• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien di ruang rawat inap Gedung Teratai Lt. V Selatan kelas III, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Pemantauan terapi dilakukan pada pasien bulan Februari dengan mengumpulkan data pasien. Data pasien yang dikumpulkan tersebut berupa data rekam medik, profil pengobatan pasien dan pencatatan penggunakan obat (card deck). Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien bernama Tn. SW dengan usia 44 tahun 6 bulan. Tn. SW dibawa ke RSUP Fatmawati pada tanggal 11 Februari 2015 dan mendapatkan perawatan di rawat inap sejak tanggal 12 Februari 2015.

Diagnosa masuk dari dokter yang menangani Tn. SW adalah Esophagitis Bile Reflux disertai dengan Hemorrhoid dan Peritonitis Tuberkulosis. Dalam pedoman pemantauan terapi obat, pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit, polifarmasi, dan pasien geriatri adalah salah satu kriteria pasien yang perlu mendapatkan pemantauan terapi obat.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium pasien pada saat masuk rumah sakit, diketahui bahwa kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit pasien berada dibawah rentang nilai normal. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami kekurangan zat besi dan menderita anemia serta pendarahan. Leukosit dan trombosit pasien menunjukan nilai yang besar diatas nilai normal. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami infeksi dan pendarahan. Hal yang sama didapat pada pemeriksaan indeks eritrosit. Kadar volume eritrosit rata-rata (VER), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER), kadar hemoglobin eritrosit rata-rata, dan luas distribusi eritrosit berada pada rentang tidak normal. Hal ini menyimpulkan bahwa pasien menderita infeksi dan pendarahan sehingga pasien kekurangan darah dan membutuhkan transfusi darah.

Pemeriksaan laboratorium pasien (Tn. SW) pada tanggal 12 Februari 2015 menunjukan ketidaknormalan kadar eosinofil, netrofil, retikulosit, fibrinogen, D- dimer, TIBC, dan albumin. Hal ini menunjukkan terjadinya infeksi dan gangguan pada hematologi pasien. Nilai D-dimer yang tinggi juga menanadakan adanya sejenis polip, tumor, atau kanker yang tumbuh dan berkembang pada pasien.

Selama masa perawatan, pasien diberikan IVFD NaCl 0,9%, ca glukonas, injeksi transamin 250 mg/5mL, injeksi vitamin K 2 mg/mL, omeprazol tab 40 mg, tramadol 100 mg dalam drip NaCl, cefotaxime 1 g, venofer 100 mg dalam normal saline, durogesic patch 25 mg, parasetamol tab 500 mg, amitriptilin tab 25 mg, dan sukralfat tab 15 mg. NaCl 0,9% merupakan infus yang berfungsi untuk mengganti cairan plasma isotonic pasien sehingga keseimbangan elektrolit pasien dapat terjaga. Sedangkan ca glukonas diberikan untuk menjaga keseimbangan kalsium dalam tubuh pasien. Pemberian ca glukonas perlu dilakukan secara perlahan dan diperlukan pemantauan ekstra. Pemberian secara cepat akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, penurunan tekanan darah, bradikardi dan aritmia jantung, bahkan dapat menimbulkan cardiac arrest. Oleh karenanya

pemberian secara intravena baik secara bolus maupun continuous perlu

monitoring tekanan darah.

Injeksi transamin diberikan untuk mengatasi pendarahan yang dialami oleh pasien akibat penyakit hemorrhoid yang diderita pasien. Injeksi vitamin K diberikan untuk menjegah terjadinya pendarahan berulang pada pasien. Sama halnya dengan ca glukonas, pemberian injeksi vitamin K juga perlu dilakukan secara perlahan. Omeprazol diberikan untuk mengatasi Esophagitis Bile Reflux yang diderita pasien. Tramadol, durogesic patch, dan parasetamol diberikan untuk menghilangkan rasa nyeri tak tertahankan yang dialami oleh pasien akibat berbagai komplikasi penyakit yang dideritanya. Tramadol drip intravena diberikan diawal untuk menghentikan rasa nyeri dengan cepat, sedangkan durogesic patch digunakan untuk menjaga kadar obat penghilang rasa nyeri yang digunakan agar tetap berada pada rentang terapetiknya sehingga pasien tidak merasakan rasa nyeri kembali. Parasetamol digunakan ketika rasa nyeri yang dialami pasien sudah berkurang.

Venofer diberikan untuk mengobati anemia yang dialami pasien akibat pendarahan. Cefotaxime diberikan untuk menghentikan infeksi yang dialami pasien. Cefotaxime merupakan antibiotik sefalosporin golongan ketiga. Oleh karena itu, penggunaannya perlu dilakukan pemantauan ekstra oleh Apoteker untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik pada pasien dan mencegah terjadinya kegagalan terapi antibiotik pasien. Amitriptilin digunakan sebagai obat

antidepresi. Dan sukralfat digunakan untuk mengobati esofagitis yang diderita pasien.

Penggunaan obat-obatan yang diperoleh pasien selama masa perawatan di RSUP Fatmawati dapat dikatakan tepat sasaran sesuai dengan kondisi klinik pasien dan hasil data laboratorium. Dari jumlah obat yang diperoleh pasien, yaitu sekitar 13 jenis obat-obatan yang digunakan termasuk infus dan injeksi, tidak ditemukan adanya interaksi obat dari berbagai macam obat yang digunakan oleh pasien. Berdasarkan jumlah tersebut, dapat dikatakan bahwa pemberian obat pada pasien mencapai tingkat polifarmasi. Namun, jika dilihat dari efek samping dan interaksi obat, pengobatan yang didapatkan pasien sudah cukup baik. Dosis yang diberikan pun rasional dan berada dalam rentang terapeutiknya. Selain obat- obatan, asuhan gizi pasien juga perlu diperhatikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medic pasien, pasien tidak mengalami gangguan makan. Pasien dapat makan secara normal. Hal ini membuat pemulihan pasien dapat berlangsung lebih cepat.

Salah satu bentuk kegiatan farmasi klinik adalah pemberian konseling. Pasien dengan penyakit infeksi dan pendarahan memiliki kecenderungan terjadi komplikasi dengan multi penyakit sehingga harus menerima polifarmasi. Hal ini merupakan salah satu kriteria yang perlu mendapatkan konseling ataupun asuhan kefarmasian lainnya. Pemberian konseling terkait penggunaan obat ataupun hal- hal lain terkait pasien seperti meyakinkan kepada pasien bahwa kepatuhannya dalam penggunaan obat sesuai anjuran dokter akan sangat membantu dalam proses pengobatannya demi peningkatan kualitas hidup pasien. Selain itu, gejala yang dirasakan pasien baik itu berasal dari penyakit itu sendiri ataupun karena efek samping penggunaan obat harus selalu dikomunikasikan kepada dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar cepat mendapatkan perhatian medis.

BAB 5

Dalam dokumen UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMANTAU (Halaman 63-66)

Dokumen terkait