• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan studi terdahulu, telah diketahui bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh satu set gen-gen yang unik yang dimiliki seekor hewan (Craig 1981). Tingkah laku

sebagaimana semua sifat fenotipe hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Faktor genetik dan lingkungan tersebut beraksi dalam keselarasan untuk membentuk pola dan karakteristik tingkah laku (Ewing et al. 1999). Sifat tingkah laku diketahui ada yang dikendalikan

oleh gen tunggal, namun demikian banyak sifat-sifat tingkah laku yang dipengaruhi oleh sejumlah besar gen (McFarland 1999). Dengan demikian maka genotipe setiap hewan dapat diduga dengan mempelajari fenotipe tingkah laku hewan tersebut sebagaimana menduga genotipe hewan seperti misalnya menduga nilai pemuliaan dengan mempelajari fenotipe sifat kuantitatif seperti bobot badan, pertambahan bobot badan, dan sebagainya.

Fakta tersebut tersebut menunjukkan bahwa fenotipe tingkah laku berpotensi dapat dipelajari dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pada domba. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui dua cara penting yaitu melalui persilangan dan seleksi. Kedua cara tersebut dipelajari kaitannya dengan fenotipe tingkah laku pada penelitian ini. Penelitian tingkah laku pertama mempelajari peluang tingkah laku dalam pembedaan bangsa ternak domba, dimana informasi ini penting sebagai salah satu pertimbangan dalam pelaksanaan program persilangan. Penelitian tingkah laku kedua dan ketiga mempelajari peluang fenotipe tingkah laku sebagai indikator seleksi secara tidak langsung dan seleksi secara langsung dengan melihat hubungannya dengan penanda genetik DNA single nucleotide polymorphism.

Pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pembedaan dan pendugaan jarak genetik melalui analisa alel protein dan DNA tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga dapat menduga jarak genetik antar bangsa domba yang dipelihara dalam manajemen atau lokasi dengan lingkungan yang sangat berbeda. Fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pemanfaatan fenotipe ukuran bagian-bagian tubuh untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik bangsa domba akan akurat sejauh manajemen dan lingkungan pemeliharaan dari bangsa-bangsa domba yang dibandingkan relatif sama. Kelebihan penggunaan ukuran bagian tubuh relatif lebih mudah dan tidak

memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan menggunakan data protein ataupun DNA. Bangsa-bangsa domba yang akan diduga jarak genetiknya dipelihara dalam manajemen dan lingkungan yang sama yaitu kandang percobaan Balai Penelitian Ternak, beberapa bangsa mempunyai hubungan genetik dengan bangsa yang lain karena program persilangan yang dilakukan. Pada kondisi demikian maka hasil pembedaan dan pendugaan jarak genetik dengan menggunakan ukuran tubuh akan akurat dan dalam penelitian ini dilakukan sebagai pembanding untuk pendugaan dengan menggunakan karakteristik suara dan fenotipe tingkah laku.

Berdasarkan ukuran tubuh, domba St. Croix Cross, Barbados Black Belly Cross, Lokal Garut dan Komposit Garut merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross satu kelompok dengan domba Komposit Sumatera. Walaupun dalam plotting bangsa domba St. Croix cross satu kelompok dengan domba

Komposit Sumatera namun nilai jarak genetik kedua bangsa tersebut nyata berbeda. Berdasarkan data ukuran tubuh terlihat bahwa kelima bangsa yang diamati masing- masing merupakan bangsa domba yang berbeda. Perhitungan jarak genetik berdasarkan ukuran bagian tubuh domba terdapat dua kelompok domba yaitu kelompok pertama yang terdiri dari bangsa domba St. Croix Cross, Komposit Sumatera dan Barbados Black Belly Cross dan kelompok kedua yang terdiri dari bangsa Lokal Garut dan Komposit Garut. Hasil yang diperoleh di atas sesuai dengan silsilah program penelitian pemuliaan (persilangan) yang dilakukan dalam pembentukan domba komposit.

Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan karakteristik suara memperlihatkan hasil yang sedikit berbeda dibandingkan dengan menggunakan ukuran bagian tubuh. Status seluruh bangsa yang diteliti sama dengan hasil berdasarkan ukuran bagian tubuh, perbedaan terletak pada status untuk bangsa domba Komposit Garut. Berdasarkan plotting kanonikal karakteristik suara, domba Lokal Garut, Komposit

Sumatera dan Barbados Black Belly Cross merupakan bangsa domba yang berbeda kelompok, sedangkan domba St. Croix Cross, Komposit Garut dan Komposit Sumatera adalah bangsa domba yang merupakan satu kelompok. Demikian pula dendogram yang dibuat berdasarkan karakteristik suara menempatkan bangsa domba Komposit Garut pada kelompok yang kurang akurat. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakteristik suara berpeluang besar untuk dapat digunakan sebagai pembeda dan penduga jarak genetik antar bangsa domba sepanjang faktor lingkungan yang mempengaruhi dapat

diidentifikasi dan dieliminasi dalam pelaksanaan pengumpulan datanya. Metode ini dapat diterapkan untuk domba yang dipelihara sehari-hari dengan cara digembalakan di padang rumput dan tidak perlu harus ditangkap terlebih dahulu.

Pembedaan dan pendugaan jarak genetik berdasarkan fenotipe tingkah laku memberikan hasil yang sangat berbeda dibandingkan berdasarkan ukuran-ukuran tubuh dan karakteristik suara. Diduga banyak faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap fenotipe tingkah laku sehingga memberikan hasil yang sangat berbeda. Masih diperlukan serangkaian penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkah laku dan mengeliminasinya sehingga metode ini dapat digunakan sebagai pembeda bangsa dan penduga jarak genetik pada domba.

Alderson (1999) dan Salako (2006) telah melaporkan penggunaan indeks ukuran tubuh masing-masing pada sapi dan domba untuk menilai tipe dan fungsi dari suatu bangsa ternak. Penerapan metode tersebut dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bangsa domba Komposit Garut mempunyai tipe dan fungsi sebagai bangsa domba tipe daging. Penerapan metode tersebut pada spesies ternak ruminansia yang lain seperti kerbau dan kambing untuk menilai tipe dan fungsi bangsa ternak tersebut berpeluang besar untuk dilakukan.

Ciri-ciri fenotipe kualitatif pada bangsa ternak sangat penting sebagai identitas bangsa tersebut. Keseragaman yang tinggi dari sifat kualitatif maupun kuantitatif (sifat produksi) di dalam bangsa sebagai spesifikasi suatu bangsa ternak sangat dikehendaki. Bangsa domba St. Croix cross dan Barbados Black Belly cross dari ciri-ciri kualitatif terlihat relatif lebih seragam dibandingkan ketiga bangsa yang lain. Seleksi untuk meningkatkan keseragaman ciri-ciri kualitatif untuk setiap bangsa lebih mudah dilakukan karena warna tubuh dan belang tubuh hanya dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Fenotipe sifat kualitatif dapat diarahkan ke sifat kualitatif yang umum terdapat pada bangsa tersebut. Sifat-sifat kualitatif yang tercantum pada Tabel 12 merupakan ciri-ciri umum setiap bangsa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan seleksi untuk meningkatkan keseragaman setiap bangsa.

Usahaternak domba di Indonesia sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sistem pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Peternak

domba hanya memelihara beberapa ekor domba dan tidak mempunyai kebiasaan membuat catatan (recording) produksi dalam usahaternak domba yang dilakukannya.

Upaya perbaikan produktivitas domba yang dimiliki peternak melalui seleksi akan mengalami kendala karena kondisi tersebut. Seleksi secara tidak langsung sifat produksi domba melalui pengamatan tingkah laku tertentu yang berkorelasi kuat merupakan alternatif cara seleksi yang mudah dan dapat dilakukan oleh peternak kecil.

Seleksi untuk domba dalam masa pertumbuhan dapat dilakukan dengan memilih domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut kepada orang, karena domba bertemperamen demikian mempunyai pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan domba bertemperamen sebaliknya. Sebagai indikator seleksi dapat digunakan durasi yang singkat domba menghampiri dan mencium bagian tubuh orang/pengamat. Domba yang jinak tidak banyak membuang energi untuk menghindar dan stress karena adanya orang atau petugas kandang tetapi lebih banyak mengkonversi energi dari asupan pakan untuk menambah bobot badannya. Domba yang terlalu khawatir ketika dipisahkan dengan kelompoknya; yang dalam pengamatan ditunjukkan dengan tingkah laku frekuensi menyeberang daerah uji A dan B dan frekuensi melangkah lebih tinggi mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih rendah. Kedua tingkah laku tersebut berkorelasi erat negatif (P<0.05) dengan pertambahan bobot badan harian.

Produktivitas induk juga dapat diseleksi secara tidak langsung dengan melihat tingkah lakunya dan hal ini dapat dikerjakan oleh peternak kecil. Induk domba dengan tingkah laku bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku bersuara lebih sedikit. Induk bersuara lebih banyak kemungkinan mempunyai perhatian atau kepedulian lebih besar kepada anaknya dibandingkan induk domba bertingkah laku sebaliknya. Sifat perhatian dan kepedulian induk domba terhadap anaknya terutama akan sangat penting dalam manajemen yang ekstensif dimana campur tangan manusia dalam memperhatikan ternak yang dipeliharanya sangat kurang. Seleksi secara tidak langsung ini sangat sesuai dengan kondisi peternak kecil domba di Indonesia yang pada umumnya perhatian peternak terhadap domba yang dipelihara sangat rendah.

Sifat agresif pada manusia dan tikus telah dilaporkan terkait dengan mutasi titik dan delesi yang terjadi pada ekson 8 dari gen MAOA (Brunner et al. 1993; Cases et al.

1995). Mutasi pada gen MAOA menyebabkan tubuh kekurangan produksi enzim Mono Amine Oxidase A yang sangat penting dalam mendegradasi serotonin, norepinephrine

(noradrenaline), epinephrine (adrenaline) dan dopamine serta beberapa amina

eksogenous (Andrés et al. 2004). MAOA adalah enzim mitokondria yang dikode oleh

gen inti yang berlokasi pada lengan panjang dari kromosom X (Xp 11.4-p11.3) (Levy et al. 1989; Grimsby et al. 1991), oleh sebab itu pengamatan dan ekspresi sifat agresif

lebih mudah diamati pada individu jantan. Dalam jumlah kecil terdapat domba jantan yang sering bertingkah laku agresif. Domba jantan ini menyerang atau menyeruduk petugas kandang yang sedang beraktivitas di kandang seperti membersihkan kandang, menimbang bobot badan, menggunting kuku, mencukur wol atau memberi pakan dan minum ternak. Serangan terhadap petugas dapat berakibat fatal karena itu petugas kandang umumnya memberlakukan manajemen khusus bagi domba-domba jantan yang terindikasi agresif, seperti misalnya dengan mengikat domba agresif selama petugas kandang beraktivitas. Frekuensi domba jantan agresif di dalam kelompok domba Garut tangkas diduga cukup tinggi, namun aspek tesebut tidak termasuk bagian yang diamati dalam penelitian ini. Domba Garut tangkas diseleksi secara ketat oleh peternak dan digunakan dalam budaya adu tangkas domba.

Hasil sekuen ekson 8 gen MAOA domba yang terindikasi agresif tidak ditemukan adanya mutasi. Runutan DNA domba ekson 8 gen MAOA sepanjang 151 pb dari kelompok domba bertemperamen agresif dan tidak agresif adalah identik. Tingkah laku agresif dan sembilan tingkah laku lain yang diamati melalui CCTV juga tidak dapat membedakan kelompok domba agresif dan tidak agresif. Pernah melakukan serangan atau menyeruduk petugas kandang atau memberikan respon menyerang ketika tangan dipukulkan ke kepala domba adalah aspek tingkah laku yang membedakan kelompok domba agresif. Meskipun tidak terjadi mutasi di ekson 8 gen MAOA, diduga mutasi terjadi di situs lain sepanjang bentangan DNA gen MAOA yang tetap berakibat sama yaitu menyebabkan produksi enzim Mono Amine Oksidase A lebih rendah dibandingkan normal sehingga tidak mampu mengontrol konsentrasi serotonin tetap dalam keadaan normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok domba jantan agresif mempunyai kandungan serotonin lebih tinggi dibandingkan kelompok domba

jantan normal. Individu yang tidak mempunyai atau rendah aktivitas MAOA lebih rentan terhadap perilaku agresif (Maxson 2009).

Penelitian ini tidak menemukan penanda SNP pada ekson 8 gen MAOA sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk memperoleh penanda genetik untuk sifat agresif pada domba. Aplikasi seleksi domba agresif untuk domba Garut tangkas masih memerlukan penelitian lebih jauh sepanjang bentangan DNA gen MAOA dan penggunaan sampel domba Garut tangkas yang lebih banyak. Apabila penanda genetik untuk sifat agresif pada domba Garut tangkas dapat ditemukan maka seleksi dapat dilakukan sedini mungkin ketika domba berumur lebih muda sehingga lebih efisien.

Satu hal yang dapat digunakan dalam seleksi domba agresif dari hasil penelitian ini adalah kandungan serotonin darah yang tinggi pada domba jantan bertemperamen agresif, akan tetapi efektifitas penggunaannya pada domba berumur muda masih perlu dipelajari, mengingat ada kemungkinan kandungan serotonin darah berkembang seiring bertambahnya umur.

Pada penelitian ini domba bertemperamen agresif adalah domba yang agresif menyerang atau menyeruduk manusia. Penelitian tidak melakukan pengujian domba jantan yang agresif menyerang manusia, juga sangat agresif terhadap domba jantan yang lain. Domba jantan persilangan yang agresif (dalam jumlah kecil sampel, <10%) dan memiliki kandungan serotonin darah lebih tinggi, tidak menunjukkan tingkah laku agresif terhadap domba jantan yang lain melalui pengamatan CCTV. Namun diduga domba jantan agresif persilangan ini bertemu dengan domba jantan lain yang sudah saling kenal dan sistem sosial yang stabil telah terbentuk sehingga tingkah laku agresif tersebut tidak muncul. Penelitian pada domba Garut tangkas juga tidak memungkinkan untuk menguji domba jantan yang agresif terhadap manusia, juga agresif terhadap domba jantan yang lain.

Kecenderungan pengamatan tingkah laku saat ini berubah dan beralih dari cara pengamatan langsung (live observation) ke metode dengan cara merekam tingkah laku

hewan percobaan dengan menggunakan bantuan peralatan elektronik (recording) karena

beberapa kelebihan yang dimiliki metode ini (McGlone 1986). Namun demikian analisa data rekaman video tingkah laku (kuantifikasi tingkah laku) memerlukan waktu yang lama sehingga menjadi tidak praktis, oleh karena itu sampling pengamatan yang

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam adalah paling baik untuk memprediksi data pengamatan delapan jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian ini, gambaran keseluruhan tingkah laku domba dapat diketahui cukup dengan pengamatan selama 75 persen dari durasi data utuh atau diperlukan sampling pengamatan selama 18 jam untuk

data 24 jam. Setiap tingkah laku memerlukan durasi sampling pengamatan yang

berbeda, bervariasi dari 12.5 persen (misalnya tingkah laku minum) hingga 75 persen (seperti tingkah laku makan dan berkelahi/agresif).

Simpulan

1. Ukuran bagian-bagian tubuh domba dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba secara akurat. Sementara itu, dengan perbaikan dalam metode pengumpulan data suara, karakteristik suara domba berpeluang besar untuk dapat dimanfaatkan dalam pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba. Pemanfaatan data tingkah laku untuk pembedaan dan pendugaan jarak genetik antar bangsa domba memberikan hasil yang kurang akurat. 2. Peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk ukuran bagian tubuh adalah peubah lebar ekor, lingkar pangkal tanduk, panjang tanduk, panjang ekor, panjang badan, dan lebar tengkorak. Sementara itu, peubah-peubah pembeda bangsa domba untuk karakteristik suara adalah frekuensi kuartil ketiga, frekuensi tengah, frekuensi maksimum dan waktu frekuensi kuartil pertama.

3. Indeks ukuran tubuh dapat digunakan untuk penilaian tipe dan fungsi dari bangsa domba dan berdasarkan indeks ukuran tubuh terlihat bahwa domba Komposit Garut lebih prospektif sebagai bangsa domba tipe daging.

4. Beberapa bangsa domba mempunyai korespondensi yang erat dengan sifat kualitatif warna tubuh dominan, pola warna tubuh, warna belang dan persentase belang yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Bangsa domba St. Croix cross jantan terkait erat dengan sifat pola warna polos (satu warna), sedangkan bangsa domba St. Croix cross betina berkorespondensi erat dengan sifat warna tubuh dominan putih. Sementara itu, bangsa domba betina Komposit Garut berkorespondensi erat dengan pola warna campuran dua warna, warna belang putih, coklat muda dan coklat tua, dengan persentase belang 1-10%.

5. Seleksi untuk domba dalam masa pertumbuhan dapat dilakukan dengan pemilihan domba muda bertemperamen lebih jinak atau tidak takut kepada orang, karena domba bertemperamen demikian mempunyai pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan domba bertemperamen sebaliknya.

6. Seleksi produktivitas induk dapat dilakukan dengan pemilihan induk yang bersuara lebih banyak ketika dipisahkan dengan anaknya, karena mempunyai total bobot sapih dan kemampuan hidup anak lebih tinggi dibandingkan induk dengan tingkah laku bersuara lebih sedikit.

7. Sifat agresif pada domba mempunyai sebab yang berbeda dengan yang terjadi pada manusia dan tikus karena tidak ditemukan adanya mutasi pada ekson 8 gen MAOA dari kelompok domba jantan berkarakter agresif.

8. Konsentrasi serotonin darah mempunyai kaitan yang erat dengan sifat agresif pada domba, dengan kelompok domba jantan berkarakter agresif mempunyai kandungan serotonin lebih tinggi dibandingkan kelompok domba berkarakter tidak agresif. 9. Terdapat kecenderungan semakin lama durasi data parsial yang digunakan maka

semakin banyak tingkah laku domba yang dapat diprediksi secara akurat. Penggunaan data parsial 6 jam paling baik untuk memprediksi data pengamatan 8 jam untuk sepuluh jenis tingkah laku domba yang diamati dalam penelitian ini.

Saran

1. Diperlukan penelitian lebih jauh untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh besar terhadap tingkah laku domba sehingga dapat dieliminasi pada saat pengumpulan data tingkah laku.

2. Ciri-ciri fenotipe sifat kualitatif yang umum dari setiap bangsa dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan seleksi untuk meningkatkan keseragaman fenotipe sifat kualitatif dari setiap bangsa sebelum bangsa domba tersebut dilepas ke masyarakat.

3. Seleksi dalam upaya peningkatan produktivitas domba yang dipelihara oleh peternak kecil dapat dilakukan secara tidak langsung dengan indikator seleksi sifat tingkah laku jinak untuk domba muda dan tingkah laku bersuara banyak untuk induk domba yang dipisahkan dari anaknya.

4. Diperlukan penelitian lebih jauh untuk mempelajari runutan gen MAOA dalam upaya mendapatkan penanda genetik untuk sifat agresif pada domba.

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan 2010, Statistical on Livestock 2010. Jakarta : Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen

Pertanian.

[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2000. World Watch List for Domestic Animal Diversity. Scherf BD, editor. 3rd edition. Rome : Food

and Agriculture Organization of The United Nations.

Aaron DK, Frahm RR, Buchanan DS. 1986. Selection applied weaning or yearling weight in Angus cattle. I. Measurement of direct and correlated responses to selection for increased. J Anim Sci 62:54-65.

Abdullah MAN. 2008. Karakterisasi genetik sapi Aceh menggunakan analisis keragaman fenotipik, daerah D-Loop DNA mitokondria dan DNA mikrosatelit [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Alderson GLH. 1999. The development of a system of linear measurements to provide an assessment of type and function of beef cattle. AGRI 25:45-55.

Altmann J. 1974. Observational study of behavior: Sampling methods. Behaviour 49

: 227-267.

Andrés AM et al. 2004. Positive selection in MAOA gene is human exclusive:

determination of the putative amino acid change selected in the human lineage.

Hum Genet 115:377–386.

Arnold-Meeks C, McGlone JJ. 1986. Validating techniques to sample behavior of confined, young pigs. Appl Anim Behav Sci 16 : 149-155.

Baker C. 2004. Behavioral Genetics. Washington, D.C. : American Association for

the Advancement of Science and The Hastings Center.

Balain DS. 1992. Genetic characterization, surveys and collection of information and genetic distances. Di dalam : Chupin D, Yaochun C, Zhihua J, editor. Animal Gene Bank in Asia. Nanjing : Food and Agriculture Organization of the United

Nations.

Barbados Blackbelly Sheep Association International Int’l. 2011. Breed standards – Barbados Blackbelly. http://www.blackbellysheep.org/bbstandards.html [5 Juli 2012].

Barendse W, Fries R. 1999. Genetic linkage mapping, the gene maps of cattle and the list of loci. Di dalam : Fries R, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Cattle. New

York : CAB International. hlm 329 – 364.

Bentley DR, Hoy RR. 1972. Genetic control of the neuronal network generating cricket (Teleogryllus gryllus) song patterns. Anim Behav 20:478–492.

Brahmantiyo B, Martojo H, Mansjoer SS, Raharjo YC. 2006. Pendugaan jarak genetik kelinci melalui analisis morfomometrik. JITV 11:206–214.

Broad TE, Hayes H, Long SE. 1997. Cytogenetics : Physical chromosome maps. Di dalam : Piper L, Ruvinsky A, editor. The Genetics of Sheep. New York : CAB

International. hlm 241 – 295.

Brumm H, Naguib M. 2009. Environmental acoustics and the evolution of bird song. Di dalam : Naguib M, Janik VM, Zuberbuhler K, Clayton NS, editor. Advances in the Study of Behaviour : Vocal Communication in Birds and Mammals. Vol.

40. London, Burlington, San Diego, Amsterdam : Elsevier Inc. hlm 1-34.

Brunner HG, Nelen M, Breakefield XO, Ropers HH, van Oost BA. 1993. Abnormal behavior associated with a point mutation in the structural gene for monoamine oxidase A. Science 262 (5133):578-580.

Buchenauer D. 1999. Genetics of behaviour in cattle. Di dalam : Fries R, Ruvinsky A, editors. The Genetics of Cattle. New York : CAB International. hlm 365 – 390.

Capitan A, Grohs C, Gautier M, Eggen A. 2009. The scurs inheritance : new insights from the French Charolais breed. BMC Genet 10 : 33-43.

Carter AH, Cox EH. 1982. Sheep breeds in New Zealand. In : Wickham GA, McDonald MF, editors. Sheep Production., Vol. 1 Breeding and Reproduction. Auckland : Ray Richards. hlm 11-38.

Cases O et al. 1995. Agressive behavior and altered amounts of brain serotonin and

norepinephrine in mice lacking MAOA. Science 268:1763–1766.

Charif RA, Waack AM, Strickman LM. 2008. Raven Pro 1.3 User’s Manual. New York : Cornell Laboratory of Ornithology, Ithaca.

Clarck WR, Grunstein M. 2000. Are we hardwired ? : The role of genes in human behavior. New York : Oxford University Press, Inc.

Coldharbour Charollais. 2008. Charollais sheep. http://coldharbour-

Dokumen terkait