• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Indramayu adalah dua kabupaten pesisir yang memiliki ekosistem mangrove di sepanjang garis pantainya. Menurut Widiastuti (2000), kawasan Segara Anakan Cilacap memiliki hutan mangrove terluas di Pulau Jawa. Ekosistem mangrove di kawasan Segara Anakan memiliki peran ekologis yang penting bagi produktivitas berbagai sumber daya perikanan di pesisir Kabupaten Cilacap. Dukungan ekosistem mangrove terhadap produktivitas sumber daya perikanan di kawasan Segara Anakan antara lain diketahui dari penelitian Asmara

et al. (2011) tentang reproduksi kepiting bakau, Saputra (2005) tentang populasi udang jari, Hayati (2014) tentang manfaat kawasan konservasi mangrove Segara Anakan terhadap sumber daya udang di Perairan Pesisir Kabupaten Cilacap.

Kabupaten Indramayu memiliki ekosistem mangrove yang tersebar hampir di sepanjang pesisir kabupaten ini. Hutan mangrove di Kabupaten Indramayu merupakan hasil rehabilitasi dan penanaman pada tanah-tanah timbul. Ekosistem mangrove di Kabupaten Indramayu juga memiliki peran penting dalam mendukung produksi perikanan tangkap (Oktavianda, 2014). Ekosistem mangrove di Karangsong telah dikembangkan menjadi ekowisata hutan mangrove yang menjadi tujuan wisata yang banyak diminati masyarakat.

Potensi hutan mangrove yang luas disertai keberadaan fungsi ekologisnya yang penting mengindikasikan perlunya upaya pengelolaan hutan mangrove yang baik, termasuk menjaga dari segala potensi pencemaran yang dapat merusak ekosistem mangrove. Potensi pencemaran yang dapat menimbulkan dampak besar dan berbahaya di kawasan Pesisir Kabupaten Cilacap dan Indramayu adalah tumpahan minyak. Keberadaan Pertamina RU IV Cilacap dan pelabuhan internasional Tanjung Intan Cilacap memiliki potensi besar terjadi tumpahan minyak di kawasan ini. Pada periode tahun 2000-2008 telah terjadi 4 kali tumpahan minyak akibat kecelakaan kapal tanker (Agustriani, 2008). Potensi tumpahan minyak di Kabupaten Indramayu berasal dari Pertamina RU VI. Pada Tahun 2008 telah terjadi tumpahan minyak yang juga turut mencemari kawasan mangrove di Karangsong.

Potensi terjadinya tumpahan minyak di wilayah pesisir Kabupaten Cilacap dan Indramayu menjadi ancaman bagi kelestarian hutan mangrove dan segenap fungsi ekologisnya, terutama pada lokasi yang memiliki karakteristik peka dan sangat peka terhadap tumpahan minyak. Tingkat kepekaan ekosistem mangrove terhadap pencemaran minyak secara ekologis ditentukan oleh respon dari setiap karakteristik ekosistem mangrove terhadap pencemaran minyak. Respon dari setiap karakteristik ekosistem mangrove antara lain terkait dengan lamanya minyak tinggal, tingkat kemudahan membersihkan tumpahan minyak, dan daya tahan mangrove terhadap minyak (Lin dan Mendelson (1998), serta Petersen et al. (2002)).

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun keragaan spasial faktor-faktor penentu indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove dan analisa spasial sebaran tingkat kepekaan ekologi dari ekosistem mangrove di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Indramayu terhadap tumpahan minyak. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merencanakan pengendalian tumpahan minyak di kedua kabupaten ini.

33

Metode

Tahapan dalam penelitian ini terdiri atas pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data Gambar 7.

Tahapan

Penelitian Pendekatan Studi

Pengum

pul

an

dat

a

Pengol

ahan

dat

a

A

nal

is

is

dat

a

Keterangan: KNH (keberadaan nursery habitat), JMg (Jenis flora mangrove), UMg (Umur flora mangrove), LPP (Lama penggenangan pasang), KPM (kerapatan pohon mangrove), JJM (jumlah jenis flora mangrove) KML (keberadaan flora mangrove dilindungi), KFL (keberdaan fauna dilindungi)

Gambar 7 Tahapan penelitian dan pendekatan studi aplikasi IKE ekosistem mangrove Spatial cluster analysis Tabulasi data (KNH, JMg, UMg, LPP, KPM, JJM, KML, KFL) Pengolahan data kerapatan, frekuensi, dominansi, INP (English et al. 1994) Data JMg, UMg, KPM, JJM Spasial Tematik Pengolahan data

kelas lama dan rentang penggenangan

(Van Loon et al. 2007,

Wahyudi 2007, Suryono 2006, Kasim 2011) Data KML KNH Data Data LPP Data Sekunder Data Spasial Base map Referensi Data Non Spasial Data Spasial Tematik Data Pasang Surut, rentang penggenangan pasang Data Primer Data Flora (jenis, jumlah individu, stadia pertumbuhan mangrove, diameter pohon) Data Fauna (Jenis, stadia umur fauna) Data KFL Peng. data keberadaan flora dilindungi (PP 7/1999, Rusila Noor 2006) Peng. data keberadaan nursery habitat(Elis 2012) dan fauna dilindungi (PP 7/1999) Kriteria kepekaan setiap variabel Nilai kepekaan (KNH, JMg, UMg, LPP, KPM, JJM, KML, KFL) Formula IKE ekosistem mangrove Analisis Spasial (Overlay, Weighting Sum

Methods, Buffer)

Informasi Spasial IKE ekosistem mangrove

34

Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer melalui survei pada 12 stasiun penelitian, masing- masing enam stasiun di Kabupaten Cilacap dan stasiun di Kabupaten Indramayu (Gambar 8 dan Gambar 9). Pemilihan stasiun penelitian didasarkan pada metode purposive sampling. Metode purposive sampling memilih unit tertentu (stasiun) penelitian berdasarkan pertimbangan tujuan tertentu (Teddlie dan Fu 2007). Data- data yang diobservasi di setiap stasiun adalah data vegetasi yang berhubungan dengan vegetasi mangrove seperti data jenis flora mangrove (JMg), jumlah jenis flora mangrove (JJM), Umur flora mangrove (UMg) dan kerapatan pohon mangrove (KPM) diperoleh melalui pengumpulan data vegetasi.

Gambar 8 Lokasi penelitian di Segara Anakan Kabupaten Cilacap

Gambar 9 Lokasi penelitian di Kabupaten Indramayu

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

35 Pengumpulan data vegetasi di lokasi penelitian dilakukan menggunakan metode Transect Line Plots (Gambar 10). Data vegetasi mangrove yang diambil diklasifikasikan menjadi pohon (diameter ≥ 10 cm atau tinggi > 1,5 m), anakan (diameter < 4 cm, tinggi < 1,5 m), dan semai (permudaan mulai dari kecambah) (Bengen 2000). Pengambilan data vegetasi pohon dilakukan dalam transek 10x10 m2, anakan 5x5 m2, dan semai 1x1 m2. Data yang diambil meliputi jumlah, jenis vegetasi mangrove, dan DBH (diameter of the trunk at breast height). Pengukuran DBH 1.3 m dari atas akar (English et al. 1994). Jenis flora mangrove diidentifikasi berdasarkan buku Noor et al. (2006).

Data primer lain yang dikumpulkan adalah jenis-jenis biota perairan dan hewan teresterial. Berbagai jenis anakan biota air yang ditemukan dikumpulkan kemudian diamati di laboratorium. Jenis-jenis hewan teresterial didata melalui pengamatan langsung maupun wawancara untuk mengetahui keberadaan fauna di lokasi studi khususnya keberadaan fauna yang dilindungi.

Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data variabel-variabel indeks kepekaan ekologi (IKE) ekosistem mangrove juga dilakukan melalui penelusuran data sekunder, yang terdiri dari data spasial dan non spasial.

Data spasial yang dikumpulkan untuk kegiatan ini antara lain:

(a) Data spasial/peta Rupabumi, no lembar 1308-241 dan 1308-242 skala 1:25.000 dan peta rupabumi lembar 1309-423 skala 1: 25.000 menjadi peta kerja dan sistem georeferensi bagi penyusunan daya spasial tematik lainnya selain menjadi sumber salah satu unsur spasial untuk keperluan analisa selainjutnya.

(b) Data spasial tematik seperti ekosistem mangrove segara anakan cilacap (Listyaningsih, 2013) skala 1:50.000, kerapatan mangrove Segara Anakan Cilacap (Purwanto, 2014) skala 1:50.000, sebaran mangrove Segara Anakan Cilacap (Nurfiarini, 2015) skala 1:50.000, ekosistem mangrove Indramayu (DKP Indramayu 2015) skala 1:25.000.

Data non spasial yang dikumpulkan antara lain pasang surut tahun 2015 bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data pasang surut dipergunakan untuk mendapatkan data lama penggenangan di lokasi penelitian. Selain itu, data vegetasi mangrove juga dikumpulkan dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan di lokasi studi

A: Petak pengukuran untuk semai dan tumbuhan bawah (1 x 1 m2) B: Petak pengukuran untuk anakan (5 x 5 m2)

C: Petak pengukuran untuk pohon (10 x 10 m2)

36

sebelumnya. Penggunaan data sekunder vegetasi mangrove dimaksudkan untuk mengetahui sebaran karakteristik vegetasi mangrove di lokasi studi di luar stasiun penelitian, sehingga diperoleh sebaran data yang lebih luas, termasuk keberadaan jenis mangrove yang dilindungi.

Pengolahan Data

Pengolahan Data Atribut

Pengolahan data bertujuan untuk memperoleh data yang dapat digunakan untuk analisis indeks kepekaan ekologi (IKE). Data tersebut meliputi 8 variabel yang menjadi variabel utama IKE ekosistem mangrove yaitu jenis flora mangrove (JMg), umur flora mangrove (UMg), kerapatan pohon mangrove (KPM), jumlah jenis flora mangrove (JJM), keberadaan flora mangrove dilindungi (KML), lama penggenangan pasang (LPP), keberadaan nursery habitat (KNH), dan keberadaan fauna yang dilindungi (KFL).

Pengolahan data vegetasi meliputi penghitungan nilai kerapatan dan indeks nilai penting (INP). Penghitungan nilai kerapatan pohon dan indeks nilai penting (INP) dilakukan dengan menggunakan teknik (English et al.1994) sebagai berikut: Kerapatan jenis (Di) yaitu jumlah individu jenis ke-i dalam suatu unit area:

Keterangan :

Di : Kerapatan Jenis-i (ind/ m2) Ni : Jumlah Spesies jenis-i (ind)

A : Luas Area total pengambilan contoh Penghitungan indeks nilai penting (INP) dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

INP = Indeks nilai penting RD¡ = Kerapatan relatif ke-i RF¡ = Frekuensi relatif jenis ke-i RC¡ = Penutupan relatif jenis ke-i RD¡ = Kerapatan relatif ke-i D¡= Kerapatan jenis individu ke-i ΣD = Jumlah kerapatan seluruh jenis

RF¡ = Frekuensi relatif jenis ke-i F¡ = Frekuensi jenis ke-i

ΣF = Jumlah frekuensi seluruh jenis

F¡ = Frekuensi jenis ke-i

P¡ = Jumlah petak contoh ditemukannya jenis ke-i

Σp = Jumlah total petak contoh yang di buat RC¡ = Penutupan relatif jenis ke-i C¡ = Penutupan jenis ke-i

ΣC = Penutupan total untuk seluruh jenis BA = π (D²/4) (D = Diameter batang setinggi dada; π = 3,14)

A = Luas total area pengambilan contoh

INP=RD

i

+RF

i

+RC

I

Dokumen terkait