• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) terhadap pemahaman konsep matematika siswa di SMP Negeri 1 Cibaliung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) terhadap pemahaman konsep matematika siswa di SMP Negeri 1 Cibaliung"

Copied!
254
0
0

Teks penuh

(1)

Di SMP Negeri 1 Cibaliung

Oleh

Resty Yuliana

NIM 107017000733

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Resty Yuliana, 107017000733. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Struktur Bertelepon (Telephone) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa (Kuasi Eksperimen di SMP Negeri 1 Cibaliung). Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) terhadap pemahaman konsep matematika siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Cibaliung pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian randomized posttest-only control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian kelas eksperimen berjumlah 32 siswa yang diberikan treatment

berupa pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone). Sampel kelas kontrol berjumlah 29 siswa yang diberikan treatment pembelajaran konvensional dengan metode ceramah. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes pemahaman konsep (khusus extrapolation) diberikan diakhir (posttest) dalam bentuk uraian berstruktur (essay) yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data kedua kelompok menggunakan uji-t, diperoleh hasil thitung = 1,923, dan ttabel = 1,674 pada taraf signifikan 5%, maka thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

(6)

v

Resty Yuliana, 107017000733. Influence Cooperative Learning of Structure Telephone toward Student Concept Comprehension (A Quasi Experiment At SMP Negeri 1 Cibaliung). Skripsi of Mathematic Education at Faculty of Tarbiyah and Teachers Training of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

This Research as a purpose for knowing, influence cooperative learning of structure telephone toward student concept comprehension. The research by doing in SMP Negeri 1 Cibaliung, and the topic lesson is system of linear similarity two variables. The research method used of quasi experiment with research design of randomized posttest-only control group design. Sample extraction by doing with cluster random sampling technique. Sample research of class experiment amount to 32 student who act to treatment cooperative learning of structure telephone. Sample of class control amount to 29 student who act to treatment conventional learning with lecture method. Instrument research used of test concept comprehension (special extrapolation) an act to posttest within essay type, it has validity and homogeny test. Analysis data from two group used analysis t, get score tarithmetic = 1,923, and ttable = 1,674 with degree 5%, and then tarithmetic > ttable. This matter, indicate influence cooperative learning of structure telephone toward student concept comprehension in there.

(7)

vi

kesempatan untuk merampungkan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Struktur Bertelepon (Telephone) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa” untuk memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang selalu setia pada syafaatnya sampai akhir zaman. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapatkan bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka sepantasnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Wakil dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.

4. Bapak Abdul Muin, M.Pd, Sekertaris Jurusan Pendidikan Matematika. 5. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

waktu, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Gusni Satriawati, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Firdausi, S.Si, M.Pd, Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan arahan terhadap penulis selama proses studi.

8. Bapak Ahmad Yani, S.S, beserta segenap jajaran guru dan staf SMP Negeri 1 Cibaliung yang sudah memberikan kesempatan dan rekomendasi dalam proses penelitian.

(8)

vii

payah dan kasih sayangnya yang selalu memberikan dukungan baik secara materi dan moral. Sehingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan baik.

12. Fuzi Faturohman dengan segala “keistimewaannya” yang selalu menjadi inspirasi dalam setiap kesempatan dan adik kecilku, Lia Tri Rahmawati dengan sifat kekanakannya yang selalu memberikan keceriaan disela-sela kejenuhan dalam merampungkan skripsi.

13. Rendi Yudha Priangga, terima kasih untuk kata-kata motivasinya yang

simpel tapi mengena, “mata boleh segaris tapi otak gak boleh tipis”. Kata -kata tersebut penulis rekam baik-baik dalam pikiran untuk terus belajar dalam segala hal.

14. Sahabat-sahabatku (Nenk, Rika, Nani, Pendi, Santi, dan Nita) yang sudah mau berbagi tempat dan kenangan bersama penulis, mensuport dalam setiap kesempatan. Semoga persahabatan ini dirahmati Allah SWT, Amin.

15. Teman-teman yang sedang menyusun skripsi (Eni, Hargo, Ghuri, Lala) terima kasih untuk support kalian meski kita beda fakultas, kalian selalu memberikan semangat dan tempat untuk berbagi cerita.

16. Sahabat Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2007 yang telah memberikan panutan dalam bersikap dan berorganisasi.

17. Keluarga Besar UKM Teater Syahid UIN Jakarta yang telah memberikan wadah untuk berkreasi dalam seni dan berorganisasi yang mengajarkan penulis untuk mencintai setiap irama kehidupan.

18. Lab Teater Ciputat, yang mengajarkan penulis untuk selalu bekerja keras dalam panggung kehidupan dan mengenalkan penulis dalam program teater yang lebih menyentuh masyarakat.

(9)

viii

yang telah menuntunku untuk belajar lebih mengenai drama teater.

22. Lagu-lagu jepang yang selalu menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi, hero lives in you, song for oguri shun, good bye-yui, terima kasih sudah membuat lagu yang memberikan semangat semoga ada kesempatan menyaksikan pertunjukkannya dalam panggung teater.

Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doanya. Hanya kepada Allah SWT jualah semuanya dikembalikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan untuk pembaca umumnya.

Jakarta, April 2014

(10)

ix

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik 1. Pemahaman Konsep Matematika a. Pengertian Pemahaman dalam Matematika ... 13

b. Pengertian Konsep Matematika ... 16

c. Hakikat Matematika ... 18

(11)

x

3. Strategi Pembelajaran Konvensional (Metode Ceramah) ... 37

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 41

D. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Metode dan Desain Penelitian ... 44

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 46

D. Teknik dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpul Data a. Wawancara ... 47

b. Angket ... 48

c. Tes ... 49

2. Instrumen Pengumpul Data a. Uji Validitas ... 51

b. Uji Reliabilitas ... 53

c. Uji Tingkat Kesukaran ... 53

d. Uji Daya Pembeda... 55

E. Teknik Analisis Data 1. Pengujian Prasyarat Penelitian a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Homogenitas ... 58

2. Pengujian Hipotesis Statistik a. Uji t jika Kedua Populasi Homogen ... 59

(12)

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 63

1. Pemahaman Konsep (khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen.. 64

2. Pemahaman Konsep (khusus Extrapolation) Kelas Kontrol ... 68

3. Perbedaan Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...…... 72

B. Pengujian Hipotesis 1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas 1) Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 76

2) Uji Normalitas Kelas Kontrol... 76

b. Uji Homogenitas ... 77

2. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 77

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 79

D. Keterbatasan Penelitian ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

UJI REFERENSI ... 90

(13)

xii

Tabel 2.1 Nilai-nilai Karakter yang Terdapat dalam Pembelajaran Kooperatif 28

Tabel 2.2 Enam Kategori Struktur Menurut Spencer Kagan ... 32

Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian ... 45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) .. 50

Tabel 3.3 Uji Validitas Instrument……… 52

Tabel 3.4 Uji Tingkat Kesukaran Instrument ... 54

Tabel 3.5 Uji Daya Pembeda Instrument ... 56

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Pengujian Instrument ... 56

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen ... 65

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemahaman Kosep (Khusus Extrapolation) Kelas Kontrol ... 69

Tabel 4.3 Perbandingan Statistika Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol ... 73

Tabel 4.4 Pencapaian Pemahaman Konsep Matematika (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………. ... 74

Tabel 4.5 Rangkuman Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol .. 77

(14)

xiii

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 35 Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Skor Hasil Posttest (Khusus

Extrapolation) Matematika Kelas Eksperimen ... 66 Gambar 4.2 Lembar Jawaban Posttest Siswa Kelas Eksperimen ... 67 Gambar 4.3 Grafik Histogram dan Poligon Skor Hasil Posttest (Khusus

Extrapolation) Matematika Kelas Kontrol ... 70 Gambar 4.4 Lembar Jawaban Posttest Siswa Kelas Kontrol ... 71 Gambar 4.5 Polygon Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika (Khusus

(15)

xiv

Lampiran 4 RPP Kelompok Eksperimen ... 103

Lampiran 4 RPP Kelompok Kontrol ... 122

Lampiran 5 Bahan Ajar ... 133

Lampiran 6 Question Kelas Eksperimen ... 153

Lampiran 7 Pedoman Wawancara ... 161

Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas VIII ... 162

Lampiran 9 Kisi-kisi Angket... 165

Lampiran 10 Angket Sesudah Treatment... 166

Lampiran 11 Daftar Respon Siswa Kelas Eksperimen Terhadap Angket Sesudah Treatment ... 167

Lampiran 12 Penyajian Data Respon Siswa (Kelas Eksperimen) Terhadap Angket Sesudah Treatment dalam Bentuk Diagram Lingkaran 168 Lampiran 13 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep Matematika Khusus Extrapolation ... 170

Lampiran 14 Kriteria Penskoran Instrumen Pemahaman Konsep ... 173

Lampiran 15 Soal Uji Coba Instrumen ... 180

Lampiran 16 Kunci Jawaban Instrumen Tes Pemahaman Konsep Matematika Khusus Extrapolation ... 182

Lampiran 17 Kisi-kisi Posttest Pemahaman Konsep Matematika Khusus Extrapolation ... 194

Lampiran 18 Soal Posttest ... 197

Lampiran 19 Langkah-langkah Perhitungan Validitas Tes Uraian Berstruktur (ESSay) ... 199

Lampiran 20 Uji Validitas Instrumen Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation)... 201

(16)

xv

Lampiran 25 Langkah-langkah Perhitungan Daya Pembeda Tes Uraian

Berstruktur (Essay) ... 206

Lampiran 26 Uji Daya Pembeda Soal ... 207

Lampiran 27 Hasil Posttest Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 208

Lampiran 28 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen……… ... 209

Lampiran 29 Tabel Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Eksperimen ... 210

Lampiran 30 Tabel Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 215

Lampiran 31 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Kontrol... 216

Lampiran 32 Tabel Distribusi Pemahaman Konsep (Khusus Extrapolation) Kelas Kontrol ... 217

Lampiran 33 Tabel Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 222

Lampiran 34 Uji Homogenitas ... 223

Lampiran 35 Hipotesis Statistik Uji Parametrik dengan Uji-t ……….... 225

Lampiran 36 Tabel Hasil Pengujian Hipotesis Uji-t ... 227

Lampiran 37 Surat-surat... 228

(17)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kemampuan intelegensi dan daya nalar yang tinggi yang menjadikan manusia mampu berpikir, berbuat, dan bertindak ke arah perkembangannya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Agar proses menuju perkembangan lebih optimal maka dapat dicapai melalui pendidikan.

Menurut Dictionary of Education, pendidikan adalah:

1. Proses seseorang untuk mengembangkan kamampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat mereka hidup.

2. Proses sosial yang terjadi pada orang dan dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu secara optimal. Dengan kata lain, garapan pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan tingkah laku yang sifatnya permanen (tetap).1

Negara Indonesia memiliki pedoman tersendiri mengenai pendidikan, dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Bab I menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Dalam undang-undang tersebut juga disebutkan tentang fungsi dari pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan

1Dinn Wahyudin, dkk., Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), Cet. 16, h. 3.29.

2

(18)

dan memperbaiki watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.3

Di masyarakat abad 21, banyak orang menyadari bahwa mengetahui pengetahuan (knowing of knowledge) tidak cukup untuk menghadapi kehidupan yang semakin cair, kompleks, dan berubah cepat. Pada tahun 1996, UNESCO merumuskan empat pilar pendidikan yang diharapkan dapat menjawab perkembangan yang terjadi di masyarakat, sehingga setiap lulusan dari berbagai jenjang pendidikan menjadi pembelajar sepanjang hayat (live long education). Empat pilar pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO sebagai berikut:

a. Learning to think/learning to know, yaitu bagaimana peserta didik mampu menggali informasi yang ada disekitarnya.

b. Learning to do, yaitu bagaimana peserta didik mampu melakukan sesuatu yang berkaitan dengan ide sehingga mampu berbuat lebih banyak.

c. Learning to be, yaitu bagaimana peserta didik mampu mengenali dirinya sendiri, serta beradaptasi dengan lingkungannya.

d. Learning to live together, yaitu bagaimana peserta didik dapat belajar untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda suku/etnis, agama, ras, dan adat istiadat sehingga peserta didik mampu berkompetensi secara sehat dan bekerja sama serta mampu menghargai orang lain.4

Pemerintah Indonesia melalui Depdiknas mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang harus dijalankan oleh setiap jenjang pendidikan di Indonesia yaitu: (1) Schooling menjadi learning, (2) instructive menjadi Facilitative, (3)

government role menjadi community role, dan (4) centralistic menjadi

decentralistic.5 Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga formal seperti sekolah, tetapi sudah menjadi tanggung jawab semua pihak, sehingga pendidikan perlu mendapatkan perhatian, penanganan, dan

3

Ibid., h.33

4

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet. 8, h. 110-111.

5

(19)

prioritas secara intensif baik dari pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak pengelola pendidikan.

Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia harus didukung dengan perubahan pembaharuan pendekatan atau peningkatan relevansi metode mengajar yang dilakukan oleh pendidik. Metode mengajar dikatakan relevan jika dalam prosesnya mampu mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan melalui proses pembelajaran. Ronald Brandt pada tahun 1993 menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi dalam pendidikan, seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran baru pada akhirnya bergantung kepada pendidik.6 Jika pendidik tidak mampu menguasai bahan ajar dan strategi pembelajaran, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, seorang pendidik diharapkan tidak hanya mampu menguasai bidang ilmu yang diajarkan, tetapi juga menguasai strategi belajar-mengajar.

Dalam dunia pendidikan banyak menghasilkan berbagai macam inovasi, strategi dan model pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang peserta didik terhadap pelajaran, sehingga memungkinkan peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik atau optimal. Seorang pendidik harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi pendidik itu sendiri.

Matematika sebagai bagian dari kelompok ilmu-ilmu eksakta memiliki sifat universal yang menjadi benang merah dari perkembangan berbagai ilmu-ilmu terapan. Matematika mengajarkan peserta didik untuk lebih bersikap kritis, cerdas, bijaksana, logis dan sistematis dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam kehidupannya. Mempelajari matematika membutuhkan sebuah pemahaman, artinya setiap peserta didik harus mampu menguasai konsep-konsep matematika

6

(20)

dan keterkaitannya dalam menerapkan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan suatu masalah.

Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.7

Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, dan prestasi belajar dari setiap peserta didik. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasaan materi dan prestasi belajar dari setiap peserta didik, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilakukan.

Prestasi belajar matematika peserta didik Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan, atau masih berada pada level rendah dimana lebih dominan dalam kemampuan menghafal. Hal ini terlihat dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yaitu program penilaian skala internasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik berusia 15 tahun dapat menerapkan pengetahuan yang sudah mereka pelajari di sekolah. Hasil PISA 2009 mengungkapkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia mengalami penurunan dibandingkan dengan hasil PISA tahun lalu, hal ini terlihat

7

(21)

dari skor matematika peserta didik Indonesia yang turun menjadi 371 dan menempatkan Indonesia diposisi 61 dari 65 negara. Selain itu, hampir setengah dari peserta didik Indonesia (yaitu 43,5%) tidak mampu menyelesaikan soal PISA paling sederhana, sepertiga siswa Indonesia (yaitu 33,1%) hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat.8 Ketidakmampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal PISA berkaitan erat dengan pemahaman siswa terhadap suatu konsep dalam matematika, karena konsep menunjuk pada pemahaman dasar seseorang. Seorang siswa dapat mengembangkan suatu konsep, jika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau mampu mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu.

Hasil PISA 2009 bukan satu-satunya indikator bahwa prestasi belajar matematika peserta didik Indonesia masih rendah. Hasil TIMSS (Trends In Mathematics and Science Study) pada tahun 2011, yang dilakukan oleh

Association for the Evaluation of Educational Achievement Study Center Boston College yang diikuti oleh 600.000 peserta didik kelas VIII dari 63 negara. Dari hasil TIMSS 2011 menyebutkan bahwa kemampuan matematika Indonesia berada pada urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites, skor Indonesia tersebut mengalami penurunan sebesar 11 poin apabila dibandingkan dengan hasil TIMSS 2007.9 Kemampuan matematika peserta didik Indonesia jauh masih rendah dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Thailand, Malaysia atau Singapura. Rata-rata persentase domain kognitif peserta didik Indonesia yang paling rendah dicapai pada domain kognitif pada level penalaran (Reasoning) yaitu 17%, applying 23%, knowing 37%. Sedangkan pada domain konten, rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai oleh peserta didik Indonesia

8

Ibid., h. 1-3.

9

Agus Mulyadi, Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun,

(22)

dalam konten aljabar dengan persentase 22%, untuk konten bilangan 24%, geometri dan pengukuran 24%.10

Menurut Wono Setyabudhi, dosen matematika dari ITB menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia masih menekankan pada menghafal rumus-rumus dan menghitung, belum mengembangkan logika, reasoning, dan beragrumentasi. Wono juga menambahkan bahwa kelemahan utama buruknya pembelajaran matematika akibat kualitas guru matematika yang rendah.11

Penulis melakukan wawancara dengan salah satu guru matematika kelas delapan, di SMP Negeri 1 Cibaliung. Wawancara tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran secara umum mengenai kemampuan matematika kelas VIII di SMP N 1 Cibaliung. Dalam wawancara tersebut responden menyatakan bahwa peserta didik yang dapat mencapai KKM hanya 45% dalam setiap ulangan matematika, hal ini menurutnya disebabkan beberapa faktor yaitu kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep matematika masih rendah, siswa masih terpaku pada contoh soal yang diberikan sehingga jika diberikan pertanyaan yang sedikit berbeda dari contoh soal siswa mengalami kesulitan, kurangnya sarana dan prasarana yang baik dari sekolah juga dukungan dari orang tua terhadap anaknya sendiri. Adapun, pemahaman konsep matematika siswa yang masih rendah menurut beliau terdapat dalam pemahaman extrapolation, artinya peserta didik akan kesulitan menerapkan konsep yang tepat dalam mengerjakan soal yang diberikan apabila soal tersebut sedikit berbeda dengan contoh soal yang diberikan (lampiran 8).

Selain itu, penulis juga mendapatkan data empirik berupa nilai matematika kelas VIIIA dan VIIIB semester satu, di SMP Negeri 1 Cibaliung pada tahun ajaran 2012/2013. Dari data semester satu dengan nilai KKM 60, yang mendapat nilai diatas 70 dari kedua sampel tersebut sebanyak 14,3%, yang mendapat nilai 65-69 sebanyak 39,7%, dan yang mendapat nilai 60-64 sebanyak 46%. Nilai

10

R. Rosnawati, Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia Pada TIMSS 2011, 2013, ( http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/R.Rosnawati,Dra.M.Si./Makalah-Semnas-Rosnawati-FMIPA-UNY.pdf), h. M-1–M-2, diakses pada tanggal 21 Agustus 2013, pada pukul 9:22:52 Am.

11

(23)

rata untuk kelas VIIIA 65,94 dengan modus 61, dan nilai rata-rata kelas VIIIB 65,34 dengan modus 65. Nilai semester merupakan gabungan dari nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Setelah diselidiki untuk kelas VIIIA, nilai rata-rata ulangan harian paling rendah terdapat pada ulangan harian yang keempat yaitu ulangan untuk materi sistem persamaan linear dua variabel, nilai rata-rata yang diperoleh adalah 63, dengan persentase siswa yang mendapat nilai 50-58 sebanyak 32,35%, nilai antara 60-68 sebanyak 50%, lebih dari 70 sebanyak 17,65%. Berdasarkan data hasil wawancara dan data empirik yang diperoleh oleh penulis di lapangan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika peserta didik di SMP Negeri 1 Cibaliung masih rendah, terutama dalam pemahaman konsep untuk konten aljabar.

Proses pembelajaran matematika di sekolah sangat bergantung kepada beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor kognitif dan non-kognitif. Faktor kognitif berkaitan dengan kemampuan otak dalam berpikir, misalnya kemampuan mengingat atau bernalar. Sedangkan faktor non-kognitif berkaitan dengan kemampuan di luar kemampuan otak dalam berpikir, misalnya perasaan tidak senang dalam mempelajari matematika. Dalam hal ini, guru dan metode pembelajaran yang digunakan berpengaruh besar terhadap faktor kognitif dan faktor non-kognitif. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan berkaitan dengan lingkungan dimana siswa belajar, meliputi lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Faktor instrumental berkaitan dengan fasilitas, sarana, maupun kompetensi guru dalam proses pembelajaran.12

Melihat situasi yang demikian, perlu kiranya menerapkan suatu pendekatan dalam pembelajaran terutama metode pembelajaran yang menyenangkan. Mengutip pendapat Bahrudin yang berpendapat, “bila proses pembelajaran tidak bisa memberikan rasa menyenangkan dan nyaman, maka keberhasilan anak untuk

belajar terkurangi 50 persen”.13 Penyampaian materi secara menyenangkan telah

12Baharudin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012), Cet. 7, h. 19-28.

13

(24)

diserukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas seperti yang tertulis dalam UU No.20/2003 Pasal 40 yang menyatakan “guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”.14

Hal ini diperkuat lagi dalam PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 ayat 1 yang

menyatakan “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

inspiratif, interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik

dan psikologis peserta didik”.15

Secara teknis konsep pembelajaran menyenangkan dapat diterapkan melalui mobile learning, contextual learning, dan

cooperative learning.16

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah mengenai strategi pembelajaran menyenangkan melalui

Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu terdiri dari empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Seperti yang diungkapkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992 yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif terdiri dari teknik-teknik pembelajaran yang memerlukan saling ketergantungan positif antara pembelajar agar proses pembelajaran berlangsung baik.17 Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok, kelompok akan memperoleh penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif, yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab

14

Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: LeKDiS, 2005), Cet. 3, h. 39.

15

Ibid., h. 23.

16

Kolom Pendidik: Joyful Learning, op. cit., h. 33.

17

(25)

individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif biasanya diimplementasikan dengan struktur tertentu. Pengertian dari struktur pembelajaran kooperatif adalah pola-pola interaksi yang dilakukan siswa dalam pembelajaran kooperatif.18 Hal ini sejalan dengan pendapat dari NCTM (National Council of Theacher of Mathematics) pada tahun 1989 yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok kecil menyediakan mekanisme dukungan kelompok untuk menjalankan pembelajaran matematika, artinya kelompok-kelompok kecil tersebut menyediakan sebuah forum di mana siswa mengajukan pertanyaan, mendiskusikan gagasan, membuat kesalahan, belajar mendengarkan gagasan orang lain, menawarkan kritik membangun, dan meringkas penemuan-penemuan mereka dalam tulisan.19 Dari banyaknya struktur pembelajaran kooperatif, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian ilmiah mengenai struktur bertelepon (telephone) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, salah satu ahli pembelajaran kooperatif tahun 1980-an. Alasan logis penulis memilih struktur bertelepon (telephone) dibandingkan dengan struktur yang lain dalam pembelajaran kooperatif yaitu aktivitas ini mendorong siswa untuk berpikir secara mandiri, dan aktivitas ini juga mempraktikan gagasan kerucut pengalaman Edgar Dale bahwa dengan mengajari temannya yang lain daya ingat para siswa akan mencapai rata-rata 90% dari bahan yang diajarkan oleh guru. Daya ingat yang baik merupakan kebutuhan setiap siswa untuk belajar optimal. Hal ini karena hasil belajar siswa di sekolah diukur berdasarkan pengusaan (pemahaman) siswa terhadap materi yang dipelajarai, yang prosesnya tidak terlepas dari kegiatan mengingat (kemampuan menggunakan daya ingat).

Struktur bertelepon (telephone) merupakan suatu pola interaksi siswa yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif dimana siswa terbagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 orang yang diberi nomor 1-4,

18

Ibid., h. 187.

19

(26)

kemudian guru memanggil salah satu nomor yang harus keluar dan diberikan tugas untuk mempelajari suatu materi secara mandiri, anggota kelompok yang berada di kelas harus mengikuti proses pembelajaran secara teliti dan hati-hati agar dapat mengajari temannya yang berada di luar ruangan. Setelah proses pembelajaran dengan guru selesai, siswa yang keluar tadi dipanggil untuk belajar dengan teman satu kelompok, setelah itu siswa tersebut diberikan soal untuk menguji bahwa proses tutor teman sebaya berjalan dengan baik. Nilai yang diperoleh menjadi nilai kelompok. Dengan demikian penulis memilih judul:

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Struktur Bertelepon (Telephone) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi sebagai berikut:

1. Kemampuan matematika siswa masih rendah, terutama dalam memahami konsep yang berkaitan dengan konten aljabar.

2. Pembelajaran matematika masih menekankan siswa untuk menghafal rumus-rumus dan menghitung atau pembelajaran matematika masih belum bermakna.

C.

Pembatasan Masalah

Batasan masalah yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini yaitu: 1. Pemahaman konsep yang digunakan adalah pemahaman konsep yang

dikembangkan oleh Bloom, yaitu translation (terjemahan), interpretation

(interpretasi), dan Extrapolation (ekstrapolasi). Dalam penelitian ini peneliti lebih fokus pada kemampuan ekstrapolasi (extrapolation).

2. Materi yang diteliti dalam domain konten aljabar yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

(27)

D.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam tiga bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone)?

2. Bagaimana pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional (metode ceramah)?

3. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) terhadap pemahaman konsep matematika siswa?

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tentang pengaruh pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone) terhadap pemahaman konsep matematika siswa adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif struktur bertelepon (telephone).

2. Mengetahui pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan dengan metode pembelajaran konvensional (metode ceramah).

(28)

F.

Manfaat Penelitian

Peneliti berharap melalui penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, berikut uraian mengenai manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

 Peneliti sebagai calon guru, melalui penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam dunia pendidikan.

 Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan dapat memudahkan siswa dalam memahami suatu konsep matematika dan memberikan pengalaman bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses pembelajaran yang menyenangkan.

 Bagi guru, melalui penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada guru di SMP Negeri 1 Cibaliung khususnya dan para guru di seluruh nusantara sebagai bahan referensi model pembelajaran alternatif yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran matematika di kelas.

(29)

13

A.

Deskripsi Teoritik

1.

Pemahaman Konsep Matematika

a.

Pengertian Pemahaman dalam Matematika

Menurut Winkel, pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari yang kemudian ditandai dengan kemampuan untuk menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan ke bentuk yang lain, serta membuat perkiraan tentang kecenderungan dari suatu data yang diberikan.1 Sejalan dengan pendapat Winkel, Oemar Hamalik menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menguasai pengertian yang tampak dari kemampuan untuk mengalih bahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain, menafsirkan, dan memperkirakan dari suatu materi yang dipelajari.2

B.S Bloom, sebagai salah satu pelopor dalam taksonomi kognitif mendefinisikan pemahaman sebagai bagian dari tujuan dan perilaku atau respon terhadap pesan literal yang terkandung dalam suatu komunikasi, sehingga siswa dapat mengubah komunikasi dalam pikirannya, atau tanggapan terbuka untuk bentuk paralel dan lebih bermakna.3 Bloom sendiri membedakan pemahaman kedalam tiga kategori dimulai dari pemahaman terendah sampai tertinggi, setiap tingkatan level pemahaman saling berkaitan satu sama lain. Peserta didik tidak akan mencapai pemahaman tingkat tertinggi jika tingkat terendah dan tingkat

1

W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2009), Cet. 10, h. 274.

2

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 8, h. 80.

3

(30)

sedang tidak dikuasai dengan baik. Berikut ini penjelasan tingkatan pemahaman menurut Bloom dimulai dari terendah sampai tertinggi: 1) Terjemahan (translation) adalah kemampuan siswa dalam mengubah

suatu komunikasi kedalam bentuk lain untuk memudahkan pemikiran.

Contoh: dua buah sudut saling berpelurus. Besar sudut yang satu sama dengan dua kali sudut lainnya. Berapa besar kedua sudut tersebut? Dalam menyelesaikan soal tersebut kemampuan terjemahan (translation) dapat terlihat ketika siswa dapat mengubah soal tersebut dengan membuat model matematikanya, sehingga diperoleh model matematika dari soal tersebut sebagai berikut: x + y = 180 , x = 2y.

2) Interpretasi (interpretation) adalah kemampuan siswa dalam menghubungkan suatu komunikasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebagai pengalaman untuk dijadikan ide-ide. Misalnya pada contoh soal terjemahan maka kemampuan interpretasi siswa dapat dilihat ketika siswa dapat menghubungkan data yang diketahui dengan pengetahuannya tentang sistem persamaan linear dua variabel, jika siswa tersebut sudah paham bentuk-bentuk sistem persamaan linear dua variabel, maka siswa tersebut dapat memutuskan bahwa x = 2y dan x + y = 1800 merupakan salah satu bentuk persamaan linear dua variabel dan soal tersebut dapat diselesaikan dengan metode grafik, substitusi, eliminasi, dan gabungan (eliminasi dan substitusi), karena soal tersebut ada satu variabel yang sudah dinyatakan dalam variabel lain yaitu x = 2y, maka penyelesaian yang dipilih adalah metode substitusi.

(31)

kemampuan ekstrapolasi siswa dapat dilihat jika siswa dapat menerapkan konsep substitusi untuk memperoleh nilai x dan y sampai mendapat suatu kesimpulan yang benar. Melalui perhitungan diperoleh nilai x = 120 dan y = 60 , dengan demikian nilai sudut yang dicari adalah 1200 dan 600.4

Anderson dan Krathwolh’s mengatakan yang dimaksud dengan

pemahaman adalah kemampuan untuk mendeskripsikan susunan artian pesan pembelajaran yang mencakup oral, tulisan dan komunikasi grafik.5

NCTM (2000) mengatakan bahwa untuk mencapai pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika.6 Dari pemaparan para ahli mengenai pemahaman, dapat ditarik benang merah bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam menyerap pengetahuan yang diberikan dengan menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dapat memberikan penafsiran maupun kesimpulan yang benar berdasarkan ide-ide yang dimiliki sesuai dengan konteksnya. Penguasaan terhadap pemahaman sifatnya lebih kompleks dibandingkan tahap pengetahuan, dalam mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep matematika, siswa harus mempunyai pengetahuan terhadap konsep tersebut. Pemahaman terhadap suatu konsep dapat berkembang dengan baik jika pembelajaran matematika terlebih dahulu menyajikan konsep yang paling umum sebelum penjelasan yang lebih rumit mengenai konsep yang baru sesuai dengan struktur kognitif siswa.

4

Ibid., h. 46-49.

5

Ibid., h. 115.

6

(32)

b.

Pengertian Konsep Matematika

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan objek ataupun kejadian khusus ke dalam contoh ataupun bukan contoh.7

Rosser (1984) mengatakan, konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu objek kelas, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.8 Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi memberikan arti mengenai konsep sebagai definisi atau abstraksi singkat dari sekelompok gejala atau fakta yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan.9

Goodnow dan Austin mengatakan bahwa konsep adalah kemampuan manusia dalam memahami sesuatu berdasarkan ciri-ciri atau

atribut yang dimilikinya, misalnya manusia mengenal konsep “segitiga”

sebagai bangun datar yang memiliki tiga sisi, dimana jumlah ketiga sudutnya sama dengan 180 .10

Oemar Hamalik mengatakan konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhususan-kekhususan.11

Slameto menjelaskan perkataan yang menunjukkan tentang pengertian dari konsep yaitu sifat-sifat yang dapat diukur atau diamati; sinonim, antonim, dan makna semantik lain; hubungan-hubungan logis dan aksioma atau definisi dari sudut ini tidak secara langsung menunjuk sifat-sifat tertentu; dan manfaat atau gunanya.12

7

Jurusan PGSD Universitas Negeri Jakarta, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Sekolah Dasar, (Jakarta: Universitas Jakarta, 2011), h. 205.

8

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 63.

9

Sofan Amri, dan Iif Khoiru Ahmadi, Kontruksi Pengembangan Pembelajaran: Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), Cet. I, h. 109.

10

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 7, h. 10.

11

Oemar Hamalik, op. cit., h. 26.

12

(33)

Pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh para pakar mengenai konsep memiliki kesamaan bahwa konsep adalah abstraksi singkat yang mewakili suatu objek yang dibentuk oleh generalisasi dari sekelompok fakta, atribut, ciri-ciri, maupun kekhususan-kekhususan dari objek tersebut.

Duffin dan Simpson (2000) menyatakan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep, artinya kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya; (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi berbeda; (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, artinya siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar.13

Sedangkan menurut Skemp dan Pollatsek (dalam Sumarno, 1987: 24) terdapat dua jenis pemahaman konsep, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman rasional. Pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya rumus yang dihafal dalam melakukan perhitungan sederhana, sedangkan pemahaman rasional termuat satu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas. Suatu ide, fakta, atau prosedur matematika dapat dipahami sepenuhnya jika dikaitkan dengan jaringan dari sejumlah koneksi.14

Depdiknas menyatakan bahwa pemahaman konsep yaitu suatu kemampuan yang dimiliki siswa dalam menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.15

Indikator pemahaman konsep menurut Kurikulum 2006, yaitu: 1) Menyatakan ulang sebuah konsep.

13

Nila Kesumawati, op. cit., h. 2-230.

14

Ibid., h. 2-231.

15

(34)

2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

3) Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.16

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang dalam menyerap pengetahuan tentang abstraksi yang mewakili suatu objek yang dibentuk oleh generalisasi dari sekelompok fakta, atribut, ciri-ciri maupun kekhususan-kekhususan dari objek yang diberikan dengan menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dapat memberikan penafsiran maupun kesimpulan yang benar berdasarkan ide-ide yang dimiliki sesuai dengan konteksnya.

c.

Hakikat Matematika

Matematika menjadi bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa, dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada beberapa alasan yang mendasari pentingnya siswa belajar matematika, seperti yang dikemukakan oleh Cornelius yaitu sebagai berikut:

1)Sarana berpikir yang jelas dan logis.

2)Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.

3)Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman. 4)Sarana untuk mengembangkan kreativitas.

5)Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.17

16

Nila Kesumawati, op. cit., h. 2-234.

17

(35)

Keberagaman dalam memberikan definisi mengenai matematika tergantung bagaimana orang tersebut memandang matematika dan berkaitan erat dengan pengalaman dan pengetahuan mengenai matematika itu sendiri.

Dalam Wikipedia, matematika didefinisikan sebagai the body of knowledge centered on concepts such as quantity, structure, space and change, and also the academic discipline that studies them. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang berpusat pada konsep-konsep seperti kuantitas, struktur, ruang dan perubahan, dan juga disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal tersebut.18

Russel mendefinisikan matematika adalah suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal yang tersusun dengan baik secara bertahap dimulai dari bilangan bulat ke bilangan pecahan, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi.19

Johnson dan Myklebus mendefinisikan matematika sebagai bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.20 James menyatakan bahwa matematika ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain, yang terbagi dalam tiga bidang kajian matematik yaitu aljabar, analisis, dan geometri.21

Objek-objek yang dipelajari dalam matematika terbagi menjadi dua, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Seperti yang dikemukakan oleh Bell, bahwa objek yang dipelajari dalam matematika

18

Jurusan PGSD Universitas Negeri Jakarta, op. cit., h. 202.

19

Hamzah B. Uno, dan Masri Kuadrat Umar, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. I, h. 108.

20

Mulyono Abdurrahman, op. cit., h. 202.

21

(36)

terdiri dari dua yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek langsung berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Objek tidak langsung berkaitan dengan metakognisi yang meliputi transfer pembelajaran berupa kemampuan menemukan, kemampuan memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif, dan menghargai struktur dalam matematika.22

Menurut Ebbutt dan Staker (dalam Depdiknas, 2003: 3) menyebutkan bahwa matematika sekolah yang kemudian disebut sebagai matematika memiliki pengertian sebagai berikut: (1) matematika adalah suatu kegiatan penelusuran pola dan hubungan, (2) matematika merupakan bagian dari kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan, (3) matematika merupakan bagian dari kegiatan pemecahan masalah, dan (4) matematika sebagai alat komunikasi.23

Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian tentang matematika bahwa matematika adalah salah satu cabang ilmu logika yang berpusat pada konsep-konsep yang meliputi struktur, simbol, susunan, serta ide-ide yang berhubungan satu sama lain yang dimulai dari kajian paling sederhana menuju kajian yang lebih rumit.

As’ari berpendapat seorang siswa dikatakan menguasai atau mahir matematika jika siswa tersebut memiliki kemampuan atau potensi sebagai berikut: (1) menguasai konsep matematik; (2) kelancaran dalam prosedur artinya mengetahui dan memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan sebuah persoalan matematika; (3) kompeten; (4) penalaran yang logis meliputi kemampuan menjelaskan secara logika, sebab-akibatnya secara sistematis; (5) sikap bahwa matematika bermanfaat dalam penerapan kehidupannya (positive disposition).24 Dengan demikian, seorang siswa dikatakan memahami konsep matematika jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh dari konsep, mengembangkan

22

Ibid., h. 204.

23

Nila Kesumawati, op. cit., h. 2-233.

24

(37)

kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika.

2.

Pembelajaran Kooperatif Struktur Bertelepon (

Telephone

)

a.

Pembelajaran Kooperatif (

Cooperative Learning

)

1)

Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Ada pepatah yang mengatakan “orang yang tidak belajar apa -apa itu sama seperti seekor sapi; ia menjadi gemuk, tetapi tidak tahu apa-apa” (Dharmapada).25 Hal ini mengindikasikan bahwa proses belajar sangat penting dalam proses kehidupan seseorang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memiliki arti

“berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu” artinya belajar merupakan suatu proses kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang belum dimiliki sebelumnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Inggris, belajar atau to learn (verb) mempunyai arti: (1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study; (2) to fix in the mind or memory; memorize; (3)

to acquire through experience; (4) to become inform of to find out. Ada empat macam arti belajar menurut Kamus Besar Bahasa Inggris, yaitu memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.26

Berdasarkan pengertian belajar dari kedua kamus tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.

25

Pupuh Fathurrohman, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Alami, (Bandung: Refika Aditama, 2009), Cet. 3, h. 5.

26

(38)

Pengertian secara etimologis di atas mungkin masih sangat singkat dan sederhana, sehingga masih diperlukan penjelasan terminologis mengenai definisi belajar yang lebih mendalam. Dalam hal ini, banyak ahli yang mengungkapkan pengertian belajar. Pertama menurut H.C. Witherington yang mendefinisikan belajar adalah suatu perubahan pada kepribadian ditandai adanya pola sambutan baru yang dapat berupa suatu pengertian. Pengertian tentang belajar oleh H.C. Witherington berasal dari penyatuan tiga buah definisi mengenai belajar yaitu belajar merupakan suatu perubahan dalam diri individu; penguasaan pola-pola sambutan baru; dan penguasaan kecakapan, sikap dan pengertian.27

M. Sobry Sutikno mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.28

Winkel menyatakan belajar adalah suatu proses perubahan yang dialami oleh seseorang dari belum mampu ke arah sudah mampu, dan perubahan itu terjadi pada jangka waktu tertentu.29

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau aktivitas perubahan tingkah laku yang dilakukan melalui latihan ataupun pengalaman, sehingga menghasilkan suatu perubahan yang relatif tetap meliputi perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap dalam jangka waktu tertentu.

Dalam belajar, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru mengingat bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda, oleh karena itu guru harus memiliki kesabaran, ketekunan, serta kesungguhan dalam penyampaian materi.

27

Ibid., h. 225-226.

28

Pupuh Fathurrohman, dan M. Sobry Sutikno. loc. cit.

29

(39)

Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan oleh seorang guru menurut Soekamti dan Winataputa adalah sebagai berikut: a) Adanya perbedaan individu dalam belajar, sehingga siswa belajar

sesuai dengan tingkat kemampuannya.

b) Prinsip perhatian dan motivasi dalam proses pembelajaran yang akan mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.

c) Prinsip keaktifan, artinya apapun yang dipelajari siswa yang harus bertindak aktif adalah siswa itu sendiri bukan orang lain. d) Prinsip balikan penguatan yang memungkinkan siswa untuk

belajar dengan baik selama proses belajar.

e) Pengulangan dan tantangan untuk memperoleh penguasaan yang sempurna, sehingga proses belajar lebih berarti.30

Belajar sebagai bagian dari pembelajaran memiliki keterkaitan satu sama lain. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran bersumber dari dalam diri siswa maupun potensi yang ada diluar siswa. Dengan demikian, perlu kiranya memberikan uraian dari beberapa ahli mengenai pengertian pembelajaran.

Cambourne (1990) menyatakan bahwa proses pembelajaran sebagai usaha menjalin hubungan, mengidentifikasi pola-pola belajar, mengorganisasikan bagian-bagian kecil pengetahuan, perilaku, aktivitas yang semula tidak berkaitan menjadi suatu pola baru yang utuh menyeluruh bagi peserta didik.31 Menurut Gintings, pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa agar dapat belajar sendiri.32

Dengan demikian, pembelajaran adalah suatu aktivitas yang mendorong peserta didik untuk belajar mandiri dengan mengaitkan

30

Baharudin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012), Cet. 7, h. 16.

31

Warsono, dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. I, h. 2.

32

(40)

pola-pola belajar serta menggabungkan bagian-bagian kecil dari pengetahuan, prilaku yang semula tidak berkaitan menjadi pola baru yang menyeluruh bagi peserta didik.

Adanya hubungan kerjasama yang positif antara guru dengan siswa dalam proses belajar-mengajar, dimana guru berperan sebagai fasilitator bagi peserta didik. Fasilitator adalah seseorang yang memiliki keterampilan-keterampilan yang digunakan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.33 Guru memberikan fasilitas pedagogis, psikologis serta akademik untuk pengembangan dan pembangunan struktur kognitif siswanya. Menurut Clarke, fungsi seorang fasilitator adalah sebagai berikut:

a) Mengetahui kekuatan dan kemampuan dari setiap anggota kelompok, serta memberikan rasa nyaman untuk saling berbagi harapan, kepedulian dan gagasan.

b) Mendukung kelompok dan memberikan partisipan rasa saling percaya diri untuk berbagi dan mencoba gagasan-gagasan baru. c) Menyadari adanya perbedaan dalam individu yang menyebabkan

beragamnya nilai dan kepekaan terhadap kebutuhan dan minat yang berbeda dari setiap anggota kelompok. Perbedaan ini terkait dengan jenis kelamin, usia, ras, suku, status ekonomi, satus sosial, dan lain sebagainya.

d) Memimpin dengan keteladanan melalui sikap pembicaraan, pendekatan, dan tindakan.34

Terkait dengan proses pembelajaran, Tyle menyatakan tugas pokok fasilitator atau peran guru pada saat tatap muka di kelas terutama adalah: menilai para siswa, merencanakan pembelajaran, mengimplementasikan rancangan pembelajaran, dan melaksanakan evaluasi proses pembelajaran.35

33

Warsono, dan Hariyanto, op. cit., h. 20.

34

Ibid.

35

(41)

Proses pembelajaran matematika di sekolah sangat bergantung kepada beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor kognitif dan non-kognitif. Faktor kognitif berkaitan dengan kemampuan otak dalam berpikir, misalnya kemampuan mengingat atau bernalar. Sedangkan faktor non-kognitif berkaitan dengan kemampuan di luar kemampuan otak dalam berpikir, misalnya perasaan tidak senang dalam mempelajari matematika. Dalam hal ini, guru dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh besar terhadap faktor kognitif dan faktor non-kognitif. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan berkaitan dengan lingkungan dimana siswa belajar, meliputi lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Faktor instrumental berkaitan dengan fasilitas, sarana, maupun kompetensi guru dalam proses pembelajaran.36

2)

Pembelajaran Kooperatif (

Cooperative Learning

)

Pada tahun 1990, Robert E. Slavin menyatakan, Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small group to help one another learn academic content.37 Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif mengacu kepada bermacam-macam metode mengajar, dimana para siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari bahan ajar. Kemudian tahun 1994, Spencer Kagan mengatakan Cooperative Learning is a teaching arrangement that refers to small, heterogeneous groups of students working together to achieve a common goal.38 Dengan kata lain,

36

Baharudin, dan Esa Nur Wahyuni, op. cit., h. 19-28.

37

Warsono, dan Hariyanto, op. cit., h.175.

38

(42)

pembelajaran kooperatif menurut Spencer Kagan adalah sebuah rencana atau persiapan kecil dalam mengajar para murid yang dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil heterogen yang saling bekerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama.

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.39

Dengan kata lain, pembelajaran kooperatif adalah suatu rencana atau persiapan pembelajaran dengan cara-cara tertentu, dimana peserta didik terbagi menjadi beberapa kelompok dan saling bekerja sama satu sama lain dalam mempelajari bahan ajar untuk mencapai tujuan bersama.

Ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

a) Ada peserta dalam kelompok, pengelompokkan itu berdasarkan kriteria tertentu.

b) Adanya aturan kelompok, artinya ada kesepakatan semua pihak baik siswa sebagai peserta didik maupun sebagai anggota kelompok.

c) Ada upaya belajar setiap anggota kelompok, artinya setiap anggota kelompok berusaha untuk meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru. d) Ada tujuan yang harus dicapai, sehingga memberikan arahan

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.40

39

Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Kontruksi Pengembangan Pembelajaran Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya, 2010), h. 90.

40

(43)

Ada tiga konsep yang penting untuk setiap metode kelompok belajar siswa yaitu adanya penghargaan kelompok, tanggung jawab perseorangan, dan kesempatan yang sama untuk memperoleh keberhasilan. Seperti yang telah dikemukakan oleh Slavin (1990) menunjukkan bahwa penghargaan kelompok merupakan unsur yang mendasar bagi pengaruh kerjasama berdasarkan pada pencapaian keterampilan. Tidak cukup hanya memberitahu siswa untuk bekerja sama. Karena dengan penghargaan akan memacu siswa untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, mereka akan lebih terpacu untuk belajar.41

Ada enam fase yang akan dialami dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

a) Fase present goals and set (menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik), guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik untuk siap belajar.

b) Fase Present information (menyajikan informasi), guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. c) Fase Organize students into learning (mengorganisir peserta didik

ke dalam tim-tim belajar), guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

d) Fase Assist team work and study (membantu kerja tim), guru membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.

e) Fase Test on the materials (mengevaluasi), guru menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjaannya.

41

(44)

f) Fase Provide recognition (memberikan pengakuan atau penghargaan), guru mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.42

Fase-fase tersebut akan dialami dalam proses pembelajaran kooperatif, hal inilah yang membedakan pembelajaran kelompok dalam kooperatif dengan pembelajaran kelompok biasa.

[image:44.595.126.523.146.671.2]

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat nilai-nilai karakter yang dapat diungkap, seperti yang dikemukakan oleh Samani dan Hariyanto dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Nilai-Nilai Karakter yang Terdapat Dalam Pembelajaran Kooperatif43

Nilai Inti Nilai-nilai Karakter yang Merupakan Derivat Karakter Inti

JUJUR Menghargai diri sendiri, pertanggungjawaban, dan sportivitas

CERDAS Analitis, kuroisitas, kreativitas, kekritisan, inovatif, inisiatif, suka memecahkan masalah, produktivitas, kepercayaan diri, kontrol diri, ketelitian.

PEDULI Perhatian, komitmen, kegotongroyongan, rasa hormat, demokratis, kebijaksanaan, disiplin, kesetaraan, persahabatan, suka membantu, kerendahan hati, moderasi, keterbukaan, suka menghargai, kebersamaan, toleransi.

TANGGUH Ketegasan, kesediaan, keberanian, kehati-hatian, suka berkompetisi (antar kelompok), keteladanan, ketetapan hati, dinamis, daya upaya, keantusiasan, kesabaran, suka mengambil resiko, beretos kerja.

42

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Pakem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Cet. 7, h. 65.

43

(45)

Tujuan dari pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) menurut Ibrahim yaitu:

a) Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.

b) Penerimaan terhadap keberagaman

Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang meliputi perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, jenis kelamin dan tingkat sosial.

c) Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa meliputi aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok.44

Manfaat dari pembelajaran kooperatif menurut Spencer Kagan sebagai berikut:

a) Meningkatkan prestasi akademis. Lebih dari 500 penelitian akademis telah membuktikan dampak positif pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan prestasi akademis siswa untuk berbagai bidang studi, berbagai tingkatan kelas secara konsisten. b) Meningkatkan saling pengertian antar ras dan antar etnik.

c) Meningkatkan kepercayaan diri.

d) Meningkatkan tumbuhnya empati. Pembelajaran kooperatif mendorong para siswa memperolah kemampuan untuk saling memahami perasaan dan berempati terhadap yang dirasakan oleh orang lain, walaupun berbeda ras dan berbeda tingkat ekonomi.

44

(46)

e) Meningkatkan berbagai keterampilan sosial seperti mau mendengar, resolusi konflik, sabar untuk antri menunggu giliran, keterampilan kepemimpinan, serta keterampilan bekerja sama dalam tim.

f) Mempererat hubungan sosial. Para siswa merasa dapat diterima oleh sesama rekannya dengan baik.

g) Iklim kelas menjadi baik dengan meningkatnya kesukaan bersekolah, kesukaan asyik dalam kelas, kesukaan belajar.

h) Meningkatkan inisiatif siswa dan tanggung jawab untuk memperoleh pencapaian yang baik dalam belajar, meningkatkan kontrol diri para siswa untuk tidak mengabaikan pembelajaran. i) Meningkatkan untuk menerima perbedaan.

j) Salah satu jalan menuju tahap pemikiran tingkat tinggi adalah berinteraksi dengan sudut pandang yang berbeda dengan sudut pandang orang lain.

k) Meningkatkan tanggung jawab pribadi.

l) Meningkatkan partisispasi secara setara dan adil. m) Meningkatkan durasi partisipasi.

n) Memperbaiki orientasi sosial.

o) Memperbaiki orientasi pembelajaran.

p) Meningkatkan pengetahuan pribadi dan keterampilan perwujudan pribadi.

q) Meningkatkan kecakapan sebagai pekerja.45

Pembelajaran kooperatif biasanya dapat diimplementasikan dengan struktur tertentu, misalnya struktur Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Aronson, struktur Jigsaw II oleh Robert Slavin, struktur NHT oleh Spencer Kagan, dan lain-lain.

45

(47)

b.

Struktur Bertelepon (

Telephone

)

Struktur dapat diartikan sebagai strategi, teknik atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran kooperatif.

Seperti yang dikemukakan oleh Warsono dan Hariyanto “Struktur pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran kooperatif yang sangat khusus, sehingga guru dapat menggunakannya untuk mengorganisasikan interaksi antar siswa.”46

Setiap struktur terdiri dari serangkaian unsur struktur, misalnya

Think Pair Square yang terdiri dari 3 unsur meliputi pemikiran perseorangan, diskusi berpasangan, dan diskusi kelompok.47 Unsur struktur adalah tindakan atau interaksi dari sebuah struktur yang terjadi di dalam kelas.48 Struktur bertelepon (telephone) terdiri dari 3 unsur struktur yaitu proses pembelajaran, tutor sebaya, pengujian individu. Apabila struktur dan unsur digabung dengan isi, maka akan menciptakan pengalaman pembelajaran yang disebut aktivitas. Unsur-unsur desain merupakan kerangka untuk berlangsungnya aktivitas pelajaran, seperti halnya struktur yang merupakan kerangka untuk menjaga isi. Struktur bertelepon (telephone) terdiri dari lima unsur desain yaitu: murid keluar ruangan, menunggu siswa diberi intruksi, siswa kembali, siswa kembali diberi intruksi oleh pemateri, tes kembali.

Beberapa struktur mengatur interaksi antar pasangan, interaksi antar anggota dalam kelompok, dan struktur tertentu paling cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu. Spencer Kagan mengklasifikasikan struktur pembelajaran kooperatif dalam enam kategori yang pembagiannya dilandasi oleh tujuan pri

Gambar

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter yang Terdapat Dalam Pembelajaran
Enam Kategori Struktur Menurut Spencer KaganTabel 2.2 49
Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah

Perhatikanlah salah satu akar yang sudah diketahui adalah berupa bilangan irasional(bilangan bentuk akar), maka salah satu akar yang lainpun juga akan berupa bilangan irasional

Cara pemberian kitosan dengan disemprotkan ke bagian daun memberikan pengaruh yang lebih baik pada sebagian besar parameter yang diamati. dibandingkan dikucurkan

We have also briefly discussed the connection between this extended calculus and Continuation Semantics, that, in several papers by different authors, has been shown to be a

melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Karet Ban Bekas Terhadap Karakteristik Aspal

Keberadaan anak sebagai pedagang makanan keliling dikarenakan tiga faktor yakni faktor lingkungan sebagai faktor utama baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial

Seluruh jenis retribusi memiliki peluang untuk ditingkatkan lagi di masa mendatang; (2) Perumusan target penerimaan pajak dan retribusi daerah didasarkan pada proses incremental

[r]