• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMULIHAN KERUSAKAN OTOT SETELAH LATIHAN KEKUATAN PADA ATLET MAHASISWA

ABSTRAK

Latihan kekuatan berhubungan dengan kerusakan jaringan otot, diperlukan pemulihan kerusakan otot dengan segera. Protein adalah zat gizi utama yang berperan dalam pemulihan kerusakan otot. Minuman tempe dibuat dari tepung tempe yang tinggi kandungan proteinnya yang dapat digunakan untuk pemulihan kerusakan otot. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efek pemberian minuman tempe untuk pemulihan kerusakan otot. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah double blind control trial. 18 orang atlet laki-laki (18-24 tahun), dibagi menjadi 3 kelompok (masing-masing n=6) kelompok 1 menerima minuman tempe (mengandung 23 g protein), kelompok 2 menerima whey (mengandung 23 g protein) dan kelompok 3 menerima minuman plasebo, setelah latihan. Subjek melakukan latihan kekuatan dengan beban 75% dari kekuatan maksimal (1 RM) dengan squat yang terdiri dari 6 set dan 15 pengulangan dengan 2 menit istrahat antar set. Creatine kinase (CK), kekuatan maksimal dan nyeri otot sebagai penanda kerusakan otot diukur sebelum latihan, 6, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan. Pemberian minuman tempe secara nyata menurunkan tingkat CK dan meningkatkan kekuatan otot pada 24 jam dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak berbeda pada nyeri otot.

Kata kunci : latihan kekuatan, minuman tempe, pemulihan kerusakan otot. Pendahuluan

Latihan kekuatan merupakan komponen umum dari suatu latihan olahraga. Selama latihan, terutama latihan eksentrik seperti latihan beban, latihan plyometric dan berlari kencang, umumnya dapat menyebabkan kerusakan otot (Bean 2010). Termasuk robeknya sarkolema di beberapa serat otot, miofibril yang rusak, dan rusaknya garis z sarkomer (Tortora 2009). Beberapa indikator kerusakan otot adalah peningkatan tingkat creatine kinase (CK), nyeri otot dan penurunan kekuatan otot (White et al. 2008; Udani et al. 2009; Cooke et al. 2010 dan Howatson et al. 2012).

Kerusakan otot yang terjadi setelah latihan kekuatan, harus segera dipulihkan. Kerusakan otot dapat menyebabkan rasa nyeri otot dan rasa tidak nyaman yang dialami beberapa hari setelah melakukan latihan. Menurut Nosaka (2007) kondisi ini dapat mengganggu pelaksanaan latihan berikutnya. Selain itu menurut Bean (2010) kerusakan otot bahkan dapat menunda penyimpanan glikogen, sehingga pengisian glikogen secara lengkap dapat membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 7-10 hari. Tertundanya penyimpanan glikogen ini dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan melakukan latihan pada hari berikutnya. Dalam proses pemulihan kerusakan otot, salah satu zat gizi yang berperan adalah protein. Beberapa hasil penelitian menggunakan sumber protein yang berasal dari whey, susu dan BCAA yang memberikan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Burnley et al. (2010) dengan memberikan whey protein setelah latihan kekuatan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan otot, kadar CK dan nyeri otot pada 24, 48 setelah latihan. Penelitian yang dilakukan

White et al. (2008) menunjukkan bahwa konsumsi whey protein tidak berpengaruh terhadap pemulihan kerusakan otot dibandingkan dengan plasebo. Sebaliknya, Buckley et al. (2010), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konsumsi whey protein setelah latihan kekuatan, pemulihan kekuatan otot dapat meningkat. Cooke et al. (2010) menyebutkan bahwa pemberian whey protein isolat setelah latihan kekuatan dapat memperbaiki kekuatan otot pada hari ke 3 dan ke 7 setelah latihan dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak berbeda nyata pada kadar CK.

Jackman et al. (2010) melalui penelitiannya dengan pemberian branched chain amino acids (BCAA) setelah latihan kekuatan dan juga selama periode pemulihan memberikan pengaruh terhadap penurunan nyeri otot pada 48 dan 72 setelah latihan tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar CK dibandingkan dengan plasebo. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Howatson et al. (2012) di mana suplementasi BCAA diberikan 7 hari sebelum latihan kekuatan, sebelum dan setelah latihan kekuatan dan selama 4 hari setelah latihan memberikan pengaruh secara nyata terhadap penurunan kadar CK, penurunan nyeri otot dan peningkatan kekuatan otot dibandingkan dengan plasebo pada 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Gilson et al. (2010) pada atlet sepak bola menunjukkan bahwa pemberian susu coklat setelah latihan, hanya memberikan pengaruh pada kadar CK dan tidak untuk indikator kerusakan otot yang lain seperti kekuatan maksimal dan rasa nyeri otot.

Salah satu sumber protein yang cukup potensial dan belum banyak digunakan pada atlet adalah tempe, yang merupakan makanan tradisional yang sangat populer di Indonesia. Tempe merupakan produk olahan kedelai melalui proses fermentasi dengan penambahan Rhizopus oligosporus. Sebagai pangan tradisional, tempe mempunyai komposisi gizi dan non gizi seperti isoflavon yang lebih baik dibanding kedelai. Selain itu tempe mudah diproduksi, harga relatif terjangkau, tersedia di pasaran, serta mudah pengolahannya. Asam amino bebas kedelai meningkat 85 kali setelah menjadi tempe (Mahmud 1996). Tempe juga mengandung asam amino BCAA (valin, leusin, isoleusin) yang tinggi. Nilai cerna tempe lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai, dan karenanya meningkatkan mutu gizi protein tempe (Hermana et al. 1996). Sehingga tempe sebagai sumber protein mempunyai potensi yang baik dalam memperbaiki kerusakan otot setelah latihan kekuatan. Menurut Jauhari et al. (2014) tempe dapat diolah menjadi minuman yang dikenal dengan nama minuman tempe yang mempunyai rasa yang nikmat dan mengandung asam amino BCAA yang tinggi yaitu 4161.6 mg per sajian dengan kandungan isoleusin, leusin dan valin masing-masing adalah 1111.8 mg, 1922.7 mg, dan 1127.1 mg. Minuman tempe dapat dijadikan salah satu alternatif minuman olahraga yang mempunyai kualitas protein yang baik dengan kandungan BCAA, yang diharapkan memberikan manfaat terhadap percepatan pemulihan dari kerusakan otot setelah melakukan latihan kekuatan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian minuman tempe terhadap pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan dengan melihat indikator kerusakan otot yaitu kekuatan maksimal, kadar CK dan nyeri otot.

Metode

Disain, Subjek dan Tempat Penelitian

Disain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan metode double blind randomized controlled trial. Subjek penelitian ini adalah anggota klub bulutangkis mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta. Kriteria inklusi subjek adalah : pria, usia 18-24 tahun, indeks massa tubuh 18,5-25, rutin melakukan latihan, tidak sedang minum obat tertentu seperti analgesik, aspirin atau anti-inflamasi setidaknya 7 hari sebelum penelitian, dan tidak mengonsumsi alkohol selama 48 jam sebelum penelitian, tidak alergi terhadap susu, tidak mengalami cidera sebelum dilakukan penelitian, sehat tidak ada penyakit jantung, diabetes atau penyakit kronis lainnya. Tiap subyek menandatangani informed consent. Jumlah subjek penelitian ini adalah sebanyak 18 orang. Analisis CK dilakukan di laboratorium Pramita Jakarta. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan RSUP dr Kariadi Semarang Nomor : 369/EC/FK/RSDK/2012.

Minuman Perlakuan

Jumlah total subjek adalah 18 orang, secara acak dibagi ke dalam 3 kelompok, setiap perlakuan terdiri 6 orang. Perlakuan dibagi ke dalam 3 kelompok, kelompok pertama mendapatkan minuman tempe, kelompok kedua mendapatkan minuman whey protein dan kelompok ketiga mendapatkan minuman plasebo. Minuman diberikan dengan jumlah kalori yang sama (isokalori), perlakuan minuman diberikan setelah latihan kekuatan. Minuman tempe per sajian (600 ml) mengandung kalori 438 kkal, karbohidrat 48 g, lemak 17.1 g, dan protein 23 g, whey mengandung energi 438 kkal, karbohirat 48 g, lemak 17.1 g, dan protein 23 g, sedangkan plasebo mengandung energi 438 kkal karbohirat 48 g, lemak 27.33 g, dan protein 0 g. Minuman perlakuan diberikan kepada subjek dalam botol yang sama, botol dilapisi dengan alumunium foil dengan jumlah 600 ml dan dengan rasa coklat.

Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan subjek berpuasa 12 jam pada malam sebelumnya. Subjek datang pada pukul 07.00 pagi ke Muscle Academy Gym (MAG) laboratorium Somatokinetika Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta. Kemudian dilakukan pengambilan data yaitu nyeri otot, CKdarah, kekuatan maksimal, berat badan, tinggi badan dan persen tebal lemak. Nyeri otot diukur dengan menggunakan visual analog scale (VAS) dengan skala 0-10 (White et al. 2008), berat badan, tinggi badan dan persen tebal lemak diukur dengan timbangan digital. Sebelum melakukan latihan kekuatan, subjek melakukan pemanasan. Kemudian subjek diuji untuk kemampuan kekuatan maksimal dengan menggunakan squat sebanyak 3 kali angkatan. Kemudian istirahat selama lima menit sebelum subjek melakukan latihan kekuatan dengan squat, latihan kekuatan dibagi menjadi enam set dari lima belas pengulangan dengan interval istirahat 2 menit antar set. Subjek melakukan latihan kekuatan dengan beban 75 % dari

kekuatan maksimalnya (1RM). Setelah melakukan latihan kekuatan, subjek melakukan pendinginan.

Segera setelah latihan kekuatan selesai subjek mengonsumsi minuman, baik kelompok minuman tempe, kelompok whey dan kelompok plasebo dengan waktu dua menit. Sembilan puluh menit setelah penyelesaian latihan, responden mendapatkan makan siang. Setelah makan siang, responden dapat meninggalkan laboratorium, dan datang kembali untuk pengukuran yang ke dua setelah enam jam latihan. Tidak ada makanan yang dikonsumsi antara pemberian makanan siang dan pengukuran 6 jam setelah latihan.

Subjek mengulangi semua pengukuran nyeri otot, CK darah dan kekuatan maksimal pada enam, 24, 48 dan 96 jam setelah latihan kekuatan. Minuman perlakuan juga dikonsumsi selama masa pemulihan yaitu pada hari ke dua sampai dengan hari ke empat setelah latihan kekuatan. Pada 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan semua pengukuran diambil setelah 12 jam puasa semalam. Bagan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat di Gambar 3.

Semua subjek diinstruksikan untuk mengonsumsi diet normal serta menjaga aktivitas harian yang minimum. Subjek diharapkan untuk mengendalikan kebiasaan gizinya atau aktivitas fisik dan tidak mengkonsumsi makanan yang tidak biasa dikonsumsi. Subjek tidak diperkenankan mengkonsumsi kedelai dan hasil olahannya (tahu, tempe, oncom, kecap) selama penelitian berlangsung. Selain itu, subjek tidak menggunakan suplemen vitamin atau obat anti-inflamasi atau obat-obatan yang terkait dengan perlindungan terhadap kerusakan otot karena latihan. Pembatasan ini diberlakukan 48 jam sebelum dan selama periode pengujian (White et al. 2008). Untuk mengontrol asupan pangan yang dikonsumsi, selama penelitian subjek mendapatkan dari peneliti. Subjek juga diminta untuk mencatat asupan pangan di luar pangan yang diberikan.

Analisis Sampel darah

Sampel darah digunakan untuk analisis kadar CK. Pengukuran Aktivitas CK serum ditentukan dengan Creatine Kinase Reagen Set Roche / Hitachi, HITACHI 902. Prinsip kerja dalam penentuan aktivitas CK adalah bahwa dalam proses Transfosforilasi ADP menjadi ATP dikatalisis oleh CK dan akan dihasilkan NADPH. Jumlah NADPH ini yang diproduksi inilah yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas CK. Jumlah NADPH ditentukan pada absorbansi pada panjang gelombang 340 nm (Tietz and Norbert 1995).

Analisis Data

Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan dengan selang kepercayaan 95%, bila terdapat keragaman dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5%.

Setelah 90 menit

6 jam setelah latihan

Puasa 12 jam, malam sebelumnya

24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan

Gambar 3 Bagan pelaksanaan penelitian pengaruh pemberian minuman tempe terhadap pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan pada atlet. Responden berpuasa ±12 jam semalam Pengambilan darah (mengukur CK).

Pemeriksaan nyeri otot. Mengukur kekuatan maksimal.

Minum air putih

Melakukan latihan kekuatan Pemberian minuman perlakuan Pengambilan darah (mengukur CK).

Pemeriksaan nyeri otot. Mengukur kekuatan maksimal.

Pengambilan darah (mengukur CK).

Pemeriksaan nyeri otot. Mengukur kekuatan maksimal. Makan Siang Pemberian minuman perlakuan (Pada 24, 48, 72 setelah latihan)

Hasil dan Pembahasan Karakteristik subjek

Karakteristik subjek pada awal penelitian disajikan dalam Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam, secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam karakteristik subyek penelitian pada ketiga kelompok perlakuan (whey, minuman tempe dan plasebo) dalam usia, berat badan, tinggi badan, IMT, persentase lemak, tingkat kekuatan (1RM).

Tabel 4 Karakteristik subjek pada baseline Karakteristik Kelompok Whey Kelompok Minuman Tempe Kelompok Plasebo Usia (Tahun) 19.93 0.66 20.80 2.09 19.33 1.36 Tinggi (cm) 171.66 5.85 168.83 4.53 169.50 3.44 Berat (kg) 68.88 8.36 61.88 6.18 62.98 12.13 IMT 23.31 1.90 21.84 2.62 21.76 3.56 % lemak Tubuh 20.20 1.99 16.50 3.62 17.75 5.10 Kekuatan Maksimal 82.5 14.74 88.33 14.02 83.75 15.06 Keterangan : tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05) Analisis konsumsi makanan

Berdasarkan hasil analisis konsumsi makanan dengan menggunakan metode recall 24 jam (tidak termasuk suplemen) menunjukkan tidak ada perbedaan pada asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat antara kelompok- kelompok selama penelitian (Tabel 5).

Tabel 5 Asupan zat gizi subjek

Zat Gizi Kelompok

Whey Kelompok Minuman Tempe Kelompok Plasebo Energi (kkal) 2589.7 135.56 2507.61 226.41 2661.71 133.72 Karbohidrat (g) 415.1 23.05 407.80 33.79 426.23 30.40 Lemak (g) 61.79 6.61 58.92 6.28 66.38 4.48 Protein(g) 85.28 6.07 83.88 9.85 87.46 3.41

Keterangan : tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05) Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadapaktivitas creatine kinase

Gambar 4 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar CK setelah latihan kekuatan. Peningkatan kadar CK terjadi pada semua perlakuan. Peningkatan kadar CK mencapai puncaknya pada 24 jam setelah latihan untuk semua perlakuan. Pada 24 jam setelah latihan, pada perlakuan minuman tempe kadar CK secara nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan plasebo (P<0.05). Bila dibandingkan dengan whey tidak berbeda nyata (P>0.05). Perlakuan minuman tempe pada titik waktu pengamatan lain setelah latihan (6 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam setelah latihan) tidak berbeda dengan perlakukan whey dan plasebo, akan tetapi menunjukkan kecenderungan peningkatan kadar CK yang paling rendah dibandingkan dengan plasebo.

Gambar 4 Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap perubahan kadar CK serum pada subjek setelah latihan

Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata di setiap titik waktu pengamatan pada hasil DMRT dengan selang kepercayaan 95%

Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadapkekuatan otot

Penurunan kekuatan otot terjadi pada semua perlakuan pada 6 jam setelah latihan, tetapi tidak terdapat perbedaan antar perlakuan. Pada titik waktu 24 jam setelah latihan, pada perlakuan minuman tempe terjadi perubahan kekuatan otot secara nyata bila dibandingkan dengan plasebo (P<0.05), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan whey (P>0.05). Pada titik waktu 48, 72 dan 96 jam setelah latihan, antar perlakuan tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam perubahan kekuatan otot, tetapi ada kecenderungan minuman tempe menunjukkan perbaikan kekuatan otot yang paling baik. Perubahan kekuatan otot setelah melakukan latihan kekuatan disajikan pada Gambar 5.

Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap nyeri otot

Skor nyeri otot meningkat secara nyata di atas tingkat dasar untuk semua kelompok di semua titik waktu. Namun, perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh pada skor nyeri otot, akan tetapi ada kecenderungan bahwa perlakuan minuman tempe menunjukkan skor nyeri yang paling rendah pada semua titik waktu pengamatan (Gambar 6).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Buckley et al. (2008) di mana konsumsi whey protein dengan kandungan protein 25 g setelah latihan kekuatan terjadi peningkatan pemulihan kekuatan otot pada 6 dan 24 jam setelah latihan, tetapi tidak mempengaruhi kadar CK dan nyeri otot. White et al. (2008) yang memberikan whey hanya satu kali setelah atau sebelum latihan kekuatan dengan jumlah protein 23 g tidak memberikan dampak nyata terhadap penurunan kadar CK, nyeri otot dan peningkatan kekuatan maksimal pada semua titik waktu pengamatan (6,24,48,72,96 jam). Begitu juga penelitian yang dilakukan Burnley et al. (2010) dengan memberikan suplemen protein dengan jumlah 0.4 g/kg berat badan setelah latihan kekuatan tidak memberikan pengaruh

ab a ab b a a a a a a a a a a a a

nyata terhadap kekuatan otot, kadar CK dan nyeri otot. Cooke et al. (2010) menyebutkan bahwa pemberian whey protein 1.5 g/kg berat badan/hari setelah latihan kekuatan dan selama 14 hari dapat memperbaiki kekuatan otot pada hari ke 3 dan ke 7 setelah latihan dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak berbeda nyata pada kadar CK.

Gambar 5 Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap perubahan kekuatan maksimal pada subjek setelah latihan kekuatan

Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata di setiap titik waktu pengamatan pada hasil DMRT dengan selang kepercayaan 95%

Gambar 6 Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap nyeri otot pada subjek setelah latihan kekuatan

a ab b b a a a a a a a a a ab a a a a a a

Menurut Nosaka (2007) bahwa asupan protein berperan dalam pemulihan kerusakan otot yang dipicu karena latihan kekuatan, pemulihan dari kerusakan otot akan mendapatkan manfaat dari kenaikan ketersediaan asam amino, seperti arginin, glutamin dan BCAA (isoleusin, leusin dan valin), melalui suplementasi, latihan yang memicu kerusakan otot menyebabkan peningkatan yang lebih besar dalam pemecahan protein otot daripada sintesis, sehingga akan terjadi keseimbangan negatif yang lebih besar. Namun, ketika diberikan asupan asam amino, pemecahan protein akan berkurang dan sintesis protein terjadi dengan baik, sehingga terjadi keseimbangan protein yang positif. Bahkan, menurut (Rennie dan Tipton 2000) bahwa keseimbangan positif setelah latihan dapat tercapai hanya jika ketersediaan asam amino yang meningkat.

Suplementasi asam amino akan menstimulus pengangkutan asam amino ke dalam otot rangka, dan pemberian asam amino eksogen setelah latihan meningkatkan sintesa protein sekaligus mengurangi pemecahan protein, suplemen asam amino yang efektif untuk mengurangi kerusakan otot dan / atau meningkatkan pemulihan dari kerusakan otot (Nosaka 2007). Shimomura et al. (2006) menyatakan bahwa stimulasi sintesis protein oleh leusin, dan penekanan pemecahan protein oleh asam amino BCAA, dapat menghasilkan efek yang menguntungkan dengan penurunan kerusakan otot.

Terjadinya perbedaan kadar CK dan kekuatan maksimal yang nyata hanya pada 24 jam setelah latihan disebabkan karena latihan kekuatan menyebabkan stimulasi sintesis protein otot (sampai 50-100% di atas nilai-nilai dasar) yang puncaknya terjadi dalam waktu 3-24 jam, dan dapat tetap meningkat, meskipun pada tingkat berkurang, hingga 48 jam pasca-latihan (Biolo et al. 1995 dan Phillips et al. 1997). Penyediaan asam amino eksogen, terutama dalam 4 jam pertama setelah latihan kekuatan, meningkatkan sintesis protein, mengurangi pemecahan protein, dan menghasilkan keseimbangan protein yang positif (Biolo et al. 1995 and Tipton et al. 1999). Kemungkinan lain disebabkan karena pengaruh jumlah kandungan BCCA. Pada penelitian ini minuman tempe mengandung 23 gram protein per sajian dengan total kandungan asam amino BCAA 4.16 g, yang meliputi isoleusin 1.11 g, leusin 1.92 g dan valin 1.12 g. Penelitian lain yang dilakukan oleh Howatson et al. (2012) memberikan BCAA 20 g / hari yang diberikan 7 hari sebelum latihan dan 4 hari pada masa pemulihan memberikan pengaruh secara nyata terhadap penurunan kadar CK dan peningkatan kekuatan otot dibandingkan dengan plasebo pada 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan. Namun demikian penelitian yang dilakukan Jackman et al. (2010) yang memberikan BCAA 29.2 g per hari, setelah latihan selama 3 hari berturut-turut, berpengaruh terhadap penurunan nyeri otot pada 48 dan 72 jam setelah latihan tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar CK.

Tidak adanya pengaruh jenis minuman yang diberikan terhadap kadar CK selain pada jam ke 24 kemungkinan juga disebabkan karena besarnya variasi pada nilai-nilai CK antar individu. Kondisi tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan White et al. (2008); Jackman et al. (2009) dan Cooke et al. (2010). Akan tetapi ada kecenderungan pada perlakuan minuman tempe menunjukkan kadar CK yang paling rendah, peningkatan kekuatan maksimal yang paling tinggi dan rasa nyeri yang paling rendah. Hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan komponen antioksidan yang terkandung dalam minuman tempe yaitu isoflavon, yang berperan dalam menangkal radikal bebas yang dihasilkan selama

latihan. Latihan yang berlebihan berkontribusi dalam pembentukan ROS (reactive oxygen spesies). Di dalam tubuh ROS yang merupakan radikal bebas yang akan memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan kerusakan otot setelah latihan, Aktivasi ROS dapat menyebabkan lisis membran sel otot (Tidball 2005). Menurut Howatson et al. (2008) ROS ini telah terlibat dalam kerusakan sekunder setelah terjadinya gangguan mekanik primer. Hal tersebut yang menyebabkan kerusakan otot yang terjadi pada kelompok perlakuan minuman tempe cenderung lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan minuman tempe memberikan dampak kerusakan otot yang paling kecil dibandingkan dengan whey dan plasebo. Minuman tempe berpotensi sebagai minuman olahraga untuk pemulihan kerusakan otot pada atlet setelah melakukan latihan kekuatan.

Kesimpulan

Pemberian minuman tempe secara nyata menurunkan kadar CK dan meningkatkan kekuatan maksimal pada 24 jam setelah latihan. Pemberian minuman tempe, whey dan plasebo memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap rasa nyeri otot, akan tetapi ada kecenderungan bahwa perlakuan minuman tempe menunjukkan rasa nyeri otot yang paling rendah. Minuman tempe berpotensi sebagai minuman olahraga untuk pemulihan kerusakan otot pada atlet setelah melakukan latihan kekuatan.

DAFTAR PUSTAKA

Bean A. 2009. Sports Nutrition. London : Published by A & C Black Publishers Ltd.

Biolo G, Maggi, SP, Williams BD,Tipton KD, Wolfe RR. 1995. Increased rates of muscle protein turnover and amino acid transport after resistance exercise in humans. Am J Physiol. 268: E514-520.

Buckley JD, Thomson RL, Coates, AM, Howe PR, Denichilo MO, Rowney MK, 2010. Supplementation with a whey protein hydrolysate enhances recovery of muscle force-generating capacity following eccentric exercise. J Sci Med Sport. 13(1):178-81.

Burnley ECD, Olson AN, Sharp RL, Baier SM, Alekel DL. 2010. Impact of protein supplements on muscle recovery after exercise-induced muscle soreness. Journal Exercise Science Fitness. 8: 89-96.

Cooke MB, Rybalka E, Stathis CG, Cribb PJ, Hayes A. 2010. Whey protein isolate attenuates strength decline after eccentrically-induced muscle damage in healthy individuals. Journal of the International Society of Sports Nutrition 7(30) : 1-9.

Gilson SF, Saunders MJ. 2010. Effects of chocolate milk consumption on markers of recovery following soccer training : a randomized cross-over study. Journal of the International Society of Sports Nutrition (19): 1-10.

Hermana, Mahmud MK. Karyadi D. 1996. Komposisi dan Nilai Gizi Tempe serta Manfaatnya dalam Peningkatan Mutu Gizi makanan. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Sapuan, Soetrisno N, editor. Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta.

Howatson G dan Someren KV. 2008. The prevention and treatment of exercise induced muscle damage. Sports Med 38. (6): 483-503.

Howatson G, Hoad M, Goodall S, Tallent J, Bell PG, French DN. 2012. Exercise- induced muscle damage is reduced in resistance-trained males by branched chain amino acids: a randomized, double-blind, placebo controlled study. J Int Soc Sports Nutr. 9(20):1-7.

Jackman SR, Witard OC, Jeukendrup AE, Tipton KD. 2010. Branched-chain amino acid ingestion can ameliorate soreness from eccentric exercise. Med Sci Sports Exerc. 42:962–970.

Jauhari M, Sulaeman A, Riyadi H, Ekayanti I. 2014. Pengembangan formula

Dokumen terkait