• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah 1. Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah atau disingkat dengan PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi mata pelajaran.

Menurut Barrow mengungkapkan bahwa masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah masalah yang tidak terstruktur

(ill-structure), atau kontekstual dan menarik (contextual and engaging),

sehingga merangsang siswa untuk bertanya dari berbagai perspektif. Menurut Slavin karakteristik lain dari PBM meliputi pengajuan pertanyaan terhadap masalah,fokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan authentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya yang harus dipamerkan.

Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBM) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan formulasi permasalahan, tujuan pembelajaran, dan penilaian. Tujuan pembelajarannya terkait dengan segala sesuatu yang harus dimiliki oleh siswa setelah belajar, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pengetahuan adalah yang berkaitan dengan kandungan materi. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan mulai dari mengajukan pertanyaan, penyusunan esai, searching data/basis data, dan presentasi/mengomunikasikan. Sikap berkaitan dengan pemikiran kritis, keaktifan mendengar, dan respek terhadap argumentasi mahasiswa lain.

Boud, Felleti, Fogarty menyatakan bahwa PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran

diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat dimunculkan oleh siswa, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang telah mereka ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Berikut ini adalah sintaksis pembelajaran berbasis masalah menurut Sugiyanto(2010) berdasarkan perilaku guru.

Tabel 2.2 Sintaksis untuk Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa Fase 1 :

Memberikan

orientasi tentang permasalahan kepada siswa

Guru membahas tujuan pelajaran,

mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Siswa mengerti tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan termotivasi untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. Fase 2 :

Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

Siswa memahami tugas-tugasnya,

membentuk kelompok kecil dan membagi tugas masing-masing anggota kelompok untuk terlibat dalam

Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa penyelesaian masalah. Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan

eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Siswa memahami masalah, mencari informasi yang berkaitan dengan masalah, terdorong untuk melakukan percobaan dan mencari penjelasan serta solusi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara mandiri atau berkelompok. Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model; dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

Siswa membuat rencana dan menyiapkan hasil-hasil yang diperoleh selama penyelesaian masalah, serta menyusun laporan hasil diskusi dan menyampaikannya kepada orang lain. Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang

Siswa melakukan refleksi terhadap percobaannya untuk menyelesaikan

Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

mereka gunakan. masalah dan proses-proses yang dilakukan.

4. Pembelajaran Berbasis Masalah yang Berorientasi pada Proses Berpikir pada Tingkat yang Lebih Tinggi

Seperti yang dipaparkan pada sub bab sebelumnya bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat berkaitan erat dan saling mendukung dalam terciptanya dan meningkatnya keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi seseorang. Gagne (1970) mengemukakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah dapat meningkatkan dan mengembangkan intelektual tingkat tinggi (dalam Jica, 2001).

Salah satu ciri khas keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi adalah dimana seseorang memiliki kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Karena itu, berpikir tingkat tinggi perlu dilatih agar anak mampu berpikir lancar (fluency) dan luwes (flexibility), mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan berbagai ide. Memiliki pikiran yang kreatif dapat memberikan kepuasan kepada individu. Kita dapat mengamati anak-anak yang sedang bermain bongkar-pasang, pada saat mereka menghasilkan suatu kombinasi baru, dengan bangganya mereka mempertunjukkan kepada orang-orang di sekitarnya. Selain itu berpikir kreatif dan kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari maslah

secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi orisinal (Johnson, E.B., 2002).

Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan. Pendekatan-pendekatan yaitu berupa pembelajaran yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatihkan keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tersebut.

Pembelajaran matematika berbasis masalah sangat berpotensi untuk meningkatkan proses berpikir tingkat tinggi, ini nampak pada beberapa penelitian yang telah dilakukan. Salah satunya adalah Herman (2007: 48) yang berpendapat bahwa dalam PBM siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya akan konsep-konsep matematika dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan. Noer (2009: 336) yang menjelaskan bahwa masalah yang muncul pada PBM dibuat sedemikian hingga siswa perlu memahami masalah, mengumpulkan informasi, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusi. Dengan demikian, PBM diduga dapat meningkatkan kemampaun berpikir kritis siswa.

Tipe masalah yang digunakan dalam PBM yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi adalah masalah terbuka (open-ended problem atau ill-structured problem) dimana siswa dihadapkan dengan masalah yang memiliki banyak alternatif cara

untuk menyelesaikannya dan memiliki satu jawaban atau multijawaban yang benar.