• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya peningkatan produksi tanaman tomat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi merupakan salah satu upaya intensifikasi. Permasalahan utama pada budidaya tanaman tomat di Indonesia adalah kurang tersedianya varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi, memiliki kualitas buah yang baik serta dapat beradaptasi baik pada dataran rendah. Sebagian besar varietas tomat yang beredar di Indonesia adalah varietas impor yang beradaptasi baik dan diusahakan pada dataran menengah-tinggi. Penggunaan lahan untuk usaha tani di dataran menengah-tinggi sangat terbatas disebabkan persaingan dengan komoditas

hortikultura lain sehingga perluasan lahan areal tanam (ekstensifikasi) di dataran tinggi ke depannya akan sulit terealisasi. Oleh sebab itu dataran rendah dan menengah menjadi sasaran dalam perluasan areal tanam tanaman tomat ke depannya.

Penanaman yang dilakukan di dataran rendah memiliki kendala berupa varietas yang berdaya hasil tinggi belum tersedia. Hal ini dibuktikan dari beberapa penelitian bahwa tomat yang adaptasinya luas (dataran rendah-tinggi) yang ditanam di dataran menengah mengalami penurunan hasil sebesar 35 % (Purwati 2009), sedangkan tomat yang adaptasinya sempit (dataran menengah- tinggi) yang ditanam di dataran tinggi tidak mengalami penurunan hasil (Soedomo 2012) tetapi jika ditanam di dataran menengah mengalami penurunan drastis sebesar 60 % (Purwati 2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan varietas unggul tomat yang berdaya hasil tinggi dan dapat beradaptasi baik di dataran rendah belum tersedia. Oleh sebab itu diperlukan upaya pemuliaan tanaman untuk merakit varietas yang berdaya hasil tinggi dan beradapatasi baik pada dataran rendah. Kegiatan pemuliaan tersebut dilakukan di dataran rendah agar varietas yang dirakit benar-benar mampu beradaptasi baik di dataran rendah.

Langkah awal upaya pemuliaan adalah karakterisasi genotipe-genotipe tomat yang mampu beradaptasi baik di dataran rendah. Kegiatan karakterisasi dilakukan dengan menanam 15 genotipe tomat di dataran rendah untuk mengetahui hubungan kemiripan genetik dan potensi hasilnya. Selain itu, karakterisasi juga bertujuan untuk memilih genotipe tetua yang akan dijadikan tetua persilangan. Berdasarkan karakterisasi dengan analisis komponen utama (KU I dan KU II) dan gerombol diperoleh tiga pengelompokan tanaman tomat, namun hanya dua kelompok saja yang digunakan untuk pemilihan tetua persilangan. Berdasarkan analisis gerombol pengelompokan tiga kelompok diperoleh dari jarak euclid sebesar 15. Kelompok I dicirikan dengan genotipe yang memiliki ukuran buah yang sedang dan jumlah buah per tanaman yang lebih sedikit. Kelompok II dicirikan dengan genotipe yang memiliki ukuran buah yang kecil dan jumlah buah per tanaman yang lebih banyak. Berdasarkan pengelompokan tersebut ada dua upaya perbaikan genotipe masing-masing kelompok. Perbaikan genotipe di kelompok I diharapkan akan mendapatkan varietas yang memiliki ukuran buah yang besar dan bobot per buah yang berat serta jumlah buah per tanaman yang banyak, sedangkan di kelompok II diharapkan akan mendapatkan varietas yang memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih banyak dengan ukuran buah yang sama. Perbaikan pada kelompok I diharapkan dengan menyilangkan genotipe-genotipe terbaik pada kelompok I dengan genotipe-genotipe terbaik pada kelompok II, sedangkan perbaikan pada kelompok II diharapkan dengan menyilangkan genotipe-genotipe terbaik pada kelompok II.

Berdasarkan hasil uji analisis ragam kelompok I, semua genotipe tidak berbeda untuk karakter ukuran buah dan bobot per buah sehingga genotipe tersebut memiliki ukuran buah dan bobot per buah yang sama. Genotipe yang memiliki diameter buah yang lebih besar adalah IPBT1, IPBT8, IPBT13 dan IPBT84. Genotipe yang memiliki nilai rasio panjang dengan diameter lebih dari satu menunjukkan bentuk buah lonjong dan sebaliknya bentuk buah bulat. Genotipe IPBT1, IPBT8 dan IPBT13 memiliki bentuk buah bulat, sedangkan IPBT84 memiliki bentuk buah lonjong. Genotipe IPBT1, IPBT8, IPBT13 dan

IPBT84 memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih banyak dibanding genotipe lainnya pada kelompok I. Berdasarkan hal tersebut genotipe IPBT1, IPBT8, IPBT13 dan IPBT84 merupakan genotipe yang dipilih sebagai tetua pada kelompok I. Karakter yang diinginkan pada kelompok II adalah jumlah buah per tanaman sehingga pemilihan tetua dari kelompok II berdasarkan karakter tersebut. Genotipe IPBT30 dan IPBT33 memiliki jumlah buah per tanaman yang lebih banyak dibandingkan genotipe lainnya pada kelompok II.

Berdasarkan metode hayman diperoleh informasi bahwa tidak ada interaksi antar lokus untuk karakter kualitas dan kuantitas tomat. Informasi ini menunjukkan salah satu asumsi analisis dialel terpenuhi. Karakter panjang buah, diameter buah, bobot per buah, tebal daging buah, padatan total terlarut, ukuran buah dan bobot buah per tanaman dipengaruhi oleh peran aditif dan non aditif. Karakter jumlah buah per tanaman dan jumlah rongga buah dipengaruhi oleh peran aditif. Ragam aditif merupakan penyebab utama kesamaan di antara kerabat (tetua dengan turunannya), sedangkan ragam dominan merupakan penyebab utama ketidaksamaan di antara kerabat. Pengaruh aditif dikendalikan oleh poligen menghasilkan pengaruh yang pasti (fixable), sedangkan aksi gen non aditif dihasilkan oleh aksi dominan dan epistasis. Sleper and Poelman (2006), menyebutkan bahwa ragam aditif adalah fungsi aditivitas alel-alel yang berhubungan langsung dengan efek kuantitatif sehingga karakter-karakter tersebut terekspresi sebagai hasil kerja banyak gen pengendali.

Populasi dialel penuh merupakan cerminan populasi kawin acak (Yunianti 2007). Pemilihan enam tetua khususnya kelompok II berdasarkan karakter jumlah buah per tanaman sudah tepat. Hal ini disebakan karakter tersebut memiliki distribusi gen yang merata di antara tetua dengan proporsi gen-gen positif lebih banyak dibandingkan gen-gen negatif. Distribusi gen yang merata di tetua menandakan populasi tetua yang digunakan sudah mendekati populasi kawin acak sehingga untuk karakter jumlah buah per tanaman, populasi tetua sudah mewakili genotipe yang ada di alam. Genotipe IPBT33 (kelompok II) memiliki gen-gen dominan lebih banyak dibandingkan genotipe lainnya.

Besarnya sumbangan ragam aditif terhadap ragam genetik dapat dilihat dari nilai h2ns/ h2bs. Ragam genetik lebih ditentukan oleh ragam aditif apabila nilai

h2ns/ h2bs mendekati 1 atau 100%. Heritabilitas merupakan proporsi antara ragam

genotipe dengan ragam fenotipe. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh keragaman fenotipe yang tampak merupakan cerminan dari ragam genotipe (Syukur 2007). Secara mutlak tidak bisa dikatakan suatu sifat ditentukan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Faktor genetik tidak dapat memperlihatkan sifat yang dibawanya kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang diperlukan. Sebaliknya manipulasi dan perbaikan-perbaikan terhadap faktor-faktor lingkungan tidak akan menyebabkan perkembangan suatu sifat kecuali faktor genetik yang diperlukan terdapat pada individu-individu atau populasi tanaman yang bersangkutan (Baihaki 2000). Hasil percobaan menunjukkan heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit untuk karakter yang diamati tergolong tinggi. Semua karakter yang diamati memiliki nilai h2ns/ h2bs tergolong tinggi yang menandakan

ragam aditif lebih besar sumbangannya terhadap ragam genetik. Karakter yang memiliki nilai h2ns/ h2bs terendah yaitu bobot buah per tanaman dan padatan total

terlarut. Hal ini terlihat dari komponen ragam karena pengaruh dominan lebih besar dibandingkan dengan komponen ragam karena pengaruh aditif.

Genotipe IPBT1, IPBT13 dan IPBT84 memiliki daya gabung umum (DGU) yang baik untuk panjang buah, diameter buah, bobot per buah, tebal daging buah, ukuran buah dan bobot buah per tanaman. IPBT30 dan IPBT33 merupakan genotipe penggabung umum yang baik untuk jumlah buah per tanaman dan jumlah rongga buah. Genotipe dengan daya gabung umum yang baik dapat dijadikan sebagai tetua untuk merakit varietas galur murni. Hasil persilangan (hibrida) yang memiliki nilai daya gabung khusus yang baik menunjukkan representasi arah pemuliannya ke varietas hibrida. Keunggulan dari varietas hibrida ada pada keragaan tanaman. Hibrida yang memiliki daya gabung khusus yang baik untuk karakter panjang buah, diameter buah dan ukuran buah adalah IPBT13 × IPBT30, sedangkan untuk karakter bobot buah per tanaman adalah IPBT13 × IPBT1 namun hibrida-hibrida tersebut memiliki keragaan yang kurang baik. Hal ini menunjukkan tidak selalu hibrida yang memiliki daya gabung khusus yang baik juga memiliki keragaan yang baik. Syarat pokok pembentukan varietas hibrida komersial adalah lebih unggul dari varietas hibrida komersial yang sudah ada (Syukur et al. 2012), sehingga keragaan hibrida perlu dipertimbangkan dan menjadi indikator penting dalam merekomendasikan varietas hibrida. Berdasarkan keragaan hibrida, terdapat lima hibrida yang direkomendasikan untuk varietas hibrida yaitu IPBT1 × IPBT13, IPBT84 × IPBT1, IPBT1 × IPBT84, IPBT33 × IPBT30 dan IPBT30 × IPBT33. Hibrida yang direkomendasikan untuk varietas hibrida yang memiliki daya hasil tinggi dataran rendah adalah IPBT1 × IPBT13, IPBT84 × IPBT1 dan IPBT1 × IPBT84, sedangkan IPBT33 × IPBT30 dan IPBT30 × IPBT33 dapat direkomendasikan untuk varietas hibrida tomat kecil di dataran rendah.

Dokumen terkait