• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN

2. Pembelajaran Kooperatif Struktur Bertelepon ( Telephone )

1)

Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Ada pepatah yang mengatakan “orang yang tidak belajar apa -apa itu sama seperti seekor sapi; ia menjadi gemuk, tetapi tidak tahu apa-apa” (Dharmapada).25 Hal ini mengindikasikan bahwa proses belajar sangat penting dalam proses kehidupan seseorang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memiliki arti

“berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” artinya belajar merupakan suatu proses kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang belum dimiliki sebelumnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Inggris, belajar atau to learn (verb) mempunyai arti: (1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study; (2) to fix in the mind or memory; memorize; (3)

to acquire through experience; (4) to become inform of to find out. Ada empat macam arti belajar menurut Kamus Besar Bahasa Inggris, yaitu memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.26

Berdasarkan pengertian belajar dari kedua kamus tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.

25

Pupuh Fathurrohman, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Alami, (Bandung: Refika Aditama, 2009), Cet. 3, h. 5.

26

Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012), Cet. I, h. 224.

Pengertian secara etimologis di atas mungkin masih sangat singkat dan sederhana, sehingga masih diperlukan penjelasan terminologis mengenai definisi belajar yang lebih mendalam. Dalam hal ini, banyak ahli yang mengungkapkan pengertian belajar. Pertama menurut H.C. Witherington yang mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan pada kepribadian ditandai adanya pola sambutan baru yang dapat berupa suatu pengertian. Pengertian tentang belajar oleh H.C. Witherington berasal dari penyatuan tiga buah definisi mengenai belajar yaitu belajar merupakan suatu perubahan dalam diri individu; penguasaan pola-pola sambutan baru; dan penguasaan kecakapan, sikap dan pengertian.27

M. Sobry Sutikno mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.28

Winkel menyatakan belajar adalah suatu proses perubahan yang dialami oleh seseorang dari belum mampu ke arah sudah mampu, dan perubahan itu terjadi pada jangka waktu tertentu.29

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau aktivitas perubahan tingkah laku yang dilakukan melalui latihan ataupun pengalaman, sehingga menghasilkan suatu perubahan yang relatif tetap meliputi perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap dalam jangka waktu tertentu.

Dalam belajar, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru mengingat bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda, oleh karena itu guru harus memiliki kesabaran, ketekunan, serta kesungguhan dalam penyampaian materi.

27

Ibid., h. 225-226.

28

Pupuh Fathurrohman, dan M. Sobry Sutikno. loc. cit.

29

Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan oleh seorang guru menurut Soekamti dan Winataputa adalah sebagai berikut: a) Adanya perbedaan individu dalam belajar, sehingga siswa belajar

sesuai dengan tingkat kemampuannya.

b) Prinsip perhatian dan motivasi dalam proses pembelajaran yang akan mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.

c) Prinsip keaktifan, artinya apapun yang dipelajari siswa yang harus bertindak aktif adalah siswa itu sendiri bukan orang lain. d) Prinsip balikan penguatan yang memungkinkan siswa untuk

belajar dengan baik selama proses belajar.

e) Pengulangan dan tantangan untuk memperoleh penguasaan yang sempurna, sehingga proses belajar lebih berarti.30

Belajar sebagai bagian dari pembelajaran memiliki keterkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran bersumber dari dalam diri siswa maupun potensi yang ada diluar siswa. Dengan demikian, perlu kiranya memberikan uraian dari beberapa ahli mengenai pengertian pembelajaran.

Cambourne (1990) menyatakan bahwa proses pembelajaran sebagai usaha menjalin hubungan, mengidentifikasi pola-pola belajar, mengorganisasikan bagian-bagian kecil pengetahuan, perilaku, aktivitas yang semula tidak berkaitan menjadi suatu pola baru yang utuh menyeluruh bagi peserta didik.31 Menurut Gintings, pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa agar dapat belajar sendiri.32

Dengan demikian, pembelajaran adalah suatu aktivitas yang mendorong peserta didik untuk belajar mandiri dengan mengaitkan

30

Baharudin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012), Cet. 7, h. 16.

31

Warsono, dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. I, h. 2.

32

Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran, (Bandung: Humaniora, 2010), Cet. 4, h. 5.

pola-pola belajar serta menggabungkan bagian-bagian kecil dari pengetahuan, prilaku yang semula tidak berkaitan menjadi pola baru yang menyeluruh bagi peserta didik.

Adanya hubungan kerjasama yang positif antara guru dengan siswa dalam proses belajar-mengajar, dimana guru berperan sebagai fasilitator bagi peserta didik. Fasilitator adalah seseorang yang memiliki keterampilan-keterampilan yang digunakan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.33 Guru memberikan fasilitas pedagogis, psikologis serta akademik untuk pengembangan dan pembangunan struktur kognitif siswanya. Menurut Clarke, fungsi seorang fasilitator adalah sebagai berikut:

a) Mengetahui kekuatan dan kemampuan dari setiap anggota kelompok, serta memberikan rasa nyaman untuk saling berbagi harapan, kepedulian dan gagasan.

b) Mendukung kelompok dan memberikan partisipan rasa saling percaya diri untuk berbagi dan mencoba gagasan-gagasan baru. c) Menyadari adanya perbedaan dalam individu yang menyebabkan

beragamnya nilai dan kepekaan terhadap kebutuhan dan minat yang berbeda dari setiap anggota kelompok. Perbedaan ini terkait dengan jenis kelamin, usia, ras, suku, status ekonomi, satus sosial, dan lain sebagainya.

d) Memimpin dengan keteladanan melalui sikap pembicaraan, pendekatan, dan tindakan.34

Terkait dengan proses pembelajaran, Tyle menyatakan tugas pokok fasilitator atau peran guru pada saat tatap muka di kelas terutama adalah: menilai para siswa, merencanakan pembelajaran, mengimplementasikan rancangan pembelajaran, dan melaksanakan evaluasi proses pembelajaran.35

33

Warsono, dan Hariyanto, op. cit., h. 20.

34

Ibid.

35

Proses pembelajaran matematika di sekolah sangat bergantung kepada beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor kognitif dan non-kognitif. Faktor kognitif berkaitan dengan kemampuan otak dalam berpikir, misalnya kemampuan mengingat atau bernalar. Sedangkan faktor non-kognitif berkaitan dengan kemampuan di luar kemampuan otak dalam berpikir, misalnya perasaan tidak senang dalam mempelajari matematika. Dalam hal ini, guru dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh besar terhadap faktor kognitif dan faktor non-kognitif. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan berkaitan dengan lingkungan dimana siswa belajar, meliputi lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Faktor instrumental berkaitan dengan fasilitas, sarana, maupun kompetensi guru dalam proses pembelajaran.36

2) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pada tahun 1990, Robert E. Slavin menyatakan, Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small group to help one another learn academic content.37 Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif mengacu kepada bermacam-macam metode mengajar, dimana para siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari bahan ajar. Kemudian tahun 1994, Spencer Kagan mengatakan Cooperative Learning is a teaching arrangement that refers to small, heterogeneous groups of students working together to achieve a common goal.38 Dengan kata lain,

36

Baharudin, dan Esa Nur Wahyuni, op. cit., h. 19-28.

37

Warsono, dan Hariyanto, op. cit., h.175.

38

Jeanie M.Dotson, Cooperative Learning Structures Can Increase Student Achievement, 2001, h. 7, (http://www.kaganonline.com/free_articels?research_and_rationale/), diakses pada tanggal 27 Agustus 2013 pukul 5:29 PM.

pembelajaran kooperatif menurut Spencer Kagan adalah sebuah rencana atau persiapan kecil dalam mengajar para murid yang dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil heterogen yang saling bekerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.39

Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif adalah suatu rencana atau persiapan pembelajaran dengan cara-cara tertentu, dimana peserta didik terbagi menjadi beberapa kelompok dan saling bekerja sama satu sama lain dalam mempelajari bahan ajar untuk mencapai tujuan bersama.

Ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

a) Ada peserta dalam kelompok, pengelompokkan itu berdasarkan kriteria tertentu.

b) Adanya aturan kelompok, artinya ada kesepakatan semua pihak baik siswa sebagai peserta didik maupun sebagai anggota kelompok.

c) Ada upaya belajar setiap anggota kelompok, artinya setiap anggota kelompok berusaha untuk meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru. d) Ada tujuan yang harus dicapai, sehingga memberikan arahan

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.40

39

Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Kontruksi Pengembangan Pembelajaran Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya, 2010), h. 90.

40

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. 8, h. 241.

Ada tiga konsep yang penting untuk setiap metode kelompok belajar siswa yaitu adanya penghargaan kelompok, tanggung jawab perseorangan, dan kesempatan yang sama untuk memperoleh keberhasilan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Slavin (1990) menunjukkan bahwa penghargaan kelompok merupakan unsur yang mendasar bagi pengaruh kerjasama berdasarkan pada pencapaian keterampilan. Tidak cukup hanya memberitahu siswa untuk bekerja sama. Karena dengan penghargaan akan memacu siswa untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, mereka akan lebih terpacu untuk belajar.41

Ada enam fase yang akan dialami dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

a) Fase present goals and set (menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik), guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik untuk siap belajar.

b) Fase Present information (menyajikan informasi), guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. c) Fase Organize students into learning (mengorganisir peserta didik

ke dalam tim-tim belajar), guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

d) Fase Assist team work and study (membantu kerja tim), guru membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.

e) Fase Test on the materials (mengevaluasi), guru menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjaannya.

41

f) Fase Provide recognition (memberikan pengakuan atau penghargaan), guru mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.42

Fase-fase tersebut akan dialami dalam proses pembelajaran kooperatif, hal inilah yang membedakan pembelajaran kelompok dalam kooperatif dengan pembelajaran kelompok biasa.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat nilai-nilai karakter yang dapat diungkap, seperti yang dikemukakan oleh Samani dan Hariyanto dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Nilai-Nilai Karakter yang Terdapat Dalam Pembelajaran Kooperatif43

Nilai Inti Nilai-nilai Karakter yang Merupakan Derivat Karakter Inti

JUJUR Menghargai diri sendiri, pertanggungjawaban, dan sportivitas

CERDAS Analitis, kuroisitas, kreativitas, kekritisan, inovatif, inisiatif, suka memecahkan masalah, produktivitas, kepercayaan diri, kontrol diri, ketelitian.

PEDULI Perhatian, komitmen, kegotongroyongan, rasa hormat, demokratis, kebijaksanaan, disiplin, kesetaraan, persahabatan, suka membantu, kerendahan hati, moderasi, keterbukaan, suka menghargai, kebersamaan, toleransi.

TANGGUH Ketegasan, kesediaan, keberanian, kehati-hatian, suka berkompetisi (antar kelompok), keteladanan, ketetapan hati, dinamis, daya upaya, keantusiasan, kesabaran, suka mengambil resiko, beretos kerja.

42

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Pakem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Cet. 7, h. 65.

43

Tujuan dari pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) menurut Ibrahim yaitu:

a) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.

b) Penerimaan terhadap keberagaman

Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang meliputi perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, jenis kelamin dan tingkat sosial.

c) Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa meliputi aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok.44

Manfaat dari pembelajaran kooperatif menurut Spencer Kagan sebagai berikut:

a) Meningkatkan prestasi akademis. Lebih dari 500 penelitian akademis telah membuktikan dampak positif pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan prestasi akademis siswa untuk berbagai bidang studi, berbagai tingkatan kelas secara konsisten. b) Meningkatkan saling pengertian antar ras dan antar etnik.

c) Meningkatkan kepercayaan diri.

d) Meningkatkan tumbuhnya empati. Pembelajaran kooperatif mendorong para siswa memperolah kemampuan untuk saling memahami perasaan dan berempati terhadap yang dirasakan oleh orang lain, walaupun berbeda ras dan berbeda tingkat ekonomi.

44

e) Meningkatkan berbagai keterampilan sosial seperti mau mendengar, resolusi konflik, sabar untuk antri menunggu giliran, keterampilan kepemimpinan, serta keterampilan bekerja sama dalam tim.

f) Mempererat hubungan sosial. Para siswa merasa dapat diterima oleh sesama rekannya dengan baik.

g) Iklim kelas menjadi baik dengan meningkatnya kesukaan bersekolah, kesukaan asyik dalam kelas, kesukaan belajar.

h) Meningkatkan inisiatif siswa dan tanggung jawab untuk memperoleh pencapaian yang baik dalam belajar, meningkatkan kontrol diri para siswa untuk tidak mengabaikan pembelajaran. i) Meningkatkan untuk menerima perbedaan.

j) Salah satu jalan menuju tahap pemikiran tingkat tinggi adalah berinteraksi dengan sudut pandang yang berbeda dengan sudut pandang orang lain.

k) Meningkatkan tanggung jawab pribadi.

l) Meningkatkan partisispasi secara setara dan adil. m) Meningkatkan durasi partisipasi.

n) Memperbaiki orientasi sosial.

o) Memperbaiki orientasi pembelajaran.

p) Meningkatkan pengetahuan pribadi dan keterampilan perwujudan pribadi.

q) Meningkatkan kecakapan sebagai pekerja.45

Pembelajaran kooperatif biasanya dapat diimplementasikan dengan struktur tertentu, misalnya struktur Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Aronson, struktur Jigsaw II oleh Robert Slavin, struktur NHT oleh Spencer Kagan, dan lain-lain.

45

b. Struktur Bertelepon (Telephone)

Struktur dapat diartikan sebagai strategi, teknik atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran kooperatif.

Seperti yang dikemukakan oleh Warsono dan Hariyanto “Struktur pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran kooperatif yang sangat khusus, sehingga guru dapat menggunakannya untuk mengorganisasikan interaksi antar siswa.”46

Setiap struktur terdiri dari serangkaian unsur struktur, misalnya

Think Pair Square yang terdiri dari 3 unsur meliputi pemikiran perseorangan, diskusi berpasangan, dan diskusi kelompok.47 Unsur struktur adalah tindakan atau interaksi dari sebuah struktur yang terjadi di dalam kelas.48 Struktur bertelepon (telephone) terdiri dari 3 unsur struktur yaitu proses pembelajaran, tutor sebaya, pengujian individu. Apabila struktur dan unsur digabung dengan isi, maka akan menciptakan pengalaman pembelajaran yang disebut aktivitas. Unsur-unsur desain merupakan kerangka untuk berlangsungnya aktivitas pelajaran, seperti halnya struktur yang merupakan kerangka untuk menjaga isi. Struktur bertelepon (telephone) terdiri dari lima unsur desain yaitu: murid keluar ruangan, menunggu siswa diberi intruksi, siswa kembali, siswa kembali diberi intruksi oleh pemateri, tes kembali.

Beberapa struktur mengatur interaksi antar pasangan, interaksi antar anggota dalam kelompok, dan struktur tertentu paling cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu. Spencer Kagan mengklasifikasikan struktur pembelajaran kooperatif dalam enam kategori yang pembagiannya dilandasi oleh tujuan prinsipnya, seperti yang terlihat dalam Tabel 2.2 di bawah ini.

46

Ibid., h. 187.

47

Sholmo Sharan, op. cit., h. 205.

48

Tabel 2.2

Enam Kategori Struktur Menurut Spencer Kagan49

Kategori Struktur Uraian Manfaat

Classbuilding

Struktur ini memungkinkan timbulnya jejaring antar siswa dalam kelas dan menciptakan

konteks/dampak yang

positif di mana di dalamnya anggota tim dapat belajar dengan lebih baik.

Meningkatkan

perbaikan iklim kelas, memperbaiki

pembelajaran siswa dan

rasa kepemilikan

terhadap kelasnya,

sehingga mengakibatkan

timbulnya resultan

perasaan inilah “kelas kita”.

Teambuilding

Struktur ini paling baik

untuk membangun rasa

kebersamaan sebagai

anggota tim.

Membangkitkan

antusiasme, saling

percaya, dan berbagai bentuk dukungan lain yang memandu menuju

pencapaian kerja

akademik yang efisien.

Keterampilan Komunikasi

Struktur ini akan menunjang timbulnya komunikasi yang setara serta melahirkan pola-pola komunikasi yang positif. Meningkatkan komunikasi antar anggota komunitas pembelajaran. Keterampilan berpikir

Struktur ini membantu

siswa menciptakan gagasan

yang baru, unik dan

mengubah ide-ide lama.

Membangun lingkungan di mana siswa dapat mempertanyakan

masalah, melakukan

refleksi, menilai dan menerapkan informasi baru yang diterimanya.

Pertukaran Informasi

Struktur ini memungkinkan terjadinya saling berbagi

atau tukar menukar

informasi dan gagasan antar tim atau antarsiswa dalam kelas secara keseluruhan.

Melibatkan komunitas

pembelajaran dalam

pemikiran tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan prediksi) dan memahami berbagai titik pandang dari teman lain.

Mastery (Penguasaan Kompetensi)

Struktur ini efektif untuk

penguasaan pengetahuan

dan pemahaman dalam

makna luas terhadap materi ajar. Dalam hal ini termasuk adanya dukungan dari rekan

sebaya dan pemberian

tutorial antar rekan, koreksi terhadap kesalahan teman dan sebagainya.

Menghasilkan

penguasaan materi dan ketuntasan belajar yang tinggi serta penguasaan terhadap keterampilan dasar yang diperlukan.

49

Aktivitas dalam struktur bertelepon mendorong siswa untuk berpikir secara mandiri, menyimak persentasi guru secara teliti dan hati-hati, terbiasa untuk mengajari temannya yang lain serta percaya kepada orang lain. Aktivatas dalam mengajari temannya tentang materi yang telah dipelajari memerlukan suatu kemampuan mengkomunikasikan kembali dengan baik agar materi yang diajarkan mudah dimengerti dan dipahami, dengan demikian struktur bertelepon dapat meningkatkan komunikasi antar anggota komunitas pembelajaran atau dengan kata lain struktur bertelepon termasuk kedalam kategori struktur keterampilan komunikasi. Selain itu, dengan adanya tes tentang materi yang sudah dipelajari terhadap siswa yang diajari oleh teman satu kelompok mendorong siswa untuk membangun rasa kebersamaan sebagai anggota tim dan dukungan dari rekan sebaya untuk memperoleh nilai yang baik, karena nilai yang diperoleh oleh siswa tersebut akan menjadi nilai seluruh anggota sekelompoknya. Dengan kata lain struktur bertelepon termasuk juga dalam kategori struktur Mastery dan Teambuilding. Iklim pembelajaran yang menyenangkan di kelas telah menimbulkan rasa kepemilikan akan kelas tersebut, sehingga struktur bertelepon termasuk juga ke dalam kategori classbuilding. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur bertelepon termasuk dalam kategori

classbuilding, teambuilding, keterampilan komunikasi, dan Mastery. Ada empat prinsip yang penting dalam struktur pembelajaran kooperatif menurut Kagan, yaitu sebagai berikut:

1) Positive Interdependence (ketergantungan positif), terjadi ketika perolehan individu terkait dengan perolehan semua anggota dalam kelompoknya.

2) Individual Accountability (tanggung jawab individu), terjadi jika setiap anggota dalam kelompok bertanggung jawab atas pembelajaran dan kontribusi mereka.

3) Equal Participation (partisipasi yang sama), terjadi jika setiap anggota dalam kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam proses pembelajaran.

4) Simultaneous Interaction (interaksi bersama), terjadi jika dalam waktu bersamaan terjadi interaksi yang serentak.50

Struktur bertelepon (telephone) merupakan salah satu struktur pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, salah satu pakar pembelajaran kooperatif pertengahan tahun 1980-an. Struktur bertelepon (telephone) yaitu suatu pola interaksi siswa yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif dimana siswa terbagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 orang (diberi nomor 1-4), setelah itu guru memanggil salah satu nomor yang harus keluar dan mempelajari materi secara mandiri yang nantinya akan dipanggil (ditelepon) untuk kembali ke kelompoknya dan diajari oleh temannya dalam satu kelompok mengenai materi yang telah dipelajari didalam kelas (tutor teman sebaya), kemudian masing-masing nomor yang keluar tadi mengerjakan soal yang diberikan oleh guru, nilai yang diperoleh oleh temannya tersebut secara otomatis akan menjadi nilai seluruh anggota dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa yang berada di kelas harus mengikuti proses pembelajaran secara teliti dan hati-hati agar dapat mengajari temannya yang berada di luar ruangan, sehingga masing-masing anak dalam setiap kelompok akan mempunyai ketergantungan positif, yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Namun demikian, yang menarik dari pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) yaitu jika ada salah satu siswa dari anggota kelompok tersebut yang merasa tidak puas dengan nilai yang diperoleh dalam kelompoknya, maka siswa tersebut diperbolehkan untuk menjalani tes mandiri untuk mencoba nilai yang lebih baik.

50

c. Keunggulan Struktur Bertelepon (Telephone)

Keunggulan dari Struktur bertelepon (telephone) yang di kembangkan oleh Spencer Kagan yaitu:

1) Mendorong siswa untuk berpikir secara mandiri.

2) Mendorong siswa menyimak presentasi guru secara teliti dan hati-hati.

3) Mendorong siswa terbiasa mengajari temannya yang lain. 4) Mendorong siswa percaya kepada orang lain.

5) Meningkatkan daya ingat siswa terhadap pembelajaran sekitar 90% sesuai dengan gagasan kerucut pengalaman Edgar Dale.51

Gambar 2.1

Kerucut Pengalaman Edgar Dale52

51

Warsono, dan Hariyanto, op. cit., h. 215.

52

d. Prosedur Struktur Bertelepon (Telephone)

Adapun prosedur pelaksanaan struktur bertelepon (telephone) menurut Spencer Kagan yaitu sebagai berikut:

1) Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang dan setiap kelompok diberi nomor 1 sampai 4.

2) Guru memanggil salah satu nomor. Nomor yang di panggil keluar dari kelas dan mempelajari materi secara mandiri misalnya di teras depan ruang kelas.

3) Sementara nomor yang dipanggil berada di luar kelas, guru mulai mengajarkan materi yang sebelumnya belum dijelaskan.

4) Siswa yang masih tinggal di kelas dalam setiap kelompok mencatat dan mencoba memahami apa yang diterangkan oleh guru.

5) Untuk mengontrol apakah yang sudah diajarkan dipahami oleh siswa yang tinggal, guru sengaja melontarkan 3-5 pertanyaan, sekadar

Dokumen terkait