• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (problem-basrd Learning) Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning) Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning)

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (problem-basrd Learning) Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning) Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning)

merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan, yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah Ngalimun, (2014;92). a. Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah diterjemahkan dari bahasa Inggris, yaitu Problem Based Learning.Model Pembelajaran Berbasis Masalah dikenal sejak zaman John Dewey dan dipopulerkan di McMaster University Canada pada tahun 1970-an. Pada saat itu, Model Pembelajaran Berbasis Masalah hanya berkembang di Fakultas Kedokteran namun pada saat ini, Model Pembelajaran Berbasis Masalah sudah berkembang pada banyak fakultas lain, misalnya: fakultas ekonomi dan bisnis, teknik, arsitektur, hukum, dan

fakultas-fakultas sosial. Tan dalam Amir (2009:12) berpendapat bahwa perkembangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:

1) Adanya peningkatan tuntutan untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik

2) Aksesbilitas informasi dan ledakan pengetahuan

3) Perlunya penekanan kompetensi dunia nyata dalam belajar

4) Perkembangan dalam bidang pembelajaran, psikologi, dan pedagogi.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah berkembang seiring dengan kemajuan pendidikan pada abad ke-21 ini.Pada abad ini, dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai masalah baru yang menuntut untuk harus segera diatasi.Pendidikan merupakan hasil dari adanya ketertarikan terhadap masalah dan upaya untuk mencari solusi terhadap masalah tersebut. Shulman dalam Rusman (2013:231) mengartikan pendidikan sebagai proses membantu orang mengembangkan kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan kesulitan mereka dengan teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah. Lebih lengkap lagi, Amir (2009:12) menjelaskan bahwa untuk menjadi pemimpin dan bisa bekerja dalam kelompok, orang perlu memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah.Selain itu, Knowles dalam Amir (2009:13) menambahkan,”Mereka juga harus mampu mengidentifikasi masalah, punya rasa tertarik pada aplikasi pengetahuan atas masalah yang mereka

hadapi sebagai profesional.”Itulah inti dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah.Masalah perlu dicari, ditemukan, diidentifikasi, dan diatasi.

Para ahli mengartikan istilah Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kalimat yang berbeda-beda namun memiliki makna yang sama. Arends dalam Trianto (2009:92) berpendapat bahwa pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dalam keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Tan dalam Rusman (2013:232) mengartikan Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampaun untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.

Siregar dan Nara (2010:119) berpendapat bahwa Belajar berbasis masalah adalahsalah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning). Secara lebih lengkap, dijelaskan juga bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah lebih difokuskan pada penyajian suatu masalah kepada siswa kemudian siswa diminta untuk mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, dan prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu. Masalah yang disajikan dapat berupa masalah nyata dan dapat pula berupa

masalah yang disimulasikan. Masalah tersebut akan menjadi panduan dalam proses belajar.

Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, membuka dialog Sani (2013:140). Ward dalam Ngalimun (2014:89) mendefinisikan PBM sebagai suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Pengertian yang hampir sama tentang Model Pembelajaran Berbasis Masalah juga diajukan oleh Duch dalam Shoimin (2014:130) bahwa Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.

Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki banyak variasi. Menurut Siregar dan Nara (2010:120), terdapat lima bentuk belajar untuk Model Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1) Permasalahan sebagai pemandu

Masalah menjadi acuan konkret yang harus diperhatikan oleh pemelajar. Bacaan yang diberikan harus sesuai dengan masalah karena masalah akan menjadi kerangka berpikir pemelajar dalam mengerjakan

tugas yang diberikan oleh guru. Guru hanya menjadi fasilitator dan pembimbing.

2) Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi

Masalah disajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan oleh guru.Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi pemelajar dalam menerapkan pengetahuannya guna memecahkan masalah.

3) Permasalahan sebagai contoh

Masalah dijadikan sebagai contoh dan bagian dari bahan belajar.Masalah digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, atau prinsip dan dibahas antara pemelajar dan guru.

4) Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar

Masalah dijadikan sebagai alat untuk melatih pemelajar bernalar dan berpikir kritis.

5) Permasalahan sebagai stimulus belajar

Masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan metakognitif.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lain. Model Pembelajaran Berbasis masalah juga demikian. Menurut Rusman (2013:232), Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.

1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective); 4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;

8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

9) Keterbukaan proses dalam Pembelajaran Berbasis Masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan

10)Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Baron dalam Rusmono (2012:74) menyebutkan ciri-ciri strategi Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1) Menggunakan permasalahan dalam dunia nyata 2) Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah

3) Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa 4) Guru berperan sebagai fasilitator (tutor)

5) Masalah yang digunakan harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir dan menarik, berdasarkan informasi yang luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan.

Teori Barrow seperti yang dikutip dalam Shoimin (2014:130) menyebutkan lima karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah, antara lain:

1) Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan siswa sebagai orang yang belajar (pembelajaran berpusat pada siswa) sehingga siswa harus didorong untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2) Authentic problems form the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa merupakan masalah yang nyata sehingga siswa mudah memahami masalah tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3) New information is acquired through self-directed learning

Proses pemecahan masalah dalam PBL memungkinkan siswa untuk mencari tahu sendiri pengetahuan-pengetahuan baru yang belum pernah diperoleh sebelumnya melalui sumber belajar yang bermacam-macam.

4) Learning occurs in small groups

Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang dibuat dengan pembagian tugas dan penetapan tujuan yang jelas. Kelompok-kelompok kecil memudahkan siswa dalam melakukan interaksi ilmiah (berdiskusi dan berbagi ide-ide)

5) Teachers act as facilitators

Pelaksanaan PBL di sekolah menuntut guru hanya sebagai fasilitator.Namun demikian, guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan memberikan dorongan kepada siswa agar mencapai target atau tujuan pembelajaran.

c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang diterapkan dalam pembelajaran harus berlandaskan pada langkah-langkah atau tahap-tahap yang jelas.Model Pembelajaran Berbasis Masalah berorientasi pada aktivitas kelompok.Dengan demikian, sebelum memulai langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah, para siswa harus sudah membentuk kelompok-kelompok kecil.

Rusmono (2012:83) membagi prosedur strategi pembelajaran dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah menjadi tiga bagian, yaitu: pendahuluan, penyajian, dan penutup. Pendahuluan terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Pemberian motivasi 2) Pembagian kelompok

3) Informasi tujuan pembelajaran. Penyajian terdiri dari lima bagian, yaitu: 1) Mengorientasikan siswa kepada masalah

Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang dipilih sendiri.

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu.

3) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi.

4) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan pameran Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

Kegiatan penutup terdiri dari

1) Merangkum materi yang telah dipelajari

2) Melaksanakan tes dan pemberian pekerjaan rumah.

Tahap-tahap Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki banyak variasi.Salah satu variasi tahap-tahap Model Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Sani (2013:141) adalah sebagai berikut. 1) Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan

menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. 2) Guru menjelaskan logistik yang dibutuhkan, prosedur yang harus

dilakukan, dan memotivasi peserta didik supaya terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

3) Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).

4) Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai eksperimen untuk mendapatkan penjelasan, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.

5) Guru membantu peserta didik dalam merencanakan karya yang sesuai, seperti laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

6) Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang digunakan.

Hamdatama (2014:211) mengemukakan enam langkah Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1) Merumuskan masalah: siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.

2) Menganalisis masalah: siswa meninjau masalah dari berbagai sudut pandang.

3) Merumuskan hipotesis: siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

4) Mengumpulkan data: siswa mencari informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5) Pengujian hipotesis: siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah: siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengajuan hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Amir (2009:24) mengemukakan bahwa terdapat tujuh langkah Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas

Pada tahap ini, setiap kelompok harus memastikan bahwa semua anggotanya telah memiliki pemahaman terhadap berbagai istilah atau konsep yang terdapat di dalam masalah. Melalui tahap ini,

setiap anggota kelompok dipastikan untuk memiliki pandangan yang sama terhadap berbagai istilah tersebut.

2) Merumuskan masalah

Pada tahap kedua ini, kelompok harus mampu menjelaskan hubungan yang lebih nyata antara setiap fenomena atau kejadian.

3) Menganalisis masalah

Tahap ketiga ini sering dikenal dengan istilah tahap brainstorming atau curah gagasan.Setiap anggota kelompok menyampaikan pengetahuan yang sudah dimiliki terkait masalah.Setiap kelompok berdiskusi untuk membahas informasi faktual yang tercantum pada masalah dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota.Tahap ini melatih siswa untuk menjelaskan, melihat alternatif, atau hipotesis terkait masalah. 4) Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya

dengan dalam

Pada tahap ini setiap kelompok melihat keterkaitan dari bagian-bagian dari masalah yang telah dianalisis sebelumnya kemudian mengelompokkannya; mana yang saling menunjang, mana yang saling bertentangan, dan sebagainya.

5) Memformulasikan tujuan pembelajaran

Setiap kelompok merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah mengetahui bagian-bagian pengetahuan yang

masih belum jelas dan kurang dipahami.Tujuan pembelajaran dikaitan dengan analisis masalah yang dibuat. Tujuan pembelajaran akan menjadi dasar penugasan-penugasan individu di setiap kelompok.

6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok)

Pada tahap keenam ini, setiap anggota kelompok harus mencari informasi tambahan dari sumber yang berbeda.Setiap anggota kelompok belajar sendiri dengan efektif pada tahap ini agar mendapatkan iinformasi yang relevan, misalnya menentukan kata kunci dalam pemilihan, memperkirakan topik, penulis, dan publikasi dari sumber pembelajaran.Adapun aktivitas anggota kelompok adalah memilih, meringkas sumber pembelajaran dengan kalimat sendiri, dan menuliskan sumber dengan jelas.Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran.

7) Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk dosen atau kelas

Pada tahap ketujuh ini, setiap anggota kelompok mempresentasikan laporannya di hadapan anggota kelompok lain. Laporan dapat diketik dan diserahkan kepada anggota kelompok lain. Anggota kelompok yang lain memberikan kritikan terhadap laporan tersebut sehingga menghasilkan

pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu dijawab dan dicarikan solusinya. Setelah itu, kelompok menggabungkan informasi-informasi yang penting dari hasil laporan setiap anggotanya. Gabungan informasi tersebut akan disajikan dalam bentuk paper atau makalah untuk diserahkan kepada guru.

Tahap-tahap Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat berlangsung dalam satu kali pertemuan dan dapat pula berlangsung dalam beberapa pertemuan.Hal demikian tergantung pada kondisi dan konteks serta keluasan materi yang diajarkan pada setiap kelas. Pada karya dan produk yang akan dihasilkan, peneliti menggunakan tujuh langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang merupakan perpaduan antara pendapat Amir (2009:24) dan Hamdatama (2014:211). Ketujuh langkah atau tahap pembelajaran ini hanya akan digunakan selama satu kali pertemuan karena materi yang diajarkan tidak begitu luas dan tidak menuntut aktivitas yang berat sehingga tidak menyita waktu yang lama. Secara umum, perpaduan tujuh langkah pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti yaitu:

1. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas 2. Merumuskan masalah

3. Menganalisis masalah 4. Merumuskan hipotesis 5. Mengumpulkan data 6. Pengujian hipotesis

7. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.

d. Manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki banyak manfaat.Smith dalam Amir (2009) menyebutkan manfaat-manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai berikut.

1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar Pengetahuan yang didapatkan karena lebih dekat dengan konteks praktiknya akan lebih mudah diingat. Konteks yang berada di sekitar siswa dan pertanyaan yang sering diajukan terhadap konteks atau masalah tersebut akan memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.

2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah melatih pendidik untuk membangun masalah yang berisi konteks praktik (realita).Dengan demikian, siswa dapat merasakan secara lebih dekat konteks yang terjadi sebenarnya di lapangan.

3) Mendorong siswa untuk berpikir

Proses Pembelajaran Berbasis Masalah mendorong siswa untuk mempertanyakan, kritis, dan reflektif.Pada model pembelajaran ini, siswa dianjurkan untuk tidak terburu-buru dalam menyimpulkan melainkan berusaha untuk menemukan landasan dari argumennya dan fakta-fakta yang mendukung alasannya.

4) Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial

Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok. Dengan demikian, setiap anggota kelompok diharapkan untuk memahami perannya dalam kelompok, menerima pendapat anggota kelompok yang lain, memahami dan mengahragi perbedaan, mempertimbangkan strategi, memutuskan, dan persuasif (mengajak) anggota kelompok yang lain dalam menyelesaikan masalah

5) Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills)

Masalah yang diajukan dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah berpotensi untuk melatih kecakapan siswa dalam berbagai bidang kehidupan.

6) Memotivasi pemelajar

Pendidik memiliki peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri siswa karena pendidik menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, siswa akan merasa bergairah untuk menyelesaikan masalah.

Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2009:96) menyebutkan pembelajaran berbasis masalah dengan istilah lain, yaitu pengajaran berdasarkan masalah. Adapun manfaat pengajaran berbasis masalah, yaitu:

1) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual

2) Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi

3) Menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.

Adapun manfaat khusus dari pengajaran berdasarkan masalah menurut Dewey, dikutip oleh Sudjana dalam Trianto (2009:96) adalah metode pemecahan masalah.

e. Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa kelebihan daripada model-model pembelajaran yang lain. Menurut Shoimin (2014:132), beberapa kelebihan dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah:

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri. 7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah

8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

Trianto (2009:96) menyebutkan kelebihan lain dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah antara lain:

1) Realistik dengan kehidupan siswa

Model Pembelajaran Berbasis Masalah cenderung mengedepankan masalah nyata yang sering dialami dan ditemui oleh siswa dalam kehidupannya sehari-hari.Dengan demikian, siswa mudah mengingat dan memahami serta menemukan solusi pemecahannya. 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa

Isi pelajaran yang diterapkan dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah disesuaikan dengan kebutuhan siswa karena cenderung mengambil masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. 3) Memupuk sikap inquiry siswa

Siswa dilatih untuk memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap masalah yang disajikan.Wujud keingintahuan siswa adalah melalui usaha untuk menemukan solusi terhadap masalah.

4) Retensi konsep jadi kuat

Model Pembelajaran Berbasis masalah membantu siswa untuk menyimpan atau mengingat sebuah kensep secara lebih kuat dan bertahan lama.Hal demikian terjadi karena masalah yang disajikan merupakan masalah yang tidak asing lagi bagi siswa.Selain itu, siswa berusaha bekerja sendiri di dalam kelompok dengan

memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengetahuan yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang dicari sendiri sehingga tidak mudah dilupakan.

5) Memupuk kemampuan problem solving

Siswa dilatih untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi.Solusi yang diberikan harus dipikirkan terlabih dahulu secara matang dan masuk akal.

Pada dasarnya, menurut Amir (2009:32), keunggulan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terletak pada perancangan masalah. Masalah yang dirancang memenuhi syarat-syarat antara lain:

1) Memiliki keaslian seperti di dunia kerja

2) Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya 3) Membangun pemikiran yang metakognitif (ganda) dan konstruktif

(bersifat membangun)

4) Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran 5) Tidak mengabaikan tujuan pembelajaran.

f. Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa kekurangan. Menurut Trianto (2009:97), ada empat kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:

1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks

Konsep dan permasalahan yang disampaikan cenderung rumit dalam tahap persiapan.Media (alat) yang hendak digunakan dalam pembelajaran juga cenderung sulit untuk dibuat.

2) Sulitnya mencari problem yang relevan

Pada dasarnya, masalah dalam kehidupan sehari-hari cukup banyak namun sulit untuk disesuaikan dengan materi pelajaran yang hendak diajarkan kepada siswa.

3) Sering terjadi miss-konsepsi

Siswa sering memiliki pandangan yang berbeda-beda terhaap masalah. Oleh karena itu, guru harus menyesuaikan semua pandangan siswa tersebut agar mencapai satu konsep yang sama dan sesuai dengan inti materi pelajaran.

4) Konsumsi waktu

Model Pembelajaran Berbasis Masalah memerlukan waktu yang cukup banyak dalam proses penyelidikan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Amir (2009:26),”Ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan kelompok.”

Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah lain yang diungkapkan oleh Shoimin (2014:132) antara lain:

1) Model Pembelajaran Berbasis Masalah tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran karena ada bagian tertentu di mana guru harus berperan aktif dalam menyajikan materi.

2) Kelas dengan tingkat keragaman siswa yang tinggi akan mempersulit siswa dalam pembagian tugas kelompok.