• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Daerah di Era Otonomi

TINJAUAN PUSTAKA

C. Pembangunan Daerah di Era Otonomi

1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksisecara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey,1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. wilayah homogen (uniform/homogenous region) b. wilayah nodal (nodal region)

commit to user

Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi :

a. fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik.

b. fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan.

c. fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Wilayah berasal dari bahasa Arab “wala-yuwali-wilayah” yang

mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik

secara geometris maupun similarity”. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah penataan unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional

commit to user

(tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan atau pembangunan atau development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu:

a. pertumbuhan

b. penguatan keterkaitan c. keberimbangan d. kemandirian e. keberlanjutan.

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah.

commit to user

Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan modelpengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003).

Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan wilayah, terdapat prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah antara lain:

a. Sebagai growth center, pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah sekitarnya, bahkan secara nasional.

b. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.

commit to user

c. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.

d. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan. Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumberdaya alam, sumber daya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya.

Dasar pemikiran teori pengembangan wilayah adalah setiap kegiatan pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam suatu titik yang statis (Boediono, 1994). Misal sebidang tanah yang diusahakan untuk lahan maka kegiatan produksi padi tidak terbatas pada lahan itu saja tetapi berdasarkan pemikiran bahwa tata ruang kegiatan produksi padi berkaitan dengan jarak tempat tinggal petani dengan lahan, jarak petani mendapatkan bibit dan obat-obatan, jarak petani menjual hasil produknya dan jarak dengan tempat dimana petani tersebut membelanjakan pendapatannya.

Dengan demikian dalam pendekatan tata ruang pembangunan yang terjadi di suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain demikian pula sebaliknya. Dalam pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan.

commit to user

Hubungan atau kontak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan berserta hasil hubungannya disebut interaksi (Bintarto, 1996). Interaksi antara desa-kota merupakan suatu proses sosial, proses ekonomi, proses budaya maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor dan unsur yang ada dalam kota, dalam desa, dan diantara kota dan desa (hubungan timbal balik antara desa dan kota).

Kota tidak dapat tumbuh untuk `dirinya` sendiri tetapi juga tumbuh untuk desa-desa di sekitarnya. Dalam pandangan ekonomi regional, pembangunan perkotaan tanpa mengakaitkannya dengan pembangunan pedesaan adalah tidak mungkin terjadi demikian pula sebaliknya. Pembangunan desa-kota (pembangunan regional) dalam perencanaannya menggunakan konsep region (wilayah). Cara yang paling banyak dikenal dalam mendefinisikan suatu region adalah sebagai berikut menurut pandangan dari (Syafrizal, 1993).

a. Wilayah yang homogin. Adalah sebuah daerah yang memiliki sifat-sifat yang sama yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat pada sebuah region dipandang tidak penting. Misal : region aliran sungai, region lahan kritis dan sebagainya.

b. Wilayah yang memusat (polarized region). Adalah sebuah wilayah yang didasari oleh adanya aliran barang secara internal, kontak dan saling tergantungnya daerah-daerah tertentu dengan suatu pusat kegiatan yang dominan (biasanya pusat kota).

commit to user

c. Wilayah perencanaan (planning region). Adalah wilayah yang keseragamannya didasari oleh kesamaan daerah administratif atau politis. Karena ketersediaan sarana administratifnya maka wilayah ini digunakan sebagai wilayah perencanaan pembangunan.

Pemikiran konsep region diatas dalam hubungannya dengan ukuran region dan interaksi di dalamnya terkait denganm teori lokasi. Teori lokasi yang pertama dikenal dengan tempat sentral yang mengemukakan bahwa pusat kota ada karena berbagai jasa penting yang disediakan oleh lingkungan sekitarnya. Secara ideal kota merupakan pusat daerah yang produktif dengan demikian disebut tempat sentral (Sukanto dan Karseno, 1997).

Menurut Myrdal (1999) dalam Rustiadi (2006), potensi sumber daya yang dimiliki antara daerah satu dengan daerah lainnya tidak merata oleh karena itu pertumbuhannyapun berbeda. Untuk dapat tumbuh secara cepat, suatu negara perlu memilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang memiliki potensi paling kuat. Apabila region ini kuat maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah. Pertumbuhan ini berdampak positip (trickle down effect) yaitu adanya pertumbuhan di region yang kuat akan menyerap potensi tenaga kerja di region yang lemah atau mungkin region yang lemah menghasilkan produk yang sifatnya komplementer dengan produk region yang kuat.

commit to user

Dalam rangka pengembangan suatu wilayah maka pusat kota dianggap sebagai tempat sentral bagi pertumbuhan inti di daerah dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi secar keseluruhan. Dengan demikian terjadi interdependensi antara pusat-pusat kota dengan daerah-daerah sekitarnya.

2. Tujuan Pembangunan

Dimensi tujuan pembangunan menjelaskan bagaimana urutan tahapan evolusi pengukuran ekonomi pembangunan, dari awal kemunculan teori ekonomi pembangunan yang mengukur terjadinya pembangunan dilihat dari tingkat output melalui Produk Domestik Bruto (PDB) berkembang menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), mengatasi kemiskinan dengan paradigma entitlement dan kapabilitas, kebebasan, hingga pembangunan berkelanjutan (Kuncoro, 2005: 5).

Tujuan dari pembangunan dapat diketahui dengan menggunakan teori ekonomi pembangunan. Teori yang digunakan dalam ekonomi pembangunan bersumber pada pengukuran faktor-faktor output seperti Produk Domestik Bruto dan Indeks Pembangunan Manusia. Faktor –

faktor tersebut menjadi penting ketika pembangunan yang dilakukan telah mencapai tujuan yang diinginkan serta dapat memberikan manfaat bagi pembangunan di kemudian hari. .

Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu orientasi

commit to user

dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu innerwill, proses emansipasi diri. Dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan. (Darwanto, 2010).

Segala perubahan yang ingin dicapai oleh seluruh bangsa dan negara hendaknya mendapatkan partisipsi dari seluruh elemen di dalamnya, mulai dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah sebagai pemegang kebijakan juga seluruh masyarakat yang senantiasa menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang dilakukan juga harus mengedepankan pemerataan dan keadilan dalam pelaksanaannya. Seluruh daerah tujuan pembangunan harus bisa dicapai agar tidak terjadi ketimpangan dan kecemburuan di masyarakat. Pembangunan di suatu daerah harus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tersebut.

Harus diakui bahwa secara umum, di negara-negara berkembang, kekuatan - kekuatan pembaharuan dalam masyarakat relatif masih lemah. Kekuatan - kekuatan pembaharuan dalam masyarakat ini disebut

autonomous energies“. Demikian pula usaha untuk menyalurkan dan mengarahkan berbagai kepentingan dan tuntutan yang sering bertentangan di dalam masyarakat dalam rangka kepentingan nasional dan kepentingan pembangunan yang menyeluruh. Pembangunan itu sendiri, seperti telah

commit to user

dikemukakan sebelumnya, meliputi perubahan-perubahan sosial yang besar. Hal tersebut sering kali mengakibatkan adanya frustasi, alienasi, kegoncangan dalam identitas, dan lain-lain bagi sebagian masyarakat (Djojohadikusumo, 1994).

3. Indikator Dalam Pembangunan

Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative. Oleh karena itu dibutuhkan indikator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indikator kunci pembangunan sosial ekonomi versi United Nations Research Institute on Social Development (UNRISD) yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri atas 7 indikator ekonomi dan 9 indikator social, masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Harapan Hidup

b. Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih c. konsumsi protein hewani per kapita per hari

d. Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah e. Rasio pendidikan luar sekolah

f. Rata-rata jumlah orang per kamar g. Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk

h. Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan sebagainya

i. Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian j. Persentase tenaga kerja pria dewasa di pertanian

commit to user k. Konsumsi listrik, kw per kapita l. Konsumsi baja, kg per kapita

m.konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita n. Persentase sector manufaktur dalam GDP

o. Perdagangan laur negeri per kapita

p. Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja.

Dokumen terkait