• Tidak ada hasil yang ditemukan

INP=RD i +RF i +RC IDi=nA

5. PEMBAHASAN UMUM

Indeks Kepekaan Ekologi (IKE) Ekosistem Mangrove Variabel-variabel Pembentuk IKE Ekosistem Mangrove

Indeks kepekaaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove adalah sebuah indeks yang berfungsi untuk mengukur tingkat kepekaan ekologi suatu ekosistem mangrove terhadap tumpahan minyak. Penyatuan indeks dalam sistem informasi geografi (SIG) akan menghasilkan peta sebaran yang menunjukkan lokasi ekosistem mangrove yang memiliki tingkat kepekaan ekologi terhadap tumpahan minyak mulai tidak peka sampai sangat peka. Indeks ini dinilai baik apabila mampu memberikan penilaian yang tepat terhadap kondisi ekosistem mangrove yang dinilai. Ketepatan indeks dalam menilai kepekaan ekologi suatu ekosistem mangrove sangat ditentukan oleh kemampuan variabel-variabel utama pembentuk indeks tersebut dalam mewakili karakteristik ekosistem mangrove yang dinilai.

Variabel-variabel utama merupakan variabel-variabel kunci yang menjadi penentu sebuah indeks. Variabel-variabel utama IKE ekosistem mangrove yang terdiri atas variabel keberadaan nursery habitat (KNH), Jenis flora mangrove (JMg), Umur mangrove (UMg), Lama penggenangan pasang (LPP), kerapatan pohon mangrove (KPM), jumlah jenis flora mangrove (JJM), keberadaan mangrove lindung (KML), dan keberadaan fauna lindung (KFL). Variabel-variabel utama ini telah mampu mewakili karakteristik ekosistem mangrove secara umum, yaitu mewakili keberadaan unsur lingkungan (LPP), flora (JMg, UMg, dan KML), fauna (KFL), dan fungsi ekologi (KNH) yang ada di dalam ekosistem mangrove.

Formula IKE ekosistem mangrove

Formula indeks kepekaan ekologi ekosistem mangrove yang terbentuk berupa formula persamaan aditif. Persaman IKE ekosistem mangrove tersebut menggambarkan penjumlahan setiap variabel dengan mempertimbangkan bobot masing-masing variabel. Besarnya nilai bobot diperhitungkan berdasarkan rangking dari setiap variabel, sehingga nilai indeks yang terbentuk telah melibatkan peranan nilai penting setiap variabel dalam menentukan tingkat kepekaan ekologi suatu ekosistem mangrove.

Apabila dibandingkan dengan bentuk persamaan multiplikastif maka formula indeks yang berbentuk persamaan aditif memiliki beberapa perbedaan. Menurut Williams et al. (2013) persamaan aditif harus memenuhi kriteria antara lain bersifat linier dan variabel-variabel pembentuknya saling bebas. Perbedaan lainnya adalah persamaan aditif memiliki rentang nilai yang sempit, sedangkan persamaan multiplikatif memiliki rentang nilai yang lebar.

Persamaan aditif memiliki beberapa kendala yang menjadi kelemahan model ini. Menurut Williams et al. (2013) antara variabel-variabel bebas dalam persamaan aditif dipersyaratkan tidak memiliki hubungan linier yang nyata. Kendala ini telah dievaluasi dengan melakukan analisis uji korelasi rank spearman antar variabel pembentuk indeks menggunakan data sekunder dan data primer. Uji korelasi rank spearman antar variabel pembentuk indeks menggunakan data sekunder (100 stasiun) diperoleh nilai peluang (sig) pada sebagian besar hubungan antar variabel berkisar antara 0,067-0,882, kecuali pada hubungan antara UMg dan

59 KNH (sig=0,033, r=-0,214); LPP dan JJM (sig=0; r=0,381); dan JJM dan KNH (sig=0,01;r=0,255) (Lampiran 5), sedangkan uji korelasi menggunakan data primer diperoleh nilai peluang (sig) berkisar antara 0,066-0,879 (Lampiran 6). Nilai peluang yang lebih besar dari 0,05 memberi arti bahwa antara variabel-variabel pembentuk IKE ekosistem mangrove tidak ada hubungan linier yang nyata. Korelasi yang terjadi pada beberapa variabel berdasarkan data sekunder memiliki nilai yang rendah, sehingga mengindikasikan antar variabel saling bebas. Variabel- variabel yang saling bebas menunjukkan antar variabel tidak terdapat hubungan linier yang nyata, sehingga persyaratan persamaan aditif untuk indeks ini terpenuhi. Kelemahan lain dari indeks aditif menurut Astuti (2013) adalah tidak sensitif terhadap nilai yang ekstrim. Kendala ini dapat diatasi karena nilai indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove hanya berkisar antara 1-5 sehingga tidak menyebabkan nilai yang ekstrim.

Sensitivitas IKE Ekosistem Mangrove

Sensitivitas yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan indeks dalam membedakan tingkat kepekaan ekologi antara karakteristik ekosistem yang berbeda. Kemampuan indeks kepekaaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove dalam menilai status kepekaan ekologi mangrove tergolong baik. Karakteristik ekosistem mangrove yang berbeda di beberapa daerah (berdasarkan data sekunder) mampu dibedakan status kepekaan ekologinya oleh indeks ini dalam empat kategori, yaitu kurang peka, cukup peka, peka, dan sangat peka. , indeks ini juga mampu memberikan sebaran tingkat kepekaan ekologi yang berbeda pada ujicoba menggunakan data primer dari Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Indramayu, yaitu peka sampai sangat peka di Kabupaten Cilacap dan peka pada seluruh stasiun penelitian di Kabupaten Indramayu. Perbedaan status kepekaan ekologi pada beberapa lokasi yang dinilai menunjukkan indeks yang terbentuk mampu mengukur kepekaan ekologi sesuai karakteristik ekosistemnya dengan baik. Menurut Azwar (2005) instrumen pengukuran yang baik mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Perbandingan Indeks Kepekaan Ekologi (IKE) Ekosistem Mangrove dengan Indeks Lain yang Sejenis

Indeks lain yang sejenis dengan indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove adalah indeks kepekaan lingkungan (IKL). Karakteristik yang dapat dipertimbangkan untuk membedakan antara indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove dengan indeks kepekaan lingkungan (IKL) dapat dilihat pada pembobotan indeks dan variabel-variabel kepekaan ekologi mangrove yang diigunakan.

Formula indeks kepekaan lingkungan (IKL) secara umum ada 3 bentuk, yaitu bentuk persamaan multiplikatif tanpa pembobotan (Dahuri et al. 1998, Muchsin et al. 2002, Damar et al. 2009, Damar et al. 2010, Schallier et al. 2013, dan Damar et al. 2013), persamaan aditif tanpa pembobotan (Ali et al. 2008 dan Damar et al. 2014) , dan persamaan aditif dengan pembobotan (Mosbech et al. 2000, DNV 2011, dan Damar et al. 2012). Karakteristik yang hampir sama antara IKL dan IKE ekosistem mangrove adalah pada persamaan aditif dengan pembobotan. Faktor yang membedakan adalah dasar yang menjadi penentu pembobotan. Pembobotan formula IKL antara lain ditentukan oleh biaya yang dibutuhkan dalam

60

membersihkan tumpahan minyak (DNV 2011). Mosbech (2000), Damar et al. (2012) dan Rikardi (2013) menentukan bobot IKL berdasarkan pada besarnya dampak tumpahan minyak terhadap masing-masing indeks. Menurut BNPT (2008), pembobotan yang baik menggunakan pendekatan dampak yang akan ditimbulkan dari suatu bencana. Pendekatan pembobotan IKL menggunakan besarnya dampak terhadap suatu komponen indeks dinilai lebih baik dibanding pendekatan pembobotan menggunakan biaya pembersihan minyak.

Pembobotan yang dilakukan dalam menentukan indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove berbasis pada respon setiap variabel dalam menentukan tingkat kepekaan ekologi terhadap tumpahan minyak. Respon tersebut menggambarkan kemampuan suatu komponen ekosistem yang menjadi variabel indeks dalam menerima dampak maupun dalam mengurangi dampak yang timbul akibat tumpahan minyak di dalam ekosistem mangrove. Pendekatan ini mengacu kepada pendapat (Lin dan Mendelson 1998, serta Petersen et al. 2002) yang menyatakan tingkat kepekaan ekosistem mangrove terhadap pencemaran minyak secara ekologis ditentukan oleh respon dari setiap karakteristik ekosistem mangrove terhadap pencemaran minyak. Pembobotan indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove juga telah melibatkan peran pakar internasional, sehingga memberikan kualitas pembobotan yang lebih baik.

Pendekatan IKL dalam menilai kepekaan ekologi ekosistem mangrove dapat dilihat pada indeks ekologi yang dikembangkan. Perbedaan indeks ekologi yang ada pada IKL dengan IKE ekosistem mangrove adalah bahwa penghitungan indeks ekologi pada IKL belum menggunakan pembobotan variabel, sedangkan pada IKE ekosistem mangrove telah menggunakan pembobotan variabel. Perbedaan lainnya adalah variabel-variabel ekologi mangrove yang dikembangkan pada sebagian besar IKL masih terbatas pada komponen biotik belum memasukan unsur lingkungan, kecuali penelitian Damar et al. 2009, Damar et al. 2010, Damar et al. 2012, Damar et al. (2014) telah memasukan unsur lingkungan yaitu lama penggenangan. Kelebihan yang dimiliki IKE ekosistem mangrove dibanding IKL dalam perumusan variabel kepekaan ekologi mangrove adalah IKE ekosistem mangrove disamping memasukan unsur biotik dan lingkungan dalam penentuan kepekaan ekologi, juga telah memasukkan unsur fungsi ekologi yaitu keberadaan nursery habitat sebagai variabel kepekaan ekologi.

Kelemahan Indeks Kepekaan Ekologi (IKE) Ekosistem mangrove

Kelemahan indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove menjadi salah satu unsur penting untuk diketahui. Kelemahan ini bukan hanya menjadi tolok ukur untuk memperbaiki indeks ini dimasa depan akan tetapi juga untuk mempertimbangkan upaya mengatasinya dalam jangka pendek sehingga indeks ini tetap memberikan penilaian yang terbaik.

Kelemahan pertama dari indeks ini adalah bersifat statis, sehingga hasilnya hanya memberikan penilaian yang tepat terhadap kondisi ekosistem mangrove pada waktu tertentu dan tidak terjadi perubahan kondisi ekosistem mangrove secara signifikan. Dinamika ekosistem mangrove baik yang terjadi akibat proses alami maupun pengaruh aktivitas manusia berpeluang mengubah kondisi ekosistem pada masa mendatang. Dinamika ekosistem mangrove juga berpeluang mengakibatkan perubahan kepekaan ekologi dari ekosistem mangrove, dan perubahan ini belum dapat diprediksi oleh indeks ini. Upaya untuk mengatasi kelemahan ini dilakukan

61 melalui evaluasi kondisi ekosistem mangrove secara berkala. Data-data evaluasi tersebut meliputi variabel-variabel IKE ekosistem mangrove sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki dokumen IKE ekosistem mangrove di lokasi tersebut.

Menurut BPS (2014) dalam konsep pembentukan indeks komposit, keberadaan variabel yang tidak sensitif akan menyebakan indikator komposit menjadi tidak relevan. Indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove juga dinilai memiliki variabel yang kurang sensitif dalam memberikan penilaian terhadap kepekaan ekosistem mangrove. Sifat sensitif variabel yang dimaksud adalah sifat variabel yang memiliki nilai kepekaan yang berbeda di lokasi yang berbeda, sehingga dapat memberikan nilai indeks yang berbeda. Variabel yang dinilai tidak sensitif dalam IKE ekosistem mangrove adalah keberadan nursery habitat (KNH). Nilai KNH hampir di seluruh ekosistem mangrove memiliki nilai yang seragam, sehingga berpeluang memberikan kontribusi besar dalam memberikan nilai IKE ekosistem mangrove yang tinggi di setiap lokasi. Sekalipun demikian, menurut peneliti keberadaan nilai KNH yang tinggi di setiap lokasi dan menyumbang nilai IKE ekosistem mangrove yang tinggi tidak menyebabkan kesalahan indeks dalam menilai kepekaan ekologi. Hal ini disebabkan ekosistem mangrove menjadi tempat ideal bagi pengasuhan berbagai anakan biota air, sehingga layak apabila memiliki nilai kepekaan yang tinggi.

Beberapa kasus indeks dengan model aditif menunjukkan adanya kelemahan pada penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan indeks, karena dapat menyebabkan capaian yang tinggi di suatu dimensi menutupi capaian yang rendah dari dimensi lain (BPS 2014). Karakteristik ini dapat menyebabkan kesalahan penilaian indeks terutama apabila variabel penting memiliki nilai yang rendah tertutup oleh nilai tinggi dari variabel lain yang secara ekologi kurang penting, sehingga nilai indeks tetap tinggi. Formula IKE ekosistem mangrove yang berbentuk aditif membuka peluang terjadinya kelemahan ini. Bentuk persamaan IKE ekosistem mangrove yang memasukan unsur pembobotan dengan mempertimbangkan peran penting dari setiap variabel diharapkan dapat mengurangi kelemahan ini.

Kelemahan lain dari indeks ini hanya mampu memberikan penilaian hanya pada satu aspek yaitu aspek ekologi. Hal ini berbeda dengan indeks kepekaan lingkungan (IKL) yang mampu menilai kepakaan dari aspek kerentanan, ekologi, dan sosial. Kelemahan ini dapat diatasi dengan menjadikan IKE ekosistem mangrove sebagai acuan untuk menilai aspek ekologi pada penelitian IKL. IKE ekosistem mangrove memperhitungkan aspek ekologi secara mendalam dengan mempertimbangkan secara cermat bobot dan variabel yang terlibat. Kapasitas IKE ekosistem mangrove yang baik dalam menilai aspek kepekaan ekologi menjadikan penggunaan IKE ekosistem mangrove sebagai indeks ekologi dalam penelitian IKL akan memberikan penilaian indeks kepekaan lingkungan pesisir yang lebih baik khususnya dalam penilaian indeks kepekaan lingkungan (IKL) mangrove.

Berbagai kelemahan yang ada dalam indeks ini diharapkan dapat diatasi oleh mekanisme penguatannya, sehingga kelemahan-kelemahan yang ada dapat dihilangkan. Apabila kelemahan-kelemahan indeks dapat diatasi maka indeks ini akan memberikan keunggulan dalam menilai kepekaan ekosistem mangrove dengan baik. Berbagai aspek keunggulan yang dimiliki indeks kepekaaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove dan mekanisme mengatasi kelemahannya menjadikan

62

indeks ini layak untuk diterapkan pada berbagai lokasi ekosistem mangrove di Indonesia.

Pemanfaatan Indeks Kepekaan Ekologi (IKE) Ekosistem Mangrove dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan

Salah satu pokok kebijakan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan adalah mempertahankan daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan pesisir dan lautan (Dahuri et al. 1996). Tumpahan minyak berpotensi menimbulkan kerusakan yang berat bagi ekosistem pesisir, sehingga pengendalian tumpahan minyak merupakan bagian penting dalam mewujudkan keberlanjutan daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan pesisir dan lautan.

Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem penting di kawasan pesisir. Ekosistem ini memiliki berbagai fungsi, baik fungsi ekologi maupun fungsi ekonomi yang berperan penting dalam keberlanjutan produkstivitas sumber daya pesisir dan lautan. Kejadian tumpahan minyak apabila memasuki mangrove maka bukan hanya menimbulkan kerusakan ekosistem mangrove, akan tetapi juga akan menimbulkan dampak lanjutan gangguan pada berbagai ekosistem pesisir sebagai akibat terganggunya fungsi ekologi mangrove.

Indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove merupakan sebuah indeks yang akan memberikan informasi tentang tingkat kepekaan ekologi suatu eksosistem mangrove apabila kawasan tersebut terkena tumpahan minyak. Dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan, indeks ini dapat dijadikan sebagai alat dalam perencanaan kebijakan pengendalian tumpahan minyak, yaitu dengan merencanakan pengendalian tumpahan minyak yang maksimal di daerah yang teridentifikasi memiliki ekosistem mangrove dengan indeks kepekaan ekologi yang tinggi. Maritime New Zealand (2014) menyebut pendekatan seperti ini dalam strategi pengendalian tumpahan minyak di New Zealand sebagai pendekatan berbasis risiko untuk pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak.

Berbasis pada nilai indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove, maka kebijakan pengendalian tumpahan minyak di ekosistem mangrove mengutamakan aspek pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak secara efektif. Aspek pencegahan mengandung arti perencanaan aktivitas mencegah terjadinya tumpahan minyak pada kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan tumpahan minyak. Pencegahan tumpahan minyak sejalan dengan Permenhub no 29 tahun 2014 tentang Pencegahan pencemaran lingkungan maritim. Menurut Brusendorff et al. (2014) pendekatan pencegahan tumpahan minyak juga digunakan oleh Baltic Sea Action Plan (BSAP) dalam kebijakan pengelolaan tumpahan minyak di laut Baltik. BSAP menggunakan dua pendekatan dalam pengendalian tumpahan minyak, yaitu tidak ada tumpahan minyak ilegal dan keamanan lalulintas laut tanpa kejadian pencemaran.

Aspek penanggulangan yang efektif merupakan kegiatan merespon secara cepat untuk mencegah penyebaran minyak dan melakukan pencucian minyak pada daerah yang tercemari secara efektif. Pada kasus Kabupaten Cilacap dan Indramayu, kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan tumpahan minyak di pesisir Kabupaten Cilacap antara lain aktivitas Pertamina Unit Pengolahan (Refinery Unit) IV Cilacap, aktivitas Pelabuhan Internasional Tanjung Intan, dan

63 aktivitas bongkar muat minyak mentah di Single Point Mooring (SPM) milik Pertamina RU IV Cilacap, serta di pesisir kabupaten Indramayu adalah aktivitas Pertamina Unit Pengolahan (Refinery Unit) VI Balongan Indramayu.

Pada Kawasan Segara Anakan dan Pesisir Indramayu yang memiliki ekosistem mangrove dengan indeks kepekaan ekologi (IKE) yang tinggi (Peka dan sangat peka) terhadap tumpahan minyak, maka mutlak kebijakannya adalah mencegah minyak agar tidak memasuki ekosistem mangrove. Pencegahan terjadinya tumpahan minyak dilakukan melalui SOP (standar operasional prosedur) yang ketat pada setiap aktivitas di kawasan pesisir untuk menghindari terjadinya tumpahan minyak secara maksimal. Penanggulangan tumpahan minyak dilakukan dengan menahan dan menutup akses minyak menuju ekosistem mangrove, serta membersihkan minyak pada area yang jauh dari ekosistem mangrove, sehingga ekosistem mangrove terhindar dari dampak tumpahan minyak yang terjadi.

Konsep pengelolan kawasan pesisir mengedepankan aspek keterpaduan, salah satunya adalah keterpaduan stakeholder. Pengendalian tumpahan minyak di kawasan mangrove sebagai bagian dari pengelolaan pesisir, juga akan efektif apabila melibatkan aspek keterpaduan stakeholder. Walker (2015) membagi stakeholder dalam pengendalian tumpahan minyak dapat empat kelompok, yaitu pengambil kebijakan, pihak yang terkena kebijakan, peneliti, dan media komunikasi. Pengambil kebijakan meliputi pemerintah baik pusat maupun daerah dan pihak yang menimbulkan tumpahan minyak. Pihak yang terkena kebijakan (terkena dampak) meliputi masyarakat lokal, nelayan, industri perikanan dan pariwisata. Pihak peneliti meliputi perguruan tinggi, lembaga pengakajian dan pengendalian tumpahan minyak (pemerintah maupun swasta), serta organisasi kesehatan. Pihak media komunikasi meliputi media massa, LSM, dan tokoh masyarakat. Pemerintah bertindak sebagai penentu kebijakan, pengusaha/industri sebagai pelaksana operasional dan pembiayaan, masyarakat dan LSM sebagai pengawasan dan membantu operasional, peneliti dibutuhkan pertimbangannya dalam menentukan metode yang tepat, serta media sebagai pemberi informasi dini kejadian tumpahan minyak.

6. SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait