e] pada Je vais hanter tes pensées subversivement les faire miennes.

4. Gaya Bahasa Personifikasi

Gaya bahasa personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (pengisanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora yang mengiaskan benda-benda mati

bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia (Keraf 1984, hal 140). Terdapat 6 data gaya bahasa personifikasi dalam 4 lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane.

GB41/L3/9

Les gratte-ciels nous regardent de haut Comme un oiseau sous les barreaux

‘Gedung pencakar langit memandang rendah kami Seolah-olah burung di balik jeruji’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa personifikasi yaitu dalam kalimat Les gratte-ciels nous regardent de haut yang berarti ‘Gedung pencakar langit memandang rendah kami’. Kata les gratte-ciels ‘gedung pencakar langit’ dalam lirik lagu tersebut memiliki arti sebuah kata benda yang berupa bangunan berukuran besar dan tinggi yang digunakan untuk tempat bekerja, berbelanja, pertunjukan dan lain-lain. Dalam lirik lagu tersebut, kata ‘gedung pencakar langit’ ini dijelaskan oleh penulis lagu seolah-olah dapat bertingkah seperti manusia yaitu memandang (melihat). Gedung pencakar langit merupakan benda mati dan tidak bisa melihat seperti manusia namun dalam lirik lagu tersebut, gedung-gedung tinggi tersebut dibuat seolah-olah dapat melihat atau memandang.

Dalam lirik lagu tersebut penulis lagu ingin menyatakan bahwa gedung-gedung tinggi seolah-olah memandang rendah penulis lagu seperti burung di balik jeruji karena kesedihan yang dialami oleh penulis lagu. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa gedung-gedung tinggi seolah-olah memandang rendah penulis lagu karena kesedihannya dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi, yaitu Les gratte-ciels nous regardent de haut.

GB64/L4/26 En asile exilé

Où la passion est reine

‘Dalam suaka terpencil Di situ gairah meratui’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa personifikasi yaitu dalam kalimat Où la passion est reine yang berarti ‘Di situ gairah meratui’. Kata

‘gairah’ dalam lirik lagu tersebut memiliki arti yaitu sebuah kata benda yang berupa keinginan atau hasrat. Sedangkan kata ‘meratui’ berasal dari kata ‘ratu’ yang berarti seorang pemimpin wanita di dalam sebuah kerajaan, meratui artinya bersikap seperti ratu. Di dalam penggalan lirik lagu tersebut penulis lagu menjelaskan bahwa gairah seolah-olah dapat bertingkah layaknya manusia yaitu meratui. Dalam lirik lagu tersebut, penulis ingin menyatakan bahwa orang yang disukainya tidak akan dapat lari darinya, dalam cengkeramannya, dalam kekuasaan penulis lagu, di mana di situ hanya ada gairah yang ada. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa orang yang disukainya tidak akan dapat lari darinya, dalam cengkeramannya, dalam kekuasaannya, di mana di situ hanya ada gairah yang ada, dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi yaitu Où la passion est reine.

5. Gaya Bahasa Hiperbol

Hiperbol adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf 1984, hal 135).

Terdapat 4 data gaya bahasa hiperbol dalam lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane.

GB11/L1/19

Chaque jour dépendance à l'amour Pas de danse autour

‘Setiap hari tergila-gila karena cinta Namun tanpa menari’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa hiperbol yaitu dalam kalimat Chaque jour dépendance à l'amour yang berarti ‘Setiap hari tergila-gila karena cinta’. Penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa hiperbol karena mengandung suatu pernyataan yang berlebihan yaitu pada kata dépendance à l'amour ‘tergila-gila karena cinta’. Pernyataan tersebut menjelaskan keadaan penulis lagu yang sedang tergila-gila, mencintai dengan sangat terhadap orang yang disukainya. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa dia sedang tergila-gila, mencintai dengan sangat terhadap orang yang disukainya dengan menggunakan gaya bahasa hiperbola yaitu Chaque jour dépendance à l'amour.

GB15/L1/30 100 jours

Si c’était un jour sans Sans en avoir l’air de l’orage dans l’air

‘100 hari

Jika hari itu adalah hari terburuk Tanpa terlihat amarah

yang membadai di udara’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa hiperbol yaitu dalam kalimat Sans en avoir l’air de l’orage dans l’air yang berarti ‘Tanpa terlihat amarah yang membadai di udara’. Pada penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya

bahasa hiperbol karena penulis lagu menggunakan suatu pernyataan yang bersifat berlebihan yaitu pada kata de l’orage dans l’air ‘amarah yang membadai di udara’.

‘Amarah yang membadai di udara’ merupakan gaya bahasa hiperbol karena bahasa lagu dibuat berlebihan dengan kata ‘membadai di udara’ supaya lebih berkesan dan lebih indah. Pernyataan lirik lagu tersebut menjelaskan bahwa penulis lagu tidak akan marah jika pada hari ke-100 merupakan hari terburuk baginya. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa dia tidak akan marah jika di hari ke-100 merupakan hari terburuk baginya dengan menggunakan gaya bahasa hiperbol yaitu Sans en avoir l’air de l’orage dans l’air.

6. Gaya Bahasa Epitet

Epitet (epiteta) adalah acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang (Keraf 1984, hal 141). Terdapat 5 data gaya bahasa hiperbol dalam 4 lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane.

GB34/L3/4

Le cœur des villes a mauvaise mine

‘Jantung kota terlihat mengerikan’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa epitet yaitu dalam kalimat Le cœur des villes a mauvaise mine yang berarti ‘Jantung kota terlihat mengerikan’. Penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa epitet karena terdapat kata yang menunjukkan ciri khusus dari sesuatu hal yaitu pada kata le cœur des villes ‘jantung kota’. Penggunaan kata jantung kota ini memiliki maksud yaitu

sebuah pusat kota. Dalam lirik ini, penulis lagu ingin menyatakan bahwa para pecinta berpindah-pindah untuk bercinta, di tempat tidur, di hotel, di tempat parkir, dan lain-lain untuk melarikan diri dari kesedihan, begitu mengerikan kondisi pusat kota. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan begitu mengerikannya kondisi di pusat kota dengan menggunakan gaya bahasa epitet, yaitu le cœur des villes.

GB40/L3/9

Les gratte-ciels nous regardent de haut Comme un oiseau sous les barreaux

‘Gedung pencakar langit memandang rendah kami Seolah-olah burung di balik jeruji’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa epitet yaitu dalam kalimat Les gratte-ciels nous regardent de haut yang berarti ‘Gedung pencakar langit memandang rendah kami’. Penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa epitet karena terdapat kata yang menunjukkan ciri khusus dari sesuatu hal yaitu pada kata les grate-ciels ‘gedung pencakar langit’. Kata ‘gedung pencakar langit’ dalam lirik lagu tersebut memiliki arti (merupakan epitet) yaitu isi pusat kota. Dalam lirik lagu ini, penulis lagu ingin menyatakan bahwa isi pusat kota menganggap dirinya rendah dan dianggap seperti orang yang terpenjara dan tidak bebas. Dapat disimpulkan bahwa sang penulis lagu menceritakan dirinya yang dianggap rendah oleh isi pusat kota tersebut dan dianggap seperti orang yang terpenjara dan tidak bebas dengan menggunakan gaya bahasa epitet yaitu les grate-ciels.

7. Gaya Bahasa Persamaan atau simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain menggunakan kata-kata pembanding eksplisit: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya (Keraf 1984, hal 138). Terdapat 4 data gaya bahasa persamaan atau simile dalam 4 lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane.

GB42/L3/9-10

Les gratte-ciels nous regardent de haut Comme un oiseau sous les barreaux

‘Gedung pencakar langit memandang rendah kami Seolah-olah burung di balik jeruji’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa persamaan atau simile pada kalimat Les gratte-ciels nous regardant de haut comme un oiseau sous les barreaux yang berarti ‘Gedung pencakar langit memandang rendah kami seolah-olah burung di balik jeruji’. Penggalan lirik lagu di atas mengandung persamaan atau simile karena adanya kata pembanding eksplisit comme yang berarti ‘seperti’ yang menunjukkan persamaan antar 2 hal yang berbeda. Hal yang dibandingkan dalam lirik lagu tersebut adalah pusat kota yang memandang rendah penulis lagu seperti burung di balik jeruji. Dalam lirik ini, penulis lagu ingin menyatakan bahwa kesedihan penulis lagu menyebabkan lingkungan memandang rendah dirinya seperti burung di balik jeruji. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan kondisinya yang menyedihkan dengan menggunakan gaya

bahasa persamaan atau simile, yaitu Les gratte-ciels nous regardant de haut comme un oiseau sous les barreaux.

GB59/L4/20

L’amour est un schizophrène

‘Cinta itu skizofrenia’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa persamaan atau simile dalam kalimat L’amour est un schizophrène yang berarti ‘Cinta itu skizofrenia’.

Penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa persamaan atau simile karena adanya perbandingan secara eksplisit antara kata cinta dan skizofrenia.

Skizofrenia adalah gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan ini menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku yang menyebabkan penderitanya kesulitan membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri (https://www.alodokter.com/skizofrenia). Skizofrenia ini dipersamakan dengan cinta yang dianggap sebagai penyakit skizofrenia yang merupakan penyakit jiwa yang ditandai dengan adanya halusinasi yang membuat orang tergila-gila. Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan bahwa cinta itu seperti skizofrenia yang membuat orang tergila-gila dengan gaya bahasa persamaan atau simile, yaitu L’amour est un schizophrène.

8. Gaya Bahasa Kiasmus

Kiasmus (chiasmus) adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari 2 bagian, baik frasa atau klausa yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu

sama lain tetapi susunan frasa dan klausanya terbalik jika dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya (Keraf 1984, hal 132). Terdapat 1 data gaya bahasa yang mengandung gaya bahasa kiasmus di dalam 4 lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane.

GB48/L3/15-16

A l'heure où les bars se remplissent Cette même heure où les cœurs se vident

‘Pada saat bar terisi penuh

Jam itu juga ketika hati mengosongkan diri’

Pada lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa kiasmus yaitu pada kalimat A l'heure où les bars se remplissent, cette même heure où les cœurs se vident yang berarti ‘Pada saat bar terisi penuh, jam itu juga ketika hati mengosongkan diri’. Pada penggalan lirik lagu tersebut mengandung gaya bahasa kiasmus karena terdapat pertentang antara frasa pertama dengan frasa kedua.

Penulis lagu menjelaskan bahwa saat bar terisi penuh pengunjung, namun sebaliknya itu merupakan waktu dimana hati penulis lagu merasa kosong. Pada lirik lagu tersebut, penulis lagu ingin menyatakan kondisi hatinya yang kosong (sepi), yaitu pada saat bar penuh dengan orang, hatinya terasa kosong (sepi). Dapat disimpulkan bahwa penulis lagu ingin menyatakan mengenai hatinya yang kosong (sepi) menggunakan gaya bahasa kiasmus, yaitu A l'heure où les bars se remplissent, cette même heure où les cœurs se vident.

Dari 64 data gaya bahasa tersebut, bentuk gaya bahasa yang paling sering muncul adalah gaya bahasa metafora yaitu sejumlah 19 data. Hal ini menunjukkan bahwa

penulis lagu menyukai keindahan lirik lagu dengan pengibaratan sesuatu pada hal lain secara tidak langsung (metafora) di dalam lagu-lagunya.

4.2.2 Citraan pada 4 Lirik Lagu dalam Album Chambre 12 Karya Louane 1. Citraan Gerak

Menurut Pradopo (2009, hal 87), citraan gerak ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada umumnya. Terdapat 36 data citraan gerak dalam 4 lirik lagu pada album Chambre 12 karya Louane.

C2/L1/9-10

Je t'ai regardé toute la nuit

danser sur mon âme n'est plus permis

‘Aku memperhatikanmu sepanjang malam

berdansa di jiwaku walaupun tidak lagi diizinkan’

Pada lirik lagu tersebut mengandung citraan gerak yaitu dalam kalimat Je t'ai regardé toute la nuit danser sur mon âme n'est plus permis yang berarti ‘Aku memperhatikanmu sepanjang malam berdansa di jiwaku walaupun tidak lagi

Pada lirik lagu tersebut mengandung citraan gerak yaitu dalam kalimat Je t'ai regardé toute la nuit danser sur mon âme n'est plus permis yang berarti ‘Aku memperhatikanmu sepanjang malam berdansa di jiwaku walaupun tidak lagi

Dokumen terkait