commit to user
i
ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2005-2010
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh: JOKO SETYAWAN
NIM.F0108080
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv MOTTO
”Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang”
“Yang paling pandai bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling pandai bersyukur kepada manusia.”
(HR. Athabrani)
“Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula tertimpa musibah.”
(HR. AL Bukhari)
“ Selalu bersabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini serta percayalah jalan selalu ada
karena semua akan menjadi indah pada waktunya.” (Penulis)
“lakukan segala sesuatu yang bisa kita lakukan, yakini segala sesuatu yang baik untuk
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini didedikasikan kepada :
Segala puji syukur Kupanjatkan Kepada Allah SWT.
Teruntuk cinta kasih yang takkan mampu terbalas Bapak & ibu.
Mbak Ika dan Lista yang selalu memberi dorongan dukungan untuk tetap semangat.
Chinci yang selalu memberi semangat dan mewarnai hari – hariku.
Teman-teman dan Semua Keluarga Karang Taruna Eka Taruna Bhakti.
Jaka dan Vicko Sohibku dari awal masuk kuliah sampai sekarang.
Seluruh Teman-teman EP 08 yang tidak bisa saya sebutkan satu – satu, namun kalian
akan tetap menjadi teman satu angkatan yang akan selalu saya kenang dalam hati.
Salam EP ’08 ( Kabeh Konco)
Temen-temen EP 06 07 09 semangat kawan kalian pasti sukses
Teman-teman Tim Penelitian Kabupaten Sragen:
(Ali, Aris, Adit, Jaka, Hanafi, Rudi, Ridwan, Yayan, Yudhi)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalam’ualaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul: “ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI
KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2005-2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi. Namun
berkat arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis
manghaturkan terima kasih kepada :
1. Dr. Wisnu Untoro M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Drs. Supriyono M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan arif
dan bijak telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan
memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Harimurti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan dorongan dan pengarahan selama studi kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberi bekal ilmu pengetahuan
commit to user
vii
6. Seluruh Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
7. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karanganyar beserta Staf atas
bantuannya dalam menyediakan data yang penulis butuhkan.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun
tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Penulis
mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Wa’aikumsalam Warrohmatullahi Wabarokatuh
Surakarta, Juni 2012
Penulis
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iv
HALAMAN MOTTO ... v
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pembangunan Daerah ... 9
B. Tujuan Pembangunan Derah ... 10
C. Pembangunan Derah di Era Otonomi ... 12
1. Konsep Wilayah dan Pengambangan Wilayah ... 12
2. Tujuan Pembangunan ... 19
3. Indikator Dalam Pembangunan ... 21
D. Produk Domestik Regional Bruto ... 22
E. Otonomi Daerah ... 24
F. Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah ... 26
commit to user
ix
H. Penelitian Terdahulu ... 30
I. Kerangka Teori ... 33
J. Hipotesis ... 37
BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ……….. 39
B. Metode Analisis Data ……….... 39
1. Analisi Matrik Potensi Daerah ... 39
2. Analisis LQ ... 42
a. Static Location Quotient (SLQ)... 44
b. Dynamic Location Quotient (DLQ) ... 45
3. Analisis SWOT ... 47
a. Comparative Adventage... 47
b. Mobilization ... 48
c. Invesment/Divesment ... 48
d. Damage Control ...48
4. Analisis Gravitasi ... 49
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Karanganyar ………... 50
1. Aspek Geografis ………. 50
2. Luas Wilayah ... 50
3. Keadaan Iklim ………. 53
4. Aspek Demografi ... 54
5. Aspek Ekonomi ... 57
B. Gambaran umum Propinsi Jawa Tengah... 59
1. Aspek Geografis ………... 59
2. Luas Penggunaan Lahan... 59
3. Keadaan Iklim………... 60
4. Aspek Demografi... 60
5. Aspek Ekonomi... 62
C. Analisis Data & Pembahasan ... 66
1. Matriks Potensi ... 66
commit to user
x
2.1 Static Location Quotient (SLQ) ... 72
2.2 Dynamic Location Quotient (DLQ) ...75
2.3 Analisis Gabungan SLQ dan DLQ... 76
3. Analisis SWOT ... 78
4. Analisis Gravitasi ... 82
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85
B. Saran... 88
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Bagan Alur Penelitian ... 36
4.1. Persentase Luas Tanah Sawah dan Tanah Kering Tahun 2009 ... 51
4.2. Persentase Tanah Kering menurut Jenis Penggunaannya
Tahun 2009 (dalam persen) ... 52
4.3. Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar
Tahun 2009 (dalam hektar) ... 53
4.4. Perkembangan Penduduk Kabupaten Karanganyar
Tahun 2005 – 2009 ... 56
4.5. Perkembangan Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009 (dalam jiwa/orang) ... 56
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karanganyar Tahun
2005-2010 Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 ... 5
3.1. Model Matriks Potensi Daerah : Pendukung Analisis Posisi
Perkonomian Kecamatan Di Kabupaten Karanganyar ... 40
3.2. Kriteria Hasil Analisis LQ ... 46
3.3 Matriks analisa SWOT-Klasifikasi Isu ... 47
4.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan
Kabupaten Karanganyar Tahun 2005 – 2010 ... 57
4.2. Penduduk Jawa Tangah Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio
Tahun 2002-2010 ... 61
4.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2010 ... 62
4.4. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2005-2010 Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ... 65
4.5. Perbandingan Pertumbuhan dan Proporsi Kabupaten Karanganyar
Tahun 2005 – 2010 ... 68
commit to user
xiii
4.7. Nilai SLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Karanganyar
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2010 ... 73
4.8. Nilai DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Karanganyar
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011 ... 75
4.9. Nilai Rata-Rata Gabungan SLQ dan DLQ Sektor Perekonomian
Di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah ... 77
4.10. Identifikasi SLQ dan DLQ Sektor Perekonomian Di Kabupaten
Karanganyar Propinsi Jawa Tengah ... 77
4.11. Analisis SWOT Pengembangan Sektor Unggulan
di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah ... 79
4.12. Hasil Perhitungan Analisis Gravitasi Kabupaten Karanganyar
commit to user ii ABSTRAKSI
ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2005 - 2010
Joko Setyawan (F0108080)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah, untuk mengetahui strategi kebijakan sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan sektor potensial yang ada, serta untuk Untuk mengidentifikasi hubungan interaksi antara Kabupaten Karanganyar dengan daerah di sekitarnya yang masuk dalam kawasan ekonomi Subosukawonosraten.
Penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka dengan menggunakan data Produk domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karanganyar dan Propinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Matrik Potensi dan analisis location quotient yaitu Static Location Quotient (SLQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ), kemudian Analisis SWOT, Serta analisis Gravitasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Sektor perekonomian Kabupaten Karanganyar yang menjadi sektor Unggulan selama tahun penelitian (2005-2010) yaitu: sektor pertanian; sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor industri pengolahan. Sedangkan sektor yang masuk dalam kategori sektor berkembang yaitu: sektor pertambangan dan penggalian; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di lapangan, beberapa strategi yang dapat di terapkan berhubungan dengan pengembangan sektor unggulan di Kabupaten Karanganyar untuk pelaku usaha yaitu: Mengoptimalkan sumber dana dan bantuan pemerintah untuk kelangsungan usaha yang dijalankan, mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana yang telah tersedia, meningkatkan kemampuan manajemen dan kompetensi kewirausahaan di kalangan pelaku usaha. Sedangkan untuk pemerintah daerah yaitu: Mengembangkan sektor unggulan guna menarik para investor, memaksimalkan sektor – sektor potensial untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengembangkan industri kecil dengan memberikan bantuan kredit, penyusunan rencana tapak kawasan industri dan pengembangan sistem prasarana yang akan disediakan, pengelolaan sektor basis yang lebih matang guna mampu bersaing, melaksanakan studi identifikasi jenis industri yang sesuai di kembangkan di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan hasil dari perhitungan Analisis Gravitasi maka didapatkan hasil bahwa hubungan interaksi antara Kabupaten Karanganyar dengan daerah di sekitarnya yang masuk dalam kawasan ekonomi Subosukawonosraten yang paling besar nilainya adalah dengan Kotamadya Surakarta. Berdasarkan temuan – temuan tersebut maka diajukan saran – saran. Bagi pemerintah daerah, untuk memberikan perhatian lebih terhadap sektor – sektor unggulan di daerahnya yang masuk dalam kategori potensial, namun hendaknya juga tidak mengabaikan peran sektor yang tergolong non potensial. Karena dengan pengembangan sektor potensial diharapkan akan dapat merangsang pertumbuhan sektor non potensial sehingga menjadi sektor potensial yang pada akhirnya semua sektor ekonomi bersama-sama mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar.
commit to user iii ABSTRACT
AN ANALYSIS ON SUPERIOR SECTOR POTENTIAL IN KARANGANYAR REGENCY IN 2005-2010
Joko Setyawan (F0108080)
This research aims to analyze the sectors becoming the superior sector in Karanganyar Regency of Central Java Province, to find out the sectoral policy strategy that can be formulated viewed from strength, weakness, opportunity, and threat/challenge of the existing potential sector, as well as to identify the interaction between Karanganyar Regency and surrounding area belonging to Subosukawonosraten economic area.
This study was a library study research using Gross Regional Domestic Product (GRDB) data of Karanganyar Regency and Central Java Province in 2005-2010. The method of analyzing data used was Potential Matrix and location quotient analysis including Static Location Quotient (SLQ) and Dynamic Location Quotient (DLQ), and then SWOT analysis, as well as Gravitation analysis.
The result of research showed that: Economic sectors of Karanganyar Regency becoming superior sector during research year (2005-2010) included: agricultural sector; electrical sector, gas and clean water as well as processing industry. Meanwhile the ones belonging to developing sector category were: mining and excavation; building/construction; trading, hotel and restaurant sector; transportation and communication; financial, leasing, and company service sector; and services sector. Based on the strength, weakness, opportunity and threat existing in the field, several strategies could be applied in relation to developing superior sector in Karanganyar Regency for the businesspersons including: to optimize the fund source and government grant for the sustainability of business undertaken, to optimize the utilization of infrastructures that had been available, to improve the management and entrepreneurship competencies among the businesspersons. Meanwhile, the local government could take the following strategies: developing superior sector in order to attract investor, maximizing potential sectors to improve economic growth, developing small industry by giving loan grant, planning industrial area trace, and developing the infrastructure system to be provided, managing a more mature basis sector in order to be competitive, to implement identification study on industrial type corresponding to what developed in Karanganyar Regency. Based on the result of Gravitation Analysis calculation, it could be found that the area having highest value in the interaction between Karanganyar Regency and the surrounding areas belonging to Subosukowonosraten economic area was Surakarta Municipal.
Based on such findings, the following recommendation could be given. The local government should give much more attention to the superior sector in its area belonging to potential category, but it should not ignore the role of non-potential sector, because the development of potential sector will be expected to stimulate the non-potential sector growth, thereby becoming potential sector so that finally, all economical sectors supporting simultaneously the economic growth of Karanganyar Regency.
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya
yang ada dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut (Arsyad, 1999:108).
Masing – masing daerah memiliki wilayah yang luas dan karakteristik
yang berbeda dengan daerah lainnya, maka jelas hal ini akan mengakibatkan
terjadinya perbedaan dalam perkembangan sektor ekonomi yag ada di masing
– masing daerah. Daerah dengan wilayah yang luas dan mampu untuk
mengelola segala sumber daya yang dimiliki daerah tersebut, maka segala
potensi tersebut akan dapat digunakan dalam proses pembangunan daerah.
Namun apabila suatu daerah tidak mampu untuk mengelola potensi yang
dimiliki maka pembangunan sektor – sektor ekonomi di daerah tersebut akan
berjalan secara lambat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih
besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme dan
tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan.
commit to user
Perencanaan Pembangunan Nasional, menjadi pedoman daerah dalam
mengadakan perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP), jangka menengah (RPJM), dan rencana
tahunan (RKP/RKPD) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara
dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam
pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan
akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai
keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka
diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang
mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.Pelaksanaan
Otonomi Daerah (OTODA) sebagai upaya yang tepat untuk menggali
sumber-sumber pendapatan yang potensial, sehingga meskipun ada
perbedaan-perbedaan yang terjaadi antar daerah yang disebabkan oleh terbatasnya sarana
dan prasarana, perbedaan kesuburan tanah maupun kondisi daerah (secara
geografis) hal tersebut tidak akan mengakibatkan perbedaan dalam
kemakmuran masyarakat. Karena itu metode yang sekiranya tepat dalam
usaha pengembangan kota-kota agar tercapai pemerataan pembangunan sangat
dibutuhkan (Nuraini, 2004).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
commit to user
1999). Masalah utama dalam pembangunan daerah adalah pengambilan
kebijakan yang tepat terkait adanya perbedaan karakteristik dari tiap – tiap
daerah untuk dapat mengelola segala sumber daya ada di dalamnya. Segala
perbedaan ini tentunya akan berpengaruh terhadap perkembangan sektor
ekonomi di setiap daerah dan tentunya pemerintah daerah selaku pemangku
kebijakan berwewenang untuk mengatasi masalah tersebut.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan
masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus
menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999).
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan
daerah adalah mengadakan tinjauan keadaan, permasalahan dan
potensi-potensi pembangunan (Tjokroaminoto 1995:74). Berdasarkan potensi-potensi sumber
daya alam yang kita miliki, maka adanya sektor potensial di suatu daerah
harus dikembangkan dengan seoptimal mungkin (Arsyad 1999:165).
Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi
masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas
pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
commit to user
menjadi kurang optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya
proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaan pembangunan di suatu daerah diperlukan adanya
dukungan dari semua pihak yang dapat membantu kelancaran dari proses
pembangunan daerah. Pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan dan
pelaksana di daerah juga harus membuka ruang untuk seluruh masyarakat
yang berada di daerah pembangunan untuk turut serta dalam pelaksanaan
pembangunan daerah agar nantinya dapat berjalan sesuai dengan harapan dan
tujuan bersama serta dapat meningkatkan potensi daerah tersebut.
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Propinsi Jawa Tengah, dimana dalam pembangunannya merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional namun disesuaikan dengan
potensi dari pembangunan di daerahnya. Kabupaten Karanganyar yang
merupakan bagian dari kawasan ekonomi Subosukawonosraten (Surakarta,
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) memiliki
kondisi geografi yang cukup strategis untuk menjalankan pembangunan
ekonomi dengan baik serta meningkatkan pertumbuhannya. Tabel di bawah
ini merupakan gambaran mengenai perkembangan PDRB Kabupaten
Karanganyar dari tahun 2005-2010 yang dapat sedikit memperlihatkan
commit to user
Tabel 1.1. PDRB Kabupaten Karanganyar Tahun 2005 – 2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Sektor/Lapangan Usaha
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pertanian 824.366.30 858.106.42 905.914.29 988.203.76 996.203.41 1.147.090,09
Pertambangan dan Penggalian 36.011.64 37.296.16 38.519.48 39.547.95 42.249.08 43.817,82
Industri Pengolahan 2.201.053.31 2.320.190.58 2.460.944.82 2.563.118.36 2.646.368.64 2.769.046,93
Listrik, Gas dan Air Bersih 57.717.54 61.677.76 64.416.42 66.863.21 70.052.49 73.016,74
Bangunan/Konstruksi 101.794.26 106.244.46 111.684.18 116.419.59 124.149.85 129.900,06
Perdagangan, Hotel dan Restoran 432.760.22 451.040.34 469.806.10 485.589.62 518.411.95 560.665,60
Pengangkutan dan Komunikasi 120.994.51 125.699.88 130.215.96 135.392.91 141.756.51 151.172,77
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 89.626.25 94.453.55 98.632.69 102.673.88 108.271.02 114.698,80
Jasa-Jasa 324.006.65 346.592.58 373.920.56 402.881.12 429.059.93 463.026,68
PDRB 4.188.330,50 4.401.301,74 4.654.054,50 4.921.454,72 5.076.549,88 5.452.435,49
Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar, beberapa tahun terbitan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan PDRB Kabupaten
Karanganyar dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 total
PDRB Kabupaten Karanganyar sebesar Rp 4.188.330,50 kemudian
mengalami peningkatan di tahun 2006 menjadi sebasar Rp 4.401.301,74
disusul dengan peningkatan PDRB dari tahun – tahun berikutnya hingga
sampai pada tahun 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Karanganyar menjadi sebesar Rp 5.452.435,49. Hal tersebut telah
memberi gambaran bahwa pembangunan di Kabupaten Karanganyar telah
mengalami kemajuan dan peningkatan dari tahun ke tahun. Dari tabel 1.1,
dapat dilihat juga bahwa di Kabupaten Karanganyar tingkat kontribusi
terhadap PDRB atas dasar harga konstan yang paling tinggi adalah sektor
pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, serta sektor
jasa - jasa yaitu sebesar Rp 996.203.41, Rp 2.646.368.64, Rp 518.411.95, Rp
commit to user
Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan di atas, maka perlu
diadakan analisis mengenai potensi sektor ekonomi menurut lapangan usaha
di Kabupaten Karanganyar. Oleh karena itu pemerintah daerah beserta
partisipasi dari semua elemen yang ada di dalamnya termasuk masyarakat
dengan menggunakan segala sumber daya yang dimiliki berupaya untuk
mengembangkan potensi sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
pembangunan daerahnya agar dapat menjadi daerah yang mampu
melaksanakan otonomi dengan kemampuan sendiri. Semua itu dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan penerimaan daerah dari sektor-sektor
basis dan unggulan yang dapat dipergunakan untuk mensejahterakan seluruh
masyarakatnya.
Sejalan dengan penjelasan di atas, maka dalam penyusunan skripsi saat
ini penulis mengambil judul: “ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2005 - 2010”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sektor manakah yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten
Karanganyar Propinsi Jawa Tengah tahun 2005 – 2010?
2. Stategi sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan berdasarkan
kekuatan dan kelemahan, peluang, dan ancaman/tantangan pada sektor
commit to user
3. Bagaimanakah hubungan interaksi antara Kabupaten Karanganyar
dengan daerah di sekitarnya yang masuk dalam kawasan ekonomi
Subosukawonosraten?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakakn di atas bahwa
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi Sektor manakah yang menjadi sektor unggulan
di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah tahun 2005 – 2010.
2. Untuk mengetahui stategi sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan
berdasarkan kekuatan dan kelemahan, peluang, dan ancaman/tantangan
pada sektor potensial yang ada.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan interaksi antara Kabupaten
Karanganyar dengan daerah di sekitarnya yang masuk dalam kawasan
ekonomi Subosukawonosraten.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan dalam bidang Ekonomi Regional terutama
mengenai perencanaan pembangunan daerah yang bertujuan
meningkatkan kemajuan daerah terutama kemajuan di kabupaten yang
ada di Propinsi Jawa Tengah.
2. Bagi peneliti, merupakan suatu penerapan terhadap pemahaman
commit to user
3. Bagi pemerintah daerah serta instansi-instansi yang terkait, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi menyangkut
kebijakan yang tepat dalam proses pembangunan daerah di Kabupaten
Karanganyar dan Propinsi Jawa Tengah.
4. Bagi Masyarakat, memberikan informasi yang jelas terkait
pembangunan daerah di Kabupaten Karanganyar dan sektor ekonomi
yang menjadi sektor unggulan dan potensial untuk dikembangkan di
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu
kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan mengelola sumber daya ekonomi daerah.
Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk memberdayakan
masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang
memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih
baik, maju,dan tenteram. Serta mampu memperluas pilihan yang dapat
dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat, dan harga diri
(Arsyad, 1999: 6).
Hal yang mendasari terjadinya pembangunan di daerah adalah akibat
dari kurang efektifnya pembangunan nasional. Pembangunan nasional dirasa
tidak mampu untuk memberikan perubahan bagi seluruh daerah yang berada
di wilayah negar. Hal ini terjadi karena yang paling memahami mengenai
suatu daerah adalah pemerintahan daerah itu sendiri. Oleh karena itu
dibutuhkan regulasi kebijakan yang mampu berjalan dengan baik terkait
pembangunan di daerah. Dengan diadakannya otonomi daerah maka
kesempatan bagi suatu daerah untuk membangun dan mengembangkan
commit to user
Secara praktis perencanaan pembangunan daerah di definisikan sebagai
suatu usaha yang sistematis dari berbagai pelaku (aktor), baik umum
(publik), atau pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lain pada
tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling kebergantungan dan
keterkaitan aspek-aspek fisik, sosial-ekonomi, dan aspek-aspek lingkungan
lainnya dengan cara :
1. secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan
pembangunan daerah.
2. merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pambangunan
daerah.
3. menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi).
4. melaksanakannya dengan menggunakan sumber-sumber daya yang
tersedia.
5. sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat di tangkap secara berkelanjutan (Kuncoro
1997:5).
B. Tujuan Pembangunan Daerah
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi
commit to user
menafsir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah. (Arsyad, 1999).
Menurut pandangan dari (Ichimura, 1989) mengenai tujuan
pembanguna ekonomi daerah. Terdapat tiga tujuan dalam pembangunan
ekonomi daerah antara lain:
1. Untuk memberikan pengetahuan dasar secara menyeluruh yang akan
berguna untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai
pembangunan daerah di indonesia, meskipun tidak secara nyata
berhubungan dengan pembangunan ruang.
2. Untuk memberikan ikhtisar tentang keadaan pembangunan ekonomi
daerah akhir-akhir ini di Indonesia. Untuk tujuan ini, dilakukan tiga
pembahasan, yaitu pembahasan mengenai
kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan daerah sejak Repelita 1 tahun
1969-1974; pembahasan mengenai studi-studi tentang pembangunan
ekonomi daerah di indonesia yang sejauh ini pernah dibuat dan
pembahasan mengenai perubahan-perubahan antar waktu dalam
besarnya perbedaan-perbedaan ekonomi antar daerah.
3. Untuk menunjukan suatu metode yang meskipun tidak terlalu rumit,
namun dapat digunakan bagi keperluan proyeksi penduduk dan PDRB
serta digunakan untuk memperkirakan fungsi-fungsi konsumsi dan
produksi daerah. Metode ini berguna sebagai alat yang praktis untuk
mendapat ide dasar dari kecenderungan demografi dan ekonomi
commit to user
itu juga disajikan hasil-hasil perhitungan yang diperoleh dari
penerapan metode ini terhadap data daerah Indonesia juga.
C. Pembangunan Daerah di Era Otonomi
1. Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Menurut Rustiadi, et al. (2006) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana
komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksisecara
fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan
pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah
mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan (infrastruktur),
manusia serta bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah
menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya
lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep
wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey,1977 dalam Rustiadi et
al., 2006) mengenai tipologi wilayah mengklasifikasikan konsep wilayah
ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. wilayah homogen (uniform/homogenous region)
b. wilayah nodal (nodal region)
commit to user
Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan,
2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan
region/wilayah menjadi :
a. fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan
keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah
geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan
fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik.
b. fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan
koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar
bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut
wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan
yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling
berkaitan.
c. fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan
koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit
geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional.
Wilayah berasal dari bahasa Arab “wala-yuwali-wilayah” yang
mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik
secara geometris maupun similarity”. Oleh karena itu, yang dimaksud
dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah penataan unit geografis
commit to user
(tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya.
Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan
pengembangan atau pembangunan atau development. Tujuan-tujuan
pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu:
a. pertumbuhan
b. penguatan keterkaitan
c. keberimbangan
d. kemandirian
e. keberlanjutan.
Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang
dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut
yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa
sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.
Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan
untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif
yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik.
Sedangkan menurut Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk
mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek
pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam
commit to user
Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah
mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang
menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan
kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada
kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan
hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan
modelpengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim
pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pendekatan yang
mengutamakan pertumbuhan tanpa memperhatikan lingkungan, bahkan
akan menghambat pertumbuhan itu sendiri (Direktorat Jenderal Penataan
Ruang, 2003).
Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan
wilayah, terdapat prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan wilayah
antara lain:
a. Sebagai growth center, pengembangan wilayah tidak hanya bersifat
internal wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh
(spred effect) pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah
sekitarnya, bahkan secara nasional.
b. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama
pengembangan antar daerah dan menjadi persyaratan utama bagi
commit to user
c. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan
integrasi dari daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui
pendekatan kesetaraan.
d. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga
menjadi prasyarat bagi perencanaan pengembangan kawasan.
Dalam pemetaan strategic development region, satu wilayah
pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain
berupa sumberdaya alam, sumber daya manusia dan infrastruktur yang
saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara
optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya.
Dasar pemikiran teori pengembangan wilayah adalah setiap kegiatan
pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam
suatu titik yang statis (Boediono, 1994). Misal sebidang tanah yang
diusahakan untuk lahan maka kegiatan produksi padi tidak terbatas pada
lahan itu saja tetapi berdasarkan pemikiran bahwa tata ruang kegiatan
produksi padi berkaitan dengan jarak tempat tinggal petani dengan lahan,
jarak petani mendapatkan bibit dan obat-obatan, jarak petani menjual hasil
produknya dan jarak dengan tempat dimana petani tersebut
membelanjakan pendapatannya.
Dengan demikian dalam pendekatan tata ruang pembangunan yang
terjadi di suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain demikian pula
sebaliknya. Dalam pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas
commit to user
Hubungan atau kontak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan
pedesaan berserta hasil hubungannya disebut interaksi (Bintarto, 1996).
Interaksi antara desa-kota merupakan suatu proses sosial, proses ekonomi,
proses budaya maupun proses politik yang terjadi karena berbagai faktor
dan unsur yang ada dalam kota, dalam desa, dan diantara kota dan desa
(hubungan timbal balik antara desa dan kota).
Kota tidak dapat tumbuh untuk `dirinya` sendiri tetapi juga tumbuh
untuk desa-desa di sekitarnya. Dalam pandangan ekonomi regional,
pembangunan perkotaan tanpa mengakaitkannya dengan pembangunan
pedesaan adalah tidak mungkin terjadi demikian pula sebaliknya.
Pembangunan desa-kota (pembangunan regional) dalam perencanaannya
menggunakan konsep region (wilayah). Cara yang paling banyak dikenal
dalam mendefinisikan suatu region adalah sebagai berikut menurut
pandangan dari (Syafrizal, 1993).
a. Wilayah yang homogin. Adalah sebuah daerah yang memiliki
sifat-sifat yang sama yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat pada
sebuah region dipandang tidak penting. Misal : region aliran sungai,
region lahan kritis dan sebagainya.
b. Wilayah yang memusat (polarized region). Adalah sebuah wilayah
yang didasari oleh adanya aliran barang secara internal, kontak dan
saling tergantungnya daerah-daerah tertentu dengan suatu pusat
commit to user
c. Wilayah perencanaan (planning region). Adalah wilayah yang
keseragamannya didasari oleh kesamaan daerah administratif atau
politis. Karena ketersediaan sarana administratifnya maka wilayah
ini digunakan sebagai wilayah perencanaan pembangunan.
Pemikiran konsep region diatas dalam hubungannya dengan
ukuran region dan interaksi di dalamnya terkait denganm teori lokasi.
Teori lokasi yang pertama dikenal dengan tempat sentral yang
mengemukakan bahwa pusat kota ada karena berbagai jasa penting yang
disediakan oleh lingkungan sekitarnya. Secara ideal kota merupakan pusat
daerah yang produktif dengan demikian disebut tempat sentral (Sukanto
dan Karseno, 1997).
Menurut Myrdal (1999) dalam Rustiadi (2006), potensi sumber
daya yang dimiliki antara daerah satu dengan daerah lainnya tidak merata
oleh karena itu pertumbuhannyapun berbeda. Untuk dapat tumbuh secara
cepat, suatu negara perlu memilih satu atau lebih pusat-pusat pertumbuhan
regional yang memiliki potensi paling kuat. Apabila region ini kuat maka
akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah.
Pertumbuhan ini berdampak positip (trickle down effect) yaitu adanya
pertumbuhan di region yang kuat akan menyerap potensi tenaga kerja di
region yang lemah atau mungkin region yang lemah menghasilkan produk
commit to user
Dalam rangka pengembangan suatu wilayah maka pusat kota
dianggap sebagai tempat sentral bagi pertumbuhan inti di daerah dan
menentukan tingkat perkembangan ekonomi secar keseluruhan. Dengan
demikian terjadi interdependensi antara pusat-pusat kota dengan
daerah-daerah sekitarnya.
2. Tujuan Pembangunan
Dimensi tujuan pembangunan menjelaskan bagaimana urutan
tahapan evolusi pengukuran ekonomi pembangunan, dari awal
kemunculan teori ekonomi pembangunan yang mengukur terjadinya
pembangunan dilihat dari tingkat output melalui Produk Domestik Bruto
(PDB) berkembang menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
mengatasi kemiskinan dengan paradigma entitlement dan kapabilitas,
kebebasan, hingga pembangunan berkelanjutan (Kuncoro, 2005: 5).
Tujuan dari pembangunan dapat diketahui dengan menggunakan
teori ekonomi pembangunan. Teori yang digunakan dalam ekonomi
pembangunan bersumber pada pengukuran faktor-faktor output seperti
Produk Domestik Bruto dan Indeks Pembangunan Manusia. Faktor –
faktor tersebut menjadi penting ketika pembangunan yang dilakukan telah
mencapai tujuan yang diinginkan serta dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan di kemudian hari. .
Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat
sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu
commit to user
dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya
adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya
menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri
tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang
dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung
dari suatu innerwill, proses emansipasi diri. Dan suatu partisipasi kreatif
dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses
pendewasaan. (Darwanto, 2010).
Segala perubahan yang ingin dicapai oleh seluruh bangsa dan negara
hendaknya mendapatkan partisipsi dari seluruh elemen di dalamnya, mulai
dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah sebagai pemegang
kebijakan juga seluruh masyarakat yang senantiasa menginginkan
perubahan ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang dilakukan juga
harus mengedepankan pemerataan dan keadilan dalam pelaksanaannya.
Seluruh daerah tujuan pembangunan harus bisa dicapai agar tidak terjadi
ketimpangan dan kecemburuan di masyarakat. Pembangunan di suatu
daerah harus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tersebut.
Harus diakui bahwa secara umum, di negara-negara berkembang,
kekuatan - kekuatan pembaharuan dalam masyarakat relatif masih lemah.
Kekuatan - kekuatan pembaharuan dalam masyarakat ini disebut
“autonomous energies“. Demikian pula usaha untuk menyalurkan dan
mengarahkan berbagai kepentingan dan tuntutan yang sering bertentangan
di dalam masyarakat dalam rangka kepentingan nasional dan kepentingan
commit to user
dikemukakan sebelumnya, meliputi perubahan-perubahan sosial yang
besar. Hal tersebut sering kali mengakibatkan adanya frustasi, alienasi,
kegoncangan dalam identitas, dan lain-lain bagi sebagian masyarakat
(Djojohadikusumo, 1994).
3. Indikator Dalam Pembangunan
Pembangunan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun
negative. Oleh karena itu dibutuhkan indikator sebagai tolok ukur
terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indikator kunci
pembangunan sosial ekonomi versi United Nations Research Institute on
Social Development (UNRISD) yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri
atas 7 indikator ekonomi dan 9 indikator social, masing-masing adalah
sebagai berikut:
a. Harapan Hidup
b. Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih
c. konsumsi protein hewani per kapita per hari
d. Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah
e. Rasio pendidikan luar sekolah
f. Rata-rata jumlah orang per kamar
g. Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk
h. Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan
sebagainya
i. Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian
commit to user k. Konsumsi listrik, kw per kapita
l. Konsumsi baja, kg per kapita
m.konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita
n. Persentase sector manufaktur dalam GDP
o. Perdagangan laur negeri per kapita
p. Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja.
D. Produk Domestik Regional Bruto
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu
wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB
atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar, dimana
dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000. PDRB atas dasar harga
berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang
harga konstan digunakan untuk mengetahui partum-buhan ekonomi dari
tahun ke tahun.
Angka-angka PDRB dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu :
1. Menurut Pendekatan Produksi.
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh barbagai unit produksi yang berada di suatu
commit to user
Tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan
menjadi 9 lapangan usaha, yaitu: 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan
dan Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri
Pengolahan, 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih, 5. Konstruksi, 6.
Perda-gangan, Hotel dan Restoran, 7. Pengangkutan dan Komunikasi, 8.
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Peru-sahaan, 9. Jasa-jasa termasuk jasa
pelayanan pemerintah.
2. Menurut Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan balas jasa yang dite-rima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam
waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi adalah upah dan gaji, sewa
tanah, bunga modal dan keuntungan; sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini PDRB
mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jumlah
semua komponen pendapatan persektor disebut sebagai nilai tambah
bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai
tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen pengeluaran akhir seperti
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba,
Konsumsi Pemerintah, Pembentukan modal te-tap bruto, Perubahan
Stok, Ekspor neto jangka waktu tertentu. Ekspor neto merupakan
ekspor dikurangi impor. Secara konsep ketiga pendekatan terse-but
commit to user
jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula
dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor prioduksinya.
Selanjutnya PDRB atas dasar harga pasar mencakup komponen pajak
tidak langsung neto. (Surakarta Dalam Angka, 2010)
E. Otonomi Daerah
Konsekuensi dari asas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah adanya Otonomi Daerah, yaitu akibat adanya Desentralisasi lalu diadakan
daerah otonomi yang diberikan hak dan wewenang serta kewajiban untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sediri sesuai peraturan yang
berlaku.
Menurut Pasal 1 Butir ke lima Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
1. Prinsip Otonomi Daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah menggunakan prinsip Otonomi
seluasnya. Dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan
pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah
commit to user
pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh sesuai kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan
otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian
utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip-prinsip tersebut penyelenggaraan Otonomi
Daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat. Selain itu penyelenggaraan Otonomi Daerah juga harus
menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya
mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang
tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin
hubungan yang serasi antara Daerah dengan Pemerintah, artinya harus
commit to user
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan
negara.
2. Disamping itu pengertian otonomi bagi suatu daerah adalah daerah tersebut
harus mampu :
a. Berinisiatif sendiri atau menyusun kebijaksanaan daerah dan menyusun
rencana pelaksanaannya.
b. Memiliki alat pelaksanaan sendiri yang berkualitas.
c. Membuat pengaturan sendiri (peraturan daerah).
d. Menggali sumber-sumber potensi sendiri, menetapkan pajak retribusi
dan usaha lain yang sah sesuai peraturan yang berlaku. (Widjaya, 1998
:75 ).
Dengan demikian baik dan buruk, berhasil tidaknya suatu pemerintahan
daerah ditentukan oleh perangkat pemerintahan daerah itu sendiri, yang
terdiri dari Dinas-Dinas Daerah, Kantor, Badan Kecamatan dan Kelurahan
yang semua sebagai perangkat daerah dipimpin oleh seorang Gubernur,
Bupati/Walikota.
F. Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah
Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda
dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu
daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik
daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan
demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku
commit to user
pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum
dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah,
merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana
pembangunan ekonomi daerah (Darwanto, 2010).
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek
dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu
mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah
merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip
dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1)
mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan
daerah yang pro-bisnis. (Darwanto, 2010).
G. Analisis Matriks Potensi, LQ, SWOT, dan Gravitasi
Model matriks potensi daerah pada dasarnya diturunkan dari rumus
pertumbuhan dan rumus kontribusi. Rumus ini digunakan untuk mengetahui
posisi perekonomian di masing – masing sektor di Kabupaten Karanganyar.
(Kirana, 1998 : 29 dalam Mulyanto, 2006). Kriteria dari model matriks
potensi adalah apabila suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang
mempunyai rasio proporsi dan rasio pertumbuhan PRDB kurang dari 1 (satu),
maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai kondisi
perekonomian terbelakang kemudian apabila suatu sektor ekonomi di
Kabupaten Karanganyar yang mempunyai rasio proporsi PRDB lebih besar
commit to user
(satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai
kondisi perekonomian potensial.
Selanjutnya apabila suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar
yang mempunyai rasio proporsi PRDB kurang 1 (satu), sementara rasio
pertumbuhan PRDB-nya kurang dari 1 (satu), sementara rasio pertumbuhan
PRDB-nya lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka sektor ekonomi yang
bersangkutan dikategorikan sebagai kondisi perekonomian berkembang. Serta
apabila suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai
rasio proporsi PRDB dan rasio pertumbuhan PRDB-nya lebih besar atau sama
dengan 1 (satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan
sebagai kondisi perekonomian prima/unggul.
Setelah diberlakukannya otonomi daerah, maka setiap daerah
mempunyai hak untuk mengembangkan sektor – sektor ekonomi yang
memiliki potensi bagi daerahya. Untuk menentukan sektor mana yang
menjadi pilihan dalam pengembangnanya dibutuhkan suatu metode yang
cocok, maka salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan
potensi relatif perekonomian suatu wilayah adalah LQ (Location Quotient).
LQ dalam penelitian ini, digunakan untuk menentukan sektor-sektor ekonomi
yang dominan yang dapat dikategorikan sebagai sektor basis yang merupakan
pusat pertumbuhan yang ada di Kabupaten Karanganyar dengan
membandingkan besarnya peranan suatu sektor ekonomi Kabupaten
Karanganyar terhadap besarnya peranan suatu sektor yang sama pada
Propinsi Jawa Tengah. Analisis LQ merupakan teknik analisis
commit to user
terhadap besarnya peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional
(Tarigan, 2005: 82).
Dengan mengatasi kelemahan LQ sehingga dapat diketahui reposisi
atau perubahan sektoral digunakan varians dari LQ yang disebut Dynamic
Location Quotient (DLQ) yaitu dengan mengintroduksikan laju pertumbuhan
dengan asumsi bahwa setiap nilai tambah sektoral ataupun PDRB mempunyai
rata-rata laju pertumbuhan per tahun sendiri 2 kali selama kurun waktu tahun
awal dan tahun berjarak (Suyatno, 2000).
Sebagai bahan penyusunan perencanaan dalam pembangunan terkait
strategi sektoral yang dapat digunakan untuk mengatasi ancaman dan
hmbatan dalam pembangunan maka digunakan analisis SWOT. Menurut
pendapat dari Rangkuti (2006), analisis ini berdasarkan logika yang dapat
memaksimalkan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kekurangan dan ancaman. Dengan analisis SWOT tahapan faktor-faktor
berpengaruh dalam pembangunan daerah akan dikemukakan dalam empat
strategi. Istilah SWOT itu sendiri merupakan pendekatan dari
variabel-variabel penilaian sebagaimana telah diuraikan (dalam penegasan istilah
metodelogi penelitin).
Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk
melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi.
Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan
besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut (Tarigan, 2005: 148). Dalam
commit to user
penduduk suatu daerah/lokasi dengan jumlah penduduk daerah/lokasi yang
lainnya dengan pembagi yakni jarak antara kedua daerah/lokasi.
H. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh peneliti
terdahulu, antara lain dari penelitian Wijaya dan Astuti (2003) yang berjudul
“Analisis Potensi Sektor Ekonomi Kota & Kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam Pelaksanaan Pembangunan di Era Otonomi Daerah
1998-2001” diambil kesimpulan bahwa sektor ekonomi yang menjadi sektor basis
di masing-masing kota & kabupaten di Propinsi DIY antara lain: Kabupaten
Sleman adalah sektor industri pengelolahan, sektor bangunan, dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran; di Kota Yoyakarta sektor listrik gas dan air
bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi; di Bantul adalah sektor pertanian, sektor bangunan, sektor
industri pengelolahan; di Kabupaten Gunung Kidul adalah sektor pertanian,
sektor pertambangan dan bahan galian; di Kabupaten Kulon Progo adalah
sektor pertanian dan sektor jasa.
Dari penelitian Prishardoyo (2008) yang berjudul “Analisis Tingkat
Pertumbuhan Ekonomi Dan Potensi Ekonomi Terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pati Tahun 2000-2005” diambil
kesimpulan bahwa Berdasarkan hasil analisis location quotient sektor-sektor
potensial yang dapat diandalkan selama tahun analisis 2000-2005 adalah
sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan, sektor
keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan
commit to user
Kabupaten yang paling kuat interaksinya dengan Kabupaten Pati adalah
Kabupaten Kudus dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 1,491,863,31.
Sedangkan yang paling sedikit interaksinya adalah Kabupaten Jepara dengan
nilai interaksi rata-rata sebesar 138,810,362.3.
Dari penelitian Titisari (2009) yang berjudul “Identifikasi Potensi
Ekonomi Daerah Boyolali, Karanganyar dan Sragen” diambil kesimpulan
bahwa Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah dari tahun 1999 sampai dengan
2003 berfluktuasi. Demikian pula yang terjadi di daerah penelitian. Analisis
potensi internal (pertumbuhan dan kontribusi) sektor yang menempati posisi
prima, berkembang dan gemuk untuk masing-masing daerah penelitian
adalah: Boyolali: Sektor yang menduduki posisi berkembang sektor listrik,
gas dan air bersih, lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa
Pemsahaan,jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, industri, dan perdagangan
menempati posisi gemuk. Karanganyar: Sektor yang menduduki posisi
berkembang sektor listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan perhubungan,
lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan, dan Jasa jasa.
Sedangkan sektor pertanian, industri dan perdagangan menempati posisi
gemuk. Sragen: Sektor yang menduduki posisi prima adalah Industri dan
Jasa-jasa. Sedangkan yang menduduki posisi berkembang sektor listrik, gas
dan air bersih, perdagangan dan Lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa
perusahaan. Sektor pertanian menempati posisi gemuk.
Dari analisis potensi eksternal, dengan Tipologi Klassen, daerah
penelitian dengan PDRB per kapita rata-rata di atas PDRB per kapita rata-rata
commit to user
1.523.060,00. Sedangkan Boyolali dan Sragen berada di bawah PDRB per
kapita Jawa Tengah yaitu sebesar Rp 1.204.656,00 dan Rp 844.357,00. Jika
dilihat dari tingkat pertumbuhannya, yang berada di atas Jawa Tengah adalah
Boyolali. Karanganyar tingkat pertumbuhannya berada di bawah Jawa
Tengah. Menarik sekali untuk dicermati disini, Karanganyar dengan PDRB
per kapita di atas Jawa Tengah ternyata tingkat pertumbuhannya di bawah
Jawa Tengah. Dan sebaliknya untuk daerah Boyolali dan Sragen. Sedangkan
hasil analisis "Location Quotient" sektor yang menempati posisi prima,
berkembang dan gemuk yang berarti tingkat pertumbuhan dan/atau kontribusi
PDRB secara relatif berada di atas rata-rata kabupaten/kota lain di propinsi
Jawa Tengah sehingga merupakan sektor potensial, untuk masing-masing
daerah penelitian adalah; Boyolali : Sektor lembaga keuangan, sewa
bangunan dan jasa perusahaan, listrik, gas dan air bersih, pertanian,
perdagangan, dan Jasa-jasa Karanganyar: Sektor listrik, gas dan air bersih,
jasa-jasa, lembaga keuangan, sewa bangunan, dan jasa perusahaan pertanian,
dan industri Sragen: Hanya sektor perdagangan yang bukan merupakan
potensi eksternal. Hasil analisis potensi internal dan eksternal, sektor yang
menempati posisi prima dan berkembang.
Pada analisis pertumbuhan, kontribusi dan LQ, pada analisis MRP dan
LQ memenuhi kriteria pertama dan kedua Sektor ekonomi yang mempunyai
potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul
dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan ekonomi untuk
masing-masing daerah penelitian adalah Boyolali: lembaga keuangan, sewa bangunan
commit to user
Sragen: Jasa jasa, listrik, gas dan air bersih, lembaga keuangan, sewa
bangunan dan jasa perusahaan Sedangkan sektor yang merupakan spesialisasi
kegiatan ekonomi daerah penelitian adalah Boyolali: Pertanian sub sektor
peternakan dan tanaman bahan makanan; Karanganyar: Pertanian sub sektor
peternakan dan tanaman perkebunan; Sragen: Pertanian sub sektor tanaman
perkebunan.
I. Kerangka Teori
Kabupaten Karanganyar telah melaksanakan otonomi daerah dengan
mengupayakan penggalian terhadap sektor-sektor ekonomi yang ada di
daerahnya. Hal ini dilakukan guna untuk memperlancar jalannya
pembangunan daerah di Kabupaten Karanganyar. Pembangunan daerah
dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor ekonomi dan sektor non ekonomi.
Sektor ekonomi mencakup sembilan sektor yaitu sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik dan
air minum, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sektor
jasa-jasa.
Dalam model Matriks Potensi tiap – tiap sektor akan digolongkan
menjadi empat kriteria. Penggolongan tiap – tiap sektor berdasarkan
perbandingan dari rumus pertumbuhan dan rumus kontribusi. Rumus ini
digunakan untuk mengetahui posisi perekonomian di masing – masing sektor
ekonomi di Kabupaten Karanganyar. Kriteria dari model matriks potensi
adalah apabila suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang
commit to user
maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai kondisi
perekonomian terbelakang kemudian apabila suatu sektor ekonomi di
Kabupaten Karanganyar yang mempunyai rasio proporsi PRDB lebih besar
atau sama 1 (satu), sementara rasio pertumbuhan PRDB-nya kurang dari 1
(satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan sebagai
kondisi perekonomian potensial.
Selanjutnya apabila suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar
yang mempunyai rasio proporsi PRDB kurang 1 (satu), sementara rasio
pertumbuhan PRDB-nya kurang dari 1 (satu), sementara rasio pertumbuhan
PRDB-nya lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka sektor ekonomi yang
bersangkutan dikategorikan sebagai kondisi perekonomian berkembang. Serta
apabila suatu sektor ekonomi di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai
rasio proporsi PRDB dan rasio pertumbuhan PRDB-nya lebih besar atau sama
dengan 1 (satu), maka sektor ekonomi yang bersangkutan dikategorikan
sebagai kondisi perekonomian prima/unggul.
Dalam anailisis LQ tiap – tiap sektor dibagi menjadi dua yaitu sektor
basis dan sektor non basis. Kriteria LQ terdiri atas LQ > 1, berarti sektor
tersebut merupakan sektor basis, dan LQ ≤ 1 berarti sektor tersebut
merupakan sektor non basis. Metode kombinasi gabungan antara nilai SLQ
dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi
tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif. .
Analisis SWOT digunakan untuk menentukan dan menganalisis strategi
sektor potensial yaitu sektor unggulan yang terpilih di Kabupaten
commit to user
sektoralnya. Sedangkan analisis Gravitasi digunakan untuk mencari wilayah
mana di sekitar Kabupaten Karanganyar yang berpotensi kuat dalam
pertumbuhannya. Adanya interaksi antara daerah satu dengan daerah yang
lain menunjukkan eratnya hubungan antara wilayah satu dengan wilayah lain
sebagai konsekuensi interaksi dalam teori pusat pertumbuhan.