• Tidak ada hasil yang ditemukan

OKSIDATIF SETELAH LATIHAN KEKUATAN PADA ATLET MAHASISWA

6. PEMBAHASAN UMUM

Pengembangan formula minuman olahraga berbasis tempe untuk pemulihan kerusakan otot telah berhasil mendapatkan produk minuman tempe dengan penerimaan sensori terbaik, yaitu dengan cara melarutkan tepung tempe

dengan konsentrasi tepung tempe sebesar 7.31% dengan penambahan gula dan bubuk coklat. Dengan pengembangan produk ini, tempe tidak hanya bisa dinikmati sebagai lauk pauk atau kudapan biasa tetapi dapat dinikmati dalam bentuk minuman yang nikmat.

Dalam setiap sajian minuman tempe (600 ml), mengandung 23 gram protein dan kandungan totalasam amino rantai bercabang (BCAA) adalah 4161.6 mg, dengan susunan BCAA yaitu isoleusin, leusin dan valin, masing-masing adalah 1111.8 mg, 1922.7 mg, dan 1127.1 mg. Selain mengandung protein yang baik, minuman olahraga berbasis tempe juga mengandung energi sebesar 438 kkal serta kaya akan zat gizi lain seperti karbohidrat (48 gram), lemak (17.11 gram), mineral yang terdiri dari kalsium (72.92 mg), zat besi (9.46 mg), natrium (2.37 mg), magnesium (33,12 mg), klorida (21.30 mg) dan kalium (54 mg). Minuman tempe ini juga mengandung isoflavon sebanyak 25.78 mg.

Melihat kandungan zat gizi dan isoflavon yang baik serta secara sensori dapat diterima, minuman tempe yang dihasilkan mempunyai potensi yang besar sebagai minuman untuk pemulihan kerusakan otot dan menurunkan stres oksidatif setelah latihan kekuatan. Minuman tempe dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif minuman olahraga yang mempunyai nilai gizi yang baik, rasanya nikmat dan harganya terjangkau.

Minuman tempe dalam penelitian ini telah dikaji pengaruhnya terhadap pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan. Menurut Bompa dan Haff (2009) kekuatan otot merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan dalam berbagai cabang olahraga dan merupakan faktor yang penting dalam semua cabang olahraga yang didominasi kecepatan. Mengingat pentingnya kekuatan otot untuk keberhasilan prestasi suatu olahraga, maka perlu dilakukan latihan kekuatan untuk semua cabang olahraga. Dampak dari latihan kekuatan adalah terjadinya kerusakan jaringan otot yang dapat didefinisikan sebagai gangguan membran plasma disertai dengan kehilangan protein otot (yaitu CK, mioglobin, LDH, Aldolase, troponin), masuknya protein otot ke serum, peningkatan inflamasi infiltrat dalam serat otot (yaitu makrofag dan neutrofil), serangan nyeri otot tertunda, penurunan fungsional (kehilangan kekuatan), dan mungkin gangguan struktural seperti kekacauan garis Z sarkomer (Sorichter et al 1999; Warren et al 2001). Kerusakan otot yang terjadi setelah latihan kekuatan perlu segera dipulihkan karena akan mempengaruhi latihan berikutnya, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap prestasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minuman tempe secara nyata meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan kadar CK yang lebih baik dibandingkan kelompok yang diberikan whey dan plasebo, terutama pada pengamatan 24 jam setelah latihan. Pada kelompok yang diberikan minuman tempe telah terjadi pemulihan kerusakan otot yang ditandai dengan terjadinya kemampuan kekuatan otot melebihi kemampuannya sebelum latihan yaitu sebesar 88.75±14.46 kg : 88.33±14.02 kg. Sebaliknya untuk kelompok whey dan plasebo belum terjadi pemulihan kerusakan otot yang ditandai dengan masih menurunnya

kekuatan maksimal dibandingkan dengan sebelum dilakukan latihan kekuatan yaitu sebesar 80.83±11.14 kg : 82.5±14.74 kg dan 78.75±12.32 kg : 83.75±15.05 kg.

Kadar CK dalam serum menggambarkan tingkat kerusakan jaringan otot yang semakin parah, peningkatan kadar CK disebabkan kerusakan pada sarkolema yang menyebabkan keluarnya CK dari sel otot menuju sirkulasi darah (Tortora 2009). Pada pengamatan 24 jam setelah latihan, pada kelompok yang diberikan minuman tempe secara signifikan menunjukkan peningkatan kadar CK yang paling rendah yang menandakan terjadinya kerusakan yang paling kecil. Peningkatan kadar CK pada kelompok tempe, whey dan plasebo masing-masing yaitu 80.66±36.12 u/l, 124.50±54.01 u/l dan 192.33±103.71 u/l. Keadaan tersebut berkaitan dengan komponen-komponen yang lebih baik daripada whey dan plasebo. Pada minuman tempe mengandung asam amino BCAA yang tinggi juga mengandung asam amino arginin dan glutamin (asam glutamat). Menurut Nosaka (2007) bahwa kenaikan dalam ketersediaan asam amino, seperti arginin, glutamin dan BCAA penting dalam pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan. Ketersediaan asam amino perlu ditingkatkan untuk waktu tertentu sebelum atau setelah melakukan olahraga yang dapat mengakibatkan kerusakan otot. Kecukupan asupan protein diperlukan untuk pemulihan kerusakan otot. Pemberian asam amino eksogen setelah latihan meningkatkan sintesis protein sekaligus mengurangi pemecahan protein (Phillips 2004), suplementasi asam amino mempengaruhi besarnya kerusakan otot dan pemulihan.

Protein makanan memiliki peran penting dalam mengatur metabolisme protein di otot rangka (Evan et al. 2001). Ketersediaan asam amino yang tinggi, terutama rantai asam amino bercabang (BCAA), adalah penting untuk sintesis protein pada jam-jam setelah konsumsi (Cooke et al. 2010). Ketersediaan asam amino penting untuk memaksimalkan efek anabolik dan meminimalkan efek kataboliknya setelah latihan (Gibala 2001; Phillips 2004). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Buckley et al. (2010) di mana konsumsi whey protein dengan kandungan protein 25 g setelah latihan kekuatan terjadi peningkatan pemulihan kekuatan otot pada 6 dan 24 jam setelah latihan, tetapi tidak mempengaruhi kadar CK dan nyeri otot. White et al. (2008) yang memberikan whey hanya satu kali setelah atau sebelum latihan kekuatan dengan jumlah protein 23 g tidak memberikan dampak nyata terhadap penurunan kadar CK, nyeri otot dan peningkatan kekuatan maksimal pada semua titik waktu pengamatan (6,24,48,72,96 jam).

Latihan eksentrik seperti angkat beban mengakibatkan penurunan sementara dalam tingkat sintesis protein otot skeletal dan peningkatan tingkat degradasi protein (Fielding et al. 1991; Lowe et al. 1995). Perubahan dalam metabolisme protein mungkin menjadi faktor penyebab dari kerusakan ultra struktural yang diamati (Lowe et al. 1995), yang mengarah pada gangguan miofibrillar, kehilangan protein kontraktil dan berkurang integritas membran sel. Sebagai konsekuensi protein intramuskular dalam serum dan nyeri otot meningkat, dan fungsi otot berkurang. Dalam penelitian ini, konsumsi minuman tempe setelah latihan kekuatan kemungkinan besar meningkatkan pengiriman asam amino ke otot, sehingga menambah sintesis protein otot dan meminimalkan degradasi protein, sehingga menghasilkan pengurangan yang lebih kecil dalam

kekuatan dan pemulihan / atau lebih cepat yang diamati pada kelompok minuman tempe.

Kerusakan otot rangka diklasifikasikan dalam dua tahap yang disebut kerusakan primer dan sekunder (Howatson et al. 2008). Kerusakan primer dibagi menjadi dua mekanisme: metabolik dan mekanik. Kerusakan metabolik telah diusulkan sebagai akibat dari iskemia atau hipoksia selama latihan yang panjang, yang mungkin mengakibatkan perubahan konsentrasi ion, akumulasi limbah metabolisme, dan kekurangan adenosin trifosfat (ATP) (Duncan 1987). Rangsangan mekanik, dapat menyebabkan kerusakan otot sebagai akibat langsung dari beban terlalu banyak pada serat otot atau keseimbangan yang tidak tepat dari variabel latihan yang dapat menyebabkan gangguan garis Z sarkomer (Howatson et al. 2008; Sorichter et al 1999; Warren et al 2001). Kerusakan sekunder dapat diwujudkan melalui proses yang terkait dengan olahraga yang dapat menyebabkan terganggunya homeostasis kalsium intraseluler dan respon inflamasi sistemik dan lokal (Duncan 1987).

Latihan kekuatan yang terdiri dari kontraksi memanjang (eksentrik) dapat menginduksi kerusakan otot. Kerusakan otot terjadi ketika otot menerima stimulus fisik yang berlebihan. Dalam latihan dan olahraga, cidera otot yang disebabkan oleh trauma fisik, sehingga robek, memar, atau pecahnya serat otot, dan gangguan miofilamen (Nosaka 2007). Hal ini tidak sepenuhnya dipahami bagaimana gejala kerusakan otot yang diinduksi dengan latihan eksentrik, dan bagaimana pemanjangan kontraksi otot menyebabkan kerusakan otot. Namun, secara umum teori yang dapat diterima bahwa kejadian awal ini disebabkan oleh gangguan mekanik pada tingkat sarkomer, menyebabkan kerusakan membran plasma yang menghasilkan dalam penurunan kopling contraction excitation, yang merupakan penyebab utama hilangnya fungsi otot, dan gangguan regulasi Ca2+ dalam serat otot yang menyebabkan pemecahan protein dan membran setelah respon inflamasi (Armstrong et al.1991; Proske et al. 2001).

Latihan meningkatkan sintesis protein, tetapi apakah itu menghasilkan peningkatan protein kontraktil otot dan / atau non-kontraktil adalah tergantung pada keseimbangan antara sintesis dan pemecahan protein. Keseimbangan protein otot (sintesis minus pemecahan) setelah latihan kekuatan adalah negatif, meskipun terjadi kenaikan dalam sintesis protein setelah latihan. Namun, sintesis protein distimulus oleh suatu pengiriman peningkatan asam amino ke otot (Tipton dan Wolfe 1998), dan kombinasi konsumsi asam amino dan latihan kekuatan menginduksi keseimbangan protein positif (Philips 2004). Peningkatan sintesis protein otot terus terjadi selama 48 jam setelah latihan kekuatan (Tipton dan Wolfe 1998). Menyediakan asam amino eksogen, terutama dalam 4 jam pertama setelah latihan kekuatan, meningkatkan sintesis protein, mengurangi pemecahan protein, dan menghasilkan keseimbangan protein yang positif (Biolo et al. 1995; Tipton et al. 1999), sehingga memberikan lingkungan untuk pertumbuhan otot.

Shimomura et al. (2006) menyatakan bahwa stimulasi sintesis protein oleh leusin, dan penekanan pemecahan protein oleh BCAA, dapat menghasilkan efek yang menguntungkan dengan penurunan kerusakan otot. Suplementasi asam amino merangsang pengangkutan asam amino ke dalam otot rangka, dan pemberian asam amino eksogen, terutama BCAA, dalam beberapa jam setelah olahraga terjadi peningkatan sintesis protein sedangkan pemecahan protein berkurang(Wolfe 2000). Bohe et al. (2003) menyatakan bahwa sintesis protein

otot diatur oleh konsentrasi asam amino ekstraselular (darah) daripada intraseluler, dan bahwa sintesis protein meningkat ketika asam amino esensial dalam darah tinggi.

Asam amino rantai bercabang (BCAA) yaitu leusin, valin, dan isoleusin merupakan asam amino yang penting bagi para atlet dan individu yang aktif, karena digunakan dalam metabolisme untuk energi dalam kerja otot. Selain itu, leusin memainkan peran penting dalam regulasi sintesis protein (Driskell 2007). Menurut Bean (2009) asam amino BCAA dapat meminimalkan pemecahan protein otot selama latihan intensitas tinggi. BCAA dapat membuat sebuah proporsi tinggi jaringan otot dan yang pertama dipecah untuk energi selama intensitas tinggi, latihan yang lama, sehingga apabila jumlah BCAA banyak maka semakin kecil kemungkinan akan memecah jaringan otot yang ada. BCAA dapat mempercepat perbaikan kerusakan otot setelah latihan.

Asam amino diperkirakan memberi efek pelindung melalui mekanisme pencampuran langsung dan tidak langsung. Secara langsung, asam amino dapat menekan jalur yang bertanggung jawab atas gangguan garis z pada otot selama metabolik kascade yang dipicu oleh trauma mekanik (Helman 2003), sementara mekanisme tidak langsung berhubungan dengan pembentukan asam amino spesifik yang berasal dari metabolit, seperti β-Hydroxy-β- Methylbutyrate (HMB), ditunjukkan dalam studi dengan indeks kerusakan otot yang lebih rendah (Nissen et al. 1996). Teori utama pengaruh HMB adalah dengan meningkatkan integritas membran sel dengan menyediakan substrat yang memadai untuk sintesis kolesterol.Sudah jelas bahwa HMB dikonversi ke HMG-CoA dalam sitosol, yang dapat digunakan untuk sintesis kolesterol dalam sel (Nissen dan Abumrand 1997). Dalam semua sel, kolesterol diperlukan untuk sintesis membran sel baru serta perbaikan membran yang rusak dalam memelihara fungsi sel yang tepat dan pertumbuhan (Chen 1984; Dabrowski et al. 1980). Sel tertentu, seperti sel otot, membutuhkan sintesis de novo dari kolesterol untuk fungsi kolesterol sel. Oleh karena itu, selama periode stres yang meningkat pada sel-sel, seperti terjadi dalam otot selama latihan yang keras, permintaan untuk kolesterol untuk pertumbuhan atau perbaikan membran selular mungkin melebihi apa yang dapat dilakukan melalui produksi endogen yang normal dari tersedianya HMG-CoA seluler (Nissen 2007).

Kombinasi protein /asam amino dan karbohidrat telah terbukti meningkatkan sintesis protein dan menghambat peningkatan dalam degradasi protein yang terjadi dari latihan (Rasmussen et al, 2000.; Bird et al, 2006;. Tang et al, 2007). Oleh karena itu, stimulasi yang kuat dari pengaruh protein dan karbohidrat yang dikonsumsi bersama-sama dapat meningkatkan perbaikan otot setelah kerusakan otot akut dengan meningkatkan turnover protein (Biolo et al. 1997; Phillips et al.1997.). Ini dapat mempertahankan dan / atau mengembalikan integritas struktural dan fungsi otot rangka (Betts et al, 2009), dan mengurangi kenaikan protein intramuskular dan nyeri, dan pengurangan dalam fungsi otot.

Latihan kekuatan seperti latihan eksentrik tidak selalu menyebabkan kerusakan otot yang parah. Hal ini juga diketahui bahwa besarnya kerusakan otot yang kurang signifikan dalam latihan berikutnya dalam latihan eksentrik yang sama dibandingkan dengan awal latihan (Clarkson et al. 1992; McHugh 2003). Efek ini sering disebut sebagai efek latihan berulang, dan mendasari mekanisme adanya adaptasi dari saraf, mekanik, dan selular (Clarkson et al. 1992).

Dibandingkan dengan individu yang tidak terlatih, besarnya kerusakan otot yang lebih rendah dan pemulihan yang lebih cepat pada individu terlatih (Newton et al. 2007). Oleh karena itu besarnya kerusakan otot setelah latihan pada atlet tidak parah bila dibandingkan dengan yang bukan atlet. Namun, tampaknya bahwa kerusakan otot yang terjadi selama dan setelah bertanding atau latihan tetap terjadi pada batas tertentu, dan tetap penting untuk meningkatkan pemulihan dari kerusakan otot (Nosaka 2007).

Minuman tempe dalam penelitian ini mengandung isoflavon sebesar 25.78 mg per sajian dan telah dikaji pengaruhnya terhadap stres oksidatif setelah latihan kekuatan. Isoflavon berperan sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yang dihasilkan selama dan setelah latihan kekuatan. Latihan kekuatan dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara ROS dan antioksidan, yang disebut sebagai stres oksidatif (Urso dan Clarkson 2003). Kerusakan otot dapat diperparah dengan hadirnya ROS yang berpotensi dapat menyebabkan kerusakan otot lanjut (Malm et al. 1999; MacIntyre et al. 2001). Radikal bebas sangat reaktif yang dapat menyebabkan kerusakan mitokondria membran dan struktur sitoplasma melalui peroksidasi fosfolipid, protein dan nukleotida (Jenkins, 1993 dan Packer, 1997). Latihan olahraga berat dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan menyebabkan gangguan keseimbangan homeostatis prooksidan-oksidan intraselular. Ada beberapa sumber dan mekanisme pembentukan senyawa radikal selama latihan olahraga adalah peningkakatan suhu tubuh yang menyebabkan kehilangan cairan (hipohidrasi), kenaikan kalsium sitosol, mobilisasi dan aktivasi leukosit, proses inflamasi, pergeseran sirkulasi, paparan polutan udara selama latihan dan peningkatan sekresi adrenalin (Harjanto 2004).

Menurut Belviranli dan Gokbel (2006) mekanisme pembentukan oksidan yang terkait latihan olahraga yaitu (1) Konsumsi oksigen meningkat beberapa kali lipat selama olahraga menyebabkan kebocoran elektron dari rantai transfer elektron mitokondria yang menghasilkan anion superoksida; (2) Xanthine dehidrogenase mengoksidasi hipoksantin menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam uric dengan menggunakan NAD+ sebagai elektron aseptor membentuk NADH. Selama iskemia pada otot aktif, xanthine terbentuk melalui metabolisme anaerobik dari ATP dan xanthine dehidrogenase diubah menjadi xantin oksidase. Selama reperfusi, menghasilkan peningkatan oksigen, xantin oksidase masih mengkonversi hipoxantin menjadi asam uric, tetapi menggunakan oksigen sebagai elektron aseptor membentuk superoksida; (3) Kerusakan jaringan akibat latihan dapat menginduksi aktivasi sel-sel inflamasi seperti neutrofil kemudian memproduksi radikal bebas dengan NADPH oksidase; (4) Konsentrasi katekolamin meningkat selama latihan, dan ROS menyebabkan autooksidasi; (5) dengan peningkatan suhu tubuh selama latihan olahraga mitokondria otot menjadi tidak berpasangan dan membentuk superoksida; (6) terjadi Autooksidasi oksihemoglobin menjadi methemoglobin yang menghasilkan superoksida dan laju pembentukan methemoglobin dapat meningkat dengan olahraga.

Kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung senyawa radikal bebas berikatan dengan membran lipid, protein struktural, enzim, RNA, dan DNA sel. Secara tidak langsung senyawa radikal bebas dapat mengakibatkan kerusakan tidak langsung karena MDA yang dihasilkan dari proses peroksidasi lipid menyerang gugus amino pada protein dan membentuk cross link intramolekul maupun antar molekul

protein sehingga terjadi penurunan fungsi membran sel yang mengakibatkan kerusakan struktural dan fungsional sel (Suarsana 2009).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kadar MDA dalam plasma meningkat setelah subjek melakukan latihan kekuatan dengan squat dalam enam set dengan lima belas pengulangan baik pada kelompok minuman tempe, whey dan plasebo. Pada pengamatan 6 jam setelah latihan, terjadi kenaikan kadar MDA pada kelompok yang diberikan minuman tempe, whey dan plasebo masing- masing sebesar 0.018 nmol/mL, 0.087nmo/mL dan 0.074 nmol/mL (P>0.05), dan terlihat ada kecenderungan bahwa perlakuan minuman tempe menunjukkan kadar MDA yang paling rendah pada semua titik waktu pengamatan bila dibandingkan dengan kelompok whey dan plasebo. Kelompok minuman tempe rata-rata kadar MDA nya sudah mengalami pemulihan pada pengamatan 24 jam setelah latihan.

Hal tersebut dapat terjadi karena peran isoflavon yang terdapat dalam minuman tempe. Isoflavon merupakan golongan fitokimia yang dapat berperan sebagai antioksidan, peran isoflavon dalam menangkal radikal bebas adalah melalui pemutusan rantai propagasi radikal bebas dimana hidroksi akan mendonorkan elektron atau hidrogen sehingga terjadi pembersihan (scavenging) atau penghalang (interceptor) terhadap radikal bebas. Isoflavon juga mempunyai kemampuan pemutusan rantai propagasi melalui pengikatan (chelating) ion metal transisi sehingga ion asing tersebut dapat dihilangkan dan efek prooksidannya dapat dihambat (Utari 2011). Pada penelitian secara in vitro, isoflavon yang tergolong kelas flavonoid dapat menghambat peroksidasi lipid melalui aktivitasnya sebagai free radical scavenger dengan cara menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas sehingga membentuk produk yang stabil (Hodgson et al. 1996). Isoflavon bereaksi dengan produk peroksidasi lipid lain seperti radikal peroksil (LOOº), radikal lipid (Lº) dan radikal lipid alkoksil (LOº) sehingga senyawa yang lebih stabil.

Menurut Poljsak (2011) penurunan stres oksidatif dapat tercapai pada tiga level (1) penurunan paparan polutan dari lingkungan, (2) meningkatkan level antioksidan endogen dan eksogen atau (3) penurunan produksi stres oksidatif dengan menstabilkan dan mengefisienkan produksi energi mitokodria. Stres oksidatif endogen dapat dipengaruhi oleh dua cara yaitu dengan mencegah pembentukan ROS atau menurunkan ROS dengan antioksidan. Selain menghasilkan radikal bebas, latihan olahraga secara regular juga dapat meningkatkan level antioksidan endogenus seperti glutation yang dapat berpotensi dalam mengurangi efek negatif dari produksi radikal bebas selama berolahraga (Harris & Baer 2006). Enzim antioksidan mempunyai peran dalam mempengaruhi pembentukan radikal bebas melalui tahapan inisiasi dan propagasi. SOD dan katalase dapat menghambat fase awal dengan tidak mengaktifkan molekul prekursor penghasil ROS. Pada tahap propagasi glutation peroksidase mampu menangkap – OH dan lipid peroksida (Jeukendruo dan Gleeson 2004). Tempe diketahui juga mengandung enzim superoksida dismutase (SOD), yaitu suatu enzim yang dapat mengendalikan radikal bebas hidroksil yang sangat reaktif (Kumalaningsih 2006).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberikan minuman tempe mengalami peningkatan kadar SOD yang lebih tinggi setelah melakukan latihan kekuatan bila dibandingkan dengan perlakuan whey dan plasebo. SOD merupakan enzim antioksidan yang mempunyai peran dalam

pertahanan primer terhadap stres oksidatif. SOD dapat mencegah radikal bebas pada tahap inisiasi dengan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang kurang reaktif. Peningkatan ketersediaan Cu, Fe dan Zn dalam tempe diduga yang menyebabkan peningkatan aktivitas SOD, mineral-mineral tersebut berfungsi sebagai kofaktor dan pengatur SOD dalam sitosol (Gropper et al. 2009). Terjadinya peningkatan mineral tersebut karena selama proses fermentasi terjadi peningkatan enzim fitase yang menyebabkan menurunkan asam fitat sekitar sepertiga, asam fitat tersebut dapat mengikat mineral seperti Fe, Zn dan Cu (Sudarmadji dan Markakis 1978). Sehingga dengan menurunnya kadar asam fitat tersebut dapat meningkatkan ketersedian mineral Zn, Fe dan Cu yang dapat membantu fungsi SOD.

Dalam pemulihan kerusakan otot peran protein khususnya asam amino BCAA sangat penting. Dalam minuman tempe selain mengandung asam amino BCAA yang tinggi, dalam minuman tempe mengandung komponen lain seperti isoflavon yang berperan dalam menghambat kerusakan otot melalui penghabatan pembentukan radikal bebas yang dihasilkan selama latihan kekuatan.

Dibandingkan dengan mengonsumsi tempe dalam bentuk tempe goreng, keripik tempe, atau jenis masakan tempe yag lain, maka mengonsumsi tempe dalam bentuk minuman mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dicerna sehingga zat-zat gizi lebih cepat diserap. Selain itu jumlah yang dikonsumsi bisa lebih banyak karena dalam bentuk tepung mempunyai densitas kamba yang lebih kecil (tidak bulky), sehingga ketika mengonsumsi dengan volume yang sama, jumlah zat gizi yang dikonsumsi menjadi lebih banyak.

Aktivitas fisik dapat menghasilkan panas di dalam tubuh, panas ini harus dihilangkan agar atlet dapat terus melakukan aktivitas. Kegagalan untuk menghilangkan panas akhirnya dapat menyebabkan heat stroke dan berpotensi terjadi kematian. Salah satu mekanisme utama untuk menghilangkan panas adalah dengan cara memproduksi keringat, keringat berperan mendinginkan tubuh ketika menguap dari kulit (Benardot 2006). Kehilangan cairan tubuh bisa sangat tinggi, jika cairan tersebut tidak diganti dengan cepat, akan terjadi dehidrasi Hal ini akan berdampak buruk pada kemampuan fisik dan kesehatan seperti dapat menurunkan volume darah dan meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan tekanan pada jantung, paru-paru dan sistem peredaran darah, yang berarti jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah keseluruh tubuh (Bean 2009). Produk ini tidak hanya sebagai sumber protein saja tetapi dapat memberikan manfaat yang lain yaitu untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang setelah latihan.

Keringat yang keluar dari tubuh mengandung elektrolit (terutama natrium klorida tetapi juga kalium, kalsium, dan magnesium). Elektrolit tersebut membantu mengatur keseimbangan cairan antara kompartemen tubuh yang berbeda (misalnya, jumlah cairan di dalam dan di luar sel otot), dan volume cairan dalam aliran darah. Gerakan air dikendalikan oleh konsentrasi elektrolit pada kedua sisi membran sel. Misalnya, peningkatan konsentrasi natrium di luar sel akan menyebabkan air bergerak dari dalam sel keluar sel. Demikian pula, penurunan konsentrasi natrium akan menyebabkan air bergerak dari luar ke bagian dalam sel. Kalium menarik air melewati membran, sehingga konsentrasi kalium yang tinggi di dalam sel meningkatkan kadar air sel. Keunggulan yang lain dari produk ini adalah minuman tempe mengandung elektrolit yaitu natrium klorida kalium, kalsium, dan magnesium. Kandungan elektrolit per sajiannya adalah

natrium 2.37 mg, klorida 21.30 mg, kalium 54 mg, kalsium 72.92 mg, dan magnesium 33.12 mg.

Keunggulan lain dari produk ini adalah harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan minuman olahraga yang biasa digunakan oleh atlet seperti whey protein. Biaya yang diperlukan untuk pembuatan minuman tempe persajiannya adalah sekitar Rp 5.000, sedangkan minuman whey protein adalah Rp 25.000.

Implikasi Hasil dan Keterbatasan Penelitian

Protein, khususnya asam amino BCAA mempunyai peranan penting dalam

Dokumen terkait