• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. KajianPustaka

3. Pembelajaran Matematika

Menurut Saefuddin, (2015:8) pembelajaran secara harfiah berarti proses belajar. Pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya, sehingga terjadi perubahan yang sifatnya positif, dan pada tahap akhir akan didaptkan keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Menurut Suprijono, (2014:13) pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran.

Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik.

Menurut Aunurrahman, (2014:34), pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa Siswa yang belum terdidik menjadi Siswa yang terdidik, Siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi Siswa yang memiliki pengetahuan.

Menurut Winkel, (Saefuddin, 2015:9) pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik.

Menurut Hamzah, (2014:90) tujuan pembelajaran matematika yaitu siswa terlatih cara berpikir dan bernalar menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi intuisi, penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen orsinil, rasa ingin tahu membuat prediksi dan dugaan serta coba- coba, kemampuan memecahkan masalah dan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan upaya atau cara yang dilakukan untuk membantu siswa untuk mengembangkan konsep-konsep matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses interaksi antara guru dan siswa.

13 4. Hakikat Matematika

Depdiknas, (Hamzah, 2014:46) matematika berasal dari kata mathema artinya pengetahuan, mathanein artinya berpikir atau belajar. Dalam kamus besar indonesia diartika matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Menurut Ismail dkk (Hamzah, 2014:46) matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berfikir, kumpulan sistem, struktur dan alat.

Menurut para ahli beserta bidangnya (Kurniawan, 2016) matematika adalah ilmu tentang kuatitas, struktur, ruang, dan perubahan. Matematika menemukan pola, merumuskan dugaan baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi ketat yang berasal dari aksioma dan defenisi bertepatan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa hakekat matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak, terstruktur, dan hubungannya diatur menurut aturan logis berdasarkan pola pikir deduktif.

Hakikatnya pendidikan matematika adalah suatu proses yang mengharapkan terbentuknya manusia yang memiliki suatu pola pikir tersrtuktur, mental yang tangguh, bersifat sabar dan ulet.

5. Model pembelajaran Kooperatif

Menurut Soemantowasty, (Nursalam,2015:93) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latarbelakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

Menurut Suprijono, (2014:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Menurut Saefuddin, (2015:51) belajar kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, inspiratif, menantang dan menyenangkan. Belajar kooperatif memberikan kesempatan pada pembelajar untuk saling berinteraksi, di mana mereka belajar kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda.

Menurut Nurfitri, (2014:12) model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.

Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang

15 berbeda-beda (Tinggi, sedang, rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras budaya suku yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, menyelesaikan suatu pemasalahan bersama teman kelompok. Selain itu Pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan pada pembelajar untuk memngembangkan beberapa kecakapan hidup di antaranya kecakapan berkomunikasi, dan kecakapan bekerjasama, juga dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan gagasan dan pendapat melalui diskusi-diskusi.

Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (Enam) fase.

Fase-fase Perilaku guru

Fase 1: Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

Fase 2 : Menyajikan informasi Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

Fase 3 : Mengorganisir peserta didik kedalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4 : Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Fase 5 : Evaluasi Menguji pengetahuan peserta didik

mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 : Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

Suprijono,(2014:65)

6. Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) a. Pengertian Think Pair Share (TPS)

Think Pair Share (TPS) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berfikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Metode ini memperkenalkan ide “waktu berfikir atau waktu tunggu”

yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam merespon pertanyaa. Pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS) ini relatif lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk mengatur tempat duduk ataupun mengelompokkan siswa. Pembelajaran ini melatih siswa untuk berani berpendapat dan menghargai pendapat teman.

Think Pair Share (TPS) mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.

b. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Think-Pair-Share

Seperti namanya “Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.

selanjutnya, “Pairing”, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Berikesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif di tiap-tiap pasanganya.

17 Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya di bicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integaratif. Paserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Menurut Nursalam, (2015:180) model pembelajaran Think Pair Share menggunakan model diskusi berpasangan yang di lanjutkan dengan diskusi pleno.

Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi atau tujuan pembelajaran.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan tipe Think Pair Share (TPS)

Menurut Fadholi, (2009) langkah-langkah pembelajaran kooperati tipe Think Pair Share (TPS) adalah :

1) Guru menyampaikan inti materi

2) Guru meminta siswa memikirkan masalah-masalah yang ada dalam bahan bacaan/materi yang diajarkan

3) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru

4) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya 5) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada

materi/permasalahan yang belum diungkap siswa 6) Kesimpulan

Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah:

1) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya 2) Interaksi lebih mudah

3) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

4) Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas.

5) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah:

1) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor 2) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah

3) Menggantungkan pada pasangan

4) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa yang tidak mempunyai pasangan.

d. Teknik penilaian

Menurut Saefuddin, (2015:142) dalam pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS), guru dapat menggunakan unjuk kerja untuk menilai proses pembelajaran. Untuk menilai penguasaan materi guru dapat menggunakan penilaian tertulis. Penilaian sikap dapat menggunakan teknik observasi atau jurnal.

19 7. Materi Ajar

A. Operasi pada Bentuk Aljabar 1. Penjumlahan dan pengurangan

Penjumlahan bentuk Aljabar diperoleh dengan menggabungkan suku-suku sejenis, sedangkan pengurangan bentuk aljabar diperoleh dengan mengurangkan suku yang sejenis dan hasilnya dijumlahkan dengan suku-suku yang tidak sejenis.

Bentuk-bentuk aljabar dapat dijumlahkan dan dikurangkan dengan menggunakan sifat komutatif dan distributif dengan melihat suku-suku yang sejenis dan koefisien dari masing-masing suku.

Contoh :

1) Sederhanakan bentuk-bentuk aljabar berikut : a.

b.

Jawab :

a.

b.

2. Perkalian

a. Perkalian suatu bilangan dengan bentuk aljabar suku dua

b. Perkalian suku dua

Perkalian suku dua yaitu, dapat diselesaikan dengan menggunakan sifat distributif, tabel dan skema

Contoh :

1) Tentukan hasil perkalian berikut a.

b.

Jawab :

a.

b.

3. Pemangkatan

a. Arti pemangkatan Bentuk Aljabar

Operasi perpangkatan diartikan sebagai operasi perkalian berulang dengan unsur yang sama. Untuk sebarang bilangan bulat a, berlaku

an = a x a x a x ... x a Contoh

3x2 = 3

21 b. Pemangkatan Suku dua

Dalam menentukan hasil pemangkatan suku dua, koefisien dari suku-sukunya dapat diperoleh dari bilangan-bilangan pada segitiga pascal.

Pangkat dari a (unsur pertama) pada (a + b)ndimulai dari ankemudian berkurang satu demi satu dan terakhir a1 pada sukuke-n. Sebaliknya, pangkat dari b (unsur kedua) dimulai dengan b1pada suku ke-2 lalu bertambah satu demi satu

dan terakhir bnpada suku ke-(n + 1).

(a + b)5 = a5 + 5a4b + 10a3b2 + 10a2b3 + 5ab4 + b5

(a + b)6 = a6 + 6a5b + 15a4b2 + 20a3b3 + 15a2b4 + 6ab5 + b6 4. faktorisasi bentuk Aljabar

a. Bentuk

Memfaktorkan adalah menyatakan bentuk penjumlahan suku-suku menjadi bentuk perkalian faktor-faktor. Dengan demikian, bentuk ab + ac dengan faktornpersekutuan a dapat difaktorkan menjadi a(b+c) sehingga terdapat dua faktor yaitu a dan b+c.

Contoh

b. Bentuk (Selisih dua Kuadrat)

Faktorisasi selisih dua kuadrat adalah bentuk pada ruas kiri disebut selisih dua kuadrat karena teridiri dari dua suku yang masing-masing merupakan bentuk kuadrat dan merupakan bentuk pengurangan (selisih). Ruas kanan yaitu merupakan bentuk perkalian faktor-faktor. Berdasarkan hal tersebut, maka disimpulkan bentuk

merupakan rumus untuk pemfaktoran selisih dua kuadrat.

Contoh :

c. Bentuk dan

Hasil penguadratan suku dua menghasilkan suku tiga dengan ciri-ciri sebagai berikut:

i) Suku pertama dan suku ketiga merupakan bentuk kuadrat

ii) Suku tengah merupakan hasi kali dua teradap akar kuadrat suku pertama dan suku ketiga.

Contoh : d. dengan

Pada bentuk disebut koefisen koefisien dan bilangan konstan (tetap). Ternyata memfaktorkan bentuk dengan dapat dilakukan dengan cara menentukan pasangan bilangan yang memenuhi syarat berikut.

(i) Bilangan konstan c merupakan hasil perkalian (ii) Koefisien x, yaitu b merupakan hasil penjumlahan

Faktorisasi bentuk dengan adalah Dengan syarat

Contoh : e. dengan

23 Faktorisasi bentuk dengan memenuhi aturan sebagai berikut

(i) Jika kedua suku itu dijumlahkan maka akan menghasilkan koefisien x (ii) Jika kedua suku itu dikalikan maka hasilnya sama dengan hasil kali koefisien dengan bilangan konstan.

Adapun langkah penentuan faktorisasi bentuk dengan sebagai berikut:

Dengan syarat Contoh:

B. Kerangka pikir

Keberhasilan dalam proses belajar mengajar ditentukan oleh model pembelajaran. Seorang guru harus cermat dan pandai memilih metode mengajar yang cocok untuk materi yang diajarkan agar dapat menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pemilihan metode mengajar yang kurang efektif akan berdampak pada kurang optimalnya proses belajar mengajar yang pada akhirnya berimbas pada hasil pembelajaran yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang efektif untuk membantu siswa mendapatkan informasi, keterampilan-keterampilan, dan cara-cara berfikir serta mengemukakan ide-ide atau pendapat.

Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dipandang efektif karena akan memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Selain itu, dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta memberi waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Afrilliana Sugiyanto Syam pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sungguminasa (2015), menunjukkan bahwa 80,95% siswa mencapai ketuntasan individu (skor minimal 75). Hal ini berarti bahwa pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) membantu siswa mencapai ketuntasan klasikal dengan persentase keaktifan siswa yaitu 80,02%, dan respon siswa terhadap pembelajaran matematika positif dengan persentase 90,48%.

Selain itu juga telah dilakukan penelitian oleh Nurfitri, (2014) dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan di SMP Negeri 1 Kahu Kabupaten bone, siswa dikatakan tuntas belajar jika hasil belajarnya mencapai minimal 69 setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 26 orang dari jumlah keseluruhan 30 orang dengan persentase 86,67% sedangkan siswa yang tidak mencapai ketuntasan minimal adalah sebanyak 4 orang dengan persentase 13,33%. Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) membantu siswa untuk mencapai ketuntasan secara klasikal.

Jadi, asumsi bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) efektif digunakan dalam pembelajaran matematika siswa kelas VIII MTs Darul muttaqin sehingga dapat menunjang peningkatan hasil belajar siswa.

25

Aktivitas siswa Respon siswa

Tes Hasil Lembar Observasi Angket Respon

analisis

Pembelajaran Efektif Pembelajaran Tidak Efektif Skema kerangka pikir

Model pembelajaran kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Hasil belajar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Mayor

Berdasarkan kajian pustaka yang dikemukakan diatas, maka hitpotesis penelitian in adalah “Pembelajaran Matematika Efektif Melalui Model Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada siswa Kelas VIII MTs Darul muttaqin”

Hipotesis Minor

1. Hasil belajar Matematika

a. Rata-rata hasil belajar siswa setelah diajar dengan menggunakan model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) lebih besar dari 69,9. Secara statistik dapat dituliskan sebagai berikut :

H0 : melawan H1 :

Keterangan :

parameter skor rata-rata hasil belajar siswa

b. Rata-rata gain ternormalisasi siswa setelah diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih besar dari 0,29 (kategori sedang). Secara statistik dapat ditulis sebagai berikut :

H0 : g ≤ 0,29 melawan H1 : g > 0,29 Keterangan:

g = Parameter skor rata-rata gain ternormalisasi.

c. Hasil belajar siswa setelah diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) secara klasikal minimal 80%.

H0 : ≤ 79,9 % melawan H1 : > 79,9 % Keterangan:

= Parameter hasil belajar secara klasikal 2. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

Aktivitas siswa Kelas VIII MTs Darul Muttaqin selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menerapkan model Kooperatif tipe Think Pair Share berada pada kategori baik, yaitu persentase jumlah siswa yang terlibat aktif .

3. Respon siswa terhadap pembelajaran

Respon siswa Kelas VIII MTs Darul Muttaqin terhadap pembelajaran matematika dengan menerapkan model Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) positif, yaitu persentase siswa yang menjawab ya

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Pra-Eksperimen dengan melibatkan satu kelompok atau satu kelas. Dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika melalui penerapan model kooperatif.

B. Variabel dan Desain Penelitian 1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa, aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

2. Desain penelitian

Adapun jenis desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Post test yang dikenal dengan desain Pra Eksperimental.

Adapun desain Pra Eksperimental adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Desain Penelitian

Pretest Treatment Posttest

01 X 02

Emzir, (2015: 96) Keterangan :

X : Perlakuan (treatment) 01 : Tes awal (Pretest) 02 : Tes Akhir (Posttest)

C. Satuan Eksperimen dan Perlakuan 1. Satuan Eksperimen

Satuan eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIII MTs Darul Muttaqin tahun pelajaran 2016/2017, dengansampel penelitian yaitu Kelas VIII MTs Darul Muttaqin yang berjumlah 36 siswa.

2. Perlakuan

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk mengetahui keefektifan dalam pembelajaran matematika. Maka ada 3 indikator keefektifan yang digunakan, yaitu: hasil belajar matematika siswa setelah proses pembelajaran, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan respon siswa terhadap pembelajaran.

D. Definisi Operasional Variabel

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang variabel dalam penelitian ini, maka diberikan batasan operasional variabel sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), interaksi sosial menjadi salah satu faktor penting, yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

29 2. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai akhir yang diperoleh dari tes hasil belajar yang diberikan setelah siswa diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

3. Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa adalah keterlaksanaan aktivitas atau perilaku siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang diukur dari lembar observasi siswa.

4. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran

Respon siswa adalah ukuran kesukaan, minat, ketertarikan, atau pendapat siswa tentang model pembelajaran, cara mengajar guru, dan suasana kelas.

Respon siswa diukur dengan pemberian angket respon siswa.

E. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Konsultasi dengan dosen pembimbing, guru dan kepala sekolah sebelum melakukan penelitian di sekolah.

b. Menyusun perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

2. Tahap Pelaksanaan

Melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam RPP serta observasi terhadap aktivitas siswa disetiap pertemuan.

3. Tahap Akhir

Kegiatan yang dilakukan untuk tahap akhir adalah sebagai berikut:

a. Mengelola data hasil penelitian.

b. Menganalisis dan membahas data hasil penelitian.

c. Menyimpulkan hasil penelitian

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Lembar tes hasil belajar, digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran yaitu berupa soal essay sesuai dengan materi yang diajarkan.

2) Lembar observasi

a. Lembar observasi kemampuan guru mengelolah pembelajaran

Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati kemampuan guru mengelolah pembelajaran dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Lembar observasi aktivitas siswa

Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung.

3) Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

31 G. Teknik Pengumpulan data

Data hasil penelitian dari kelompok perlakuan, dikumpulkan dengan menggunkan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, dan angket respon siswa.

1. Data mengenai hasil belajar matematika siswa diperoleh dari pretest yang dilaksanakan pada awal pertemuan dan posttest yang dilaksanakan pada akhir pertemuan penelitian.

2. Data tentang kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran diperoleh dari lembar observasi atau pengamatan, peneliti menggunakan teknik observasi atau pengamatan berdasarkan empat kriteria, yaitu (1) Kurang baik, (2) cukup baik, (3) baik, (4) sangat baik.

3. Data tentang aktivitas belajar mengajar diambil pada saat dilakukannya tindakan dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa.

4. Data tentang respon siswa diperoleh dengan cara memberikan angket kepada siswa.

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Statistika Deskriptif

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh adalah dengan menggunakan analisis statistika deskriptif. Analisis statistika deskriptif adalah menyajikan informasi dalam bentuk yang tepat, dapat digunakan dan mudah dimengerti. Statistika deskriptif berupaya melukiskan dan menganalisis kelompok yang diberikan tanpa membuat atau menarik kesimpulan tentang populasi atau kelompok yang lebih besar. (Tiro,2008:9)

a. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan analisis statistika deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika yang diperoleh siswa, guna mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil belajar matematika yang dikelompokkan kedalam 5 kategori, yaitu sangat tingi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori hasil belajar matematika dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Kategorisasi Standar hasil belajar siswa

Skor Kategori Kriteria yang digunakan untuk menentukan hasil belajar adalah menurut standar kategorisasi yang telah ditetapkan di sekolah, yaitu:

Tabel 3.3 Kategorisasi Standar Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTs Darul Muttaqin

Skor Kategorisasi Ketuntasan Belajar

0 ≤ x 70 70 ≤ x ≤100

Tidak Tuntas Tuntas

(Nurfitri, 2014:32) Hasil belajar matematika siswa juga diarahkan pada pencapaian hasil belajar secara individual dan klasikal. Kriteria seorang siswa dikatakan tuntas apabila memiliki nilai paling rendah 70 dari skor ideal 100 sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah di tetapkan oleh pihak sekolah.

33 Sedangkan ketuntasan klasikal tercapai apabila minimal 80% siswa di kelas tersebut telah mencapai skor paling sedikit 70.

Hasil belajar klasikal

b. Peningkatan hasil belajar siswa

Menurut Hake, (Biologipedia, 2011) untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa, diuji dengan menggunakan rumus Normalized Gain.

Dengan g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain), skor posttest nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah pembelajaran melalui model kooperatif tipe

Dengan g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain), skor posttest nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah pembelajaran melalui model kooperatif tipe