• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Pembelajaran Aktif

Kalangan pendidik menyadari bahwa siswa mempunyai bermacam-macam gaya belajar. Kurang lebih ada tiga jenis gaya belajar siswa, yaitu visual, aditori dan kinestetik. Grinder menyatakan bahwa 22 dari 30 siswa dapat belajar secara efektif selama guru dapat menghadirkan kegiatan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestetik (Silberman, 2011). Delapan sisanya, akan berusaha keras memahami pelajaran dengan cara yang mereka sukai.

Indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) merupakan instrumen yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan dunia usaha masa kini (Silberman, 2011). MBTI berguna untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Penerapan MBTI pada mahasiswa baru menunjukkan 60 persen dari mahasiswa cenderung memiliki orientasi praktis. Schroeder menjelaskan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada reflektif abstrak dengan rasio lima banding satu (Silberman, 2011).

Pembelajaran aktif atau pembelajaran eksperimental adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk teknik yang melibatkan dan mengajak siswa untuk merespon dalam proses pembelajaran (Hackathorn, 2011). Pembelajaran aktif dapat merubah keadaan kelas dan dapat meningkatkan keterlibatan siswa, motivasi siswa, ketertarikan siswa dan perhatian siswa (Benek & Mathews, 2004).

Dari perspektif kognitif, pembelajaran aktif dapat melatih kemampuan berfikir kritis seperti analisis, sintesis dan evaluasi.

Pembelajaran aktif dapat dilaksanakan untuk melibatkan para siswa dalam (a) pemikiran kritis atau kreatif, (b) berbicara dengan kawan dalam kelompok kecil, atau dalam kelas besar, (c) mengekspresikan ide melalui tulisan, (d) mengeksplor sikap dan nilai-nilai pribadi, (e) memberi dan menerima umpan balik, dan (f) merefleksikan proses pembelajaran (Eison, 2010). Hackathorn (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Learning by Doing: An Empirical Study of Active Teaching Techniques mengemukakan bahwa dari empat jenis teknik pembelajaran (ceramah, diskusi, demonstrasi dan pembelajaran aktif), teknik pembelajaran aktif mendapatkan nilai hasil belajar tertinggi sedangkan teknik ceramah mendapat nilai hasil belajar terendah.

Silberman (2011) menyatakan bahwa pembelajaran aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Pembelajaran aktif tidak lepas dari peran guru. Diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat kelas, pengalaman lapangan, simulasi dan studi kasus dapat digunakan oleh guru untuk memfasilitasi siswa agar pembelajaran menjadi aktif. Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu pembelajaran aktif. Dengan pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama namun juga mengajarkan satu sama lain.

2.2 Keefektifan

Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:284) berarti keberhasilan dalam suatu usaha. Keefektifan bersinonim dengan efektivitas. Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya pencapaian penerapan metode Seven Jump terhadap aktivitas dan hasil belajar kimia.

Belajar tuntas adalah proses belajar-mengajar yang bertujuan agar bahan ajar dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa (Sugandi, 2004). Kurikulum 2013 mengatur besarnya KKM minimal 75. Sedangkan ketuntasan klasikal minimal 75%. Dalam penelitian ini siswa dapat dikatakan tuntas belajar jika mampu mencapai hasil belajar minimal 75. Ketuntasan klasikal kelas dikatakan tercapai jika 26 dari 35 siswa mampu mencapai KKM.

Sesuai panduan Kurikulum 2013, pencapaian hasil belajar kognitif, afektif, psikomotorik dan aktivitas siswa dibagi menjadi empat kategori sebagai berikut:

SB = Sangat Baik = 3,33 < nilai 4,00 B = Baik = 2,33 < nilai 3,33 C = Cukup = 1,33 < nilai 2,33 K = Kurang = nilai 1,33

Metode Seven Jump dikatakan efektif apabila kriteria yang telah ditetapkan dapat tercapai. Kriteria efektif yang dimaksud yaitu:

1. 27 dari 35 siswa memperoleh nilai hasil belajar kognitif minimal 75 dan mencapai kriteria minimal Baik (2,33 < nilai 3,33) untuk aspek afektif, psikomotorik dan aktivitas siswa.

2.3 Aktivitas

Aktivitas merupakan bagian penting dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran merupakan indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas mempunyai makna yang sama dengan kegiatan atau keaktifan. Aktivitas belajar didefinisikan sebagai segala bentuk interaksi antar siswa dan guru untuk mewujudkan pembelajaran aktif. Keaktifan peserta didik dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan . Aktivitas sendiri tidak hanya aktivitas fisik saja tetapi juga aktivitas psikis. Setidaknya terdapat delapan jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah (Sardiman, 2011). Jenis-jenis aktivitas menurut Paul B. Diedrich antara lain sebagai berikut:

1) Visual activities, merupakan aktivitas yang berhubungan dengan indra penglihatan termasuk di dalamnya yaitu aktivitas membaca, mengamati gambar dan memperhatikan demonstrasi.

2) Oral activities, merupakan aktivitas yang berkaitan dengan kemampuan berbicara termasuk di dalamnya yaitu bertanya, berpendapat dan memberikan saran.

3) Listening activities, adalah aktivitas yang berkaitan dengan indra pendengar termasuk di dalamnya yaitu mendengarkan uraian dan mendengarkan percakapan.

4) Writing activities, merupakan aktivitas yang berkaitan dengan tulis-menulis termasuk di dalamnya yaitu menulis cerita, menulis karangan dan menulis laporan.

5) Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6) Motor activities, merupakan aktivitas yang melibatkan gerak motoric yang

termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7) Mental activities, berkaitan dengan kondisi psikis seseorang sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.

8) Emotional activities, berkaitan dengan perasaan misalnya minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

2.4 Hasil Belajar

Hasil belajar dideskripsikan sebagai perubahan tingkah laku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar (Anni, 2011). Perubahan yang diperoleh pada tiap siswa berbeda-beda tergantung pada apa yang telah mereka pelajari. Perubahan tingkah laku yang diharapkan berupa perubahan yang lebih baik.

Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang dikenal dengan sebutan ranah belajar, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affectuve domain) dan ranah psikomotorik (psychomotoric domain). Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis dan sintesis. Ranah afektif berkaitan dengan sikap dan karakter. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan keterampilan syaraf motorik.

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Anni, 2011). Faktor internal mencakup (1) kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh, (2) kondisi psikis, seperti kemampuan emosional dan intelektual, dan (3) kondisi sosial, seperti kemampuan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Sedangkan faktor eksternal mencakup variasi kesulitan materi belajar, tempat belajar, iklim dan budaya masyarakat.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki dan dikuasai peserta didik setelah menempuh proses belajar dan menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2005). Hasil belajar salah satunya dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan oleh guru kepada siswa pada mata pelajaran terkait. Hasil belajar pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik saling berhubungan. Sesuai tuntutan Kurikulum 2013 hasil belajar dalam ketiga ranah mempunyai kedudukan yang sama untuk diukur. Dalam penelitian ini, hasil belajar pada ranah kognitif diukur melalui tes, sedangkan ranah afektif dan psikomotorik diukur melalui lembar observasi. Hasil penilaian pada ranah afektif dan psikomotorik dijabarkan melalui analisis deskriptif.

2.5 Metode Seven Jump

Metode Seven Jump dikembangkan oleh Gijselaers pada tahun 1995 sebagai metode pembelajaran untuk tutorial calon dokter pada University of Limburg-Maastrich dengan pendekatan Problem Based Learning. Terdapat tujuh tahap pembelajaran yang harus ditempuh selama proses pembelajaran, yaitu (1) Identify and clarify unfamiliar terms presented in the scenario, (2) Define the problem or problems to be discussed, (3) Brainstorming session to discuss the problems, (4)

Review step 2 and step 3 and arrange explanations into tentative solutions, (5) Formulate learning objectives, (6) Private study, (7) Group shares results of private study (Wood, 2003).

Ciri khas tutorial PBL yaitu adanya kelompok siswa yang terdiri dari 8-10 anggota dan dipandu dengan seorang tutor. Secara umum langkah-langkah metode Seven Jump menurut Wood (2003) dijabarkan sebagai berikut:

1. Identify and clarify unfamiliar terms presented in the scenario.

Siswa diminta untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi istilah asing dan belum difahami dalam skenario yang diberikan dalam kelompok.

2. Define the problem or problems to be discussed.

Kemudian dalam langkah kedua, siswa diminta untuk menetapkan permasalahan yang akan didiskusikan dalam kelompok.

3. “Brainstorming” session to discuss the problems

Langkah ketiga mengharuskan siswa untuk menganalisis dan menawarkan penjelasan sementara atas permasalahan yang telah ditetapkan menurut prior knowledge (pengetahuan yang sudah dimiliki).

4. Review step 2 and step 3 and arrange explanations into tentative solutions Selanjutnya siswa diminta untuk mengulas langkah kedua dan ketiga untuk kemudian mengelompokkan permasalahan yang sudah jelas dan yang belum jelas, diteruskan dengan perumusan hipotesis atas permasalahan yang telah dirumuskan dalam kelompok.

5. Formulate learning objectives

Langkah kelima adalah bekal utama untuk bisa menuju langkah keenam. Dalam langkah ini siswa secara berkelompok merumuskan tujuan pembelajaran, sumber belajar yang digunakan, dan poin-poin penting yang akan dicari kejelasannya.

6. Private study

Berbekal catatan dari langkah kelima, siswa secara individu diharuskan untuk belajar mandiri, mencari kejelasan informasi, dan membuat catatan individual sebagai bekal diskusi pada langkah ketujuh. Secara kelompok juga menyiapkan bahan untuk dipresentasikan dan didiskusikan dalam kelas.

7. Group shares results of private study.

Diskusi kelas dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana siswa belajar secara individu. Langkah ini dijadikan sebagai cara untuk saling melengkapi pengetahuan yang diperoleh. Kemudian, hal-hal yang masih belum jelas dijadikan sebagai catatan kelas untuk kemudian didiskusikan bersama guru.

Nurohman (2009) menjelaskan ketujuh tahap dalam Seven Jump dapat dilaksanakan dalam tiga sesi belajar, yaitu pertemuan klasikal pertama, belajar mandiri dan pertemuan klasikal kedua. Selengkapnya tahap pelaksanaan Seven Jump menurut Nurohman disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1Tahap Pelaksanaan Metode Seven Jump

Jump Aktivitas Sesi

1 Klarifikasi terminologi dan konsep yang belum difahami.

Sesi Pertama:

Pertemuan Klasikal Pertama.

2 Mendefinisikan permasalahan.

3 Menganalisis permasalahan dan menawarkan penjelasan sementara. 4 Menginventarisir berbagai penjelasanan

yang dibutuhkan.

5 Menformulasi tujuan belajar.

6 Mengumpulkan informasi melalui belajar mandiri.

Sesi Kedua: Belajar

Mandiri Antar

Pertemuan. 7 Mensintesis informasi baru dan

menguji serta mengevaluasinya untuk permasalahan yang sedang dikemukakan. Melakukan refleksi penguatan hasil belajar.

Sesi Ketiga: Pertemuan Klasikal Kedua.

(Sumber: Nurohman, 2009) Seven Jump merupakan bagian dari model PBL. Tinjauan klinis yang berjudul ABC of learning and teaching in medicine Problem based learning oleh Diana F Wood (2003) menjelaskan tentang kelemahan dan kelebihan dari model PBL. Kelemahan dan kelebihan tersebut disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2Kelemahan dan Kelebihan Model PBL Kelemahan Model PBL Kelebihan Model PBL SDM, membutuhkan bantuan tutor

dalam setiap proses diskusi.

Student Centred PBL, menumbuhkan pembelajaran aktif, meningkatkan pemahaman, dan mengembangkan keterampilan belajar sepanjang hayat. Fasilitas, banyaknya jumlah siswa

membutuhkan fasilitas seperti perpustakaan dan internet secara bersamaan.

Pendekatan Kontruktivisme, siswa mengaktifkan pengetahuan awal dan membangun kerangka kerja konseptual yang ada dalam pengetahuan.

Informasi yang berlebihan, siswa mungkin belum bisa membedakan mana informasi yang relevan dan informasi yang kurang relevan.

Motivasi, PBL menyenangkan bagi siswa dan guru dan proses yang mengharuskan semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran.

(Sumber: Wood, 2003)

Contoh aplikasi metode Seven Jump pada materi hidrokarbon misalnya pengkarbidan buah. Pada pertemuan klasikal pertama, siswa secara berkelompok mengklarifikasi istilah pengkarbidan buah. Menjelaskan pengertian pengkarbidan, zat apa yang digunakan, bagaimana proses pengkarbidan. Siswa merumuskan penjelasan sementara bagaimana pengkarbidan buah bisa terjadi. Siswa bersama guru mengkaji istilah yang belum teridentifikasi. Kemudian siswa bersama guru merumuskan tujuan pembelajaran. Selanjutnya siswa melaksanakan belajar mandiri antar pertemuan, siswa dapat mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan pengkarbidan buah dari berbagai sumber. Siswa diminta membuat resume untuk perbekalan pertemuan klasikal kedua. Pada pertemuan klasikal kedua, resume yang telah dibuat dikumpulkan lalu siswa mengkomunikasikan hasil belajar mandiri

kemudian melakukan praktikum sederhana tentang identifikasi senyawa karbon, siswa membuat kesimpulan, guru memberikan penguatan dan refleksi.

Dokumen terkait