• Tidak ada hasil yang ditemukan

Galur mandul jantan yang digunakan dalam perakitan padi hibrida maupun pengembangan hibrida komersial di Indonesia saat ini menggunakan beberapa galur mandul jantan asal IRRI, seperti IR62829A, IR58025A, IR68897A, IR68886A dan IR68888A. Semua galur mandul jantan tersebut memiliki latar belakang sitoplasma tipe wild abortive (WA). Penggunaan satu tipe galur mandul jantan secara terus menerus, dikhawatirkan akan mengakibatkan kerapuhan genetik pada padi hibrida terhadap hama dan penyakit. Penggunaan padi hibrida dengan kondisi demikian secara luas dapat menyebabkan ledakan populasi hama atau penyakit, seperti yang pernah terjadi pada jagung hibrida (Texas CMS).IRRI telah mengidentifikasi adanya sumber sitoplasma lain, seperti Gambiaca, Dissi, ARC, Kalinga, Hong Lian, Indonesian Paddy dan sumber sitoplasma lain dari padi liar (O. rufipogon dan O. perennis). Sumber sitoplasma tersebut belum banyak digunakan dalam perakitan padi hibrida.Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi kemungkinan pemanfaatan dua sumber sitoplasma tersebut dalam perakitan galur mandul jantan baru di Indonesia.

Perakitan galur mandul jantan baru dilakukan dengan mentransfer sifat mandul jantan ke calon galur pelestari melalui pembuatan persilangan antara GMJ dari tiga sumber sitoplasma (WA, Gambiaca dan Kalinga) dengan 19 galur dihaploid calon galur pelestari. Galur-galur dihaploid tersebut telah diidentifikasi memiliki karakter agromorfologi, komponen hasil dan hasil yang baik serta bervariasi (Tabel 9 dan 13). Sebagian besar galur dihaploid calon pelestari yang diuji memiliki eksersi malai yang baik (skor 1), daun bendera yang tegak dan warna antera yang kuning dan gemuk karena mengindikasikan bunga galur-galur tersebut mengandung banyak polen.

Seleksi calon galur pelestari perlu memperhatikan beberapa karakter sekaligus, hasil analisis sidik lintas yang telah dilakukan sangat bermanfaat untuk menentukan kriteria seleksi menggunakan beberapa karakter sekaligus, sehingga seleksi dapat dilakukan melalui metode indeks seleksi. Bagan sidik lintas bermanfaat dalam menentukan besaran bobot setiap karakter yang akan diseleksi. Hasil sidik lintas memperlihatkan bahwa galur-galur dihaploid calon pelestari memiliki komponen hasil (gabah isi per malai, bobot malai, bobot 1000 butir dan panjang malai) yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap bobot hasil.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada galur-

galurdihaploid tersebut, selain jumlah anakan, bobot malai juga merupakan satu karakter yang memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap bobot hasil per rumpun.Jumlah gabah isi per malai memiliki pengaruh tidak langsung yang besar terhadap bobot hasil per rumpun.Karakter bobot malai dan jumlah gabah isi per malai mempunyai nilai heritabilitas dan variabilitas yang luas, sehingga kedua karakter tersebut dapat diseleksi secara lebih efektif (Bahar et al. 2000, Zen 2002).

Penyakit hawar daun bakteri dapat menurunkan bobot hasil secara signifikan karena menyebabkan gejala hawar (blight) yang merusak klorofil pada daun, sehingga kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis berkurang. Calon galur pelestari telah diuji ketahanannya terhadap tiga patotipe penyakit hawar daun bakteri (HDB/Xanthomonas oryzae pv. oryzae/Xoo).Di Asia serangan Xoo dapat mengurangi hasil padi 50% sampai 80% (Makino et al. 2006). Sudir & Suparyono (2001) melaporkan bahwa populasi Xoo di Jawa didominasi oleh patotipe III (42,7%), patotipe IV (15,3%), dan patotipe VIII (42,0%). Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat tiga galur dihaploid bereaksi tahan terhadap patogen HDBpatotipeIII, satu galur tahan terhadap patogen HDB patotipe IV dan dua galur tahan terhadap patogen HDB patotipe VIII. Galur H36- 4-M merupakan galur yang agak tahan terhadap patogen HDB patotipe III tetapi sangat tahan terhadap patotipe VIII. Galur B4-1-Dc teridentifikasi agak tahan terhadap patogen HDB III dan sangat tahan terhadap patotipe IV maupun VIII.

Galur pelestari merupakan polinator spesifik bagi galur mandul jantan, sehingga benih yang dihasilkan akan tetap menjadi mandul jantan. Pada dasarnya kedua galur ini mempunyai karakteristik utama yang sangat mirip dan hanya dibedakan oleh kondisi sitoplasma masing-masing galur. Galur pelestari mempunyai sitoplasma normal dengan gen rf di dalam nukleusnya, sehingga galur ini potensial untuk diinkorporasi menjadi galur mandul jantan. Galur mandul jantan mempunyai gen pemulih kesuburan (gen rf) resesif yang mengakibatkan gangguan pada sitoplasma dan menyebabkan terjadinya gangguan pada pembentukan polen, sehingga polen tidak fungsional (Virmani et al. 1997). Dengan demikian karakteristik utama galur mandul jantan sangat ditentukan oleh karakter agronomi galur pelestari pasangannya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa galur-galur dihaploid yang diuji memenuhi syarat untuk digunakan sebagai calon galur pelestari dan dapat dikonversi menjadi galur mandul jantan baru melalui uji silang (test cross).

119

Hasil uji silang menunjukkan bahwa tidak semua galur dihaploid mampu melestarikan sterilitas polen GMJ tipe WA, Kalinga dan Gambiaca. Sembilan galur dihaploid teridentifikasi dapat berfungsi sebagai galur pelestari bagi GMJ tipe WA. Galur dihaploid yang dapat berfungsi sebagai galur pelestari bagi GMJ tipe Gambiaca hanya H36-4-M, sedangkan empat galur dihaploid lain (H36-3-Ma, H36-3-Mc, B1-1-Mb dan B1-2-Pb) mampu melestarikan sterilitas polen GMJ tipe Kalinga. Tanaman F1 yang dihasilkan oleh galur-galur dihaploid di atas mempunyai sterilitas 90-100% dan digunakan sebagai bahan silang balik berkelanjutan untuk membentuk GMJ baru. Silang balik berkelanjutan telah dilaksanakan sampai generasi F1BC5, dan menghasilkan 10 GMJ baru yang stabil sterilitasnya (Tabel 18). Sepuluh GMJ baru tersebut terdiri dari enam GMJ tipe WA, satu GMJ tipe Gambiaca dan tiga GMJ tipe Kalinga. Seluruh GMJ tipe Gambiaca dan Kalinga mencapai mandul sempurna pada generasi yang lebih awal (F1BC3) dibandingkan GMJ tipe WA (F1BC5). Hal ini merupakan indikasi bahwa GMJ tipe Kalinga dan Gambiaca memiliki sterilitas polen yang lebih stabil dibandingkan GMJ tipe WA. Sterilitas polen yang stabil dari generasi ke generasi dan tidak terpengaruh oleh temperatur dan panjang hari merupakan kriteria penting dalam pemanfaatan GMJ untuk komersialisasi padi hibrida sistem tiga galur. Selain itu, sepuluh GMJ di atas memiliki karakter biologi dan perilaku bunga baik seperti persentase eksersi stigma tinggi dan umur genjah. Karakter agromorfologi 10 GMJ tersebut juga sangat mendukung, seperti tanaman yang semi-dwarf dan jumlah anakan produktif yang cukup banyak. Selanjutnya, dipilih 5 GMJ baru yang mewakili masing-masing sumber sitoplasma (WA, Gambiaca dan Kalinga) untuk dipelajari lebih lanjut.

Kriteria lain GMJ yang baik untuk komersialisasi padi hibrida sistem tiga galur adalah mempunyai kemampuan menyerbuk silang yang tinggi. Kemampuan tersebut terkait erat dengan beberapa karakter dan perilaku bunga GMJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua GMJ baru, baik tipe WA (BI485A, BI599A), Gambiaca (BI855A) dan Kalinga (BI639A, BI665A) memiliki eksersi malai yang cukup baik (>75%). Tabel 21 dan 23 menggambarkan bahwa GMJ baru yang diperoleh pada penelitian ini memiliki karakter dan perilaku bunga yang lebih baik dibandingkan IR58025A. GMJ baru tipe WA memiliki persentase eksersi stigma, durasi pembukaan lemma dan palea, serta sudut membuka lemma dan palea saat anthesis yang nyata lebih baik dibandingkan IR58025A. Dua GMJ tipe WA ini juga memiliki umur berbunga yang lebih genjah

dibandingkan IR58025A. GMJ baru tipe Gambiaca dan Kalinga nyata memiliki persentase eksersi stigma lebih tinggi, lebar stigma, panjang stilus dan sudut membuka lemma palea saat anthesis yang lebih baik dibandingkan IR58025A. Karakter dan perilaku bunga yang lebih baik diduga menyebabkan kemampuan menyerbuk silang dari GMJ tersebut meningkat, sehingga pembentukan biji hasil serbuk silang pada GMJ baru lebih tinggi dibanding IR58025A.

Analisis korelasi membuktikan bahwa beberapa karakter dan perilaku bunga GMJ terkait erat dengan kemampuan GMJ tersebut menerima polen asing dan membentuk biji. Karakter lebar stigma, persentase eksersi stigma dan sudut membuka lemma dan palea saat anthesis berkorelasi positif dan nyata dengan pembentukan biji(seed set) (Tabel 24). Sudut membuka bunga GMJ baru yang lebar menyebabkan polen-polen dari tanaman jantan (maintainer) tidak terhalang oleh lemma dan palea, sehingga jatuh di permukaan stigma yang lebar. Persentase eksersi stigma yang besar mendukung terbentuknya biji yang tinggi pada GMJ. Pengguguran polen (dehiscence) oleh galur pelestari yang terjadi tidak pada waktu yang bersamaan dengan membukanya lemma palea galur mandul jantan, masih berkesempatan untuk jatuh pada permukaan stigma yang berada di luar spikelet, sehingga memperbesar keberhasilan polinasi. Durasi dan sudut pembukaan bunga, ukuran stigma dan persentase eksersi stigma merupakan karakter penting yang bertanggung jawab terhadap kemampuan serbuk silang alami galur mandul jantan (Singh & Sirisha 2003). Panjang filamen dan sudut pembukaan lemma palea galur pelestari ternyata mempengaruhi persentase seed set pada GMJ baru. Sudut membuka bunga yang lebar dengan filament yang panjang, menyebabkan antera galur pelestari dapat keluar sempurna dan dapat menggugurkan polen-polennya tanpa terhalang oleh lemma dan palea.

Ketahanan GMJ baru terhadap patogen penyakit hawar daun bakteri beragam (Tabel 20).GMJ tipe WA bereaksi agak tahan terhadap patogen HDB patotipe III dan IV, tetapi agak rentan terhadap patotipe VIII.GMJ tipe Gambiaca bereaksi tahan terhadap patogen HDB patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV, tetapi agak rentan terhadap patotipe VIII.GMJ tipe Kalinga yang memiliki ketahanan lebih baik terhadap patogen HDB adalah BI665A.GMJ ini agak tahan terhadap patogenHDB patotipe III, tetapi bereaksi sangat tahan terhadap patotipe IV dan VIII.Adanya ketahanan GMJ baru terhadap penyakit HDB menambah nilai

121

positif dari GMJ-GMJ tersebut, terutama dalam pemanfaatannya nanti untuk perakitan varietas padi hibrida.

Hasil penelitian pertama hingga ketiga telah mendapatkan sepuluh galur mandul jantan baru yang memenuhi kriteria sesuai untuk digunakan dalam perakitan padi hibrida.GMJ baru ini memiliki sterilitas polen yang sempurna (completely sterile), stabil dari generasi ke generasi, tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur maupun musim. Hal ini didukung olehkarakter dan perilaku bunga GMJ baru yang mendukung kemampuan serbuk silangnya dan memiliki ketahanan terhadap satu atau lebih patotipe penyakit hawar daun bakteri.

Potensi produksi benih GMJ diketahui sangat beragam.GMJ baru harus memiliki potensi produksi benih yang tinggi untuk menjamin ketersediaan benih dalam komersialisasi padi hibrida. Kemudahan produksi benih juga akan berpengaruh positif terhadap harga benih tersebut. Semakin mudah dan tinggi produksi benih, maka harga benih akan lebih rendah karena dapat menutupi biaya produksi yang telah dikeluarkan. Banyak faktor teknis maupun non-teknis yang mempengaruhi hasil dan kualitas benih GMJ, seperti suhu, cahaya matahari, kelembaban, aplikasi pupuk dan bahan kimia lain. GA3 dalam konsentrasi rendah dilaporkan dapat meningkatkan kemampuan menyerbuk silang dari kedua galur tetua padi hibrida (Tiwari et al. 2011).

Tiga GMJ baru dengan tiga latar belakang sitoplasma berbeda digunakan dalam penelitian ini. Seluruh GMJ baru telah memiliki karakter bunga dan perilaku bunga yang lebih baik dibanding IR58025A. Namun masih terdapat beberapa kelemahan seperti sebagian pangkal malai yang tertutup oleh pelepah daun bendera dan malai yang pendek. Beberapa hasil penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa karakter-karakter tersebut dapat diperbaiki dengan menyemprotkan GA3 (Yuan et al. 2003, Gavino et al. 2008, Tiwari et al. 2011). Oleh karena itu, pada penelitian ini diberikan perlakuan tambahan berupa penyemprotan GA3 dengan konsentrasi 200 ppm.

Bobot panen benih GMJ tanpa penyemprotan GA3 nyata lebih rendah dibandingkan bobot panen dari GMJ yang disemprot GA3. Pola ini terjadi baik pada GMJ baru maupun GMJ pembanding. Bobot tertinggi diperoleh oleh BI485A, diikuti oleh BI639A dan BI853A. Hasil yang tinggi dari BI485A tampaknya didukung oleh karakter dan perilaku bunga GMJ yang baik, seperti durasi pembukaan bunga yang lama saat anthesis (143,87 menit), sudut

membuka bunga saat antesis yang lebar (40,27o), eksersi stigma yang tinggi (74,72o) dan durasi kesegaran dan reseptivitas putik yang lebih lama (Tabel 21 dan 23). Karakter dan perilaku bunga yang baik tersebut mampu mendukung persilangan alami sampai terbentuknya biji per malai (seed set), sehingga ketika disemprot GA3 dengan konsentrasi 200 ppm seed set meningkat sangat nyata dari 8,14% menjadi 22,20%. Galur BI855A sebenarnya memiliki karakter bunga yang lebih baik dibandingkan BI639A, tetapi benih yang dihasilkan lebih rendah karena kesalahan dalam pengaturan sinkronisasi pembungaan dengan pelestarinya. Pada plot BI855A/B, galur pelestari berbunga 6 – 7 hari lebih awal dibandingkan galur mandul jantan. Hal ini menyebabkan polen tetua jantan yang tersedia sangat sedikit ketika stigma galur mandul jantan memasuki fase reseptif, sehingga seed set yang terbentuk rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyemprotan 200 ppm GA3 dapat memperbaiki karakter agromorfologi dan perilaku bunga GMJ, sehingga meningkatkan hasil panen. Secara fisiologi, Chhun et al. (2007) menyatakan bahwa giberelin dapat mempengaruhi aktivitas jaringan tapetum pada fase pembentukan polen, sehingga dapat meningkatkan jumlah dan viabilitas polen. Menurut Suharsi (2009), perkembangan polen fase spermatogenesis terjadi bersamaan dengan pembentukan dan perkembangan primordia bunga. Karena itu, pemberian GA3untuk meningkatkan jumlah dan viabilitas polen harus dilakukan saat vegetatif. Viabilitas polen tertinggi terjadi pada perlakuan penyemprotan GA3 saat 8 MST. Yadav et al. (2005), melaporkan bahwa asam giberelat dapat meningkatkan kemampuan menyerbuk silang alami GMJ.Penyemprotan GA3 menyebabkan bunga membuka lebih lama, sudut membuka lemma palea menjadi lebih lebar dan persentase eksersi stigma meningkat, sehingga persentase seed set meningkat. Namun penyemprotan GA3 pada penelitian tersebut tidak meningkatkan durasi anthesis dan kemampuan stigma menerima polen (receptive), walau dosis yang digunakan cukup besar (60 g/ha). Dalam penelitian ini, penyemprotan GA3 dengan konsentrasi 200 ppm meningkatkan durasi reseptivitas stigma terhadap polen. Hal ini mungkin karena waktu penyemprotan yang berbeda antara penelitian ini dengan penelitian Yadav et al. (2005). Yadav et al. (2005) memberikan perlakuan GA3 pada 10% fase berbunga, sedangkan pada penelitian ini, penyemprotan GA3 dilakukan saat bunga mulai muncul (emerged) hingga 5% berbunga. Aplikasi GA3 pada fase yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap

123

morfologi dan fisiologi bunga GMJ. Namun mekanisme detail GA3 dalam mempengaruhi kedua karakter tersebut belum dilaporkan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut.

Secara umum, ketiga galur mandul jantan yang diuji lebih baik dibanding dengan galur pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbaikan berbagai karakter ketiga galur uji yang mendukung kemampuan menyerbuk silang dan pembentukan gabah per malai. Galur IR58025A memiliki eksersi malai yang lebih baik, tetapi durasi pembukaan bunga, sudut membuka bunga saat antesis dan persentase eksersi stigma dari galur ini lebih rendah dibandingkan GMJ baru. Selain itu, rangkaian penelitian ini juga menggambarkan bahwa GMJ uji yang memiliki latar belakang sitoplasma berbeda dapat digunakan sebagai GMJ baru fungsional.

Agar dapat digunakan secara efektif dalam perakitan padi hibrida, galur mandul jantan baru harus memiliki daya gabung yang tinggi dengan galur-galur pemulih kesuburan. Hasil analisis terhadap 75 hibrida baru menunjukkan bahwa efek daya gabung khusus lebih dominan dibandingkan efek daya gabung umum. Dua belas hibrida dengan bobot hasil di atas 8 t/ha dihasilkan oleh tetua yang keduanya memiliki nilai daya gabung umum rendah. Nilai daya gabung khusus tertinggi ditunjukkan oleh BI599A/BP1028F, diikuti oleh BI855A/SMD11, BI855A/CRS8, BI485A/BP1028F, BI599A/BP2274, dan BI665A/SMD11(Tabel 33). Nilai daya gabung khusus yang tinggi, yang dihasilkan oleh tetua-tetua dengan daya gabung umum yang rendah menunjukkan bahwa sifat ini dikendalikan oleh aksi gen overdominan, dominan x dominan atau epistasis. Tetua-tetua hibrida dengan daya gabung khusus yang tinggi dan positif seperti ini, sesuai untuk dimanfaatkan dalam penelitian dan perakitan padi hibrida dengan sifat heterosis yang baik.

Berdasarkan pengamatan terhadap persentase gabah isi per malai pada masing-masing hibrida, terlihat bahwa terdapat perbedaan kemampuan memulihkan kesuburan polen oleh galur pemulih kesuburan terhadap tiga tipe GMJ. Di antara 30 hibrida yang dirakit menggunakan GMJ tipe WA, terdapat 13 galur pemulih kesuburan yang menghasilkan persentase gabah isi per malai di atas 70% (Tabel 35, 36, 38). Hal tersebut berarti bahwa 13 galur tersebut berfungsi baik sebagai galur pemulih kesuburan bagi GMJ baru dengan latar belakang sitoplasma wild abortive (Virmani et al. 1997). Pada 15 hibrida turunan

GMJ tipe Gambiaca, terdapat 7 hibrida yang mampu menghasilkan persentase gabah isi per malai lebih dari 70% (Tabel 35, 36, 38).

Tabel 38 Karakter agronomi dan standar heterosis karakter hasil hibrida turunan GMJ tipe WA, Gambiaca dan Kalinga

Keterangan: TT= tinggi tanaman, JAP= jumlah anakan produktif, UB= umur berbunga 50%, PM= panjang malai, %GABSI= persentase gabah isi per malai.

Di antara 30 hibrida turunan GMJ tipe Kalinga, hanya 12 hibrida yang menunjukkan persentase gabah isi per malai di atas 70%. GMJ dengan latar belakang sitoplasma Gambiaca dapat dipulihkan kesuburannya oleh gen Rf3 yang berada di kromosom 1 pada jarak 2,1 cM dari marka RM576. GMJ tipe WA dipulihkan kesuburannya oleh gen Rf3 yang berlokasi 2,8 cM dari RM490 pada kromosom 1 dan gen Rf4 yang berada pada 1,6 cM dari marka RM1108 di kromosom 10. Aktivitas gen Rf3 dilaporkan lebih kuat dalam mengembalikan kesuburan (Sattari et al. 2008). Beberapa galur pemulih kesuburan yang efek kerja gen Rf3-nya lebih kuat dibandingkan gen Rf4 ketika memulihkan kesuburan dari galur mandul jantan, akan memiliki kemampuan untuk memulihkan GMJ tipe Gambiaca. Oleh karena itu GMJ dengan latar belakang sitoplasma Gambiaca masih dapat dipulihkan kesuburannya oleh galur-galur pemulih kesuburan bagi

125

GMJ tipe WA.Untuk GMJ tipe Kalinga belum diketahui gen Rf yang bertanggung jawab dalam memulihkan kesuburannya. Namun penggunaan galur-galur pemulih kesuburan yang mengandung gen Rf3 dan Rf4 di atas, ada yang mampu memulihkan kesuburan GMJ tipe Kalinga. Hal ini tampak dari persentase pengisian biji yang >70% (Tabel 38).

Sejumlah hibrida menghasilkan bobot panen yang memiliki nilai heterosis yang tinggi terhadap tetua terbaik maupun rata-rata kedua tetuanya. Nilai heterosis tersebut sangat beragam dan ditemukan adanya nilai positif maupun negatif. Hal demikian terjadi pada semua karakter, mengindikasikan bahwa terdapat keragaman ekspresi heterosis yang berbeda pada semua karakter yang diamati dari setiap hibrida. Hibrida yang memiliki heterosis positif pada karakter bobot hasil, juga memiliki heterobeltiosis yang baik untuk karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi per malai (Tabel 37). Karakteristik hibrida yang memiliki jumlah anakan produktif banyak, malai besar dan efisien dalam pembagian asimilat ke bagian-bagian reproduktif, menyebabkan tingginya bobot hasil hibrida. Hibrida dengan heterosis tertinggi untuk bobot hasil memiliki heterosis terhadap beberapa karakter sekaligus, menunjukkan bahwa bobot hasil merupakan produk akhir dari adanya interaksi antar berbagai karakter komponen hasil (Shen & Singh 2011).

Heterosis negatif dan nyata pada karakter tinggi tanaman dan umur berbunga 50% ditunjukkan oleh sebagian hibrida terpilih. Hibrida yang genjah akan menambah daya tarik bagi petani untuk mengadopsinya, sehingga produktivitas lahan petani meningkat. Tanaman yang tidak terlalu tinggi (semidwarf) sangat penting untuk menghindari terjadinya kerebahan. Selain itu, tanaman yang tinggi menyebabkan tanaman perlu lebih banyak energi untuk translokasi asimilat ke biji sehingga bobot bijinya menjadi rendah (Sen & Singh 2011).

Standar heterosis merupakan heterosis yang dihitung terhadap varietas pembanding. Heterosis ini lebih menunjukkan performa produksi atau daya hasil dari hibrida itu sendiri, sehingga sangat bermanfaat dalam proses seleksi hibrida terbaik. Nilai ini diperlukan dalam komersialisasi padi hibrida baru, karena menggambarkan kelebihan atau keunggulan suatu hibrida terhadap varietas komersial yang telah biasa ditanam oleh petani. Nilai ini juga akan membantu pemulia untuk memilih hibrida-hibrida yang akan diuji lebih lanjut. Lima hibrida terbaik dari masing-masing turunan ketiga tipe GMJ menunjukkan standar

heterosis antara 8,65 – 41,15% (Tabel 38). Persentase standar heterosis yang ditunjukkan oleh ke 15 hibrida baru mengindikasikan bahwa hibrida tersebut memiliki potensi hasil lebih unggul di atas varietas pembanding Inpari13 dan/atau Hipa6 Jete, sehingga layak untuk diuji lebih lanjut.

Hibrida turunan GMJ tipe WA menghasilkan standar heterosis berkisar antara 32,22 – 41,15% terhadap varietas Inpari13 (cek inbrida terbaik), sedangkan dibandingkan Hipa6 Jete (cek hibrida terbaik), kombinasi hibrida tersebut menghasilkan kelebihan hasil 25,35 – 33,81%. Hibrida turunan Gambiaca memberikan kelebihan hasil sebesar 15,49 – 36,61% dan 9,48 – 29,50% berturut-turut terhadap Inpari13 dan Hipa6 Jete. Hibrida yang dibentuk oleh GMJ tipe Kalinga menghasilkan heterosis berkisar antara 14,61 – 26,45% dan 8,65 – 19,88% berturut-turut terhadap Inpari13 dan Hipa6 Jete.